BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1.
Kajian Teori Pengertian Pemecahan Masalah Hamsah (2003), mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut mempunyai interpretasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Herman (2001), pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk dapat melakukan evaluasi cara memilih pembelajaran dengan pendekatan masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mengaplikasikan pemahaman pengetahuan dalam kehidupan, memilih masalah yang berkaitan dengan situasi nyata dalam kehidupan, dan mengembangkan sifat ilmiah seperti jujur, teliti, terbuka, propesional, dan kerja keras. Pemecahan masalah adalah proses memikirkan dan mencari jalan keluar bagi masalah tersebut (Gulo W, 2002).
2.
Pengertian Evaluasi Dimyati (2006), evaluasi adalah suatu proses belajar atau transformasi belajar yang dapat dinilai keberhasilannya melalui evaluasi pembelajaran karena evaluasi pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan. Melalui kegiatan penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran, evaluasi juga merupakan suatu bentuk umpan balik yang diberikan guru bagi siswa. Evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan (Arikunto, 2003). Menurut Purwanto (2002), evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai. Evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Berdasarkan pengertian di atas, penelitan ini mengacu pada pengertian evaluasi menurut Purwanto (2002), karena penelitian ini menggunakan evaluasi
4
5 untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam mencapai KKM, sehingga dapat menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil. 3.
Tujuan Evaluasi Menurut (Suharsimi, 2007; Sudijono, 2008; Daryanto, 2008) evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, untuk menghimpun keteranganketerangan atau bahan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh siswa, mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pembelajaran yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran, untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Depdiknas (2003), mengemukakan tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar mengajar, memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru, memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar mengajar, mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Menurut Tagliante (1996), evaluasi bertujuan untuk menemukan kesulitan pembelajaran dalam mengikuti pelajaran, yang selanjutnya akan diberikan perlakuan yang cepat, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapainya. 4.
Fungsi Evaluasi Fungsi evaluasi menurut Sudijono dan Daryanto (2008), adalah sebagai alat diagnostik untuk mengetahui kelemahan siswa dan sebab-sebab dari kelemahan tersebut, sebagai pengukur keberhasilan dalam pembelajaran, sebagai sarana untuk memperbaiki dan melakukan penyempurnaan kembali. Menurut Suharsimi (2007), evaluasi mempunyai fungsi: Kurikuler (alat pengukur ketercapaian tujuan mata pelajaran), instruksional (alat ukur ketercapaian tujuan proses belajar mengajar), diagnostik (mengetahui kelemahan siswa, penyembuhan atau penyelesaian berbagai kesulitan belajar siswa), placement (penempatan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya, serta kemampuannya) dan administratif bimbingan konseling (pendataan berbagai permasalahan yang dihadapi siswa dan alternatif bimbingan dan penyuluhanya).
6
5. a.
Umpan Balik (Feedback) Pengertian umpan balik (Feedback) Dimyati dan Mudjiono (2006), feedback adalah segala informasi yang diperoleh selama proses pembelajaran yang digunakan untuk menentukan tindakan perbaikan. Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan cara menanggapi hasil kerja siswa sehingga siswa lebih menguasai materi dan hasil belajarnya meningkat. Feedback adalah salah satu upaya mengobservasi siswa berkaitan dengan bagaimana ia melakukan aktivitas serta apa yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan siswa itu (Suherman, 1998). Suwarsih (2011), feedback merupakan pemberian informasi yang diperoleh dari pekerjaan siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya. Feedback digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami konsep atau materi yang pelajaran dan untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam pembelajaran. Menurut Sudjito (2010), feedback memegang peranan sangat penting dalam baik bagi siswa maupun bagi guru. Melalui feedback, siswa dapat mengetahui sejauh mana mengerti bahan yang diajarkan oleh guru, bagi guru feedback juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana materi yang diajarkannya dimengerti oleh siswa. Feedback bisa dijadikan sarana koreksi bagi siswa dalam belajar sekaligus menjadi koreksi bagi guru dalam mentransformasikan ilmu. Berdasarkan pengertian di atas, penelitian ini mengacu pada pengertian feedback menurut Suwarsih (2011), karena dari hasil evaluasi guru dapat mengetahui kesalahan siswa sehingga dapat dilakukan feedback untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam pembelajaran. b.
Jenis-jenis umpan balik (Feedback) Menurut Sudjito (2010), feedback terbagi menjadi dua, yaitu slow feedback dan fast feedback. Contoh dari slow feedback (umpan balik lambat) yaitu guru memberi tugas dan pekerjaan rumah dengan tenggang waktu cukup lama untuk mengerjakannya. Keadaan ini sangat memungkinkan siswa untuk saling contoh dan bukan merupakan hasil pikirannya sendiri. Setelah tugas dan pekerjaan rumah dikumpulkan, guru membutuhkan waktu lama untuk koreksi tugas dan setelah dikoreksi tidak dilakukan konsolidasi karena minimnya waktu sedangkan banyak materi yang harus diselesaikan, padahal ada kemungkinan sebagian siswa masih ada yang belum mengerti, dan untuk mengatasi masalah di atas digunakan metode
7 fast feedback (umpan balik cepat), yang bisa dilaksanakan saat pelajaran berlangsung tanpa membuang banyak waktu untuk koreksi. Secara umum umpan balik atau feedback terbagi ke dalam dua jenis yaitu intrinsic feedback dan extrinsic feedback (Apruebo,2005). Intrinsic feedback berkaitan dengan penilaian terhadap dirinya sendiri, tentang sikap, aktivitas dan atau perilaku yang telah dilakukannya, serta tentang kemampuan yang telah ditunjukkannya. Misalnya dalam melaksanakan tugas gerak, apakah aktivitas yang dilakukan sudah sesuai dengan yang diinstruksikan guru, apakah sudah mampu menyelesaikan keseluruhan tugas gerak, apakah merasa nyaman dengan alat bantu yang digunakan, atau menilai bahwa rangkaian gerakan senam telah sesuai dengan urutan yang harus dilakukan. Extrinsic feedback adalah umpan balik yang berasal dari luar dirinya. Misalnya koreksi dari guru penjas atas gerakan yang sudah dilakukan, cemoohan rekan karena salah memberikan umpan ketika bermain bola, atau dari lingkungan sekitar seperti cuaca yang terlalu panas sehingga mengharuskannya sering beristirahat ditempat yang teduh. c.
Macam-macam Fast Feedback Penelitian mengenai fast feedback sudah dilakukan dengan berbagai model antara lain Penggunaan Metode Fast Feedback Secara Klasikal, Penggunaan Metode Fast Feedback dengan Peer to Peer Support In Group, Penggunaan Metode Fast Feedback Stick Card, Penggunaan Metode Fast Feedback Model Papan Angkat, Penggunaan Metode Fast Feedback Model Indikasi Warna, Penggunaan Metode Fast Feedback Model Voting. Untuk melengkapi model-model yang pernah diteliti sebelumnya, peneliti mengembangkan model lain dari metode ini yaitu model Pengelompokkan Jawaban. d.
Langkah-langkah Fast Feedback Berg (2008), langkah-langkah fast feedback sebagai berikut: topik pembelajaran diperkenalkan oleh guru, diberikan ketentuan-ketentuan seperlunya, tugas pertama diberikan oleh guru kepada siswa, tugas dikerjakan secara individu atau bisa juga berpasangan, siswa dipastikan agar konsentrasi dalam pengerjaan tugas tersebut, pekerjaan siswa diamati oleh guru dan beberapa siswa diwawancarai selama 20-60 detik, kesalahan umum yang dilakukan siswa dibahas serta diberikan penjelasan dari jawaban yang benar sebagai feedback untuk siswa, tugas kedua diberikan kepada siswa, jawaban siswa diamati dan beberapa siswa diwawancarai selama 20-60 detik, jika tugas sudah selesai, siswa dibiarkan untuk mendiskusikan jawaban mereka, kesalahan umum dibahas
8 dan diberikan penjelasan jawaban yang benar, demikian seterusnya hingga pembelajaran usai.
Tugas
Respon siswa
Cek oleh guru
>70 %
Tugas baru
70%
Feedback Gambar 1. Langkah-lagkah Fast Feedback Catatan penting dalam metode ini bahwa fast feedback tidak digunakan untuk memberikan nilai rapor akhir kepada siswa, tetapi dipakai untuk membenahi konsep siswa sehingga proses pembelajaran selanjutnya lebih efektif. e.
Langkah-langkah Penggunaan Metode Fast Feedback Model Pengelompokkan Jawaban Langkah-langkah fast feedback model pengelompokkan jawaban sebagai berikut siswa diberikan kartu tugas untuk dikerjakan secara individu, pengajar mengambil beberapa jawaban siswa yang berbeda dan satu diantaranya merupakan jawaban benar sebagai kunci jawaban, jawaban siswa yang dipilih tersebut ditempel pada papan yang telah disediakan, siswa diminta mencocokan jawaban mereka kemudian mengelompokkan jawaban mereka sesuai dengan jawaban yang sudah ditempel, pengajar menghitung jumlah jawaban benar siswa yang berada pada papan yang berisi kunci jawaban, jika jumlah siswa yang menjawab benar kurang dari 70% maka dilakukan pembelajaran untuk memperbaiki kesalahan siswa, selanjutnya pengajar mengeluarkan kartu tugas kedua yang setara tingkat kesulitannya untuk melakukan cek kembali, jika jawaban benar siswa lebih dari 70% maka dilanjutkan ke siklus berikutnya yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. 6. a.
Penelitian Tindakan Kelas Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan jenis guru sebagai peneliti. Penelitian tindakan kelas(Classroom Action Research) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat (Wardhani, 2010). Menurut Arikunto (2009), merupakan
9 suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Menurut Suhardjono (2009) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan (Action Research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Hopkins (2008) mendefinisikan bahwa penelitian tindakan mengkombinasikan tindakan substantif dan prosedur penelitian yang merupakan tindakan terdisiplin yang dikontrol oleh penyelidikan usaha seseorang untuk memahami problem tertentu seraya terlibat aktif dalam proses pengembangan dan pemberdayaan. Wayan (2008), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk memecahkan masalah di kelas dan memperbaiki kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. PTK berfokus pada proses belajar mengajar di kelas yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan dengan tindakan langsung di kelas (Eko, 2008). Prosedur PTK meliputi perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection). PTK juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses pembelajaran menjadi lebih efektif karena guru melakukan sendiri penelitian terhadap proses pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut, guru akan dapat menggali dan menemukan metode pembelajaran baru yang lebih inovatif dalam upaya perbaikan serta dapat meningkatkan profesionalisme tugas guru (Wardhani, 2010; Suroso, 2009). Berdasar pengertian di atas, penelitian ini mengacu pada pengertian PTK menurut Eko (2008), karena setelah proses belajar mengajar, akan dilakukan evaluasi saat itu juga untuk mengetahui hasil siswa dan segera mungkin guru melakukan feedback. b.
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Prosedur penelitian tindakan kelas ada 4 yaitu: planning yaitu dalam tahap ini dijelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan; acting yaitu tahap ini merupakan pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yaitu mengenai tindakan di kelas; observing yaitu dalam tahapan ini tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan saat tindakan sedang berlangsung dalam waktu yang sama; reflecting yaitu tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan ini sangat tepat dilakukan oleh guru pelaksana yang telah selesai melakukan tindakan, kemudian
10 berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan (Arikunto, Suhardjono, & Supardi, 2008).
c.
Model Penelitian Tindakan Kelas Beberapa model penelitian tindakan kelas menurut Hopkins yaitu: pertama, model Kurt Lewin merupakan model pertama dalam penelitian tindakan kelas dan merupakan acuan pokok atau dasar dari berbagai model penelitian tindakan kelas yang lain. Model ini memiliki konsep bahwa dalam satu siklus penelitian tindakan kelas terdiri dari empat langkah yaitu planning, acting, observing, dan reflecting.
Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin Kedua, model penelitian tindakan kelas ini merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Model penelitian tindakan kelas Kurt Lewin pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang merupakan satu siklus.
11
Gambar 3. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis dan McTaggart Ketiga, model penelitian tindakan kelas ini juga dikembangkan berdasarkan model Kurt Lewin tetapi lebih detail dan rinci pada setiap tingkatannya untuk mempermudah tindakan. Proses yang telah dilaksanakan dalam semua tingkatan tersebut digunakan untuk menyusun laporan penelitian. Model ini, setelah ditemukannya ide dan permasalahan yang menyangkut dengan peningkatan praktis maka dilakukan tahapan reconnaissance atau peninjauan ke lapangan. Kegiatan monitoring terhadap efek tindakan yang mungkin berupa keberhasilan dan hambatan disertai dengan faktor-faktor penyebabnya pada akhir tindakan,. Hasil monitoring tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbaikan yang dapat diterapkan pada langkah tindakan kedua dan seterusnya sampai diperoleh informasi atau kesimpulan apakah permasalahan yang telah dirumuskan dapat dipecahkan.
12
Gambar 4. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Elliot Keempat,model penelitian tindakan kelas menurut Hopkins dikembangkan berdasarkan model yang sudah ada.
13
Gambar 5. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Hopkins Kelima, model penelitian tindakan kelas menurut Ebbutt terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, ide awal dikembangkan menjadi langkah tindakan pertama, kemudian tindakan pertama tersebut dimonitor implementasi pengaruhnya terhadap subjek yang diteliti. Semua akibatnya dicatat secara sistematis termasuk keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Catatan monitor tersebut digunakan sebagai bahan revisi rencana umum tahap kedua. Kedua ini, rencana umum hasil revisi dibuat langkah tindakannya, dilaksanakan, monitoring efek tindakan yang terjadi pada subjek yang diteliti, dokumentasikan efek tindakan tersebut secara detail dan digunakan sebagai bahan untuk masuk ke tingkat ketiga. Pada tingkatan ini, tindakan seperti yang dilakukan pada tingkat sebelumnya dilakukan, efek tindakan didokumentasikan, kemudian kembali ke tujuan umum penelitian tindakan untuk mengetahui apakah permasalahan yang telah dirumuskan dapat terpecahkan.
14
Gambar 6. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Ebbutt Keenam, model yang dikembangkan oleh Mc Kernan disajikan dalam model “proses waktu” yang menekankan pada usaha memecahkan masalah rasional dan kepemilikan demokratis oleh komunitas peneliti. Tahapan model Mc Kernan pada siklus tindakan 1 terdiri dari menjabarkan masalah, assessment kebutuhan, hipotesis gagasan, membuat rencana tindakan, imlementasi rencana, mengevaluasi tindakan, keputusan-keputusan (merefleksikan, menjelaskan, memahami tindakan) kemudian dilanjutkan ke siklus berikutnya.
15
Gambar 7. Model Penelitian Tindakan Kelas menurut McKernan Berdasarkan beberapa model PTK diatas, penelitian ini menggunakan model PTK menurut Kemmis dan McTaggart karena model ini mudah dipahami dan dilaksanakan.
Gambar 8.Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis dan McTaggart
16 B.
Penelitian yang Relevan Hasil penelitian terkait dengan penerapan metode fast feedback adalah Aplikasi Metode Fast Feedback Pada Pembelajaran Matematika Tentang Garis dan Sudut dan diperoleh hasil belajar matematika meningkat yang ditunjukkan dengan meningkatnya persentase keberhasilan dari siklus I sebesar 75% menjadi 87,5% setelah diberikan feedback oleh guru (Ratnasari, 2010). Wikanthi (2012), Aplikasi Metode Fast Feedback Pada Pembelajaran Matematika Tentang Kubus juga mengalami peningkatan terhadap hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya prosentase keberhasilan dari siklus I sebesar 62,5% menjadi 95% setelah diberikan feedback berupa pembelajaran. Metode fast feedback ini pernah diteliti sebelumya oleh Berg, dkk (2003) di salah satu universitas di Filipina dengan jumlah mahasiswa 40-70 orang per kelas. Hasil dari penelitian tersebut terbukti bahwa dengan menggunkan metode fast feedback pengajar dapat mengoreksi jawaban atau respon siswa terhadap tugas yang diberikan hanya dalam hitungan detik. Kegiatan review yang dilakukan tersebut untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya yaitu memberikan tugas baru atau diberikan pembelajaran terlebih dahulu sebelum memberikan tugas berikutnya. Mazur (1997) dari Harvard University telah mengembangkan pengajaran konseptual untuk kelas besar disana, dengan menggunakan metode fast feedback guru dapat melakukan diskusi saat itu juga dengan siswa sehingga dapat mempelajari berbagai konsep siswa secara cepat dan melakukan perbaikan terhadap konsep yang salah melalui kegiatan menyimpulkan hasil diskusi atau memberikan argumen maupun demostrasi untuk meyakinkan siswa. C.
Kerangka Pikir Kegiatan belajar mengajar pada saat ini biasanya evaluasi hanya berupa tugas atau test yang dikumpul dan pengoreksiannya memakan waktu yang lama sehingga kesalahan yang terjadi pada siswa terlambat diketahui, dengan lamanya pengoreksian berdampak pada siswa yang tidak paham terhadap suatu materi seterusnya tidak akan paham, sedangkan dalam pembelajaran matematika materi yang satu dengan yang lain saling berkesinambungan. Waktu belajar di kelas menjadi tidak efektif. Kondisi tersebut membuat tingkat pemahaman siswa pada suatu materi menjadi rendah sehingga perlu diterapkan pengajaran menggunakan metode fast feedback guna upaya meningkatkan pemahaman siswa. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka berpikir seperti terlihat pada Gambar 9.
17
Kondisi awal: Guru menggunakan metode evaluasi biasa
Kondisi akhir: Tingkat pemahaman siswa meningkat
Kesalahan siswa terlambat diketahui
Tingkat pemahaman siswa rendah
Kesalahan siswa dapat segera diketahui dan dilakukan perbaikan saat itu juga.
Tindakan: Menerapkan metode fast feedback model pengelompokan jawaban
Gambar 9. Kerangka Berpikir D.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah dengan menerapkan metode fast feedback dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa kelas VIII SMP NEGERI 8 Salatiga pada materi teorema phytagoras menggunakan model pengelompokkan jawaban.