BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Hasil Belajar 2.1.1 Definisi Belajar Untuk mengawali pembahasan mengenai hasil belajar maka paparan pertama yang akan dijelaskan adalah pengertian dari belajar. apa yang di maksud dengan belajar. Beberapa ahli pendidikan mengungkapkan pengertian yang berbeda terhadap definisi belajar. Akan tetapi dengan definisi yang berbeda itu masih tetap mengacu pada prinsip yang sama yaitu seorang yang mengalami proses belajar pasti akan mengalami perubahan pada diri mereka. Berikut adalah pengertian belajar dari para ahli. Menurut (Djamarah , 2006) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari”. Menurut Burton, dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Avtivities” yang ditulis dalam sebuah artikel (Rikiyanto, 2013) menyatakan bahwa belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya”. Supriyono dalam sebuah artikel (Rikiyanto, 2013) juga berpendapat bahwa “Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan. Belajar menurut Aunurrahman dalam sebuah artikel yang ditulis oleh (Rikiyanto, 2013) belajar adalah “Proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap”. Sedangkan Menurut Gagne dalam Whandi yang juga di tulis dalam artikel (Rikiyanto, 2013) belajar didefinisikan sebagai “Suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman”. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses pelaksanakan serangkaian aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan suatu perubahan pada tingkah laku dan memperoleh berbagai
7
8
kecakapan, ketrampilan, sikap dan pengetahuan akibat suatu pengalaman yang telah dipelajari. Dengan demikian, dapat dikatakan belajar apabila terjadi perubahan sikap yang lebih baik pada diri siswa. Dalam proses belajar tentunya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan yaitu siswa, guru, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media, evaluasi, dan tujuan dari belajar itu sendiri. a.
Siswa: Seorang individu
yang bertindak
sebagai
penerima
materi
pembelajaran yang diberikan oleh guru. b.
Guru:
Seseorang
individu
yang
bertindak
sebagai
fasilitator
dan
bertanggungjawab mendidik, mengajar dan membimbing siswa. c.
Tujuan: Pernyataan mengenai hal yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
d.
Materi pembelajaran: pengetahuan yang berisi informasi berupa fakta dan prinsip yang disampaikan guru kepada siswa, dan dapat terjadinya perubahan sikap pada siswa setelah mendapat penjelasan mengenai materi pembelajaran.
e.
Metode: Cara yang di gunakan oleh guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
f.
Media: Bahan pengajaran yang digunakan oleh guru untuk mempermudah penyampaian informasi mengenai materi pembelajaran kepada siswa.
g.
Evaluasi: Cara tertentu yang digunakan guru untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami apa yang telah dipelajari. Jadi belajar merupakan proses pelaksanakan serangkaian aktifitas yang di
lakukan secara sadar untuk mendapatkan suatu perubahan pada tingkah laku dan memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, sikap dan pengetahuan akibat suatu pengalaman yang telah di pelajari. Dengan tidak terlepas dari komponen yang mendukung proses belajar, seperti siswa, guru, tujuan,materi pembelajaran, metode, media dan evaluasi, keseluruhan komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain.
9
2.1.2 Hasil Belajar Setelah mengetahui apa yang di maksud dengan belajar, maka selanjutnya pembahasan mengenai pengertian dari hasil belajar. Hasil belajar merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Karena salah satu tujuan daripada proses pembelajaran adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Proses pembelajaran di katakan gagal apabila hasil belajar siswa tidak dapat meningkat, atau justru mengalami penurunan dari sebelumnya. Menurut Dimyati dan Mujiyono dalam buku nya, Dimyati dan Mujiono , (1992) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Sedangkan Menurut Bloom dalam buku yang ditulis oleh Winkel (2004) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomotorik dan kemampuan afektif. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar dari aspek kognitif. Hasil belajar kognitif Bloom dalam buku yang ditulis oleh Winkel (2004) adalah: Hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi : 1) pengetahuan yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari mancakup fakta, prinsip, dan metode yang diketahui. 2) pemahaman yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna.3) penerapan yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep atau ide dalam situasi yang baru. 4) analisis yaitu kemampuan untuk merinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik. 5) sintesis yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan dapat diperpertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.
10
Berdasarkan uraian diatas mengenai pengertian hasil belajar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah puncak proses belajar yang terjadi akibat adanya evaluasi guru dan mencakup 3 kemampuan yaitu : kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif ini berkaitan dengan pengertian suatu materi dan pemahaman pengetahuan (kemampuan mengingat kembali, kemampuan dalam memahami arti atau makna suatu konsep pada situasi yang baru, kemampuan dalam menganalisis, dan sintesis yaitu kemampuan dalam membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.
2.2 Matematika 2.2.1 Pengertian Matematika Matematika menurut Ruseffendi dalam buku yang ditulis oleh (Heruman, 2010) adalah bahasa simbol. Sedangkan hakikat matematika Menurut Soedjadi dalam buku yang ditulis oleh, Heruman (2010) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Menurut
BSNP (2006) tentang standar isi menyatakan: “Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar analisis, teori peluang dan matematika diskrit.Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini”
11
Di dalam BSNP (2006) tentang standar isi dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbol yang bersifat abstrak dan dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini agar siswa dapat memahami
konsep,
menggunakan
penalaran,
memecahkan
masalah,
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan nyata yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
12
2.2.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Dari pengertian mengenai matematika yang diungkapkan para ahli maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Menurut Heruman (2010) konsep pembelajaran matematika di SD dapat di bagi menjadi 3 kelompok besar yaitu : penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, pembinaan ketrampilan. Tujuan akhir dari pembelajaran Matematika ini adalah siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi dalam menuju tahap ketrampilan yang dimiliki siswa tentunya harus melewati tahap-tahap yang benar sesuai dengan kemampuan siswa. Dan berikut ini adalah paparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep Matematika menurut Heruman (2010) : a) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan penanaman konsep dasar ini proses pembelajaran sangat membutuhkan media pembelajaran atau alat peraga sehingga diharapkan dapat membantu pola berfikir siswa. b) Pemahaman Konsep Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap penanaman konsep dasar. Sehingga pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Tujuan dari lanjutan pemahaman konsep ini adalah agar siswa lebih mengerti suatu konsep matematika. c) Pembinaan Ketrampilan Pembinaan ketrampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dasar dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan ini
13
bertujuan agar siswa lebih trampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Berdasarkan paparan mengenai konsep-konsep matematika maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan dengan kemampuan berfikir dan melalui tahapan yang sesuai agar hasil yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. 2.3 Model Pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick 2.3.1 Model Pembelajaran Think Pair Share Think Pair Share merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya dari Universitas Maryland (Riadi, 2013). Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana.Teknik yang digunakan dalam model pembelajaran ini menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi secara lengkap bersama seluruh siswa dalam satu kelas. “Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, merespon , dan saling membantu” (Trianto, 2007:61) dalam artikel yang di tulis oleh Riadi (2013). Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih untuk berfikir kritis secara individual, melatih siswa berfikir dan berdiskusi dengan mengemukakan pendapat bersama teman sebangku, menanamkan rasa percaya diri siswa ketika mempresentasikan jawaban di depan kelas, saling membantu satu sama lain dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi pembelajaran, selain itu model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain sehingga dapat mengoptimalkan kerjasama antar siswa.
14
“Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Think Pair Share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain” (Lie, 2005:57) dalam artikel yang di tulis oleh Dimiarsa (2012). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share adalah suatu model pembelajaran yang dapat di terapkan pada proses pembelajaran di dalam kelas. Dengan model pembelajaran ini maka motivasi dan ketertarikan siswa terhadap pelajaran akan meningkat, karena model pembelajaran ini menuntut siswa berperan aktif dalam berfikir secara individu, bersama teman sebangku dan mengemukakan pendapat terkait persoalan yang di berikan oleh guru. Selain itu ketika mereka berdiskusi dengan teman mereka sendiri akan menciptakan
suasana
pembelajaran
yang
rilex,
walaupun
pembelajaran
berlangsung di dalam kelas dengan pengawasan guru namun guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran mereka masing-masing. Dari teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share ini adalah suatu model pembelajaran yang berorientasi pada cara berfikir siswa baik secara individu maupun berfikir dalam bertukar pikiran terhadap teman satu bangku atau teman dalam kelompoknya, dan mengemukakan pendapatnya baik dalam kelompok maupun di depan kelas terkait dengan materi yang di sampaikan. Perkembangan anak sangat di pengaruhi oleh apa yang terjadi di dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial adalah tempat dimana seseorang daapat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama dengan sesamanya. Lingkungan sosial terdiri dari beberapa tingkatan, tingkat yang paling rendah adalah lingkungan keluarga, dalam lingkungan keluarga kita diajarkan
15
untuk berinteraksi dengan keluarga, baik keluarga dekat maupun keluarga jauh. Tingkatan selanjutnya yaitu lingkungan sekolah dalam lingkungan sekolah ini kita dapat berinteraksi dengan Guru, Teman, Karyawan Sekolah, bahkan mungkin pedagang yang berjualan makanan di kantin sekolah. Proses interaksi yang baik akan menyebabkan hubungan yang baik pula, apabila proses interaksi antara guru dan siswa terjalin dengan baik maka siswa tidak akan merasa takut ataupun canggung terhadap guru mereka sendiri tetapi tetap harus menjaga sikap menghargai terhadap guru.Yang tak kalah pentingnya adalah interaksi sosial dengan teman. Biasanya di dalam lingkungan sekolah ini siswa akan lebih banyak berinteraksi dengan teman mereka sendiri, yang bisanya terjadi di sekolah siswa cenderung lebih senang bermain dengan teman sebaya atau teman yang berusia sama dengan mereka. Menurut Santrock dalam artikel yang di tulis oleh (Yuanita, 2012) bahwa “Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama”. Siswa yang memiliki usia sama biasanya ada pada kelas yang sama pula sehingga mereka sudah terbisa berinteraksi dengan teman satu kelasnya di banding dengan teman yang tidak seusia dengan mereka (berbeda kelas). Interaksi yang di ciptakan dengan teman sebaya siswa memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan siswa. Seperti yang di katakan Laursen pada makalah yang di tulis oleh (Suwarjo, 2008) dalam Makalah yang di tulis oleh menegaskan bahwa “perkembangan anak juga sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam konteks sosial yang lain seperti relasi dengan teman sebaya”. Berdasarkan uraian di atas proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share, menjadikan pembelajaran lebih bermakna karena dalam proses pembelajaran yang berlangsung siswa diminta untuk berfikir menyelesaikan suatu permasalahan awal secara individu, dilanjutkan dengan pemecahan suatu masalah
dengan bantuan temannya, pembelajaran ini akan
menyenangkan karena siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman. Mereka
16
dapat saling berdiskusi bertukar pikiran dan berlatih percaya diri untuk mengemukakan pendapat di depan teman- temannya. Penerapan model pembelajaran ini dapat diterapkan tidak hanya pada mata pelajaran matematika saja melainkan pada semua mata pelajaran di sekolah. Dari teori-teori diatas penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana siswa aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung. Mulai dari siswa berfikir untuk memecahkan suatu permasalahan secara individu maupun berdiskusi secara kelompok, dan mengeluarkan pendapatnya di depan temanteman mereka. Aktifitas pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share dapat menekankan pada kesadaran siswa bahwa dalam belajar mereka diharapkan mampu berfikir secara kritis dan logis, memiliki ketrampilan untuk mengungkapkan pendapat dan mewujudkan rasa sosialisasi yang tinggi dengan saling membantu satu sama lain, hal ini dapat menumbuhkan rasa senang dalam diri siswa karena mereka dapat menyumbangkan pengetahuannya kepada teman lain di dalam kelompok. 2.3.1.1 Manfaat Model Pembelajaran Think Pair Share Dengan diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share di SD Negeri Gugus III Kecamatan Seririrt oleh Tristiantari1, Marhaeni2, & Koyan3 (2013) mereka mengatakan bahwa, kemampuan berbicara siswa meningkat menjadi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional, Hal ini dikatakan oleh Tristiantari1,
Marhaeni2,
&
Koyan3
(2013)
dalam
e-Journal
Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013). Jadi telah terbukti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran
17
konvensional. Dalam makalah yang disusun oleh Husaini (2012) Arends Komalasari, (2010: 84) mereka berpendapat bahwa: “Model pembelajaran Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair and Share dapat memberi murid lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu”. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi dapat di peroleh dari hasil diskusi siswa bersama teman mereka, siswa memiliki banyak waktu untuk berfikir dalam menyeselesaikan persoalan yang diberikan dari guru dan seperti yang telah dibuktikan bahwa model ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Dengan model pembelajaran Think Pair Share ini mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru saja melainkan mereka dapat berpartisipasi aktif dengan berfikir dan mengemukakan pendapat terkait materi yang diberikan. Manfaat Pembelajaran dengan menerapkan model Pembelajaran Think Pair Share menurut Fadholi (2009) diantaranya yaitu: memberi murid waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, lebih mudah dan cepat dalam membentuk kelompok, murid lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, murid memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh murid sehingga ide yang ada menyebar dan memungkinkan murid untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
18
Berdasarkan uraian di atas maka pembelajaran dengan menerapkan model Think Pair Share dapat memberikan pengalaman belajar siswa atau meningkatkan pengetahuannya sendiri karena siswa belajar dengan berfikir kritis dan logis, siswa dapat belajar dengan cara mereka sendiri dengan berdiskusi bersama teman sebangkunya, melatih siswa belajar mengemukakan pendapat mereka dengan penuh percaya diri, dan siswa dapat mendengarkan ide baru yang dikemukakan oleh teman mereka sendiri, hal itu pun dapat dijadikan motivasi belajar oleh guru dalam menyampaikan materi, sehingga belajar yang diciptakan tidak hanya menyampaikan materi oleh guru terhadap siswa melainkan guru dapat menggali ide kreatif siswa untuk dijadikan pembelajaran. Selain itu siswa juga terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran (learning by doing) karena dalam tahap diskusi mereka saling bertukar pikiran dan mendapat pengetahuan dari pendapat yang disampaikan oleh teman yang lain. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share ini dapat menumbuhkan rasa saling tolong-menolong antara siswa satu dengan yang lain, meningkatkan motivasi belajar siswa, menciptakan rasa ketertarikan terhadap
materi
pembelajaran,
menciptakan
pembelajaran
yang
tidak
membosankan karena penyampaian materi tidak hanya dari guru melainkan mereka menjadi pendengar yang baik apabila salah satu siswa menyampaikan idenya di dalam kelas. 2.3.1.2 Komponen Model Pembelajaran Think Pair Share Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share memiliki beberapa komponen yaitu : a) Think (Berfikir) Proses
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menerapkan
model
pembelajaran Think Pair Share ini dimulai dengan berfikir sendiri mengenai pemecahan suatu masalah yang di berikan oleh guru.
19
b) Pair (berpasangan) Setelah diawali dengan berfikir sendiri siswa selanjutnya diminta untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya. Dalam tahap ini mereka menyatukan pendapatnya masing-masing dan tahap ini mendorong siswa untuk aktif menyampaikan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain serta mampu bekerja sama dengan teman satu bangkunya. c) Share (berbagi) Setelah siswa berdiskusi dengan teman mereka, kemudian mereka membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Dalam tahap ini melatih siswa untuk berani dan percaya diri mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Ketiga komponen di atas merupakan komponen dari model pembelajaran Think Pair Share, ketiga komponen itu sangat berkaitan satu sama lain dan harus terjadi kesinambungan antar ketiganya. 2.3.1.3 Implementasi Pembelajaran dengan Think Pair Share Penyampaian suatu pesan dalam meteri pembelajaran melalui sebuah pengalaman langsung akan cepat meresap kedaya tangkap pikiran manusia. Dalam penerapan model pembelajaran Think Pair Share melibatkan siswa memiliki pengalaman langsung dalam menggali pengetahuan terhadap materi, mereka berfikir secara individu di lanjutkan berdiskusi dengan teman sebangku dengan proses ini siswa dapat menggali informasi dari teman mereka sendiri, dan siswa berlatih berbicara di depan kelas ketika mereka menjelaskan mengenai hasil diskusi yang didapatkan. Model pembelajaran Think Pair Share ini mempunyai langkah-langkah pembelajaran meskipun tidak terlepas dari
konsep umum langkah-langkah
kooperatif. Langkah-langkah Think Pair Share menurut Kunandar (2009) sebagai berikut:
20
1) Langkah 1: Berpikir (Thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. 2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing), yakni guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang dipikirkan. 3) Langkah 3: Berbagi (Sharing), yakni guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Sedangkan Sintaks-Sintaks Think Pair Share menurut Suyatno dalam sebuah Artikel yang di tulis oleh Wahyuni (2013) adalah: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan atau dengan teman sebangkunya (Think-pair),
presentasi
kelompok
(share),
kuis
individual,
buat
skor
perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward (hadiah). Kemudian dijelaskan oleh Buchari dalam artikel yang di tulis juga oleh (Wahyuni , 2013) sintak- sintak Think Pair Share sebagai berikut: Pertanyaan diajukan untuk keseluruhan kelas, lalu setiap siswa memikirkan
jawabanya,
kemudian
siswa
dibagi
berpasangan
dan
diskusi. Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan berbagai pemikiran dengan seluruh kelas. Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan model pembelajaran Think Pair Share, yaitu diawali dengan memberikan suatu permasalahan kepada siswa, lalu siswa berfikir secara individu mengenai masalah yang telah di berikan, selanjutnya siswa diminta untuk duduk berpasangan dan mendiskusikan permasalahan yang sama, setelah siswa selesai berdiskusi dengan pasangan lalu mereka mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas mereka dapat berbagi pendapat karena belum tentu pendapat siswa satu dengan siswa lainnya itu sama.
21
Selama kegiatan diskusi dengan pasangan berlangsung maka guru akan berkeliling dari pasangan satu ke pasangan lainnya untuk mengetahui apa yang sebenarnya mereka diskusikan bersama pasangannya, karena dikhawatirkan mereka justru mendiskusikan hal yang tidak termasuk dalam materi pelajaran. 2.3.2 Model Pembelajaran Talking Stick Talking Stick merupakan salah satu dari berbagai jenis model pembelajaran Kooperatif. Pada zaman dahulu kala Talking Stick ini sering digunakan oleh penduduk asli Amerika, mereka menggunakannya ketika mereka berada pada sebuah forum diskusi dan menginginkan adanya pertukaran jawaban antar anggota suku, dengan menggunakan Talking Stick inilah mereka dapat bertukar pikiran satu sama lain. Seperti yang di kemukakan oleh Carol Locust dalam sebuah artikel yang di tulis oleh Riady (2011) “The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping”. Artinya: Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku– suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, dia harus memegang tongkat berbicara.Tongkat akan pindah ke orang lain apabila dia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut
22
ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua sudah mendapat giliran berbicara, tongkat itu lalu di kembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa Talking Stick ini dapat digunakan sebagai tanda bahwa masing-masing individu memiliki hak untuk berbicara, meskipun disampaikan secara bergiliran/bergantian. Talking Stick yang awalnya hanya digunakan oleh penduduk asli Amerika kini dengan perkembangan zaman yang semakin pesat Talking Stick telah diterapkan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menerapkan model Talking Stick ini diyakini akan menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Apalagi diterapkan pada anak SD, mereka yang memang menginginkan adanya pembelajaran yang menyenangkan, karena salah saatu ketercapaian standar nilai yang diatas rata-rata juga sangat dipengaruhi oleh suasana belajar di dalam kelas. Apabila proses pembelajarannya menyenangkan maka akan memiliki dampak positif bagi siswa salah satu contoh siswa dapat dengan mudah mencapai nilai di atas rata-rata. Namun sebaliknya apabila proses pembelajaran yang di ciptakan oleh guru tidak menyenangkan bagi siswa maka akan memiliki dampak yang negatif pula, nilai dan pemahaman yang di miliki siswa menjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan guru. Penerapan model pembelajaran Talking Stick ini juga dapat dilakukan dalam bentuk kelompok maupun secara individu. Jika dilakukan secara individu maka masing-masing siswa mengungkapkan pendapatnya sesuai dengan apa yang mereka ketahui, namun jika diterapkan dalam kelompok maka dalam satu kelas itu di bagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok berhak untuk memilih siapa yang akan menjadi ketua dalam kelompok tersebut sehingga ketika kelompok mereka mendapatkan giliran untuk mengemukakan pendapatnya maka tiap siswa tidak akan berebut untuk menjawab pertanyaan yang di berikan oleh guru.
23
2.3.2.1 Manfaat Model Pembelajaran Talking Stick Dengan diterapkannya model pembelajaran
Talking Stick secara
berkelompok ini memang mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas VII-D di SMP Negeri 19 Malang dengan peningkatan persentase yaitu 48,1%. Hal ini di kemukakan oleh
Putri (2012) dalam
penelitiannya yang berjudul : “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Stick dalam Meningkatan Hasil Belajar PKn bagi Siswa Kelas VII-D di SMP Negeri 19 Malang”. Jadi memang telah terbukti bahwa model pembelajaran Talking Stick ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa, namun tidak hanya yang dilakukan secara berkelompok saja melainkan yang dilakukan secara individu pun dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Seperti yang telah dilakukan oleh Tunas (2012) Mahasiswi FIP UNIMA dalam penelitiannya yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick dalam meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD N 2 Tataaran” terbukti pula bahwa penerapan model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Langkah penggunaan model yang sederhana dan melibatkan suatu permainan tongkat yang menyenangkan memang dapat menarik siswa untuk berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Sehingga tak heran jika setelah diterapkannya model pembelajaran Talking Stick yang dilakukan secara individu maupun berkelompok ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan dengan permainan Stick yang dilakukan biasanya mereka bermain sambil diiringi dengan musik. Sehingga anak benar-benar merasakan belajar dengan bermain, hal ini dapat menciptakan suasana belajar yang tidak kaku. Anak dapat dengan santai menyampaikan jawabannya dengan penuh percaya diri, karena mereka akan beranggapan bahwa ini adalah sebuah permainan yang menyenangkan. Jadi memang dalam penerapannya ketika Stick digulirkan membutuhkan iringan musik untuk mengiri permainan ini, sehingga benar-benar terciptanya pembelajaran yang santai namun anak-anak dapat mengerti apa yang di sampaikan oleh guru.
24
Model pembelajaran Talking Stick menurut Sugeng dalam jurnal penelitian yang di tulis oleh Putri (2012) ini memiliki kelebihan yaitu diantaranya : a. Menguji kesiapan siswa b. Melatih membaca dan memahami dengan cepat c. Agar lebih giat lagi dalam belajar Dari tiga komponen diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Talking Stick ini bisa dengan mudah menguji kesiapan siswa, selain itu guru juga dapat mengetahui dengan mudah kemampuan berfikir siswa, pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, kemampuan membaca dan memahami materi dengan baik, apakah mereka masih memiliki kesulitan untuk memahami atau tidak, dan juga guru dapat memberikan motivasi kepada siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan untuk lebih giat belajar lagi. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini yaitu membuat siswa yang memang tidak siap akan gugup dan bingung ketika mendapat giliran untuk mengungkapkan jawabannya. Deden juga mengungkapkan dalam artikel yang di tulis oleh Tunas (2012) bahwa kekurangan “Model pembelajaran Talking Stick ini membuat siswa senam jantung”. Akan tetapi hal ini dapat diantisipasi dengan adanya penanaman materi yang kuat terhadap siswa sehingga membuat siswa benar-benar paham dengan materi pembelajaran, dan kesempatan yang diberikan guru kepada siswa untuk membaca materi dengan baik sebelumnya. Penerapan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar memang memiliki maksud dan tujuan tertentu yaitu agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.
2.3.2.2 Implementasi Model Pembelajaran Talking Stick Penyampaian materi dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan anak bermain secara langsung akan memberikan dampat positif bagi siswa. Mereka dapat memperoleh pengalaman langsung dari belajar sambil bermain.
25
Dengan menerapkan model pembelajaran Talking Stick ini anak akan diajak untuk bermain dengan menggunakan Stick. Mereka dapat secara bergiliran mengemukakan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru secara bergantian melalui sebuah permainan. Namun di samping penerapan model pembelajaran talking stick ini diterapkan maka harus dimaksimalkan pula pemanfaatan media pembelajaran yang ada sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Adapun langkah-langkah atau model pembelajaran Talking Stick menurut (Suprijono, 2012) dalam bukunya yang berjudul “Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM” adalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan metode Talking Stick ini diawali dengan penjelasan dari guru terhadap materi pokok yang akan di pelajari. 2. Peserta didik diberi kesempatan untuk mempelajari dan membaca materi pokok yang akan di pelajari. Dalam tahap ini guru harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan peserta didik memahami secara baik dan benar isi dari materi tersebut. 3. Guru selanjutnya meminta peserta didik untuk menutup bukunya. 4. Guru mengambil tongkat yang telah disiapkan sebelumnya, tongkat tersebut di berikan kepada salah satu siswa. 5. Siswa yang diberi tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dan seterusnya. Stick itu bergulir dari siswa satu ke siswa yang lain dengan diiringi musik. 6. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan rafleksi atas apa yang telah mereka lakukan. 7. Guru memberikan ulasan jawaban kepada peserta didik. 8. Selanjutnya guru dan siswa merumuskan kesimpulan bersama-sama
26
Sintaks model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut : 1. Penyampaian tujuan pembelajaran/KD pada tahap ini siswa menyimak penjelasan dari guru apa tujuan dari pembelajaran tersebut 2. Pembentukan kelompok yang terdiri dari 4-5 orang atau bisa juga dilakukan dengan pasangan berpasangan. 3. Penyampaian materi pokok, pada tahap ini siswa menyiapkan diri dengan mempelajari materi pokok melalui bimbingan guru. 4.
Penyampaian tugas, dalam tahap ini siswa menutup buku mereka masingmasing, masing-masing kelompok menyimak tugas yang akan di berikan oleh guru.
5. Menjalankan Talking Stick, Siswa yang mendapatkan Stick di wajibkan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru maka siswa lain tidak boleh membantu untuk memberikan jawaban. 6. Guru dan siswa membuat kesimpulan. 7. Siswa melakukan refleksi.
Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Talking Stick ini sebenarnya model pembelajaran yang mudah dan sederhana bila diterapkan di dalam kelas. Berawal dari penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran dan penyampaian materi pokok kepada siswa secara mendetail sehingga siswa dapat memahami benar apa yang disampaikan guru, selanjutnya penarapan model pembelajaran Talking Stick ini dapat dilakukan dalam bentuk kelompok maupun individu, setelah guru menyampaikan materi dengan jelas maka guru memberikan waktu untuk siswa membaca dan memahami lebih mendalam materi yang telah disampaikan, setelah mereka siap maka baru di mulailah permainan dengan Stick ini.
27
Guru mengambil Stick yang telah disiapkan, lalu guru memberikan Stick tersebut pada salah satu siswa, siswa yang menerima Stick diharuskan menjawab pertanyaan dari guru dan begitu seterusnya, sembari mereka bermain dengan Stick maka perlu juga diiringi dengan musik, setelah itu guru dan siswa secara bersamasama menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka lakukan bersama.
2.4 Langkah-Langkah Kolaborasi Model Pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick Dalam Penelitian ini menggunakan kolaborasi model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick. Masing-masing model pembelajaran memiliki langkah-langkah atau sintaks yang berbeda, namun penelitian ini menggabungkan dua langkah atau sintaks dari model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick. Berikut adalah kesimpulan dari langkah-langkah model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick. Tabel 2.1 Langkah Kolaborasi Model Pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick
No. 1.
Tahap pelaksanaan Perencanaan
Kegiatan Guru mempersiapkan masalah yang akan di berikan kepada siswa terkait materi pelajaran Guru mempersiapkan perlengkapan belajar yang diperlukan Guru merencanakan pembagian kelompok diskusi Guru menetapkan berapa lamanya mereka berfikir secara individu ataupun kelompok dalam menyelesaikan masalah dan berapa lamanya siswa membaca dan memahami ulang materi sebelum di mulainya permainan menggunakan Stick
28
No. 2.
Tahap pelaksanaan Pelaksanaan
Kegiatan 1. Tahap Think (Berfikir) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Guru memberikan soal yang harus dipecahkan siswa terkait dengan materi pelajaran Siswa berikir secara individu 2. Tahap Pair (Berpasangan) Siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompok (teman satu bangku) dalam menyelesaikan persoalan yang di berikan oleh guru Guru memantau proses diskusi yang dilakukan siswa 3. Tahap Share (Berbagi) dengan permainan Talking Stick Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan memahami lebih mendalam materi yang telah disampaikan Guru memberikan satu Stick kepada salah satu siswa Siswa menggulirkan Stick dengan diiringi musik Siswa bermain dengan Stick, siapa yang mendapatkan Stick maka berhak untuk menjawab pertanyaan dari guru Guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan pembahasan dari apa yang telah siswa diskusikan Guru menciptakan suasana belajar tanpa tekanan dan suasana menyenangkan. Pemanfaatan media pembelajaran yang optimal
29
No. 3.
Tahap pelaksanaan Kegiatan akhir
Kegiatan Kesimpulan Evaluasi hasil belajar siswa Pengimplementasian apa yang telah mereka pelajari kemudian di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi kesimpulan dari langkah-langkah kolaborasi model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick adalah di awali dengan Sintaks model pembelajaran Think Pair Share, yaitu diawali dengan guru memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan di sampaikan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan yang di berikan, selanjutnya guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya, hasil diskusi ini selanjutnya di sampaikan kepada teman satu kelas mereka yaitu pada tahap sharing, karena ini merupakan kolaborasi dari model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick maka pada tahap Share ini mereka menggunakan permainan dengan Stick. Guru mempersiapkan Stick terlebih dahulu selanjutnya menunjuk secara acak salah seorang siswa untuk memulai permainan Stick, kemudian siswa menggulirkan Stick dari teman satu ke teman yang lain dengan diiringi musik dan apabila guru memberhentikan musik maka siswa tersebut yang berhak menjawab pertanyaan yang guru berikan. Sehingga di harapkan kolaborasi model pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan ditandai meningkatnya hasil belajar siswa setelah mengikuti pelajaran dengan kolaborasi model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick.
30
2.5 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan 2.5.1 Kajian Hasil Penelitian Model Think Pair Share dan Talking Stick Hasil penelitian yang relevan atau yang hampir sama dengan penelitian ini adalah “Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS terhadap kemampuan berbicara Dan keterampilan berpikir kreatif pada siswa kelas v Sd negeri gugus iii kecamatan seririt” oleh Tristiantari1, Marhaeni2, & Koyan3 (2013). Karena dalam penelitian ini mengkolaborasikan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick, yang pertama akan di paparkan yaitu hasil penelitian yang relevan terhadap model pembelajaran Think Pair Share dan selanjutnya akan di lanjutkan dengan paparan kajian penelitian yang relevan terhadap model pembelajaran Talking Stick. Dalam
penelitian
“Pengaruh
Implementasi
Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap kemampuan berbicara Dan keterampilan berpikir kreatif pada siswa kelas v Sd negeri gugus iii kecamatan seririt” yang di tulis oleh Ni Ketut Desia Tristiantari, A.A.I.N Marhaeni dan I Wayan Koyan (2013), penulis membuktikan dengan eksperimen bahwa terdapat perbedaan kemampuan berbicara yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Kemampuan berbicara siswa yang mengikuti model Think Pair Share lebih baik dari pada siswa yang mengikuti model konvensional, terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Keterampilan berpikir kreatif siswa yang mengikuti model Think Pair Share lebih baik dari pada siswa yang mengikuti model konvensional. Penerapan model pembelajaran Think Pair Share ini penulis tujukan: (1). Untuk mendeskripsikan perbedaan kemampuan berbicara antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan
31
siswa yang mengikuti model pembelajaran secara konvensional. (2) Untuk mendeskripsikan perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan siswa
yang
mengikuti
model
pembelajaran
konvensional.
(3)
Untuk
mendeskripsikan perbedaan kemampuan berbicara dan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Desia Tristiantari, A.A.I.N Marhaeni dan I Wayan Koyan (2013) terhadap perbedaan kemampuan belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran Think Pair Share,
didapatkan bahwa
model pembelajaran Think Pair Share ini memiliki dampak yang positif bagi siswa di bandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Paparan diatas merupakan pembuktian penerapan model pembelajaran Think Pair Share yang diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, namun tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Dsk. Md. Juniari1, I Wyn. Rinda Suardika2, I Km Ngrh Wiyasa3 dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap hasil belajar perkalian dan pembagian pecahan pada siswa kelas v sd”. Penelitian yang dilakukan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Desia Tristiantari1, A.A.I.N Marhaeni2, I Wayan Koyan (2013), yaitu dengan membandingkan model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran Think Pair Share hanya saja berbeda pada mata pelajaran yang di teliti. Kali ini penerapan model pembelajaran Think Pair Share terhadap mata pelajaran matematika. Menurut
peneliti
pembelajaran
awal
dengan
menerapkan
model
pembelajaran konvensional belum memberikan dampak yang baik, namun setelah diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share siswa dapat mencapai hasil yang diinginkan, dengan bekerja sama membentuk suatu kelompok kecil dari sanalah siswa dapat berdiskusi, mengemukakan pendapat satu sama lain, berfikir
32
logis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang di berikan guru baik secara individu maupun kelompok. Penerapan model pembelajaran ini juga memiliki dampak positif terhadap kemampuan siswa berbicara di depan kelas, ketika mereka menyampaikan jawaban dan menjelaskan kepada temannya, dalam kegiatan inilah siswa dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan rasa percaya diri. Pembelajaran matematika di SD memang sangat penting sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Cara menyelesaikan persoalan matematika yang membutuhkan kesabaran dan keuletan dapat siswa terapkan dalam penyelesaian masalah yang di hadapi pada kehidupan sehari-hari. Jadi disamping belajar mengenai angka dalam matematika secara tidak langsung siswa diajarkan untuk berlaku sabar, disiplin dan ulet. Paparan di atas adalah hasil penelitian yang relevan terhadap model pembelajaran Think Pair Share. Selanjutnya yaitu paparan hasil kajian yang relevan terhadap model pembelajaran Talking Stick. Penelitian yang berjudul “Implementasi model pembelajaran talking stick untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 3 Tinga-Tinga”.
Dari hasil penelitian yang
dilakukan dapat dibuktikan bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran Talking Stick ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa terbukti dengan keberhasilan pada siklus 1 dan 2. Ketuntasan belajar siswa meningkat 68,80 %, dari jumlah siswa 30 ada 22 anak yang sudah mendapatkan nilai diatas KKM, hal itu membuktikan bahwa model pembelajaran Talking Stick ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran Talking Stick ini memiliki banyak kelebihan di antaranya siswa semakin berantusias untuk mengikuti proses pembelajaran karena dalam menyampaikan jawaban dengan cara menggulirkan Stick dari siswa satu ke siswa yang lain dan diiringi musik, selain itu kelebihan model pembelajaran Talking Stick ini juga mudah untuk di terapkan, tidak membutuhkan alat atau media yang rumit.
33
2.6 Kerangka Berfikir Kerangka Pikir merupakan standing position atau pendapat pribadi peneliti setelah mempelajari sekian banyak buku teori/kajian pustaka dan hasil penelitian orang lain. Oleh karena itu, kerangka pikir hendaknya menunjukkan orisinalitas ide atau arah pemikiran peneliti yang murni, bukan kutipan-kutipan melainkan kata-kata peneliti
sendiri yang dapat dipertanggung-jawabkan
secara keilmuan, (Kemmis & and Taggart, 1988). Kerangka pemikiran yang ditujukan ini untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari apa yang akan di bahas, maka kerangka pemikiran tersebut di bentuk dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Untuk lebih mudahnya maka dapat disajikan melalui kerangka berfikir dibawah ini :
Kondisi awal
Tindakan
Pembelajaran secara konvensional (ceramah murni)
Menerapkan Kolaborasi Model Pembelajaran Think Pair Share dan Talking Stick
Kondisi Akhir
Hasil Belajar Siswa Meningkat
Siswa pasif, dan mengakibatkan hasil belajar rendah
Siswa menjadi aktif dalam hal berfikir kritis, diskusi, mempresentasikan hasil diskusi melalui permainan Stick.
34
2.7 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam proses belajar mengajar guru menggunakan kolaborasi model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share dan Talking Stick dengan pengamatan di dalam kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa mengenai materi Mengenal Pecahan Sederhana di kelas 3 SD Negeri Kaliwungu 03”.