BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan agar tercipta suasana sehingga siswa dapat belajar. Siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajar. Guru harus memahami bagaimana siswa mendapat pengetahuan dari kegiatan belajar dan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya. Menurut
Marsigit
(2001:4)
matematika
sebagai
kegiatan
penelusuran pola dan hubungan hendaklah disampaikan dengan metode pembelajaran matematika yang: a. Memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan menyelidiki pola-pola untuk menentukan hubungan. b. Memberikan kesempatan siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara. c. Mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokkan dan sebagainya. d. Mendorong siswa untuk menarik kesimpulan umum. e. Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan lainnya.
9
10
Dengan demikian, dalam pembelajaran matematika haruslah memperhatikan terjadinya siswa belajar dan membangun makna akan matematika. Adapun tujuan umum pembelajaran matematika yang diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, meliputi dua hal, yaitu: a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai pengetahuan (Erman Suherman dkk., 2003:58). Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, statistika dan peluang (KTSP Matematika SMP/MTs, 2006: 25). Adapun tujuan pembelajaran Matematika SMP (BNSP, 2006: 396) adalah peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
11
b.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
d.
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan pembelajaran di atas, menurut Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan pengajaran matematika di SMP adalah agar: a. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. b. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. c. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Erman Suherman dkk., 2003:70).
12
d. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. Tujuan-tujuan tersebut merupakan realisasi dari fungsi matematika baik sebagai alat, sebagai pola pikir, maupun sebagai ilmu. Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan untuk membangun makna matematika yang tidak hanya bertujuan agar siswa menguasai materi, melainkan juga membangun pola pikir dan kreatifitas siswa, kerjasama, berpikir logis logis, kritis dan sistematis, selain itu juga mendukung pembentukan watak siswa. 2. Karakteristik Siswa SMP Pembelajaran merupakan proses yang kompleks dan perlu mempertimbangkan berbagai hal yang terkait dengan proses tersebut. Salah satu hal yang
mempengaruhi pembelajaran siswa adalah
karakteristik siswa itu sendiri. Menurut Muhibbin Syah (2002: 247) karakteristik siswa perlu diperhitungkan sebab dapat mempengaruhi jalannya proses dan hasil pembelajaran siswa yang bersangkutan. Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran. Variabel ini didefinisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa. Aspek-aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap,
13
motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan awal yang telah dimiliki. Karakteristik siswa sangat berpengaruh dalam pemilihan strategi pengolahan yang berkaitan dengan bagaimana menata pelajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran, agar sesuai dengan tahap perkembangan siswa. Pada tahap perkembangan, umumnya usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah masa remaja awal setelah mereka melalui masamasa pendidikan Sekolah Dasar. Remaja awal ini berkisar antara umur 1014 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis. Pada jenjang pendidikan SMP, menurut Piaget (Muhibbin Syah, 2002: 67) anak pada usia ini, sudah berada dalam tingkat operasional formal.
Dalam
tahap
ini
siswa
telah
memiliki
kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: (1) kapasitas menggunakan hipotesis; (2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas menggunakan hipotesis maka seseorang akan mampu berpikir hipotesis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, siswa tersebut akan mampu mempelajari materi-materi yang abstrak seperti matematika (Muhibbin Syah, 2002: 73-74).
14
Dalam pembelajaran matematika, kenyataannya siswa belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak. Oleh karena itu dalam belajar matematika diperlukan suatu media yang dapat membantu siswa untuk berpikir secara abstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Darhim (1993: 10) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi khusus media pembelajaran matematika adalah untuk membuat konsep matematika yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti, dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa. 3. Bahan Ajar Bahan ajar adalah suatu perangkat bahan yang memuat materi atau isi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suatu bahan ajar memuat materi atau isi pelajaran yang berupa ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah, atau teori yang tercakup dalam mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu serta informasi lainnya dalam pembelajaran (Sungkono, dkk. 2003: 1). Menurut Abdul Majid (2009: 173), bahan ajar adalah segala bentuk bahan
yang
digunakan
untuk
membantu
guru/instruktor
dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dari berbagai pendapat di atas dapat dikatakan bahwa bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang memuat materi tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran dan digunakan untuk membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
15
Bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisi materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai: a. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. b. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya. c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran. Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan bahan ajar, yakni antara lain: a. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. b. Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh. c. Bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
16
d. Menambah
khasanah
pengetahuan
dan
pengalaman
dalam
pengembangan bahan ajar. a. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa.(Depdiknas, 2008: 9) Berdasarkan teknologi
yang
digunakan, bahan
ajar dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: a. Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. b. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer
Assisted
Instruction),
compact
disk
pembelajaran
multimedia interaktif dan bahan ajar berbasis web. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa bahan ajar disusun secara sistematis dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas belajarmengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang diinginkan dan bersifat learned oriented. Bahan ajar bersifat mandiri, sehingga dapat dipelajari sendiri oleh siswa, jadi harus disusun secara sistematis dan lengkap. Sedang buku teks disusun berdasarkan pada materi yang khusus atau bidang ilmu tertentu. Sebagian buku teks tidak diberikan kepada siswa untuk dapat belajar mandiri, sehingga dalam proses instruksional,
17
penggunaan buku teks masih diperlukan seorang pendidik/guru atau fasilitator yang akan menerjemahkan kandungan materi yang ada dalam buku teks kepada siswa. Bentuk-bentuk bahan ajar yang yang meliputi bahan ajar cetak, audio, ausio visual, dan bahan ajar interaktif tersebut dapat dikembangkan dengan kaidah-kaidah pengembangan bahan ajar, meliputi: 1) bahan ajar harus disesuaikan dengan siswa yang sedang mengikuti proses belajar mengajar, 2) bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku siswa, 3) bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik diri, 4) program belajar-mengajar yang akan dilangsungkan, 5) di dalam bahan ajar telah mencakup tujuan kegiatan pembelajaran yang spesifik, 6) guna mendukung ketercapaian tujuan, bahan ajar harus memuat materi pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan dan latihan, 7) terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa (Chomsin dan Jasmadi, 2008: 33). Kaidah-kaidah tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan bahan ajar agar bahan ajar tersebut berkualitas dan layak digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.
18
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat mateti yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. 4. Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Modul a. Pengertian Pengembangan Bahan Ajar Pengembangan bahan ajar sangat tergantung kepada bentuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Bentuk kegiatan pembelajaran meliputi: (1) pengajar sebagai fasilitator dan peserta didik belajar secara mandiri; (2) pengajar sebagai sumber tunggal dan peserta didik belajar darinya; dan (3) pengajar sebagai penyaji bahan dipilihnya atau dikembangkannya. Pengembangan bahan ajar harus berprinsip pada adanya dampak terhadap
pencapaian,
mengembangkan
membantu
kepercayaan
diri
siswa siswa,
merasa relevan
lebih dan
mudah, sangat
bermanfaat, kebutuhan fasilitas dapat dipenuhi sendiri oleh siswa, memanfaatkan sejumlah gaya belajar, mampu memaksimalkan potensi belajar baik secara intelektual, emosional maupun sosial, serta membuka kesempatan untuk menerima umpan balik. Semakin banyak prinsip yang dapat dipenuhi oleh suatu bahan ajar, maka semakin baik pula bahan ajar tersebut. Tujuan dari pengembangan bahan ajar harus mengacu pada penyediaan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang
19
sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
Selain
itu
pengembangan bahan
ajar
bertujuan
untuk
memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar termasuk bukubuku teks yang terkadang sulit diperoleh pada sekolah yang mengalami kendala dalam menjangkau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. b. Modul 1) Pengertian Modul Modul didefinisikan sebagai berikut : “ A module is an instructional package dealing with a single conceptual unit of subject matter. It is an attempt to individualize learning by enabling the student to master one unit of content before moving to another” (Russel, 1974:15). Modul ialah suatu paket pengajaran (alat belajar mandiri) yang membicarakan satu satuan konsep tunggal bahan pengajaran. Modul mencoba mengadakan individualisasi belajar dengan memampukan siswa menguasai satu satuan isi pelajaran sebelum berpindah ke unit yang lain. Dapat juga dikatakan suatu transformasi dari pengajaran berkelompok ke pengajaran individual yang memberikan mutu belajar yang optimal pada setiap siswa. Dengan individualisasi belajar itu akan tampak kegiatankegiatan sebagai berikut : 1. Siswa belajar mandiri.
20
2. Siswa mengontrol sendiri kecepatan dan intensitas belajarnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Siswa mengevaluir hasil belajarnya sendiri. 4. Siswa mempunyai kebebasan menentukan waktu belajarnya, tetapi bertanggung jawab terhadap semua kegiatan-kegiatan belajarnya. 5. Siswa terlibat aktif dalam belajar dan menghayati belajar yang sebenarnya. Disamping itu siswa dapat berkembang secara optimal dengan kecepatan masing-masing serta maju berkelanjutan. Batasan pengertian tentang modul yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan & Kebudayaan (BP3K) Departemen P & K ialah sebagai berikut : “Modul adalah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan” : 1. Tujuan instruksional yang akan dicapai. 2. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar. 3. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari. 4. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas. 5. Peranan guru dalam proses belajar mengajar. 6. Alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan. 7. Kegiatan-kegiatn belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berturutan. 8. Lembaran kerja yang harus diisi oleh anak.
21
9. Program evaluasi yang akan dilaksanakan. Perancangan bahan ajar menjadikan hal penting dalam proses belajar-mengajar. Sesuai dengan Pedoman Penulisan Modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003, maka modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi dan efektivitas penggunanya. Modul tersebut harus memperhatikan karakteristk modul, yaitu: 1. Self Instructional Self Instructional dimaksudkan agar peserta didik mampu membelajarkan diri sendiri dengan modul yang dikembangkan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka di dalam modul harus terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan modul yang mampu membuat peserta didik untuk belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan dalam proses pembelajaran adalah: a. Memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik dalam rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran. b. Memberikan kemugkinan bagi peserta didik untuk memberikan umpan balik atau mengukur penguasaannya terhadap materi yang diberikan dengan memberikan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya.
22
c. Kontekstual, yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa. d. Bahasa yang digunakan cukup sederhana dan yang lebih penting adalah bahasa tersebut harus komutatif karena peserta didik hanya berhadapan dengan buku ketika mereka belajar secara mandiri. e. Memberikan rangkuman materi pembelajaran, untuk membantu peserta didik membuat sebuah catatan-catatan selama mereka belajar mandiri. f. Mendorong peserta didik untuk melakukan ‘self assesment’ dengan memberikan instrument penilaian/assesment. g. Terdapat instrument yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat penguasaan materi untuk menetapkan kegiatan belajar selanjutnya. h. Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud. 2. Self Contained Self contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. 3. Stand Alone (Berdiri Sendiri)
23
Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan/atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. 4. Adaptive (adaptif) Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fleksibel digunakan di berbagai tempat, serta isi materi pembelajaran dan perangkat lunaknya dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 5. User Friendly (Akrab/bersahabat) Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam menggunakannya. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. 2) Sifat dan Tujuan Modul Sifat-sifat khas modul dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Modul itu merupakan unit pengajaran terkecil dan lengkap. 2. Modul
itu
memuat
rangkaian
direncanakan dan sistematik.
kegiatan
belajar
yang
24
3. Modul memuat tujuan belajar yang dirumuskan secara jelas dan spesifik (khusus). 4. Modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent). Modul merupakan realisasi pengakuan perbedaan individual dan merupakan salah satu perwujudan pengajaran individual. Tujuan digunakannya modul di dalam proses belajar mengajar ialah agar supaya: 1. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif. 2. Siswa dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan kecepatan dan kemampuannnya sendiri. 3. Siswa dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri, baik di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru. 4. Siswa dapat menilai atau mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan. 5. Siswa benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar. 6. Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada setiap modul berakhir. 7. Modul disusun dengan berdasar kepada konsep “mastery learning” suatu konsep yang menekankan bahwa murid harus
25
secara optimal menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam bentuk modul itu. Prinsip ini mengandung konsekuensi bahwa seorang murid tidak diperbolehkan mengikuti program berikutnya sebelum ia menguasai paling sedikit 75% dari bahan tersebut. 3) Kelebihan dan Kekurangan Modul Russel (1974: 25-30) mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan modul dalam proses pembelajaran. Kelebihan penggunaan modul dilihat dari sisi hasil belajarnya, yaitu : 1. Siswa dapat mencapai tujuan belajar secara baik dalam waktu yang sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya. Siswa dapat mengulang materi yang belum dipahaminya atau mengembangkannya secara mandiri. 2. Siswa termotivasi untuk lebih aktif berpartisipasi dalam belajar, karena ia harus belajar sambil menemukan sendiri konsep yang dipelajari. 3. Modul dapat disusun menurut pola yang sesuai dengan kemampuan siswa. Dengan demikian informasi ilmiah terbaru dapat diubah sesuai kebutuhan tanpa mengubah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. 4. Butir soal (evaluasi) dalam modul digunakan sebagai alat ukur keberhasilan
siswa
dalam
mencapai
tujuan,
untuk
26
memperkirakan kemampuan siswa dan mengetahui kesulitan belajar siswa. 5. Modul dapat digunakan atau dikerjakan dalam berbagai situasi dan tempat. Siswa dapat lebih mudah mengulang pelajaran dan membuka kembali dalam waktu tertentu. Selain memiliki kelebihan, modul juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu: 1. Waktu pelajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum membatasi waktu belajar siswa untuk menyelesaikan suatu paket belajar dimana siswa seharusnya bebas mengatur waktu belajarnya. Pembatasan waktu yang ada dalam kurikulum menimbulkan pertentangan terhadap hakikat belajar mandiri, karena seharusnya tidak ada pembatasan waktu penyelesaian belajar suatu modul. Namun demikian pembatasan waktu perlu ditentukan, mengingat penggunaan modul juga bertujuan mengajak siswa belajar mengatur waktu belajarnya sesuai dengan kecepatan masing-masing. Jadi, kebebasan pengaturan waktu bukan kebebasan tanpa batas. 2. Biaya relatif besar untuk penyusunan dan penggandaan modul dalam proses pembelajaran individual (Vembriarto, 1975:9). Kekurangan adalah suatu resiko yang lazim pada usaha peningkatan
kualitas
pembelajaran.
Penggunaan
paket
belajar
27
merupakan usaha dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran yang berpengaruh pada kualitas siswa yang diharapkan. 4) Komponen-Komponen Modul a) Pedoman Guru Pedoman
guru
berisi
petunjuk-petunjuk
guru
agar
pengajaran dapat diselenggarakan secara efisien. Juga memberi penjelasan tentang: macam-macam kegiatan yang harus dilakukan oleh kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul itu, alat-alat pengajaran yang harus digunakan, dan petunjuk-petunjuk evaluasi. b) Lembaran Kegiatan Siswa Lembaran kegiatan ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Penyusunan materi pelajaran ini disesuikan dengan tujuan-tujuan instruksional yang akan dicapai yang telah dirumuskan dalam modul itu, materi pelajaran juga disusun secara teratur langkah demi langkah sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh siswa. Dalam lembaran kegiatan tercantum pula kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa. Mungkin pula dicantumkan bukubuku yang harus dipelajari siswa sebagai pelengkap materi yang terdapat dalam modul. c) Lembaran Kerja
28
Lembaran kerja ini menyertai Lembaran Kegiatan Siswa, digunakan untuk menjawab atau mengerjakan soal-soal atau masalah-masalah yang harus dipecahkan. Lembar kegiatan siswa itu sendiri harus dijaga supaya tetap bersih tidak boleh ada coretan apapun didalamnya, sebab modul ini akan digunakan lagi untuk siswa-siswa yang lain pada tahun-tahun berikutnya. Jadi setelah siswa mempelajari Lembar Kegiatan mereka harus bekerja atau melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada Lembar Kerja ini. d) Kunci Lembaran Kerja Maksud diberikannya Kunci Lembaran Kerja ialah agar siswa dapat mengevaluasi sendiri pekerjaannya. Apabila siswa membuat kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya maka ia dapat meninjau kembali pekerjaannya. e) Lembaran Tes Tiap modul disertai Lembaran Tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai pengukur keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam modul itu. Jadi keberhasilan pengajaran dengan suatu modul tidak dinilai atas dasar jawabanjawaban pada Lembaran Kerja. Jadi lembar-lembar tes berisi soalsoal untuk menilai keberhasilan siswa dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam modul tersebut.
f) Kunci Lembaran Tes
29
Tes ini disusun oleh penulis modul yang bersangkutan sehingga kunci tes inipun juga dibuat oleh penulis modul. Gunanya sebagai alat koreksi sendiri terhadap penilaian yang dilaksanakan. 5. Pendekatan Pemecahan Masalah (problem solving) Pada pembelajaran matematika siswa sering berhadapan dengan masalah, sehingga diharapkan dengan pembelajaran matematika siswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Krulik & Rudnick (1995: 4) mengatakan bahwa: A problem is a situation, quatitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the invidual sees no apparent or obvious means or path to obtaining a solution. Dari definisi tersebut masalah merupakan situasi, secara kuantitatif atau sebaliknya, yang menghadapkan pada individu atau grup individual, yang membutuhkan pemecahan, dan yang mana seseorang tidak melihat maksud atau cara yang nyata untuk mendapatkan solusi. Menurut Fadjar Shadiq (2004:12), suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui siswa. Jadi, termuatnya tantangan dan belum diketahuinya prosedur rutin menjadi syarat untuk menentukan kategori apakah suatu pertanyaan dapat menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa. Adapaun definisi pemecahan masalah menurut Krulik & Rudnick (1995: 4) adalah:
30
“It (problem solving) is the mean by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy the demands of an unfamiliar situation”. Dari definisi tersebut problem solving dapat dianggap sebagai alat yang digunakan oleh seseorang untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya, untuk mengatasi situasi (permasalahan) yang tidak biasa dihadapinya. Menurut Ashalock, et.al (1983: 238) problem solving dikatakan sebagai tujuan, karena ketika kita menerapkan model problem solving kita menginginkan siswa kita menjadi seorang pemecah masalah sedangkan sebuah proses dalam problem solving sendiri terdiri atas rangkaian kegiatan mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang baru dan situasi yang tidak biasanya. Problem solving sebagai keterampilan dasar dikarenakan setiap kegiatan matematika selalu mengarah kepada penyelesaian masalah. Dari beberapa pendapat di atas model problem solving dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimilikinya sehingga masalah tersebut menjadi bukan masalah lagi baginya. Dalam menerapkan pendekatan problem solving harus dilakukan dengan strategi yang tepat agar prosesnya dapat berjalan dengan efektif. Menurut Kennedy, pendekatan problem solving memiliki beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain:
31
(1) Find and use a pattern, (2) act in out, (3) build a model, (4) draw a picture or diagram, (5) make a table and/or graph, (6) write a mathematical sentence, (7) guess and check, or trial and error, (8) account for all possibilities, (9) solve a simpler problem, or break the problem, (10) work backward, (11) break set, or change point view (Kennedy, 2008: 116). 1) Find and use a pattern Strategi ini biasanya digunakan bersama dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Karena pada strategi ini siswa mengidentifikasi berbagai pola dan keberadaannya untuk menyelesaikan permasalahan. 2) Act in Out Strategi ini menekan kepada bagaimana siswa memahami permasalahan dengan membuat hubungan antar komponen sehingga masalah menjadi lebih jelas melalui hubungan aksi fisik atau manipulasi objek. 3) Build a Model Dalam penerapannya strategi ini siswa menggunakan sebuah objek untuk merepresentasikan situasi permasalahan. Kegiatan ini cenderung kepada menggunakan model untuk merepresentasikan sebuah situasi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. 4) Draw a Picture or Diagram Pada strategi ini siswa diharapkan dapat menunjukkan apa yang terjadi dalam suatu masalah dengan membuat gambar atau diagram. Strategi ini akan membantu siswa dalam menemukan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat lebih jelas.
32
5) Make a Table and/or Graph Strategi ini mengarah kepada aktivitas siswa dalam mengorganisasikan dan merekam data ke dalam sebuah tabel atau grafik. Selanjutnya siswa akan menemukan sebuah pola serta menemukan informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel sangat efektif dalam melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah data sehingga apabila nantinya timbul permasalahan terkait dengan data tersebut akan dengan mudah dijelaskan kembali. 6) Write a Mathematical Sentence Strategi ini membantu siswa melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan yang dicari. Untuk menyederhanakan permasalahan, kita dapat menggunakan variabel sebagai pengganti kalimat dalam soal. 7) Guess and Check, or trial and Error Strategi ini dilakukan dengan memberikan tebakan terhadap seluruh kemungkinan penyelesaian masalah. Tebakan tersebut harus disertai dengan alasan-alasan yang logis atau berdasarkan pengalamanpengalaman sebelumnya. 8) Account for All Possibilities Dalam pelaksanaan strategi ini siswa akan mengurutkan secara sistematis berbagai kemungkinan solusi dari permasalahan dan menentukan satu solusi yang sesuai dengan situasi permasalahan. Strategi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan strategi “mencari pola” dan “membuat tabel”.
33
9) Solve a Simpler Problem or Break the Problem Strategi ini digunakan apabila siswa dihadapkan pada permasalahan yang cukup panjang atau lebih komplek. Permasalahan tersebut dapat dibagi
menjadi
beberapa
bagian
yang
lebih
sederhana
agar
memudahkan siswa menyelesaikan permasalahannya. 10) Work Backward Dalam strategi ini, dimulai dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, kita memulai proses pemecahan masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan lalu menyesuaikan dengan yang diketahui. 11) Break Set Ketika suatu strategi tidak dapat digunakan lagi, dibutuhkan pemikiran siswa yang lebih fleksibel, untuk melakukan dan mencoba sesuatu yang lainnya atau memikirkan tentang permasalahan tersebut dengan jalan yang berbeda. Strategi ini sering dilakukan ketika kita gagal dengan menggunakan strategi yang lain. Kesebelas
strategi
tersebut
merupakan
satu
kesatuan
yang
merupakan kelengkapan pada saat memahami, mengorganisaikan, mengimplementasikan, mengkomuniksikan masalah, menyelesaikan, dan membuat konsep matematika. Di samping itu, satu strategi bisa jadi tidak dapat diterapkan satu-satu. Berdasarkan penjelasan masing-masing strategi di atas, satu strategi ada kemungkinan membutuhkan strategi lainnya ketika akan digunakan dalam melakukan pemecahan masalah.
34
Dalam
penerapan
pendekatan
problem
solving,
salah
satu
pendekatan yang terkenal adalah pendekatan Polya’s Approach. Menurut pendapat Polya ada empat langkah dalam melakukan pemecahan masalah sebagaimana pernyataan berikut ini: We shall dictinguish four phases of the work, first, we have to understand the problem, we have to see clearly what is required, second, we have to see how the various items are connected, how the unknown is lingked to the data, in order to obtain the idea of the solution, to make a plan, third, we carry out our plan, fourth, we look back at the completed solution, we review and discuss it”. (Polya, 1973: 5). Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan ada empat langkah dalam melakukan penyelesaian masalah, antara lain: memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, dan memeriksa ulang jawaban yang diperoleh. 1) Memahami masalah Memahami masalah merupakan langkah awal dalam menyelesaikan masalah, dikarenakan tanpa mengetahui apa yang terjadi tentunya kita tidak akan mungkin mengetahui bagaimana harus menghadapinya. Memahami masalah dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan masalah tersebut, diantaranya apa yang diketahui dari soal, apakah yang ditanyakan soal, apa saja informasi yang diperlukan, dan bagaimana menyelesaikan soal tersebut, serta kemungkinan
pertanyaan-pertanyaan
pemahaman tentang masalah. 2) Membuat rencana penyelesaian masalah
lain
yang mengarah
pada
35
Dalam membuat rencana penyelesaian masalah, kita diarahkan untuk membuat soal menjadi sederhana, menemukan hubungan antar data yang sudah diketahui dan ditanyakan, juga pemilihan strategi-strategi yang tepat dan berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan. 3) Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan Jika siswa telah memahami permasalahan dan menentukan strategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Langkah berikutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan-perhitungan matematika akan sangat membantu untuk melakukan rencana penyelesaian masalah. 4) Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh Pada tahap ini dilakukan pengecekan dari tahap pertama sampai tahap penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali, sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Langkah-langkah tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting
untuk
dikembangkan.
Salah
satu
cara
mengembangkan
kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lain.
36
Untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, hal yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan menyangkut berbagai
teknik
dan
strategi
pemecahan
masalah.
Pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman, merupakan elemen-elemen penting dalam belajar matematika. Dalam pemecahan masalah, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk mensintesis elemen-elemen tersebut sehingga pada akhirnya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving sebagai kerangka konseptual yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimilikinya sehingga masalah tersebut menjadi bukan masalah lagi baginya. Dalam Problem solving matematika diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Memahami masalah, yaitu mengetahui informasi yang diberikan dan mengetahui apa yang ditanyakan. 2) Merencanakan penyelesaian masalah, yaitu membuat soal menjadi sederhana, menemukan hubungan antar data dan yang dicari, dan menentukan strategi untuk menyelesaikan masalah. 3) Menyelesaikan soal sesuai rencana, yaitu menyelesaikan perencanaan dan melakukan perhitungan. 4) Melihat kembali jawaban, yaitu mengevaluasi jawaban, apakah jawaban sudah benar dan sesuai dengan masalah yang diberikan.
37
6. Bahan Ajar dengan Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Bahan ajar dengan pendekatan pemecahan masalah merupakan segala bentuk bahan yang membantu guru dalam proses belajar-mengajar di kelas dan memuat materi tertentu yang disusun agar dapat menyelesaikan masalah yang tidak biasa dihadapi dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimilikinya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Bahan ajar dikembangkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Pendahuluan, berisi deskripsi singkat mengenai isi bahan ajar, prasyarat, petunjuk penggunaan, tujuan, dan kompetensi bahan ajar. b. Bagian isi, berisi uraian kegiatan siswa yang berkaitan dengan permasalahan materi segi empat. Masalah tersebut diselesaikan dengan meminta siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan kemudian menanyakan bagaimana strategi penyelesaian yang mungkin dilakukan, bagaimana menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi yang sudah ditentukan sebelumnya, dan siswa diminta memeriksa kembali jawaban yang sudah diperoleh apakah sudah sesuai dengan masalah yang diberikan. Bagian penutup, berisi rangkuman materi yang patut menjadi perhatian siswa untuk dapat dimanfaatkan dalam mempelajari bab lainnya, atau untuk mempermudah siswa dalam belajar. 7. Model Pengembangan ADDIE
38
Dalam mengembangkan modul pembelajaran yang baik, pengembang perlu menerapkan prosedur pengembangan media pembelajaran tertentu. Salah satu model yang bisa digunakan adalah model ADDIE. Model ini terdiri
dari
lima
tahap
yaitu
Analysis,
Design,
Development,
Implementation dan Evaluation. Berikut penjelasan dari masing-masing tahap. a) Analysis (analisis) Tahap analisis terdiri atas dua langkah yaitu analisis kinerja dan analisis kebutuhan. Analisis kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen. Sedangkan analisis kebutuhan merupakan langah untuk menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh peserta didik untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Inti dari tahap analisis ini adalah mempelajari masalah dan menemukan alternatif solusi yang akan ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan.
b) Design (desain) Pada tahap ini, hal penting yang perlu dilakukan adalah menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki oleh siswa selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini harus mampu menjawab
39
pertanyaan apakah program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan kemampuan yang terjadi pada siswa. c) Development (pengembangan) Tahap pengembangan meliputi kegiatan memilih dan menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi program pembelajaran. Pengadaan bahan ajar perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran spesifik yang telah dirumuskan. Ada dua tujuan penting yang perlu dicapai dalam melakukan langkah pengembangan (Benny, 2009 : 133), yaitu : i.
memproduksi, membeli atau merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya,
ii.
memilih media atau kombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d) Implementation (implementasi) Tahap implementasi sering diasosiasikan dengan penyelenggaraan program pembelajaran itu sendiri. Tujuan utama dari tahap ini adalah membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, menjamin terjadinya solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi siswa dan memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa memiliki kompetensi yang diperlukan.
40
e) Evaluation (evaluasi) Evaluasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Menurut Benny (2009 : 136), tujuan dari tahap evaluasi adalah : i.
untuk mengetahui sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan,
ii.
peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran, dan
iii.
keuntungan
yang
dirasakan
oleh
sekolah
akibat
adanya
peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran. 8. Materi Segi Empat Kelas VII Standar Kompetensi matematika pada satuan pendidikan SMP kelas VII adalah sebagai berikut: 1) Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaanya dalam pemecahan masalah 2) Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel 3) Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah 4) Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah 5) Memahami hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya 6) Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pokok bahasan segiempat dipelajari siswa di kelas VII SMP semester genap dengan
41
Standar Kompetensi: Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya dan Kompetensi Dasar sebagai berikut: 6.2 Mengidentifikasi
sifat-sifat
persegi
panjang,
persegi,
trapesium,
jajarangenjang, belahketupat, dan layang-layang. 6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Murdanu (2003: 18) memberikan definisi bahwa segi empat adalah gabungan empat ruas garis yang tertentu oleh empat buah titik dengan setiap tiga buah titik tidak segaris, yang sepasang-sepasang bertemu pada ujung-ujungnya dan setiap ruas garis pasti bertemu dengan ruas garis lain yang berbeda. Ruas-ruas garis tersebut disebut sisi-sisi segi empat, sudutsudut yang terbentuk disebut sudut-sudut dalam segi empat, dengan titiktitik sudut adalah keempat titik tersebut. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran di SMP 2 Jetis Bantul yang dilakukan oleh peneliti, dalam kegiatan guru masih menggunakan buku teks yang beredar dipasaran yang cenderung bersifat sajian informatif, LKS sebagai lembar kerja siswa bukan sebagai lembar kegiatan belajar siswa dan soal-soal yang disajikan dalam buku teks dan LKS yang digunakan umumnya berupa soal-soal biasa saja, masih kurang banyak variasi soal berbasis problem solving seperti yang tercantum dalam dokumen standar isi. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab sekolah untuk mewujudkan sumber belajar contohnya modul yang sesuai dengan standar kebutuhan siswa.
42
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dalam hasil Ujian Nasional, persentase daya serap siswa SMP N 2 Jetis Bantul untuk pokok bahasan segiempat adalah sebagai berikut: (1) Pada tahun 2011, persentase daya serap 66,39% tentang menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas gabungan dua bangun datar; (2) Pada tahun 2012, persentase daya serap hanya 31,04% tentang menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar; (3) Pada tahun 2013, persentase daya serap hanya 37,50% tentang menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan luas bangun datar. Mengacu pada data
tersebut dapat dikatakan bahwa siswa-siswa di SMP 2 Jetis Bantul masih belum menguasai sepenuhnya konsep dari segi empat. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan pengembangan bahan ajar berupa modul yang dapat membantu proses kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa SMP kelas VII serta dapat mempermudah dalam pemahaman konsep siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir matematika siswa. Pengembangan bahan ajar ini dilakukan dengan prosedur ADDIE yang dirasa sistematis sehingga mempermudah peneliti dalam menghasilkan modul. Penyusunan bahan ajar dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) memiliki tahapantahapan yaitu adanya gambaran masalah yang berhubungan dengan masalah dunia nyata, identifikasi masalah dengan menggunakan kalimat matematika, alternatif solusi atau strategi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah,
43
panduan penyelesaian masalah dari beberapa solusi dan evaluasi hasil dari solusi tersebut. Dari uraian di atas, pengembangan modul matematika untuk SMP kelas VII ini memungkinkan siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran yaitu mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki, memotivasi siswa supaya lebih kreatif dalam memecahkan masalah, mampu berkomunikasi secara matematika, mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain ataupun dengan kehidupan sehari-hari, membantu siswa mengembangkan keterampilan proses dengan mencatat semua kegiatan yang dilakukan serta dapat menggali pengalaman siswa akan suatu konsep yang dipelajari melalui suatu kegiatan pembelajaran terutama pada materi segi empat.