BAB II KAJIAN PUSTAKA A.
Kajian Teori
1.
Konsep Konsep secara umum menurut Poh (2007) adalah ide abstrak yang digeneralisasikan dari fakta-fakta atau pengalaman yang spesifik. Pendapat lain dari Soedjadi (2000) mengenai konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkain kata. Definisi konsep yang berbeda menurut Bahri (2008) yaitu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang-orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep diripun dapat dibawakan dalam sebuah kata. Woodruff dalam Muliartha (2010) mendefinisikan konsep sebagai suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Mengacu pada pendapat Soedjadi (2000) maka konsep adalah suatu pemahaman atau gambaran utama tentang suatu objek yang dapat didefinisikan melalui pemikiran dan kata-kata. Menurut Sharma dalam Zakaria (2007) dalam memperkenalkan konsep dalam sebuah pembelajaran ada 6 tahap asas yang perlu dilalui oleh siswa yaitu intuitif yang merupakan kemampuan siswa dalam memahami suatu masalah dan mengkaitkan masalah dengan pengetahuan yang ada dalam pikirannya, bahan konkrit merupakan alat bantu kepada pelajar untuk memahami suatu konsep matematik biasanya dengan melibatkan siswa dalam sebuah aktivitas kemudian membuat refleksi, visualisasi dimana pada tahap ini siswa memahami konsep dengan bantuan gambar, simbol, atau pernyataan matematik. Keempat adalah abstrak, dimana siswa diberikan tantangan untuk memahami konsep yang dinyatakan dalam bentuk simbol atau pernyataan matematik dengan bantuan 3 tahap sebelumnya. Tahap kelima adalah penggunaan dimana siswa sudah dapat memahami konsep dan menggunakannya dalam pemecahan masalah, keenam adalah komunikasi yaitu siswa dapat menerangkan kepada orang lain tentang konsep yang sudah dipahaminya. 4
2.
Konsepsi Berg (1991) mengungkapkan definisi mengenai konsepsi, yaitu pengertian atau penafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu dalam rangka pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki. Pengertian lain mengenai konsepsi menurut Handjoyo (2004) adalah suatu konsep yang dimiliki seseorang melalui penalaran. Konsepsi menurut Ozdemir (2004) dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu konsepsi alternatif dan konsepsi ilmiah. Konsepsi ilmiah adalah konsepsi seseorang yang sama dengan konsepsi yang dimiliki para pakar, sedangkan konsepsi alternatif adalah konsepsi seseorang yang berbeda dengan konsepsi yang dimilki oleh para pakar. Pada proses belajar mengajar perlu diperhatikan perbedaan konsepsi yang dimiliki satu siswa dengan siswa yang lain. Guru perlu mengetahui konsepsi awal yang dimiliki oleh siswa karena konsepsi awal merupakan suatu faktor penting untuk membantu siswa memahami konsep-konsep IPA khususnya matematika (Eckstein dan Shemesh, 1993). Faktor lain menurut Gustone (1992) adalah karena konsep awal yang dimiliki siswa sering tidak sesuai dengan konsep ilmiahnya. Hal ini perlu menjadi perhatian seorang guru supaya dapat meminimalisasi kesalahan konsepsi atau disebut juga miskonsepsi pada saat proses pembelajaran. Mengacu dari pendapat yang Berg (1991) maka konsepsi merupakan penalaran dari konsep yang sudah dimiliki seseorang dari awal yang akan membentuk sebuah konsep baru. 3.
Miskonsepsi Miskonsepsi berasal dari bahasa inggris misconception. Menurut Webster’s Dictionary (1996) mis sendiri berarti salah atau tidak sedangkan conception berarti kemampuan, fungsi atau proses membentuk ide, abstrak, atau berkenaan pemahaman maksud sebuah simbol yang mewakili ide atau abstrak sehingga gabungan dari kedua kata tersebut dapat berarti pembentukan ide, abstrak atau sebuah pemahaman yang salah. Nakhleh dalam Bayu (2011) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu konsep yang berbeda dari pengertian secara umum yang disajikan dalam materi, sedangkan Berg (1991) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan konsepsi dari siswa yang berbeda atau bertentangan dengan konsepsi dari para ahli. Mengacu pada pendapat Berg (1991) maka dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan suatu konsepsi baru yang berbeda dan bertentangan dari sebuah konsep awal yang sudah terbukti kebenarannya.
5
Penyebab terjadinya miskonsepsi menurut Suparno (2005) adalah Tabel 1. Penyebab Miskonsepsi Menurut Suparno Sebab Utama
Siswa
Guru
Buku teks
Konteks
Cara mengajar
a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. c. d. a. b. c. d. e. f. a. b. c. d. e. f. g. a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Sebab Khusus Prakonsepsi Pemikiran asosiatif Pemikiran humanistic Reasoning yang tidak lengkap Intuisi yang salah Tahap perkembangan kognitif siswa Kemampuan siswa Minat belajar siswa Tidak menguasai bahan, tidak kompeten Bukan lulusan dari bidang studi yang bersangkutan Tidak mengungkapkan prakonsepsi siswa Relasi guru dengan siswa tidak baik Penjelasan keliru Salah tulis terutama rumus Tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa Siswa tidak tahu tingkat membaca buku teks Buku fiksi sains yang konsepnya menyimpang demi menarik minat pembaca Kartun yang sering memuat miskonsepsi Pengalaman siswa Bahasa sehari-hari berbeda Teman diskusi yang salah Keyakinan dan agama Penjelasan orang tua atau orang lain yang keliru Konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru) Perasaan senang atau tidak senang, bebas atau tertekan Hanya berisi ceramah dan menulis Langsung ke dalam bentuk matematika Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa Tidak mengoreksi PR yang salah Model analogi Model praktikum Model diskusi Model demonstrasi yang sempit Non multiple intelegences
4.
Tipe Tipe Kesalahan Penyebab kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika menurut Suhertin (1980) dikarenakan siswa tidak menguasai bahasa, contohnya siswa tidak paham dengan pertanyaan dalam soal matematika, siswa tidak
6
memahami arti kata , siswa tidak menguasai konsep dan kurang menguasai teknik berhitung. Pernyataan menurut Watson dalam Letuna (2011) tipe kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat digolongkan menjadi 8 tipe kesalahan. Tipe kesalahan pertama adalah data yang tidak tepat, siswa berusaha mengoperasikan langkah-langkah yang tepat dalam penyelesaian masalah namun pemilihan informasi atau data tidak tepat. Tipe kedua yaitu prosedur yang tidak tepat, siswa berusaha mengoperasikan langkah-langkah penyelesaian masalah pada level yang tepat namun penggunaan prosedur atau caranya tidak tepat. Tipe ketiga data hilang, dalam penyelesaian masalah siswa kehilangan satu data sehingga penyelesaian menjadi tidak benar namun siswa berusaha melakukan langkah-langkah penyelesaian pada level yang tepat. Tipe keempat adalah kesimpulan hilang, siswa menunjukkan alasan yang tepat namun gagal dalam penarikan kesimpulan. Tipe kelima, konflik level respon dimana siswa menunjukkan kompetisi operasi pada level tertentu kemudian menurunkan operasi yang lebih rendah, biasanya untuk penarikan kesimpulan. Tipe keenam manipulasi tidak langsung, siswa menunjukkan langkah-langkah penyelesaian yang tidak urut, acak, bahkan sederhana namun kesimpulan dapat ditemukan dan secara umum data yang ada digunakan secara keseluruhan. Tipe ketujuh yaitu masalah hirarki keterampilan, siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan karena siswa tidak terampil dalam memanipulasi angka khususnya dalam aljabar. Tipe kesalahan kedelapan yaitu tipe kesalahan selain dari ketujuh tipe kesalahan lain yang sudah diungkapkan, siswa melakukan kesalahan diantaranya pengopian data dan tidak adanya respon yang dimiliki siswa. Pendapat lainnya dalam pengelompokkan tipe-tipe kesalahan dikemukakan Newman (Clement, 1980). Tipe kesalahan tersebut antara lain yang pertama adalah reading error (kesalahan membaca) yaitu siswa melakukan kesalahan dalam membaca kata-kata penting atau informasi utama pada sebuah pertanyaan sehingga siswa tidak dapat menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan soal. Tipe kesalahan kedua reading comprehesion difficulaty (kesalahan memahami soal) yaitu siswa hanya sekedar memahami soal namun tidak benar-benar menangkap informasi yang terkandung dalam petanyaan tersebut sehingga siswa tidak dapat memproses lebih lanjut solusi dari permasalahannya. Tipe ketiga adalah transform error (kesalahan informasi) dimana siswa gagal memahami soal-soal untuk diubah ke dalam matematika yang benar. Keempat weakness in process skill (kesalahan dalam keterampilan proses) pada tipe kesalahan ini siswa menggunakan kaidah atau aturan penyelesaian soal 7
dengan benar, tetapi melakukan kesalahan dalam perhitungan dan komputasi. Tipe kesalahan kelima encoding error (kesalahan dalam menggunakan notasi) dalam hal ini siswa melakukan kesalahan dalam menggunakan notasi yang benar. Tipe kesalahan terakhir corelles error (kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat), siswa melakukan kesalahan dalam proses penyelesaian soal matematika. Menurut Ahmad (2000) secara garis besar kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe kesalahan yaitu kesalahan dalam memahami masalah (soal) yaitu kesalahan dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal, kesalahan dalam menyusun rencana penyelesaian yaitu kesalahan dalam menerjemahkan soal cerita ke dalam model (kalimat) matematika, kesalahan dalam menyelesaikan rencana penyelesaian yaitu kesalahan dalam menyelesaikan model (kalimat) matematika, kesalahan dalam melihat (mengecek) hasil yang telah diperoleh, dan kesalahan dalam menginterpretasikan jawaban tersebut dengan situasi yang ada pada soal. Berikut ini indikator kesalahan menurut Ahmad (2000) Tabel 2. Indikakator Kesalahan menurut Ahmad (2000) No 1
Tipe Kesalahan Kesalahan dalam memahami masalah (soal)
2
Kesalahan dalam menyusun rencana penyelesaian
3
Kesalahan dalam menyelesaikan rencana penyelesaian Kesalahan dalam melihat (mengecek) hasil Kesalahan dalam menginterpretasikan jawaban
4 5
Indikator Kesalahan dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal Kesalahan dalam menerjemahkan soal cerita ke dalam model (kalimat) matematika Kesalahan dalam menyelesaikan model (kalimat) matematika Kesalahan dalam melihat (mengecek) kembali hasil yang telah diperoleh Kesalahan dalam menginterpretasikan jawaban tersebut terhadap situasi permasalahan yang terdapat dalam soal
Penelitian analisis kesalahan ini mengacu pada pendapat Ahmad (2000) dalam mengelompokkan tipe-tipe kesalahan yang dilakukan siswa. Pengelompokkan tipe-tipe kesalahan menurut Ahmad (2000) lebih mudah dan jelas untuk membantu mengelompokkan tipe-tipe kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. 5.
Analisis Kesalahan Hal yang menarik akan mendorong seseorang untuk melakukan analisis terhadap hal tersebut. Menurut Soejadi (1995) analisis adalah rangkaian kegiatan 8
pemikiran yang logis, sistematis dan objektif dengan menetapkan teknik ilmu pengetahuan untuk melakukan pengkajian, penelaahan, penguraian, perincian dan pemecahan terhadap suatu objek sebagai salah satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub komponen yang lebih kecil. Definisi lain tentang analisis diungkapkan oleh Komarudin (1994) yaitu kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen-komponen, sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan. Menurut Wiradi (2006) analisis adalah aktifitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Mengacu pada pendapat Wiradi, maka analisis adalah proses menyelidiki terhadap suatu hal yang menarik untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya dan seakurat mungkin. B.
Tinjauan Materi Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel SK : Memahami sistem persamaan dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. KD : Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan dua variabel. Tujuan pembelajaran : Siswa dapat membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan materi sistem persamaan linear dua variabel. PETA KONSEP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
SPLDV
Pengertian SPLDV
Grafik
Cara penyelesaian SPLDV
Substitusi
Bagan 1. Peta konsep SPLDV 9
Penerapan SPLDV dalam Kehidupan Sehari-hari
Eliminasi
Campuran
C.
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan didapat dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian inilah yang akan mendukung dilakukannya penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Budiono (2008) pada siswa kelas VI di 12 SD di Surakarta menyimpulkan bahwa soal cerita masih dianggap soal yang cukup sulit bagi sebagian siswa, dibuktikan dari prosentase siswa sebanyak 56,84% saja yang bisa mengerjakan soal cerita dengan sempurna. Soal cerita yang banyak melibatkan bilangan dan operasi bilangan juga menjadi soal yang dianggap sulit bagi siswa. Penelitian analisis miskonsepsi siswa SMA dalam mengerjakan soal cerita juga dilakukan oleh Subhan (2009). Data penelitian menyimpulkan bahwa siswa SMA PGRI di Cirebon kelas X menunjukkan hasil belajar matematika dalam menyelesaikan soal uraian berbentuk soal cerita masih dalam kategori kurang yaitu dengan rata-rata 5,8. Penelitian mengenai penguasaan operasi bentuk aljabar terhadap kemampuan menyelesaikan soal materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang dilakukan Alidah (2011) pada siswa kelas VIII di Cirebon menunjukkan hasil analisis yang masih rendah yaitu 29,6%. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh PPPG Matematika Tahun 2002 tentang kesulitan yang dihadapi guru matematika dan siwa SMP pada 5 propinsi menunjukkan bahwa kendala berupa pemahaman yang rendah dari siswa tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan operasi bentuk aljabar dan skill yang rendah dalam menyelesaikan operasi bentuk aljabar masih dihadapi hampIr di semua propinsi (Wardhani, 2004). Hal ini menurut Wardhani diperkuat oleh hasil analisis yang dilakukan oleh PPPG Matematika di hampIr seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 2001, 2002, 2003 yang menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang sulit membedakan antara suku sejenis dan tidak sejenis, makna koefisien, sehingga tidak mampu menyelesaikan operasi bentuk aljabar dengan baik. Penelitian lainnya dilakukan Komah (2011) yang berjudul “Identifikasi Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Kelas VIII SMP di Kotib Metro”. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pada Standar Kompetensi Memahami Sistem Persamaan Dua Variabel dan Menggunakannya dalam Pemecahan Masalah prosentase kesalahan siswa adalah 71,38% selain itu kesalahan dalam melakukan rencana penyelesaian masalah pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, Kubus, dan Balok masih dalam kriteria yang tinggi yaitu sebanyak 66%.
10
D.
Kerangka Berpikir Pembelajaran di kelas menggunakan metode konvensional / tidak menarik bagi siswa
Target pembelajaran : menyelesaikan kurikulum pembelajaran
Siswa tidak memahami konsep materi yang dipelajari
Guru melakukan evaluasi
Hasil evaluasi menunjukkan banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal
Menganilisis tipe-tipe kesalahan yang dilakukan oleh siswa
Hal-hal yang melatar belakangi kesalahankesalahan siswa
Bagan 2. Kerangka Berpikir
11