BAB II KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini dilandasi dengan berbagai teori manajemen keuangan, khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu pengaruh kepemilikan manajerial dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan struktur modal sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2.1 Nilai Perusahaan Sartono (2011:9) menyatakan nilai perusahaan dapat diukur dengan harga jual seandainya perusahaan tersebut akan dijual. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan
10
11
perusahaan di masa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan meningkatkan harga saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Nilai perusahaan ditentukan oleh nilai modal sendiri dan nilai hutang. Nilai perusahaan
berhubungan
erat
dengan
kemampuan
perusahaan
untuk
meningkatkan kemakmuran pemegang sahamnya. Bagi perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat (go public). Indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang diperjualbelikan di bursa efek. Harga saham di pasar modal dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan. Fluktuasi dari nilai saham perusahaan biasanya ditentukan oleh perusahaan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan sehingga dikatakan bahwa keadaan perusahaan dapat digambarkan melalui nilai perusahaan. Penilaian terhadap nilai intrinsik saham perusahaan saat ini dilakukan oleh investor untuk dapat memprediksi dan memperhitungkan harga saham tersebut di masa mendatang, apakah saham yang dibeli akan memberikan keuntungan berupa keuntungan modal (capital gain) dan dividen yang dibagikan atau akan membuat investor rugi karena nilai sahamnya akan lebih rendah dibandingkan ketika dibeli. Hal ini menyebabkan nilai intrinsik perusahaan menjadi ukuran yang sangat
12
penting bagi investor untuk mengambil keputusan membeli suatu saham perusahaan sebagai pilihan investasinya di pasar modal. Semakin baik nilai perusahaan, perusahaan akan dipandang baik oleh para calon investor. Brigham dan Daves (2013) menyatakan bahwa untuk mengetahui nilai perusahaan pada waktu yang akan datang, digunakan empat indikator utama. Pengaruh keempat indikator tersebut terhadap nilai perusahaan adalah : 1) Pertumbuhan penjualan (sales growth) memiliki efek positif terhadap nilai perusahaan bilamana perusahaan menghasilkan keuntungan yang memadai. Pertumbuhan
penjualan
dapat
memberi
efek
negatif
bilamana
pertumbuhannya membutuhkan modal yang besar dengan biaya modal mahal atau tinggi. 2) Profit dari operasional, yang diukur dari nilai laba setelah pajak per penjualan, memberikan efek positif terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi operational profit, semakin baik nilai perusahaan. 3) Rasio kecukupan modal, yang diukur dari jumlah operational capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan setiap penjualan, memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Semakin rendah capital requirements akan mendorong perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan kebutuhan modal baru yang lebih sedikit. 4) Konsep biaya modal dimaksudkan untuk menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal masing-masing sumber dana untuk kemudian menentukan biaya
modal
rata-rata
atau
biasa
disebut
biaya
modal
rata-rata
tertimbang/weighted average cost of capital (WACC). Tujuan perusahaan
13
adalah memaksimalkan nilai perusahaan, semakin rendah WACC akan menyebabkan nilai perusahaan semakin baik. Kinerja keuangan secara fundamental juga dapat mempengaruhi nilai perusahaan karena dengan melihat kondisi keuangan perusahaan kita dapat melihat apakah perusahaan tersebut memiliki nilai yang tinggi, yang dapat tercermin dari harga sahamnya. Penilaian kondisi perusahaan melalui aspek keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis rasio-rasio keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu. Harmono (2014 : 114) menyatakan indikator yang dapat digunakan untuk mewakili nilai perusahaan yaitu : 1) Price to Earnings Ratio Price to Earnings Ratio mengukur tentang bagaimana investor menilai prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, dan akan tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa investor mempunyai harapan yang baik tentang perkembangan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga untuk pendapatan per saham tertentu, investor bersedia membayar dengan yang yang mahal (Sudana, 2009:27). 2) Earnings per Share Ratio Informasi Earnings per Share Ratio suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham perusahaan. Kinerja dari laba perusahaan dikatakan sangat baik apabila terjadi kenaikan pada earning per share. Hal tersebut akan meningkatkan
14
penghasilan dari pemegang saham (investor). Earnings per Share suatu perusahaan bisa dihitung dengan membagi laba bersih setelah bunga dan pajak dengan jumlah saham yang beredar (Tandelilin, 2010:374). 3) Price to Book Value Price to Book Value mengukur penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dan organisasi perusahaan sebagai going concern. Nilai buku saham mencerminkan nilai historis dari aktiva perusahaan. Perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi daripada nilai buku asetnya (Sudana, 2009:28). 4) Return saham Return saham merupakan tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham. Return saham menjadi salah satu alasan investor bersedia melakukan investasi di pasar modal. 5) Harga saham Harga saham adalah harga dari suatu saham yang ditentukan pada saat pasar saham sedang berlangsung dengan berdasarkan kepada permintaan dan penawaran pada saham yang dimaksud. Harga saham yang berlaku di pasar modal
biasanya
ditentukan
oleh
para
pelaku
pasar
yang
sedang
melangsungkan perdagangan sahamnya. 6)
Expected return Expected return adalah tingkat return yang diantisipasi investor di masa yang akan datang (Tandelilin, 2010:10). Expected return (return harapan) dari
15
investasi yang dilakukan oleh investor merupakan kompensasi atas biaya kesempatan dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. 7) Abnormal return Abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering digunakan sebagai dasar pengujian efisiensi pasar. Pasar dikatakan efisien jika tidak satu pun pelaku pasar yang menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama.
2.2 Struktur Modal Teori struktur modal selalu mengalami perkembangan karena adanya beberapa pendapat yang berbeda tentang teori struktur modal. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori tentang struktur modal : 1) Pendekatan tradisional Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal, dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan sehingga biaya hutang (kd) maupun biaya modal sendiri (ke) relatif konstan. Pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalmya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak
16
mengalami perubahan, namun setelah rasio leverage tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri akan meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih besar. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun setelah leverage tertentu akan meningkat, oleh karena itu nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar. Menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan. 2) Teori Struktur Modal Modigliani Miller (MM) Teori ini dibangun oleh Modigliani dan Miller (1958) untuk membuktikan preposisi I dan II dengan dan tanpa pajak. Preposisi I adalah preposisi nilai dan pembuktiannya dilakukan dengan menggunakan arbitrage argument. MM membuktikan bahwa akan ada proses arbitrage jika ada perbedaan nilai pasar antara suatu perusahaan yang memiliki hutang dengan nilai perusahaan yang tidak memiliki hutang walaupun kedua perusahaan tersebut berada dalam kelas yang sama. Proses arbitrage ini akan berhenti ketika nilai saham perusahaan yang tidak memiliki hutang telah menjadi sama. Preposisi II adalah preposisi penentuan biaya modal dan berkaitan dengan ukuran ekspektasi return atas ekuitas yang berhutang jika dalam keadaan keseimbangan. Preposisi II menyatakan bahwa yang membuat total nilai perusahaan tidak berubah dengan berubahnya struktur modal. Kenaikan hutang dalam struktur modal harus diikuti dengan kenaikan biaya ekuitas secara linier proposional, sehingga overall cost of capital tidak berubah. Preposisi I dan II MM telah
17
membuktikan bahwa nilai ekonomis suatu perusahaan ditentukan sepenuhnya oleh aliran operating profit yang akan dihasilkan. Nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh perubahan preposisi hutang di dalam modal perusahaan. Nilai hanya ditentukan oleh keputusan investasi dan operasi, dan bukan oleh keputusan struktur modal. 3) Pecking Order Theory Teori yang dikemukakan oleh Donald Donaldson (1961) ini menyatakan bahwa secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Hanafi (2008:313) menyatakan skenario urutan penggunaan dana dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut: a.
Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b.
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan signifikan.
c.
Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan membayar hutang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut lebih kecil,
18
perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga. d.
Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir. Teori ini menjelaskan urutan pendanaan perusahaan ketika memiliki
kesempatan investasi. Jika ada kesempatan investasi maka perusahaan akan mencari dana dimulai dengan dana internal, hutang, dan sebagai pilihan terakhir adalah dengan menerbitkan saham. 4) Trade Off Theory Trade off theory merupakan model struktur modal yang mempunyai asumsi bahwa struktur modal perusahaan merupakan keseimbangan antara keuntungan penggunaan hutang dengan biaya financial distress (kesulitan keuangan) serta agency cost (biaya keagenan). Model ini disebut model trade-off karena struktur modal yang optimal didasarkan pada trade off (pertukaran) antara keuntungan dan kerugian penggunaan hutang. Hutang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak. Beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan sehingga laba sebelum pajak menjadi lebih kecil serta pajak yang dibebankan juga semakin kecil. Penggunaan hutang yang semakin besar juga akan mengarah pada kesulitan keuangan atau kebangkrutan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan kemungkinan besar akan timbul ketika sebuah perusahaan memasukkan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya. Perusahaan yang
19
bangkrut akan memiliki beban akuntansi dan hukum yang sangat tinggi dan juga mengalami kesulitan untuk mempertahankan para pelanggan, pemasok dan karyawannya. Biaya kebangkrutan menahan perusahaan menggunakan hutang pada tingkat yang berlebihan. Trade off theory memprediksi masing-masing perusahaan menyesuaikan secara perlahan-lahan ke arah debt ratio yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan atas penggunaan hutang dengan biaya kebangkrutan dan biaya modal, yang disebut static-trade off (Nuswandari, 2013). 5) Asymmetric Information Theory Atmaja (2008:261) mengungkapkan bahwa awal dekade 1960-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi yang tidak simetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Manajemen perusahaan akan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal karena adanya asymmetric information ini. Sartono (2011) menyatakan bahwa teori asimetrik ini sangat besar peranannya di dalam manajemen keuangan. Adanya informasi yang tidak simetrik antara insider dengan investor mengakibatkan kebijakan perusahaan direspon tidak seperti yang diharapkan. Sebagai contoh, penjualan saham perusahaan yang dilakukan untuk memperoleh tambahan dana guna membiayai investasi yang profitabel tidak selalu direspon secara positif oleh pasar. Pasar justru bereaksi negatif terhadap penjualan saham baru. Pasar mempunyai dua pandangan :
20
a.
Penjualan saham baru sebagai sinyal bahwa perusahaan kesulitan keuangan, struktur modalnya tidak baik dan ingin diperbaiki atau ingin meningkatkan debt capacity.
b.
Pasar menduga bahwa investor atau pemilik perusahaan ingin keluar dari bisnis, melakukan diversifikasi di bisnis yang lain. Hal ini dilakukan karena risikonya yang sudah terlalu tinggi. Dengan kata lain, investor baru mungkin curiga bahwa investor lama atau pemilik perusahaan ingin berbagi risiko dengan orang lain.
6) Signaling Theory Menurut Jama’an (2008) teori persinyalan mengemukakan bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal melalui laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi yang dapat menggambarkan seluruh kegiatan manajemen dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelola perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu memakmurkan pemilik (pemegang saham). Manajer dapat menggunakan hutang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih credible. Jika hutang meningkat, maka kemungkinan bangkrut akan semakin meningkat. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan terhukum misalnya reputasinya akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi manajer lagi (Hanafi, 2008:316). Perusahaan yang meningkatkan hutang dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut sebagai sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik sehingga hutang merupakan tanda atau sinyal positif.
21
Hanafi (2008:314) menyatakan bahwa konsep signaling dan asymmetric information berkaitan erat. Teori asimteri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar (investor). Hal inilah yang dikatakan bahwa terjadi asimetri informasi antara manajer dengan investor. Investor yang merasa
mempunyai
informasi
yang
lebih
sedikit,
akan
berusaha
menginterpretasikan perilaku manajer. Dengan kata lain, perilaku manajer, termasuk dalam hal menentukan struktur modal, bisa dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (investor).
2.3 Teori Keagenan Kodrat dan Herdinata (2009:14) menyatakan teori keagenan pada manajemen keuangan yang diajukan oleh Jensen dan Meckling menunjukkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship di dalam perusahaan. Hubungan keagenan muncul ketika satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen atau karyawannya. Hubungan ini muncul antara pemegang saham (shareholders) dengan para manajer dan antara pemegang saham dengan kreditur. Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimalkan kemakmuran
22
pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran pemegang saham sendiri. Terjadilah conflict of interest. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer,
pengeluaran
meminimalkan
untuk
membuat
tindakan-tindakan
suatu
manajer
yang
struktur
organisasi
yang
tidak
diinginkan,
serta
opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham. Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah
memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap
ditambah bonus kepemilikan perusahaan (saham perusahaan) jika kinerja para manajer tersebut bagus. Masalah keagenan ini dikemukan pertama kali oleh Fama (1986) yakni timbul
karena
pemisahan
antara
pemilik
(ownership)
dan
pengelola
(manager/agent). Agen dapat melakukan dua fungsi sebagai pengelola, yaitu sebagai enterpreneur serta sebagai risk bearer/ taker. Agen dapat melakukan suatu tindakan tidak terpuji (moral hazard), yakni memanfaatkan fasilitas perusahaan, atau mengambil risiko berlebih demi kepentingan pribadi (atas biaya pemilik). Pemilik dapat melakukan hal-hal berikut ini untuk mengurangi perilaku hazard ini oleh manajer : 1) perusahaan menggunakan hutang, dimana dengan
23
adanya hutang akan memaksa manajer menyediakan sejumlah arus kas untuk pembayaran hutang, 2) melakukan monitoring secara berkelanjutan, namun hal ini memiliki biaya monitoring, 3) memaksa perusahaan untuk selalu membagikan dividen tunai serta 5) memberikan hak kepada pengelola untuk memiliki saham (managerial ownership). Kodrat dan Herdinata (2009:15) menyatakan bahwa Jensen dan Meclikng mengidentifikasi ada dua cara untuk mengurangi masalah keagenan yaitu: 1) Investor luar melakukan pengawasan (monitoring) 2) Manajer
sendiri
melakukan
pembatasan-pembatasan
atas
tindakan-
tindakannya (bonding) Mekanisme monitoring yang mungkin dilakukan untuk mengurangi masalah agensi di perusahaan adalah pengawasan oleh dewan komisaris yang independen dari pihak manajemen, pasar corporate control melewati proses akuisisi, dan pemegang saham besar seperti institusi keuangan. Sedangkan, mekanisme bonding dapat dilakukan dengan cara memperkecil jumlah free cash flows (aliran kas bebas) sehingga peluang manajer untuk memperkaya diri sendiri semakin terbatas. Upaya mengurangi masalah agensi juga dapat dilakukan dengan cara meminta manajer meningkatkan kepemilikannya di perusahaan selain dengan mekanisme monitoring dan bonding.
24
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Atmaja (2008:273) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan tentang struktur modal adalah: 1) Kelangsungan hidup jangka panjang Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. 2) Konservatisme manajemen Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang yang konservatif pula (sedikit hutang) daripada berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang. 3) Pengawasan Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari pihak kreditor (misalnya, melalui kontrak perjanjian). Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan. 4) Struktur aktiva Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya, perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi.
25
5) Risiko bisnis Perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang lebih besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll. 6) Tingkat pertumbuhan Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya faktor asymmetric information serta kenyataan bahwa flotation cost berhutang lebih rendah daripada flotation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan pertumbuhan rendah. 7) Pajak Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan hutang.
26
8) Cadangan kapasitas peminjaman Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang di masa mendatang dengan biaya yang relatif rendah. Ini berarti perusahaan harus menggunakan hutang lebih sedikit dari yang disarankan oleh model MM. 9) Profitabilitas Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan.
2.5 Struktur Kepemilikan Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabelvariabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan dapat mempengaruhi keputusan sumber dana apakah melalui hutang atau right issue. Pendanaan yang diperoleh melalui hutang berarti rasio hutang terhadap ekuitas akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko. Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information).
27
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang klaim. Pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di pasar modal. Struktur kepemilikan adalah pendistribusian saham-saham perusahaan ke dalam kelompok-kelompok investor. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabelvariabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan ekuitas, tetapi ditentukan juga oleh persentase proporsi kepemilikan manajerial dan institusional. Manajer dalam kegiatan operasional perusahaan akan mengambil keputusan untuk kegiatan operasional perusahaan dan nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada direksi dan para pemegang saham perusahaan sebagai pemilik modal. Pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Managerial ownership atau internal ownership Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan direksi dan manajer. 2) External ownership Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan diluar pihak insiders perusahaan.
28
3) Institution ownership Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Menurut Jensen, kepemilikan manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat kepemilikan manajerial akan semakin baik kinerja perusahaan. Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaligus adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham perusahaan akan menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial yaitu manajer tidak ikut sebagai pemegang saham kemungkinan akan mementingkan kepentingannya sendiri. Kepemilikan manajerial pada level yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Masalah keagenan akan semakin berkurang apabila manajemen juga sebagai pemegang saham sehingga pemilik perusahaan tidak akan terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard) karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama antara manajemen dan pemegang saham. Semakin besar jumlah kepemilikan manajerial, maka akan semakin kecil konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer.
29
2.6 Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan merupakan rasio pertumbuhan yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan struktur modal, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan diharapkan akan semakin besar apabila aset yang dimiliki perusahaan meningkat. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Kepercayaan pihak luar (kreditor) yang besar terhadap perusahaan, maka akan meningkatkan proporsi hutang daripada modal sendiri dalam struktur modal perusahaan. Hal ini didasarkan pada jaminan aset yang dimiliki perusahaan sehingga kreditor sangat yakin bahwa dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dapat dijamin oleh aset perusahaan tersebut.
30
Setiap perusahaan akan berusaha mencapai pertumbuhan yang tinggi setiap tahunnya, karena pertumbuhan perusahaan memberikan gambaran perkembangan perusahaan yang terjadi. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal rendah. Ghahroudi et al. (2010) menyatakan bahwa kinerja aset biasanya digunakan untuk membandingkan kinerja satu perusahaan dari waktu ke waktu. Perusahaan yang memiliki kinerja aset yang baik adalah salah satu kriteria untuk menentukan apakah suatu perusahaan dianggap sebagai investasi yang baik. Analis menggunakan metrik seperti siklus konversi kas, pengembalian rasio aset dan rasio perputaran aset untuk membandingkan dan menilai kinerja aset tahunan perusahaan (pertumbuhan aset). Peningkatan kinerja aset menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah aset yang sama atau memperoleh pengembalian dalam jumlah yang sama dengan menggunakan aset yang lebih sedikit.
31
2.7 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Nilai Perusahaan Teori keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan antara kedua pihak. Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen ini akan menimbulkan masalah keagenan yang sering disebut dengan agency problem. Kepemilikan manajerial kemudian digunakan sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi masalah keagenan. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham dimana pemegang sahamnya berasal dari pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah keagenan karena manajer akan merasakan langsung akibat dari keputusan yang diambilnya sehingga manajerial tidak melakukan tindakan yang hanya menguntungkan manajer. Dengan demikian, kepemilikan manajerial merupakan insentif bagi para manajer dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga akan meminimumkan biaya keagenan. Manajer yang diberikan kesempatan untuk memiliki saham perusahaan diharapkan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan bertindak sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan Penelitian untuk mengetahui hubungan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), mengemukakan bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka manajemen cenderung akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya perusahaan. Penelitian
32
yang dilakukan oleh Sulong et al. (2013) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dilakukan oleh Rizqia et al. (2013) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mendukung peran kepemilikan saham manajemen untuk menyelaraskan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Penelitian Wahyudi dan Hartini (2006) menunjukkan struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan. Penelitian Wardani dan Sri (2011) menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial pengaruhnya tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.8 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan dengan Nilai Perusahaan Pertumbuhan perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan karena dari sudut pandang investor hal tersebut merupakan sinyal positif dan perkembangan yang baik bagi sebuah perusahaan. Menurut Frensidy dan Setyawan (2007) pertumbuhan
perusahaan
menunjukkan
apakah
suatu
perusahaan
akan
berkembang ataukah tidak pada industrinya. Idealnya semua perusahaan harus terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Semakin tinggi pertumbuhan suatu perusahaan maka kemampuannya dalam produksi, penjualan, maupun laba juga akan meningkat. Pertumbuhan suatu perusahaan akan memiliki dampak yang
33
menguntungkan karena investor mengharapkan rate of return dari investasi yang dilakukan. Perusahaan yang terus tumbuh umumnya akan memiliki prospek yang baik, hal ini tentu akan direspon positif oleh para investor sehingga akan berpengaruh pada peningkatan harga saham. Hal ini berarti pertumbuhan perusahaan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaaan, dimana semakin baik pertumbuhan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai hubungan pertumbuhan perusahaan dengan nilai perusahaan yaitu Sofyaningsih dan Pancawati (2011) yang menemukan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006). Sedangkan Kesuma (2009) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.9 Hubungan Struktur Modal dengan Nilai Perusahaan Struktur modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan tersebut
ditetapkan
oleh
manajemen
perusahaan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Teori mengenai struktur modal telah banyak berkembang terutama kaitannya terhadap nilai perusahaan, MM awalnya berpendapat bahwa penggunaan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan karena adanya kemungkinan proses arbitrase yang akan membuat nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang maupun menggunakan hutang, akhirnya sama. Pendapat ini berubah ketika MM mempertimbangkan adanya pajak. Pajak
34
penghasilan
perusahaan
akan
menyebabkan
penggunaan
hutang
dapat
meningkatkan nilai perusahaan, karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak Berdasarkan teori persinyalan penggunaan hutang memberikan sinyal positif pada pasar. Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa datang, sehingga akan berdampak pada peningkatan harga saham yang merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Penggunaan hutang yang terlampau besar juga tidak dapat dibenarkan karena pada tingkat tertentu penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, seperti apa yang disebutkan dalam teori trade off bahwa penggunaan hutang yang terlampau besar akan menimbulkan biaya kebangkrutan yang tinggi pula. Untuk menjelaskan hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan mengacu pada beberapa penelitian yaitu Wardani dan Sri (2011) yang menemukan hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Pancawati (2011). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Rizqia et al. (2013) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan antara financial leverage dengan nilai perusahaan. Sulong et al. (2013) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara leverage dengan firm performance.