5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel, 1983:15). Sedangkan menurut Gagne dalam Dahar (1989:11) belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Dengan belajar tindakan perilaku siswa akan berubah ke arah yang lebih baik. Berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar. a) Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi dalam, sikap misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar baik individu maupun dalam kelompok. b) Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (guru, teman, masyarakat, dan keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial (gedung, sekolah, tempat tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belaj Untuk mendapatkan pengertian yang objektif tentang belajar, maka dibawah ini beberapa pendapat ahli psikologi,
khususnya ahli psikologi
pendidikan tentang balajar sebagai berikut: Tabrani Ruyan (2006) menyatakan bahwa:
belajar
adalah suatu proses
perubahan individu melalui interaksi dengan lingkungan, sedangkan
Oemar
Hamalik dalam Darmawati (2006) memberikan defenisi belajar sebagai berikut: “ Belajar adalah suatu perbuatan atau perubahan dalam diri seseorang yang 5
6
dinyatakan dalam bertingkah laku berkat pengalaman latihan” Kemudian Slameto (1995) menyatakan bahwa:
“Belajar
adalah
suatu proses
usaha
yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya interaksi
dengan
lingkungannya.”
Selanjutnya
sendiri Rahadi
dalam (2003)
mengemukakan hal yang senada bahwa “ Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah prilakunya.” Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam proses perubahan tingkah laku yang merupakan hasil pengalaman sendiri, latihan dan kemampuan berinteraksi dengan diatas
lingkungan baik
itu
sendiri.
Dari
pengertian
pernyataan
mengenai
yang
prestasi
telah dikemukakan maupun pengertian
mengenai belajar, maka prestasi dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dicapai setelah melakukan kegiatan belajar, hal ini sama seperti yang diungkapkan
oleh Mappa
(1972), mengemukakan bahwa Prestasi belajar
adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu menggunakan tes standar
dengan
sebagai alat pengukur keberhasilan belajar
seseorang.Hal demikian penguasan pengetahuan dan keterampilan merupakan wujud dari prestasi belajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar tergantung pada
tingkat
penguasaan
materi
pelajaran kurang maka prestasi belajar
yang dicapai kurang atau rendah, demikian
pula sebaliknya, bila tingkat
penguasaan terhadap materi pelajaran tinggi, maka prestasi belajar pun tinggi. 2.1.2
Hasil belajar Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukur yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan , maupun tes perbuatan (Sudjana, 1991). Hasil belajar merupakan suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar (Nasution dalm Iskandar, 2009:128).
7
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang yang belajar. Orang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan motorik atau penguasaan nilai-nilai sikap (Udin Winaputra:25). Hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukur yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan , maupun tes perbuatan pada materi mengurutkan bilangan sederhana 2.1.3. Pengertian Matematika 2.1.3.1 Belajar matematika Istilah matematika berasal dari kata latin Mathematica yang diambil dari bahasa Yunani mathematike yang artinya bertalian dengan pengetahuan. Asal katanya mathema yaitu ilmu, dan pada hakekatnya matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan struktur-struktur dan hubunganyan yang teratur menurut aturan yang logis. Ide-ide dan struktur dalam matematika merupakan konsep abstrak yang tersusun secara hieraskis dan deduktif, Hamri (2004:6). Menurut James (Setijadi, 1992:120) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk , susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan lainya, yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Setijadi (1992:120). Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, matematika diperlukan untuk kehidupan sehari-hari,untuk perkembangan IPA dan untuk perkembangan teknologi, Sigit Muryono (1993:220). Matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan ide-ide berupa konsep abstrak yang tersusun secara teratur yang penalaranya deduktif. Sehingga belajar matematika memerlukan suatu kegiatan mental yang tinggi yang harus dilakukan secara berharap dan berkesinambungan. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan evaluasi berupa tes, yang dimaksudkan adalah hasil belajar yang
8
dicapai siswa dalam studi tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan seorang siswa. Hasil belajar matematika adalah merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar matematika dilihat dari segi perubahan dan segi kemajuan yang telah terjadi pada kognitif, afektif dan keterampilan yang ditemukan melalui evaluasi tertentu. Dari uraian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang sudah terstuktur dan tertata rapi yang tumbuh dan berkembang melalui proses pemikiran manusia guna untuk kepentingan sehari-hari. 2.1.3.2 Karakteristik pembelajaran matematika a. Pembelajaran Matematika dilakukan secara berjenjang. Dimulai dari konsep sederhana bergerak ke konsep yang lebih sukar. Berawal dari hal konkret bergerak ke semi konkret beralih ke semi abstrak dan berakhir pada abstrak. b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Konsep baru diperkenalkan dengan mengaitkannya pada konsep yang telah dipahami peserta didik. Hal ini merupakan prinsip ”Belajar Bermakna” atau belajar dengan pemahaman. Konsep baru merupakan perluasan dan pendalaman konsep sebelumnya. c. Pembelajaran Matematika menekankan penggunaan pola deduktif Yaitu memahami suatu konsep melalui pemehaman definitif umum kemudian ke contoh-contoh. Di sekolah dasar ditempuh pola pendekatan induktif yaitu mengenal konsep melalui contoh-contoh. Hal ini disebabkan alasan psikologis yaitu peserta didik sekolah dasar masih pada tingkat berpikir konkret. d.
Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi Yaitu suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan sebelumnya yang sudah dianggap benar.
2.1.3.3 Tujuan pembelajaran matematika Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
9
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.3.4 Ruang lingkup pembelajaran matematika Mata pelajaran matematika di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut a. Bilangan b. Geometri dan pengukuran c. Pengolahan data 2.1.3.5 Pendekatan pembelajaran matematika a. Pendekatan Belajar Aktif Pendekatan belajar aktif adalah pembelajaran yang menekankan aktivitas peserta didik secara fisik, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajr yang maksimal, bik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. b. Pendekatan Terpadu Pendekatan terpadu dimaksudkan agar peserta didik dapat mengetahui konsep dari beberapa mata pelajaran yang dapat memberikan pengertian kebermaknaan dari konsep yang bersangkutan. Pengertian kebermaknaan nilah yang dapat menyebabkan peserta didik memahami suatau konsep secara mantap.
10
c. Pendekatan kontruktivisme Pendekatan matematika secara kontruktivisme merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran di kelas melalui tiga fase yaitu fase ekplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Melalui tiga fase tersebut peserta didik dibimbing membentuk pemahamannya. Selanjutnya peserta didik dikatakan memahami matematika secara bermakna apabila ia memahami secara konseptual dan prosedural. Kebermaknaan pemahaman tersebut akan dapat dicapai melalui pembelajran konstrutifis. d. Pendekatan Realistik Pendekatan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi peserta didik, menekankan ketrmapilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pad akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara indvidual maupun kelompok. 2.1.4
Media Kartu Bilangan Kata media berasal dari bahasa Latin Medius, yang berarti “ tengah “, “ perantara”, atau “ pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan ( Djamarah dan Zain 1996 ). Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik ( siswa ) memperoleh pengetahuan ataupun keterampilan. Dalam proses pembelajaran media mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan dapat disederhanakan dan keabstrakkan dapat dikonkritkan dengan adanya media. Teori Bruner berkaitan dengan perkembangan mental yaitu kemampuan mental anak berkembang secara bertahap mulai dari yang sederhana ke yang rumit, mulai dari yang mudah ke yang sulit, dan mulai dari yang nyata ( konkrit ) ke yang abstrak ( Gatot Mohsetyo dkk 2007 : 1.12 ). Dalam pembelajaran
11
Matematika, Bruner (1982 ) menyatakan pentingnya tekanan pada peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan trampil menemukan pola ( pattern ) dan menghubungkan / keterkaitan ( relations ) Sehubungan dengan hal tersebut maka media pembelajaran akan sangat membantu siswa untuk menemukan konsep- konsep dasar matematika Menurut Sardiman ( 1994: 203 ) peranan media dalam proses pembelajaran adalah : 1. menghemat waktu belajar, 2. memudahkan pemahaman, 3. meningkatkan perhatian siswa, 4. meningkatkan aktifitas siswa, 5. mempertinggi daya ingat siswa. Sedangkan Nana Sudjana ( 2001 : 2-3 ) mengungkapkan bahwa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada giliranya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar siswa. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nana Sudjana, S Sadiman ( 1996: 16 ) menerangkan kegunaan media pembelajaran sebagai berikut. 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. 3. Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik 4. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan sifat dan pengalaman yang ada pada siswa. Anjuran penggunaan media dalam pembelajaran terkadang sukar dilaksanakan hal ini disebabkan dana yang terbatas untuk menyediakannya. Menyadari akan hal itu, disarankan agar guru tidak memaksakan diri untuk membeli bahan atau media yang dibutuhkan untuk pembelajaran. Guru disarankan untuk membuat media pembelajaran yang sederhana selama menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Cukup banyak bahan mentah untuk keperluan pembuatan media pembelajaran jika guru mempunyai kemauan untuk
12
berkreasi dan berinovasi. Untuk tercapainya tujuan pembelajaran tidak mesti dilihat dari kemahalan suatu media, yang sederhana pun bisa mencapainya apabila guru pandai menggunakannya. Guru yang pandai menggunakan media adalah guru yang bisa memanipulasi media sebagai sumber belajar dan sebagai penyalur informasi dari bahan yang disampaikan pada siswa pada pembelajaran. Dilihat dari bahan pembuatannya media dibedakan menjadi dua. 1. Media Sederhana Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit. 2. Media Kompleks Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaanya memerlukan keterampilan yang memadai. Dalam penelitian ini peneliti memilih media sederhana berupa kartu bilangan untuk membantu siswa kelas 1 dalam pembelajaran matematika tentang mengurutkan sekelompok bilangan dengan pola tertentu. Kartu bilangan termasuk media sederhana yang dengan mudah dapat disediakan oleh guru. Dengan kertas manila, kertas karton, bahkan kardus bekas guru dapat membuat potongan – potongan kecil yang ditulisi lambang bilangan tertentu. Akan lebih menarik lagi apabila guru dapat memodifikasi bentuk maupun warnanya. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa media kartu bilangan adalah wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan sederhana yang mendeskripsikan wujud bilangan konkrit dan umumnya dimanipulasi menggunakan kertas. Langkah-langkah penggunaan media kartu bilangan dalam pembelajaran matematika materi mengurutkan bilangan sebagai berikut: 1) Menyiapkan media kartu bilangan sebanyak jumlah kelompok siswa, tiap set terdiri dari dari kartu bilangan berurutan 1 sampai dengan 50 2) Membentuk kelompok belajar, tiap kelompok terdiri dari 2-3 siswa. 3) menjelaskan tujuan penggunaan media kartu bilangan 4) mendemonstrasikan cara menggunakan media kartu bilangan 5) menyusun 10 kartu bilangan secara acak di tiap kelompok
13
6) Setiap kelompok bertugas mengurutkan kartu bilangan yang telah diacak 7) Kelompok yang berhasil menyusun kartu bilangan dengan urutan yang benar diberikan penguatan, kelompok yang belum berhasil diberikan koreksi seperlunya. 8) Setiap individu diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah secara berulangulang sampai benar-benar memahami urutan bilangan. 9) Penilaian dengan dua teknik yaitu tes tertulis dan unjuk kerja. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Tabel 1 Kajian Penelitian yang Relevan Nama Peneliti
Judul
Hasil Penelitian
Nur Azizah
Efektivitas Media Kartu Jam untuk Pembelajaran
(2009)
Meningkatkan
Hasil
menggunakan
Belajar media kartu jam:
Matematika Materi Satuan Waktu
-
meningkatkan
ketuntasan
pada Siswa Kelas III SDN Kesesi 05
belajar dari semula hanya
Kabupaten
24,67 % menjadi 75,26 %.
Pekalongan
Tahun
Pelajaran 2009/2010
-
Meningkatkan nilai rerata dari 56,54 menjadi 73,15
Lailatul Ulfa
Penggunaan
(2010)
Bilangan
Media
untuk
Kartu Pembelajaran
menggunakan
Meningkatkan media kartu bilangan:
Hasil Belajar Matematika Materi
-
meningkatkan
ketuntasan
Bilangan pada Siswa Kelas I SDN 01
belajar dari semula hanya
Siwalan
34,92 % menjadi 78,34 %.
Kabupaten
Pekalongan
Tahun Pelajaran 2009/2010
-
Meningkatkan nilai rerata dari 57,45 menjadi 75,23.
2.2. Kerangka Pikir Berdasarkan kajian teori, maka peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai berikut: Pembelajaran matematika kompetensi mengurutkan bilangan siswa kelas I semester 2 pada tahap prasiklus, peneliti belum menggunakan media yang menarik sehingga hasil belajar siswa dan kualitas pembelajaran relatif rendah. Pada tahap siklus I, peneliti sudah menggunakan media kartu bilangan sehingga hasil belajar dan kualitas pembelajaran meningkat ( dua indikator keberhasilan tercapai). Peneliti melanjutkan tindakan pada tahap siklus II dengan menambah
14
jumlah media yang digunakan untuk pembelajaran. Pada tahap ini diperoleh peningkatan hasil belajar dan kualitas pembelajaran yang optimal. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga pembelajaran matematika kompetensi mengurutkan bilangan siswa kelas I semester 2 menggunakan media kartu bilangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kondisi Awal
Pembelajaran belum menggunakan media kartu bilangan
hasil belajar siswa rendah
SIKLUS I TINDAKAN
Pembelajaran sudah menggunakan media kartu bilangan
SIKLUS II
Kondisi Akhir
Diduga pembelajaran Matematika menggunakan media kartu bilangan dapat meningkatkan hasil belajar matematika
2.3. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir, diduga penggunaan media kartu bilangan dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas I semester 2 SDN Simbangdesa 01 Kecamatan Tulis Kabupaten Batang tahun pelajaran 2011/2012.