BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN ASET TETAP Dalam Standar akuntansi keuangan disebutkan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa aset tetap mempunyai beberapa karakteristik yaitu: 1. Aset tetap diperoleh untuk digunakan dalam operasional suatu entitas dan tidak dimaksudkan untuk dijual. 2. Secara umum aset tetap memiliki masa manfaat yang cukup lama, biasanya beberapa tahun dan disusutkan selama masa manfaat tersebut 3. Aset tetap secara fisik dapat dilihat bentuknya. Aset tetap biasanya merupakan komponen aset yang nilainya paling besar dalam suatu neraca keuangan. Hal ini menjadikan penyajian dan pengungkapan aset tetap dalam laporan keuangan menjadi sangat penting.
8
B. ASET TETAP PADA AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK Aset Tetap Milik Pemerintah atau yang biasa disebut sebagai Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan yang sah.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap
barang yang sumber pembeliannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
masuk dalam ruang lingkup Barang Milik Negara, termasuk
didalamnya adalah Barang Milik Negara yang diperoleh dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, makna dari perolehan lainnya yang sah adalah sebagai berikut: a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. Barang yang diperoleh bedasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengertian barang dalam Barang Milik Negara memiliki pengertian sebagai suatu bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai. Tidak termasuk dalam Barang Milik Negara adalah uang, surat berharga, investasi dan piutang. Untuk menjamin sasaran pengelolaan Barang Milik Negara maka pengelolaan Barang Milik Negara harus dilaksankan berdasarkan asas-asas
9
tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa asas-asas tersebut adalah: a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan Barang Milik Negara yang dilaksankan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing; b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan Barang Milik Negara harus
dilaksankan
berdasarkan
hukum
dan
peraturan
perundang-undangan; c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Negara harus transaparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar; d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan Barang Milik Negara diarahkan agar Barang Milik Negara/Daerah digunakan sesuai batasan-batasanstandar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenngaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah secara optimal; e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan Barang Milik Negaraharus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat; f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan Barang Milik Negara harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang
10
dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang
Milik
Negara/Daerah
serta
penyusunan
neraca
pemerintah.
C. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (PSAP) 07 1. Definisi dan Klasifikasi Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan
untuk
digunakan,
dalam
kegiatan
pemerintah
atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah hak atas tanah dan aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatakan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (suplies). Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktifitas operasi entitas. Aset tetap dalam entitas pemerintah diklasifikasikan sebagai berikut:
11
a. Tanah Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. b. Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. c. Gedung dan Bangunan Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. d. Jalan Irigasi dan Jaringan Jalan Irigasi dan Jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan /atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. e. Aset Tetap Lainnya Aset tetap lainnya mencakup seluruh aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
12
f. Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
2.
Pengakuan Berdasarkan PSAP Nomor 7, aset tetap diakui pada saat manfaat
ekonomi masa depan diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut: a. Berwujud; b. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; c. Biaya peroleh aset dapat diukur secara andal; d. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan e. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pengakuan aset tetap akan dapat diandalkan apabila aset tetap telah terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor.Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan
13
bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
3.
Pengukuran Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset
tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
14
dimaksudkan. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a. Biaya persiapan tempat; b. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost); c. Biaya pemasangan (instalation cost); d. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan e. Biaya konstruksi. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. Aset tetap yang diperolehan secara gabungan, pertukaran aset dan dari donasi, biaya perolehannya diatur sebagai berikut: a. Biaya perolehan aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. b. Nilai perolehan aset yang diperoleh dari pertukaran diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai yang tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang ditransfer/diserahkan.
15
c. Aset yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Kapitalisasi biaya tersebut harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria sebagaimana
disebutkan
dan/atau
suatu
batasan
jumlah
biaya
(capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas. Pemerintah tidak mengharuskan untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumalh unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
16
Aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan datang. Aset teatap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
4.
Pengungkapan Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing
jenis aset tetap sebagai berikut: a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount). b. Rekonsiliasi jumlah tarcatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: 1) Penambahan; 2) Pelepasan; 3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 4) Mutasi aset tetap lainnya c. Informasi penyusutan meliputi: 1) Nilai penyusutan; 2) Metode penyusutan yang digunakan; 3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode;
17
Selain itu laporan keuangan juga harus mengungkapkan : a. Eksistensi dan batasan hak milik aset tetap; b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap; c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; d. Jumlah komitmen untuk akuissi aset tetap. Jika aset tetap dicatat pada jumlah nilai yang dinilai kembali, maka hal-hal berikut harus diungkapkan: a. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap b. Tanggal efektif penilaian kembali c. Jika ada, nama penilai independen d. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menetukan biaya pengganti e. Nilai tercatat setiap jenis aset tetap. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud.
D. SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT Berdasarkan PMK Nomor 171 tahun 2007 tentang Sistem Akuntnasi dan Pelaporan Keuangan, Tujuan SAPP Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) bertujuan untuk:
18
a.
Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterima secara umum;
b.
Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c.
Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
d.
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
Ciri-Ciri Pokok SAPP a.
Basis Akuntansi Sampai dengan tahun 2013, pemerintah menerapkan basis akuntansi yang mengkombinasikan antara basis kas dengan basis akrual dengan nama Cash Toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi
19
Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. b.
Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.
c.
Dana Tunggal Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d.
Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
e.
Bagan Akun Standar SAPP menggunakan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.
f.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam melakukan
pengakuan,
penilaian,
20
pencatatan,
penyajian,
dan
pengungkapan
terhadap
transaksi
keuangan
dalam
rangka
perencanaan, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban, akuntansi, dan pelaporan keuangan. Tabel 2.1 Kerangka Umum SAPP
DJKN SAPP
SAI
SAK
SA-BUN
SA-UP&H
SiAP
SIMAK-
SA-IP
SA-PP
SA-TD
SA-BSBL
SA-BL
SA-TK
BMN
SAKUN
SAU
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari: a.
Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1.
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), terdiri dari: a. Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN); b. Sistem Akuntansi Umum (SAU).
21
2.
Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UP&H);
3.
Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP);
4.
Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP);
5.
Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD);
6. Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP);
b.
7.
Sistem Akuntansi transaksi khusus;
8.
Sistem Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL).
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Kementerian
Negara/Lembaga
melakukan
pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan. Dalam pelaksanaan SAI, Kementerian Negara/Lembaga membentuk unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang. Unit akuntansi keuangan terdiri dari: 1. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA); 2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran - Eselon1 (UAPPAE1); 3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran - Wilayah (UAPPA-W); 4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA).
22
Unit akuntansi barang terdiri dari: 1. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB); 2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon1 (UAPPB-E1); 3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W); 4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).
E. MANAJEMEN BARANG MILIK NEGARA Istilah pengelolaan erat kaintannya dengan manajemen. George R. Terry dalam Burhanudin (2009) menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) planning atau perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau pelaksanaan/penggerakan dan (4) Controlling atau pengendalian.
Manajemen
aset
merupakan
upaya
pemberdayaan
(empowerment) dan pengembangan/pembangunan (develompment) aset yang bertujuan untuk menciptakan nilai (Nasution, 2013). Paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset negara. Pengelolaaan aset negara yang profesional dan modern dengan mengedepankan good governance di satu sisi diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat. Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang
Milik
Negara/Daerah
yang
telah
mendapatpenyempurnaan dengan Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 maka pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi:
23
1. Perencanaan kebutuhan dan penggaran 2. Pengadaan 3. Penggunaan 4. Pemanfaatan 5. Pengamanan dan pemeliharaan 6. Penilaian 7. Penghapusan 8. Pemindahtanganan 9. Penatausahaan 10. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian Setelah terbitnya peraturan pemerintah tersebut maka telah diterbitkan peraturan peraturan lain oleh Menteri Keuangan dalam rangka pengelolaan barang milik negara, antara lain: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tatacara
Penggunaan,
Pemanfaatan,
Penghapusan
dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara berupa Rumah Negara.
24
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.06/2012 tentang Penerapan Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat. Pada tahun 2014 telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan ini menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. Pokok – pokok perbedaan antara Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 antara lain sebagai berikut: 1. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 mengatur tentang pemusnahan BMN yang sebelumnya belum di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. 2. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain, misalnya singkronisasi dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran. 3. Penguatan dasar hukum pengaturan, misalnya pemberian dasar hukum asuransi Barang Milik Negara. 4. Penyederhanaan birokrasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 diatur adanya pendelegasian wewenang dalam proses penatausahaan BMN, antara lain dalam proses penetapan satus penggunaan dan penghapusan BMN.
25
5. Pengembangan manajemen aset negara. Pengembangan manajemen aset negara yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
2014
berupa
penambahan siklus pemusnahan BMN, perluasan cakupan pengelolan BMN khusnya tukar menukar aset dan hibah BMN. 6. Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 di atur tentang bagaimana perlakuan terhadap pemanfaatan BMN yang belum sesuai dengan ketentuan peraturan yang sudah berlaku namun sudah terlanjur terjadi.
F. TINJAUAN PENELITIAN SEBELUMNYA Beberapa penelitian sebelumya mengenai analisis sistem akuntansi aset tetap pada sektor publik antara lain: Auliana (2012) melakukan analisis tentang penerapan akuntansi aset tetap pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tanjungpinang.
Analisis yang dilakukan membandingkan antara
penyajian aset tetap dalam laporan keuangan dengan PSAP Nomor 7. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan akuntansi aset tetap pada BPBD Kota Tanjung Pinang telah sesuai dengan PSAP Nomor 7 dalam hal pendefinisian, pengakuan dan pengukuran, namun pengungkapanya belum sesuai.
26
Faiza
Hilmah
(2013)
melakukan
analisis
pelaksanaan
penatausahaan dan akuntansi aset tetap pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Padang. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan proses bisnis akuntansi dengan ketentuan yang berlaku. Hasil penelitiannnya adalah penerapan penatausahaan dan akuntansi aset tetap pada DPKA Kota Padang belum sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dikarenakan keterbatasan SDM. Muhammmad Reza (2013) dalam penelitiannya pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Sosial Karya Wanita Harapan Palembang menyebutkan bahwa penerapan akuntansi aset tetap pada UPTD Panti Sosial Karya Wanita Harapan Palembang telah sesuai dengan PASP Nomor & dalam hal penilaian, pengakuan dan penyajian aset tetap, namun penyusutan aset tetap dalam entitas tersebut belum sesuai dengan PSAP Nomor 7. Tri Septiana (2011) melakukan analisis akuntansi aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungo
berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintah. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penerapan akuntansi pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungo belum sesuai dengan Standar Akuntnasi Pemerintah. Winda Puspita Sari (2011) meneliti tentang penerapan akuntansi keuangan daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang. Dalam penelitiannya dilakukan analisis atas penerapan peraturan tentang pengelolaan keuangan dan standar akuntansi pemerintah dibadingkan
27
dengan penerapannya di lapangan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan akuntansi keuangan pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Alicia Adriatin (2009) meneliti tentang manajemen aset tetap dan penerapan sistem akuntansi BMN pada BLU RSCM Jakarta. Penelitian dilakukan dengan membandingkan proses akuntansi dan manajemen BMn yang dilakukan oleh BLU RSCM Jakarta dengan peraturan dan standar akuntansi yang berlaku. Hasil dari penelitian tersebut adalah belum sesuainya penerapan penyusutan dan pengungkapan aset tetap dengan standar akuntansi pemerintah.
G. KERANGKA PEMIKIRAN Sejalan dengan proses reformasi Birokrasi yang dilakukan oleh Pemerintah, salah satu sektor yang harus diperbaiki dalam proses reformasi birokrasi adalah akuntabilitas keuangan negara. Salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk menilai keberhasilan perbaikan akuntabilitas keuangan negara adalah perbaikian opini Laporan Keuangan Pemerintah. Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah Republik Indonesia telah menargetkan agar seluruh Kementerian/Lembaga memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Periksa Keuangan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2014. Salah
satu
kendala
Kementerian/Lembaga
dalam
adalah
pencapaian
permasalahan
28
opini
WTP
penatausahaan
oleh aset.
Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan salah satu Kementerian Yang belum memperoleh opini WTP dari BPK. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah permasalahan aset.
Untuk itu penulis tertarik
untuk menganilis penerapan akuntnasi aset tetap pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam melaksanakan penatausahaan dan pencatatan aset negara, entitas pemerintah diatur oleh 3 paket Undang-Undang Keuangan Negara. Untuk menindaklanjuti terbitnya Undang-Undang tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai Peraturan Pemerintah, salah satunya tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah terbaru diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010. Pengaturan lebih detail tentang standar akuntansi pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal yang menangani permasalahan terkait.
29
Tabel 2.2 Hirarki Peraturan Bidang Pengelolaan Aset Negara
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan
Perdirjen Terkait
Peraturan Masingmasing K/L
Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi yang terjadi dalam proses akuntansi aset dalam entitas pemerintah, perlu dilakukan pengkajian tentang praktek akuntansi aset di lapangan dengan peraturan yang mengatur. Hal ini penting sebagai upaya untuk memberikan masukan terhadap perbaikan proses penerapan akuntansi oleh pemerintah maupun perbaikan proses penerapan akuntansi bagi entitas pemerintah.
30