BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Hakikat Terjemahan dan Jenis Terjemahan
2.1.1 Hakikat Terjemahan Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan (science of translation). Namun, kata “ilmu”
di sini berarti teori,
metode, teknik dan bukannya ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mengingat linguistik terjemahan adalah bagian dari ilmu linguistik atau lebih tepatnya cabang dari linguistik aplikasi / lingustik terapan. Menurut Moentaha (2006:9) ada dua pengertian yang menyangkut kata “terjemahan” yakni proses dan hasil / analisis sintesis. Pertama, terjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa (analisis) yang hasilnya merupakan teks terjemahan (sintesis). Kedua, terjemahan kegiatan manusia itu. Hasil
hanya sebagai hasil saja dari proses
itu kita sebut teks terjemahan, misalnya jika kita
mengatakan :”Belum lama ini terbit terjemahan Soneta Shakespeare. Ini adalah karya terjemahan yang paling baik yang pernah saya baca” . Selanjutnya G.Jager (11:194) mengungkapkan proses terjemahan
adalah
transformasi teks dari satu bahasa ke teks bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi, terjemahan adalah jenis transformasi antar bahasa yang berbeda dengan jenis transfortasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri, jenis yang terakhir ini disebut juga transfortasi terjemahan merupakan hubungan riil
8
yang ada antar teks dalam berbagai bahasa, sedangkan transformasi gramatikal adalah transformasi struktur gramatikal ujaran tanpa mengganti komponen - komponen leksikalnya. Dalam proses transformasi terjemahan, kita selalu berhadapan dengan dua teks – teks bahasa asli dan teks bahasa terjemahan. Timbul pertanyaan, kalimat bahasa Indonesia :
apa dasarnya, kita bisa mengatakan, bahwa kalimat bahasa
Inggris: My uncle live in Jakarta adalah terjemahan kalimat bahasa Indonesia : Pamanku tinggal di Jakarta, sedangkan kalimat bahasa Indonesia :” Saya belajar di sebuah Institut” tidak merupakan terjemahan kalimat bahasa Inggris tersebut di atas. Tampaknya, tidak semua penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks dalam bahasa lain merupakan terjemahan. Untuk dapat disebut terjemahan, teks dalam bahasa A harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks dalam bahasa B. dengan kata lain, dalam memindahkan informasi dari sistem bahasa yang satu ke sistem bahasa yang lain harus dipertahankan isi informasi teks asli. Proses penerjemahan bisa berlangsung berkat adanya satuan - satuan bahasa : morfem (satuan bahasa terkecil), kata, rangkaian kata – kata (tunggal dan majemuk) dan teks / wacana (satuan bahasa terbesar). Setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua sisi / tingkat (level) : tingkat pengungkapan (level of expression) dan tingkat isi (level of content). Berbagai bahasa mempunyai satuan-satuan yang berlainan tingkat pengungkapannya, tapi sama pada tingkat isinya. misalnya, kalimat bahasa Inggris : This is a chair
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Ini (adalah) meja, yang berbeda tingkat pengungkapannya (bentuknya), tapi sama pada tingkat isinya (maknanya). Dalam proses terjemahan selalu
ada dua teks yang pertama disusun
berdasarkan pada tingkat isi kedua, sedangkan yang kedua disusun berdasarkan pada tingkat isi yang pertama. Teks yang pertama disebut teks asli, sedangkan teks kedua disebut teks terjemahan. Bahasa, yang teksnya merupakan teks asli, disebut bahasa sumber (source languange) atau bahasa pemberi, sedangkan bahasa, yang teksnya merupakan teks terjemahan disebut bahasa sasaran atau bahasa target. Dengan demikian, dapat dirumuskan
bahwa terjemahan
adalah
proses
pergantian dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah tingkat isi teks bahasa dalam bahasa sasaran. Namun, dari awal perlu ditekankan di sini, bahwa pengertian “tingkat isi” harus dipahami secara maksimal, yakni tidak hanya yang menyangkut arti dasar (material meaning), ide atau konsepsi yang terkandung dalam teks bahasa sasaran yaitu berupa norma – norma bahasa, seperti makna leksikal, makna gramatikal, nuansa stilistik / nuansa ekspresif. lebih jelasnya bahwa kepatuhan pada norma - norma bahasa tesebut dalam penerjemahan merupakan kewajiban yang tidak boleh dilanggar oleh penerjemah, kendati dia bebas memilih sarana yang satu, maupun yang lain dalam melakukan kegiatan terjemahan dengan prosedur tetap mempertahankan semua informasi yang terkandung dalam teks bahasa sasaran. Misalnya pengungkapan informasi dalam teks asli menggunakan sarana gramatikal, tapi tetap disampaikan dalam teks terjemahan dengan bantuan sarana leksikal kalimat bahasa seperti dalam kalimat bahasa Inggris : She had been rather pretty dipakai
sarana gramatikal - kala pluperfektum (past perfect tense) yang tidak ada dalam sistem gramatikal bahasa Indonesia, sehingga penerjemahannya menggunakan sarana leksikal : ‘Dia dulu pernah begitu cantik’. Penggantian sarana gramatikal dengan sarana leksikal dalam penerjemahan mungkin tidak terjadi, jika teks menyampaikan semua informasi yang ada dalam teks bahasa sasaran, termasuk sarana gramatikalnya.
2.1.2 Jenis Terjemahan Roman Jacobson (1959 : 234) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis yaitu : 1) Terjemahan intrabahasa (Intralingual translation ) 2) Terjemahan antar bahasa (Interlingual translation ) 3) Terjemahan intersemiotik (Intersemiotic translation ) Berdasarkan jenis – jenis terjemahan tersebut, dapat dijelaskan seperti dibawah ini: 1) Terjemahan intrabahasa (Intralingual translation atau rewording), adalah pengubahan suatu teks lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ditulis dalam bahasa yang sama. Contohnya : Pada saat seorang anak yang sedang belajar berbahasa. Anak tersebut belum menguasai banyak kosakata, ketika dia mendengar atau menemukan kata yang belum dimengerti, dia akan bertanya kepada orang lain. Misalnya dia akan bertanya kepada orang yang paling dekat dengannya, yaitu ayah atau ibunya,
kemudian mereka menjelaskan kata yang tidak dimengerti dengan menggunakan kata yang sederhana sesuai pola berpikir anaknya dapat mengerti. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap kata tersebut, atau memberikan sinonimnya. Sebenarnya ayah atau ibu tersebut telah melakukan penerjemahan untuk anaknya. 2) Terjemahan antar bahasa
(Interlingual translation atau Translation proper)
yaitu terjemahan dalam arti sesungguhnya, seperti menerjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Contohnya : Suatu teks dalam bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diberikan contoh kata house atau home diterjemahkan menjadi ‘rumah’. 3)
Terjemahan intersemiotik (Intersemiotic translation atau transmutation). Jenis terjemahan yang ketiga yaitu penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain – lain, terjemahan jenis ini mencakup penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sisi tanda yang lain. Contoh : Seorang guru
menulis kata dalam bahasa Inggris yaitu
banana, bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘pisang’ . Namun, dalam hal ini peserta didik menterjemahkannya bukan dalam bentuk bahasa sasaran (bahasa Indonesia ) tetapi dalam bentuk gambar.
2.2
Pengertian dan Aturan bagi Penerjemah Menurut Bell (1991:15) defenisi penerjemah adalah seorang agen bilingual
yang menangani antara seorang
komunikasi monolingual dalam dua perbedaan
komunikasi bahasa. Penerjemah mengirimkan kode pesan pada satu bahasa dan mereka memberikan kode kembali kepada yang lainnya baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Dalam penerjemahan teks tulisan hasil rekaan atau non fiksi yang mengandung cerita seperti cerita - cerita yang diterbitkan untuk anak yang pada umumnya mempunyai plot, pelaku dan mempunyai bahasa yang lugas, kadangkala penerjemah memiliki
masalah - masalah dalam menerjemahkan cerita anak
diantaranya adalah pertama, pengaruh budaya bahasa dalam teks asli. Pengaruh budaya ini bisa muncul dalam gaya bahasa, latar dan tema. Kedua, tujuan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dalam prakteknya, masalah ini berada pada proses penerjemahan seperti nama baik, baik nama karakter atau nama tempat, yang mungkin dikenal dalam bahasa sasaran, selain itu perlu diperhatikan pada ciri- ciri konvensi kesusastraan pada saat karya itu ditulis, dengan demikian penerjemah tidak salah memahami naskah aslinya. Menurut Belloc yang dikutip oleh Basnett – McGuire (1980:116), ada enam aturan umum bagi penerjemah dalam prosa fiksi (tulisan hasil rekaan yang mengandung cerita): 1.
Penerjemah tidak boleh menentukan langkahnya hanya untuk menerjemah kata per kata atau kalimat per kalimat, tetapi dia harus selalu mempertimbangkan
keseluruhan karya, baik karya aslinya ataupun karya terjemahannya. Ini berarti penerjemah harus menganggap naskah aslinya sebagai satu kesatuan unit integral, meskipun saat menerjemahkannya ia mengerjakan bagian perbagian. 2.
Penerjemah hendaknya menerjemahkan idiom menjadi idiom pula. Di sini harus diingat bahwa idiom dalam bahasa sumber mungkin sekali mempunyai padanan idiom dalam BSa, meskipun kata – kata yang dipergunakan tidak sama persis, contoh ekspresi ‘It doesn’t pay”. Dalam menerjemahkan ekspresi itu, penerjemah tidak bisa menerjemahkannya menjadi ‘itu tidak bisa membayar’, hal tersebut akan menimbulkan bisa jadi tidak sesuai dengan teks yang ingin disampaikan sehingga tidak ada korelasi pada teks tersebut. Oleh karena itu, alangkah baiknya penerjemah perlu mencari padanan dari idiom bahasa sumber di dalam bahasa sasaran.
3.
Penerjemah harus menerjemahkan “maksud” menjadi “ maksud” juga, Kata “maksud’ di sini
berarti muatan emosi atau perasaan yang dikandung oleh
ekspresi tertentu. seperti ungkapan “Yuna, Please” ungkapan tersebut dapat berupa memohon atau mempersilahkan. Oleh karena itu, penerjemah harus lebih bijaksana untuk memilih terjemahan yang lebih tepat dengan konteks cerita yang dimaksud . 4.
Penerjemah harus waspada terhadap kata- kata atau struktur yang kelihatannya sama dalam BSu dan BSa, tetapi sebenarnya sangat berbeda. Sebagai contoh kalimat I won’t be long bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘
Saya tak akan panjang’ Setelah disimak kembali ternyata bukan itu padanannya dalam bahasa Indonesia. Padanannya adalah ‘saya tak akan lama’. 5.
Penerjemah hendaknya berani mengubah segala sesuatu yang perlu diubah dari BSu ke dalam BSa dengan tegas. Seperti ungkapan kebangkitan kembali ‘ Jiwa asing dalam tubuh pribumi’, tentu saja yang dimaksud adalah “ Tubuh Pribumi” ini adalah bahasa Sasarannya (BSa)
6.
Meskipun penerjemah harus mengubah segala yang perlu diubah, tetapi pada langkah ke enam penerjemah tidak boleh membubuhi cerita aslinya dengan menambah atau mengurangkan kosakata yang bisa membuat cerita dalam BSa itu lebih buruk atau lebih indah sekalipun. Tugas penerjemah adalah menghidupkan ‘Jiwa Asing’ tadi, bukan memperindah bahkan memperburuk sehingga tidak sesuai
dengan pesan yang disampaikan
penulis cerita aslinya atau
teks
sumbernya. Dengan demikian jelas sekali bahwa dalam penerjemahan prosa fiksi (cerpen/novel/cerita anak), penerjemah mementingkan makna, bentuk , pesan, kemudian gaya bahasa hal tersebut sama seperti apa yang disampaikan Larson dalam penerjemahan berdasarkan makna (1984 : 2), Nida dan Taber dalam teori dan praktek penerjemahan (1969:33), Molina dan Albir
dalam teknik
penerjemahan (509 - 511) serta Catford dalam pergeseran yang terjadi pada penerjemahan (1965:73).
2.3
Proses Penerjemahan Proses
Penerjemahan yang dimaksud di sini adalah suatu model untuk
menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan. Nida dan Taber (1969:33) mengambarkan proses penerjemahannya, sebagai berikut: A (Source)
B (Receptor)
(Analysis)
(Restructuring)
X
(Transfer)
Y
Gambar 1.1 : Proses Penerjemahan oleh Nida dan Taber (1982:33)
Dalam Proses ini terdapat tiga tahap yaitu tahap analisis (analysis), tahap pengalihan (transfer) dan tahap penyusunan kembali (restructuring). Penerjemah menganalisis
teks BSu dalam hal (a) hubungan gramatikal kata - kata untuk
memahami makna atau isinya secara keseluruhan. Hasil tahap ini, yaitu makna BSu yang telah dipahami, ditransfer ke dalam pikiran penerjemah dari BSu ke dalam BSa.Setelah itu, dalam tahap restrukturisasi, makna tersebut ditulis kembali dalam BSa sesuai dengan aturan dan kaidah yang ada dalam BSa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut: Kalimat asli : She taught them all about flower (Dt:168)
1.
Analisis. pada tahap pertama
penerjemah memikirkan hal–hal berikut. She
adalah subjek kalimat asli. taught adalah kata kerjanya. She adalah orang ketiga tunggal dan berjenis kelamin perempuan. kata kerja teach secara grammar harus berubah menjadi taught, hal tersebut untuk menunjukkan bahwa kejadiannya sudah berlangsung. Sedangkan them adalah objek yang penderita, all about flower diterjemahkan menjadi ‘semua hal tentang bunga’, meskipun penerjemah menambahkan kata ‘hal’. untuk memperjelaskan bahwa yang diajarkan bukan hanya mengenai bunga melainnya segala sesuatu yang berhubungan dengan bunga. 2.
Transfer. Pada tahap kedua penerjemah mengalihkan materi – materi yang telah dianalisis dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran diantaranya yaitu orang ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau dalam bahasa Indonesia. Jenis kelamin perempuan tidak dapat diwakili dengan kata lain selain kata perempuan atau wanita. taught terjemahan menjadi mengajari yang menjelaskan pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan. Selanjutnya, all about
flower
yang
diterjemahkan menjadi semua hal tentang bunga, penerjemahan tersebut tidak mengalami pergeseran, tetapi penerjemah menambahkan kata hal untuk menjelaskan bahwa dia mengajari segala yang ada pada bunga tersebut, meskipun pada penerjemahan. (harus diingat, semua yang dilakukan dalam tahap ini hanya terjadi di dalam pikiran penerjemah ).
3.
Restrukturisasi. Pada tahap ketiga, mulailah penerjemah
menyusun kembali
makna dengan menuliskan sesuatu terjemahan dari kalimat tersebut di atas, contohnya : ‘Dia (perempuan) mengajari semua hal tentang bunga.’ 4.
Evaluasi dan Revisi. Dalam tahap ini penerjemah kembali mengamati hasil kerjanya. Dia merasa bahwa kalimat itu kurang luwes dalam bahasa Indonesia, maka kata ‘perempuan’ tidak diterjemahkan. Kata beliau dirasanya terlalu sopan, maka penerjemah bisa merevisi kalimat itu menjadi ‘dia mengajari semua hal tentang bunga’. Selain Nida dan Taber, Larson (1984:3) juga mengajukan model proses terjemahan. Hal tersebut terlihat pada gambar berikut : SOURCE LANGUAGE
RECEPTOR LANGUAGE
Text to be translated
Translation
Discover the meaning
Re-express the meaning
Meaning
Gambar 1.2 : Proses penerjemahan menurut Larson (1984:2)
Gambar tersebut menunjukkan proses yang sama dengan restrukturasi Nida dan Taber, yang berbeda adalah tahap transfer. Larson tidak mengungkapkan secara terpisah pada tahap ini, tatapi Larson menganggap bahwa dalam tahap transfer pada proses penerjemahan yang dilakukan secara otomatis hadir jika penerjemah mengungkapkan kembali makna yang dipahami di dalam BSa. Dari bahasan tentang proses penerjemahan dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses penerjemahan terdiri dari dua tahap : (a) Analisis teks asli dan pemahaman makna dan atau pesan teks asli dan (b) pengungkapan kembali makna atau pesan yang berterima dalam bahasa sasaran, termasuk gaya bahasa yang digunakan penerjemah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
2.4
Pengertian Kata, Frasa, Klausa dan Kalimat. Dalam mencari kesepadanan pada penerjemahan salah satunya di antaranya
adalah
menyangkut padanan formal bahasa, yaitu berupa padanan kata per kata
frase per frase, klausa per kluasa penerjemahan,
dan
kalimat per kalimat, tetapi
dalam
bentuk struktur pada bahasa sumber dan bahasa sasaran tentunya
tidak selalu sama, oleh karena itu untuk lebih memahami perbedaan antara tataran kata, frasa, klausa dan kalimat dapat dijelaskan sebagai berikut : 2.4.1 Kata Kata adalah kumpulan dari beberapa huruf / letter yang membentuk arti/makna tertentu. Menurut Chaer (1994:208), kata terdiri dari dua jenis yaitu:
1) Kata penuh (fullword), yaitu kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Yang termasuk kata penuh adalah nomina, verba, adjektiva, adverbia dan numeralia seperti : nuggets (nugget) (Dt:231) , enjoy (Dt:272), home (rumah).(Dt:322), 2) Kata tugas (function word), yaitu kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat berdiri sendiri, yang termasuk
kategori
ini
adalah
preposisi
dan
konjungsi. Contoh : and (dan)(Dt:222), always (selalu)(Dt:027). 2.4.2 Frasa Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Pendapat ini dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:59). Contoh frasa dalam bahasa Inggris misalnya playing soccer (bermain sepak bola), a red dress (baju merah), dan beautiful girl (perempuan cantik). Dalam bahasa Inggris, terdapat unsur-unsur pembentuk frasa yaitu: 1) Head, yaitu unsur pusat frasa 2) Premodification, yaitu keterangan yang terletak sebelum unsur pusat 3) Postmodification, yaitu keterangan yang terletak setelah unsur pusat Frasa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi beberapa jenis, sesuai dengan komponen-komponen penyusun dan fungsinya. yaitu
1) Frasa nomina, digunakan sebagai nomina dan salah satu fungsinya dalam kalimat adalah sebagai subjek. Contohnya: The pilot landed the plane (Pilot mendaratkan pesawat). The flower seller lady sewed petals after of flowers (Si wanita penjual bunga menjahit kelopak demi kelopak bunga) (Dt:178) 2) Frasa adjektiva, digunakan sebagai adjektiva yang menerangkan nomina. Contoh: Blue is my favorite color (Biru adalah warna kesukaanku) 3)
Frasa adverbia, digunakan sebagai kata keterangan. Contoh: He drives the car very slowly. Dia mengendarai mobil sangat lambat. She planted the most beautiful flowers. Dia menanam bunga yang terindah (Dt:176)
4)
Frasa verba, dalam kalimat berfungsi sebagai predikat. Frasa ini dapat berbentuk kelompok kata ataupun satu kata. Contoh: He landed the plane, she smiled. Dia mendaratkan pesawat, dia tersenyum My mother and I laught Ibu dan aku tertawa (Dt:338)
5) Frasa preposisi, dalam kalimat berfungsi sebagai keterangan, ditandai dengan hadirnya preposisi sebagai unsur pembentuk frasa. Contoh: He lives in the village. Dia tinggal di desa One day, I was invited to stay at my friend’s house Suatu hari,aku diajak menginap di rumah temanku (Dt:141)
2.4.3 Klausa Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurangkurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:110). Senada dengan Kridalaksana, Chaer (1994:231) menyebut klausa sebagai satuan sintaksis yang berupa runtutan kata - kata berfungsi predikatif. Fungsi subjek dan predikat merupakan fungsi yang harus ada dalam konstruksi klausa. Ia juga mengemukakan bahwa klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klausa
adalah
kumpulan kata - kata yang memiliki subjek dan predikat. Klausa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi dua,yaitu: 1.
Main clause, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat.
Contoh: The boys run s v (Anak laki-laki itu berlari) s v The girl was sad s v (Gadis itu merasa sedih) (Dt:064) s v 2) Subordinate clause, yaitu klausa yang hadir bersama mainklausa untuk mengungkapkan ide tambahan. Klausa ini tidak bisa berdiri sendiri. Contoh: The man who stand in the corner is my friend in the campus clause main clause Laki-laki yang berdiri diujung sana adalah teman saya di kampus. Klausa main klausa The box mean a lot to her because she had owned it since she was a child (Dt:113) clausa main clause Kotak itu amat berarti baginya karena dia sudah memiliki kotak dia sudah memiliki klausa main klausa kotak itu sejak kecil.
Klausa bebas mempunyai struktur lengkap, sedangkan klausa terikat sebaliknya. Unsur yang ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek , predikat , objek, atau berupa keterangan.
2.4.4 Kalimat Pengertian kalimat menurut Kridalaksana (2001:92), dalam Kamus Linguistik adalah “Konstruksi gramatikal yang terdiri dari satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan”. Selanjutnya, Chaer (1994:240),mengemukakan pendapatnya yaitu bahwa “kalimat merupakan satuan sintaksis, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final”. dan untuk lebih jelasnya Chear juga membagi jenis - jenis kalimat menjadi: 1) Kalimat inti dan kalimat non - inti Kalimat inti adalah kalimat yang dibentuk klausa inti yang lengkap. Sedangkan kalimat non - inti terbentuk karena adanya proses transformasi seperti pemasifan, pertanyaan, dan lain - lain terhadap kalimat inti. Contoh: Kalimat inti I went to the movie yesterday Saya pergi ke bioskop kemarin
Kalimat non-inti I didn’t go to the movie yesterday. Saya tidak pergi ke bioskop kemarin Did I go to the movie yesterday? Apakah saya pergi ke bioskop kemarin
She is my brave bodyguard Dia adalah penjagaku yang berani (Dt:030)
She doesn’t my brave bodyguard Dia bukan penjagaku yang berani Does she my brave bodyguard Apakah dia penjagaku yang berani?
2) Kalimat tunggal dan Kalimat majemuk Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat majemuk terdiri lebih dari satu klausa. Contoh: Kalimat tunggal
Kalimat majemuk
The birds sing along the day Burung - burung berkicau sepanjang hari.
He opened the door then closed the window Dia membuka pintu kemudian membuka jendela.
I will see you soon Kita akan segera bertemu (Dt:16)
My mother is perfect because she serves perfect because she serves perfect dinner.
Ibuku sempurna karena dia menyajikan makan malam yang sempurna (Dt:241)
3) Kalimat mayor dan Kalimat minor Jika klausa pada satu kalimat lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Jika tidak lengkap, maka disebut kalimat minor. Contoh: Kalimat mayor My brother runs every morning Abang saya berlari setiap pagi
Flo gave the old lady her lunch Flo memberikan makan siangnya pada wanita tua.(Dt:171)
Kalimat minor Hallo! Hallo! No Smoking! Dilarang Merokok! Excuse me! Permisi !
4) Kalimat verbal dan Kalimat non - verbal Kalimat verbal dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa kata kerja atau frasa verba. Sedangkan kalimat non - verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frasa verbal. Karena banyaknya tipe verba, maka setiap bahasa mempunyai cara tersendiri untuk membentuk kalimat ini. Dalam bahasa Inggris dikenal adanya kalimat transitif dan intransitif, yang predikatnya berupa verba transitif atau intransitif.
Contoh: Kalimat verbal
Kalimat non - verbal
The baby cries (Intransitif) Bayi menangis
My sister is beautiful Kakak saya cantik
I cut the grass (Transitif) Saya potong rumput
She is a teacher Dia adalah seorang guru
My mother and I giggled (Intransitif) Ibu dan aku terkikik (Dt:340)
She is a mathematician Dia adalah seorang matematika (Dt:010)
She loved the box (Transitif) Dia mencintai kotak itu (Dt:137)
She is also a scientist Dia juga seorang ilmuan (Dt:012)
2.5
Teknik Penerjemahan Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan
dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa dan kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002:509), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik: 1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan. 2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu.
3. Teknik berada tataran mikro. 4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu. 5. Teknik bersifat fungsional. Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Molina dan Albir (2002) mengembangkan 20 teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung yang diterapkan pada berbagai satuan lingual. Pada bagian berikut ini dikemukakan teknik penerjemahan versi Molina – Albir (2002: 509 -511). 1. Adaptasi (Adaptation) adalah teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur - unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya. Contoh : Dalam bahasa Inggris, breakfast berkaitan dengan kata milk, orange juice, egg, roll dan bread, sementara itu di dalam budaya Indonesia secara umum, kata ‘sarapan’ terkait dengan teh, kopi, dengan kata lain, penerjemahan terhadap
ungkapan
breakfast menjadi ‘sarapan’ mengacu pada makan di pagi hari,
meskipun jenis makanan kedua budaya tersebut berbeda. 2. Amplifikasi (Amplification) adalah teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber. Contoh : Kata Imlek dapat diparafrasekan menjadi hari raya tahun baru Tiongkok. Kata Imlek yang merupakan kata atau gabungan kata yang dengan diparafasekan dalam bahasa sumbernya secara implisit (informasi yang tersembunyi). Tetapi dalam teknik penerjemahannya memberikan informasi yang diekspresikan secara jelas pada unsur bentuk gramatikalnya, yaitu hari raya tahun baru Tiongkok. 3. Peminjaman (Borrowing) ialah teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolak ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan. Contoh : BSa : Mixer BSa : Mixer 4.
BSu : Mixer BSu : Mikser
Peminjaman Murni Peminjaman Alamiah
Calque adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah menerjemahkan frasa bahasa sumber secara literal.
Contoh: Directorate general diterjemahkan menjadi ‘Direktorat Jendral’. Intereferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran adalah khas dari teknik calque. Pada frasa Directorate general yang diterjemahkan menjadi ‘Direktorat general’ tidak mengubah makna dan letak strukturnya pada bahasa sasaran. 5.
Kompensasi (Compensation) yakni teknik penerjemahan dimana penerjemah memperkenalkan unsur-unsur informasi atau pengaruh stilistik teks bahasa sumber di tempat lain dalam teks bahasa sasaran. Contoh: Why don’t you write a good thrilling detective story? ‘she asked. Me? exclaimed Mrs. Albert Forrester, for the first time in her life regardless of grammar. “Mengapa Anda tidak menulis roman detektif yang menegangkan?”tanyanya. “Apaan?” teriak Ny. Albert Forrester, untuk pertama kali dalam kalimat elipsi bentuk kasus datif /akusatif (kasus objek)pronominal persona me dan bukannya I, karena penggunaan me dianggap oleh banyak orang sebagai “pelanggaran” norma gramatikal, padahal anggapan seperti itu tidak cukup berdasar, karena bentuk me dalam hal semacam itu sudah lama menjadi norma bahasa standar Prof. M. Whitehall (51:104) dari Universitas Udayana (dalam Moentaha Salihen, 2006:35), yang mengakui “pelanggaran” gramatikal seperti itu sebagai bentuk yang resmi dan sah bahasa Inggris percakapan. Dan pengakuannya diperkuat dengan contoh Colloqual spoken English often uses them as the plural from
this and that, written English uses these and those. “Them men have arrived”, Tapi dalam proses terjemahan, bagaimana pun juga “ pelanggaran” gramatikal dalam sastra tetap mengandung nuansa ekspresif yang wajib disampaikan (lewat teknik kompensasi) oleh penerjemah ke dalam teks terjemahan, tidak pandang akan adanya pengakuan, bahwa pelanggaran seperti itu tidak masalah. Mengingat bahasa Indonesia tidak mengenal sistem kasus yang mengubah bentuk pronominal personal seperti itu penerjemah memutuskan untuk menggunakan teknik kompensasi, yaitu mengkompensasikan me dengan pronomina ragam cakapan “apaan” di tempat pronominal ragam baku “apa”. Dengan demikian, penerjemah berha sil menyampaikan informasi yang sama juga “melanggar” norma gramatikal karena menggunakan pronominal ragam tidak baku. Contoh terjemahan di atas menunjukkan, bahwa teknik kompensasi digunakan, terutama sekali, untuk menyampaikan spesifikasi bahasa pemberi, seperti nuansa dialek, pertuturan individual yang spesifik, yang tidak selalu mempunyai padanan dalam bahasa sumber. 6.
Deskripsi (Description) merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah Istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya. Contoh : Samurai (The sword of Japanese aristocracy) Dalam bahasa Jepang tidak bisa diterjemahkan dengan kaum bangsawan saja jika teks yang bersangkutan adalah teks yang menerangkan budaya Jepang,
untuk itu, padanan deskriptif harus digunakan. Kaum Samurai harus diterjemahkan
menjadi aristocrat Jepang pada abad XI sampai XIX yang
menjadi pegawai pemerintahan, padanan deskriptif ini sering kali ditempatkan menjadi satu dalam daftar kata - kata atau glossary. Padanan ini berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari bahasa sumber, teknik ini dilakukan karena kata bahasa sumber tersebut sangat terkait dengan budaya khas bahasa sumber dan penggunaan padanan budaya dirasa tidak bisa memberikan derajat ketepatan yang dikehendaki seperti yang telah dijelaskan pada contoh tersebut. 7.
Kreasi diskursif (Discursive creation) dimaksudkan untuk menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari konteks. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film. Contoh : A betrayed son si Malinkundang diterjemahkan Si Malingkundang
8.
Kesepadanan Lazim (Established equivalent) adalah
teknik dengan
penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah. Contoh : Kata handphone lebih dikenal dari pada telepon genggam. Pada teknik penerjemahan kata handphone berasal dari bahasa Inggris namun sudah menjadi Istilah umum dan lazim digunakan dalam berbahasa sehari – hari meskipun kata tersebut terletak pada bahasa sumber (bahasa Indonesia) namun padanannya tetap digunakan dalam terjemahannya.
9.
Generalisasi (Generalization) Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Contoh: She was letting her temper go by inches diterjemahkan dia sedikit demi sedikit kehilangan kesabaran’. Pada contoh pertama,tidak mungkin digunakan padanan kamus kata bahasa Inggris, Inchi – ‘inci’, karena dalam bahasa Indonesia kata ‘inci’ biasanya tidak digunakan dalam bahasa makna kiasan atau metaforis seperti dalam bahasa Inggris. Contoh lainnya : Penthouse diterjemahkan menjadi tempat tinggal
10. Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification) yakni teknik penerjemahan dengan menambah unsur – unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Teknik ini lazim diterapkan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau sulih suara (dubbing). 11. Kompresi Linguistik (Linguistic compression) merupakan teknik penerjemahan yang dapat diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan dalam penerjemahan teks film. 12. Penerjemahan harfiah (Literal translation) merupakan teknik penerjemahan di mana penerjemah menerjemahkan ungkapan kata demi kata.
Contoh : I have quite a few friends diterjemahkan saya mempunyai sama sekali tidak banyak teman 13.
Modulasi (Modulation) merupakan teknik penerjemahan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber. Perubahan sudut
pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau
struktural. Contoh : Bsu : I broke my hand Bsa : Tanganku patah Pada contoh di atas, penerjemah memandang persoalannya dari objeknya, yaitu tangan, bukan dari segi pelaku ‘saya’. Cara pandang ini merupakan suatu keharusan karena dalam struktur bahasa Indonesia. 14. Partikularisasi (Particularization) adalah Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. Contoh: Air transportation di terjemahkan menjadi Pesawat. 15.
Reduksi (Reduction) merupakan kebalikan dari teknik Amplifikasi. Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran. Contoh :
The month of fasting diterjemahkan Ramadhan, Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (Ommission atau deletion atau subtaction atau implisitasi). Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran. 16.
Substitusi (Substitution) merujuk pada pengubahan unsur – unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyarat). Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih atau bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi Thank you.
17. Variasi (Variation) adalah dengan mengubah unsur - unsur
linguistik atau
paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik : Perubahan tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama. 18. Transposisi. Teknik penerjemahan di mana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa. Contoh: BSu : Adept BSa: Sangat terampil
19. Penambahan adalah teknik yang lazim diterapkan dalam kegiatan penerjemahan berupa penambahan informasi yang pada dasarnya tidak ada dalam kalimat sumber. Kehadiran informasi tambahan dalam kalimat sasaran dimaksudkan
untuk lebih memperjelas konsep yang hendak disampaikan penulis asli kepada para pembaca sasaran. Contoh : The women came late di terjemahkan menjadi wanita tua itu datang terlambat. Di dalam contoh kalimat ditambahkan kata ‘tua’ agar teks bahasa sasaran menjadi lebih dipahami. 20. Penghilangan (Deletion) adalah penghapusan kata atau bagian teks bahasa sumber di dalam teks bahasa sasaran. Dengan kata lain penghapusan berarti tidak diterjemahkan kata atau bagian teks bahasa sumber di dalam teks bahasa sasaran. Pertimbangannya adalah agar tidak mengalami pengulangan kata, selain itu kata atau bagian teks bahasa sumber tersebut tidak begitu penting bagi keseluruhan teks bahasa sasaran dan biasanya agak sulit diterjemahkan. Jadi mungkin penerjemah berfikir daripada harus menterjemahkan kata atau teks bahasa sumber itu dengan konsekuensi pembaca bahasa sasaran agak bingung, maka lebih baik bagi penerjemah untuk menghilangkan saja bagian itu Contoh : BSu
: “Just like Cut Pamela her sister , “he whispered
BSa
: “Sama dengan kakaknya , “katanya lirih Contoh di atas menunjukkan bahwa dari teknik penerjemahan
dilakukan penghilangan yaitu pada nama Cut Pamela, dengan kata lain penerjemah tidak melakukan terjemahan terhadap nama, meskipun
secara
tertulis kata cut seperti kata dalam bahasa Inggris, yang bila diterjemahkan
dapat menjadi ‘memotong’. Agar pesan yang dimaksud penulis tidak menjadi kesalahpahaman pembaca , penerjemah melakukan teknik penghilangan pada kata tersebut. 2.6 Pergeseran dalam Penerjemahan Larson
(1989:1)
mengaitkan
kata
“makna”
dalam
mendefenisikan
penerjemahan, yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, maknalah yang harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah. Sementara, menurut Catford (1965 :20) penerjemahan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan (translating) merupakan penggantian materi tekstual pada bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, penerjemah (translator) selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran. Sehubungan dengan hal tersebut, Catford (1965:73) kemudian membagi pergeseran menjadi dua jenis, yaitu : (1) Pergeseran Tingkatan (Level Shifts) (2) Pergeseran Kategori (Category Shifts) . Dalam pergeseran ini,
Catford (1965: 73)
menyatakan bahwa sebuah
bahasa sumber yang berada pada tingkat linguistik tertentu memiliki
bahasa
terjemahan
dengan sistem bahasa yang sepadan dalam tingkat linguistik yang
berbeda, umumnya pergeseran ini terjadi di sekitar perihal kosakata (leksikal) dan tata bahasa (gramatikal) . Contoh : Grammar to lexis She
is
swimming
diterjemahkan
menjadi
‘Dia
sedang
berenang’
to be + v-ing (grammar) diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan leksikon ‘sedang’ Selanjutnya pada pergeseran kategori, pada pergeseran jenis
tersebut
kebebasan dalam menerjemahkan sangat diutamakan, karena dalam menerjemahkan banyak mengikuti aturan penulisan bahasa sasaran sehingga hasil penerjemahan tidak terlihat seperti bahasa terjemahan. Pergeseran kategori ini terbagi atas 4 (empat) kelompok, yaitu: 1.
Pergeseran Struktur (Structure Shifts) Dalam pengelompokan pergeseran kategori, pergeseran struktur inilah yang paling sering terjadi. Secara gramatika, pergeseran struktur dapat muncul pada berbagai tataran (kata, frase, klausa, atau kalimat), namun masih dalam tingkatan yang sama. Sebagai contoh, sebuah kalimat dalam bahasa sumber diterjemahkan masih dalam tingkatan kalimat juga, walaupun secara gramatikal kalimat dalam bahasa sasaran berbeda. Contoh: Pasif menjadi aktif
BSu : Your message has been sent BSa : Kami telah mengirim pesan anda 2.
Pergeseran Kelas Kata (Class Shifts) Pergeseran kelas kata ini terjadi ketika kelas kata dalam
bahasa sumber
berbeda dengan kelas kata dalam bahasa sasaran. Contoh : Preposisi menjadi konjungsi BSu : After that, I walked her home BSa : Setelah kami berbelanja, aku mengantarnya pulang. 3.
Pergeseran Unit (Unit Shifts) Pergeseran ini hampir sama dengan pergeseran struktur (structure-shifts), tetapi pada pergeseran tataran ini, tingkatan antara bahasa sumber dan bahasa sasarannya berbeda. Misalnya, dua buah kata dalam bahasa sumber dapat menjadi sebuah kata saja dalam bahasa sasaran. Contoh : kata menjadi frasa BSu : Summer BSa : Musim panas BSu : Crib BSa : Tempat tidur bayi
4.
Pergeseran Intra Sistem (Intra System-Shifts) Sesuai dengan namanya, pergeseran ini terjadi pada kasus-kasus yang melibatkan sistem internal pembentukan bahasa dalam terjemahan. seperti pergeseran yang terjadi pada gramatikal yang sama Contoh : BSu : The king married Balqis BSa : Raja kawin dengan Balqis Kata merried dalam bahasa Inggris adalah transitif sedangkan kata kawin dalam bahasa Indonesia adalah verba intransitif.
2.7
Keterbacaan Teks Terjemahan Pada awalnya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca.
Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakekat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Ukuran keterbacaan suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan oleh karena itu, seorang penerjemah perlu memahami
konsep keterbacaan teks
bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam melakukan tugasnya. 2.7.1 Faktor-faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Terjemahan Teks Cerita Anak. Pada bagian ini dibahas faktor-faktor yang menentukan tingkat keterbacaan teks. Contoh-contoh yang diberikan dikutip dari berbagai sumber dan dalam berbagai bahasa. Akan tetapi, ada baiknya jika penafsiran terhadap definisi keterbacaan itu dikemukakan terlebih dahulu sebagai pedoman utama dalam membahas faktor-faktor yang menentukan tingkat keterbacaan teks dalam konteks penerjemahan. Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, menunjuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Pelibatan unsur pembaca
dalam menentukan tingkat keterbacaan suatu teks merupakan unsur
tambahan yang sangat penting pada faktor-faktor kebahasaan. Bagaimana pun juga setiap teks yang dihasilkan adalah untuk dibaca, dan dengan demikian secara otomatis teks itu melibatkan pembaca. Sakri dalam Nababan (2003 : 63) mengemukakan faktor-faktor mengenai keterbacaan, seperti yang tertuang dalam kutipan di bawah ini. "Keterbacaan, antara lain bergantung pada kosa kata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang atau penerjemah untuk tulisannya. Tulisan yang banyak mengandung kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosa kata sehari-hari, yang sudah dikenal oleh pembaca pada umumnya”.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, faktor-faktor lainnya, seperti penggunaan kata – kata baru , kata taksa , kata kias (Idiom), kalimat tidak lengkap juga dapat membuat tingkat keterbacaan teks menjadi rendah, untuk lebih memahami faktor – faktor keterbacaan tersebut , dapat di jelaskan sebagai berikut: •
Penggunaan Kata - Kata Baru Kata - kata baru baik berupa istilah asing atau kata bahasa daerah, yang masih
asing bagi pembaca, akan mengakibatkan uraian keterbacaan suatu teks menjadi rendah. sebagai contoh penggunaan kata istilah yang berhubungan dengan kedokteran yaitu “cast” yang terjemahannya digips (Dt: 322), pada hasil terjemahan tersebut terdapat
dalam
kamus Inggris – Indonesia (Echols dan Shadly, 2003:101l ).
Penerjemahan di atas
serupa
dengan
terjemahan
yang terdapat dalam buku
bilingual Kumpulan Cerita Kasih Ibu I Love You Mom. •
Penggunaan Kata Taksa Kata taksa, dalam bahasa Inggris disebut ambiguous word, menunjukkan
kepada kata yang mempunyai lebih dari satu makna, terdapat dalam setiap bahasa, seperti canvas yang diterjemahkan kanvas (Dt :202), kain kanvas, kain mota / terpal,kain tebal untuk alas lantai ring tinju. Menerjemahkan kalimat yang mengandung kata – kata yang mengandung kata-kata taksa memerlukan ke hati- hatian dari pihak pembaca. Penerjemah harus mampu mengetahui konteks dan suatu teks.
•
Penggunaan Kata Kias (Idiom) Idiom atau kata kias adalah kata – kata yang tidak bisa di mengerti dan di
terjemahkan secara harfiah dan biasanya menyimpang dari kaidah gramatika yang umum. Untuk itu penerjemah harus memahami maknanya adalam kaitannya dengan konteksnya meskipun ada beberapa idiom yang sudah sangat umum. seperti : (contoh dalam Suryawinata, 2003:116) BSu : Don’t lose your heart. The sun always rises in the morning. BSa : Jangan patah semangat. matahari selalu terbit tiap pagi Namun dalam beberapa Idiom memungkinkan pembaca sulit memahaminya disebabkan faktor ungkapan - ungkapan yang belum umum diketahui, didengar atau dipelajari, sebagai contoh : BSu : True friend are the true treasure (Dt:055) BSa : Teman sejati adalah harta sesungguhnya. Pada umumnya hubungan darah seperti anak atau keluarga yang dikiaskan dengan harta sesungguhnya, namun untuk pesan yang disampaikan
dalam
terjemahan (BSa) bahwa teman sejati sebanding dengan seseorang yang memiliki harta yang sangat berharga dalam kehidupannya. Kata kias (Idiom) sering muncul dalam karya-karya sastra, kaidah-kaidah sastra
memperbolehkan pemakaian kata atau kalimat yang bermakna konotatif.
Penafsiran sastra terrhadap makna kata atau kalimat dalam karya sastra diserahkan
sepenuhnya kepada pembaca. Itulah sebabnya karya sastra seperti
drama,novel,
cerita anak lebih sulit diterjemahkan daripada karya ilmiah. • Penggunaan kalimat yang tidak lengkap Kalimat tidak lengkap menunjukkan kalimat yang unsur-unsur yang membentuk seperti subjek, predikat, dan objek. Ketidak-lengkapan, unsur-unsur itu akan mempersulit pembaca dalam memahami pesan yang dimaksudkan oleh penerjemah. Contoh : BSu : She always protects me from dangerous animals BSa : Dia selalu melindungi dari hewan – hewan yang berbahaya. (Dt :031) Terjemahan pada kalimat di atas menunjukkan kalimat yang tidak lengkap tampak dari tidak hadirnya objek dalam terjemahan meskipun dalam penerjemahan teknik penghilangan itu diberlakukan namun jika ketidaklengkapan unsur - unsur yang membentuk struktur kalimat dalam suatu teks akan menyulitkan si pembaca untuk memahami
suatu teks terjemahan, tidak menutup kemungkinan tingkat
keterbacaan teks akan menjadi sangat rendah. 2.8 Penelitian yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian yang dapat menjadi acuan dalam penelitian tesis ini adalah :
Dalam tesis Novalinda. S 130908010. 2010. yang berjudul “Analisis Teknik, Metode, Ideologi dan Kualitas Terjemahan Cerita Anak Serial Erlangga for Kids”.. Program Magister Linguistik Penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kata kunci : Teknik, Metode, Ideologi, Kualitas terjemahan, Cerita anak. Penelitian ini adalah penelitian tentang jenis - jenis teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan dan kualitas terjemahan terhadap dwi bahasa cerita anak serial Erlangga for Kids. Tujuan dari penelitian ini adalah: petama untuk mengidentifikasi teknik - teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan cerita anak, kemudian menganalisis metode dan ideologinya. Tujuan kedua adalah untuk mengidentifikasi dampak penerapan teknikteknik penerjemahan pada kualitas terjemahan cerita anak yang dilihat berdasarkan keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Tujuan terakhir adalah mengidentifikasi teknik mana yang memiliki tingkat keakuratan dan keberterimaan paling tinggi. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah buku cerita anak yang berupa bilingual book dan juga para informan. Dari data tersebut diidentifikasi teknik-teknik penerjemahannya, kemudian berdasarkan teknik penerjemahan yang digunakan dapat disimpulkan metode penelitian dan ideologi penerjemahannya. Untuk menilai keakuratan dan keberterimaan data tersebut dinilai oleh tiga orang rater yang sudah terbiasa dengan bidang penerjemahan dan bahasa Indonesia, sedangkan untuk keterbacaan penulis meminta lima orang anak yang duduk di kelas 3 dan 4 sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sepuluh teknik penerjemahan
yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan yaitu literal sebanyak 253 data dari 388 data atau 65 %, transposisi sebanyak 58 data atau 15%, reduksi sebanyak 27 data atau 7%, Amplifikasi sebanyak 21 data atau 5,4%, modulasi sebanyak 9 data atau 2,3 %, adaptasi sebanyak 10 data atau 2,6%, pure borrowing 4 data atau 1 %, kreasi diskursif 1 data atau 0,25%, padanan tetap yang 3 data atau 0,7% dan generalisasi 1 buah data atau 0,25%. Terdapat banyak data yang diterjemahkan menggunakan lebih dari 1 teknik. Berdasarkan mayoritas teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dapat ditarik simpulan bahwa metode penerjemahannya adalah metode penerjemahan literal dengan
kecenderungan
mempertahankan bentuk bahasa sumber atau ideologi foreinisasi. Penerapan teknik penerjemahan juga berdampak terhadap kualitas terjemahan yaitu adanya terjemahan yang sudah akurat, kurang akurat dan tidak akurat. Untuk tingkat keberterimaan pun demikian menghasilkan terjemahan yang berterima, kurang berterima dan tidak berterima. Hal ini dibuktikan bahwa dari 388 data sebanyak 287 data (73,9%) termasuk kategori terjemahan yang akurat, sebanyak 88 data (22,6%) dikategorkan terjemahan kurang akurat dan sebanyak 14 data (3,6%) termasuk kategori tidak akurat. Sementara untuk tingkat keberterimaan sebanyak 326 data (84%) masuk kategori terjemahan berterima, 52 data (13,4%) termasuk kategori terjemahan kurang berterima dan sebanyak 10 data (2,57%) termasuk kategori terjemahan tidak berterima. Untuk tingkat keterbacaan pada umumnya terbaca hanya teknik peminjamanlah yang punya tingkat keterbacaan rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Novalinda dan seperti yang telah diuraikan di atas, penulis mengambil rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu berupa teknik, pergeseran dan tingkat keterbacaan terjemahan buku bilingual Kumpulan Cerita Kasih Ibu I Love You Mom.. Beberapa Indikator yang digunakan dalam penelitiannya memiliki tujuan yang sama dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam
tesis ini yaitu teknik dan tingkat keterbacaan. Namun
yang berbeda adalah pembaca sasaran untuk hasil terjemahan cerita anak ditemukan penyesuaian bahan bacaan terhadap tingkat usia anak termasuk tingkat pendidikan, karena teknik penerjemahan untuk memilih tataran kata dalam proses penerjemahan akan mempengaruhi tingkat keterbacaan hasil terjemahan. Oleh karena itu, dalam tesis ini
penulis akan membahas bahwa
penerjemahan bukan sekedar mengalihkan bahasa sumber ke bahasa sasaran yang hanya berdasarkan teknik penerjemahan secara teori, namun seyogyanya terjemahan dapat menghasilkan terjemahan yang komunikatif dan dapat dipahami serta dapat dinikmati oleh pembaca buku bilingual cerita anak .