BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 1. Pengertian IPA IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu pengetahuan. Jadi menurut asal katanya, IPA berarti ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Srini M. Iskandar, 1996: 2). IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Menurut Nash 1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992 : 3) IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam yang sifatnya analisis, lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen. IPA sering disebut juga dengan sains. Sains merupakan terjemahan dari kata science yang berarti masalah kealaman (nature). Sains adalah pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam (Usman Samatowa, 2010:19). Sains adalah pengetahuan yang kebenarannya sudah
8
diujicobakan secara empiris melalui metode ilmiah (Uus Toharrudin, Sri Hendrawati 2011:26). Sains
merupakan cara
penyelidikan
untuk
mendapatkan data dan informasi tentang alam semesta menggunakan metode pengamatan dan hipotesis yang telah teruji (Uus Toharrudin, Sri Hendrawati 2011:27). Berdasarkan pengertian-pengertian
IPA/sains di atas
dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan pemupukan sikap. IPA bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam bentuk fakta, konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam(IPA sebagai proses ilmiah) serta upaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai sikap). 2. Tujuan Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memberi kesempatan siswa memupuk rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti, serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah : 1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
9
3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, teknologi dan masyarakat, 4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Mulyasa, 2006 : 111). 3. Pembelajaran IPA di SD Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA dapat dipandang sebagai produk, proses dan sikap, maka dalam pembelajaran IPA di SD harus memuat 3 dimensi IPA tersebut. Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep dan prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan masalah, melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan melatih bersikap objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungannya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Usman Samatowa, 2006: 11-12). Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam dan
10
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah (Mulyasa, 2006: 110-111). Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung sesuai kenyataan di lingkungan melalui kegiatan inkuiri untuk mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap perkembangan kognitifnya.
Struktur kognitif anak berbeda dengan struktur kognitif
ilmuwan. Proses dan perkembangan belajar anak Sekolah Dasar memiliki kecenderungan belajar dari hal-hal konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh, terpadu dan melalui proses manipulatif. Oleh karena itu, keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi (Hendro Darmodjo dan Kaligis, 2006: 11). Menurut Rezba et.al 1995 (dalam Patta Bundu, 2006: 12) keterampilan dasar proses sains untuk tingkat sekolah dasar meliputi keterampilan mengamati (observing), mengelompokkan
(clasifying),
mengukur
(measuring),
mengkomunikasikan (communicating), meramalkan (predicting), dan menyimpulkan (inferring). Sedangkan menurut Paolo Marten ( dalam
11
Usman Samatowa, 2006: 12) mendefiniskan keterampilan proses anakanak adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi dan menguji kebenaran ramalan tersebut. Aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA di SD adalah melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikirnya.
Pembelajaran IPA dimulai dengan memperhatikan konsepsi/pengetahuan awal siswa yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Selanjutnya aktivitas pembelajaran dirancang melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam. Kegiatan pengalaman nyata dengan alam ini dapat dilakukan di kelas atau laboratorium dengan alat bantu pelajaran maupun dilakukan langsung di alam terbuka.
Melalui kegiatan nyata dengan alam inilah,
siswa dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah seperti mengamati,
mencoba,
menyimpulkan
hasil
kegiatan
dan
mengkomunikasikan kesimpulan kegiatannya. Kegiatan pembelajaran IPA juga dirancang sebanyak mungkin memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dengan bertanya anak akan berlatih mengemukakan gagasan dan respon terhadap permasalahan yang dihadapinya sehingga dapat mengembangkan pengetahuan IPA. Di samping bertanya, siswa juga diberi kesempatan untuk menjelaskan suatu masalah berdasarkan pemikirannya.
12
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang dilakukan dengan mengangkat permasalahan dalam dunia nyata yang dialami oleh anak akan lebih menarik bagi anak, sehingga anak dilibatkan secara aktif dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan adalah materi IPA kelas V semester II yaitu materi daur air dan peristiwa alam. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
7. memahami perubahan yang terjadi di
7.1 Mendiskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. 7.2 Mendiskripsikan perlunya penghematan air. 7.3Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia 7.4 Mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi
alam dan hubungannya dengan sumber daya alam
13
B. Daur Air dan Peristiwa Alam Daur air dan peristiwa alam merupakan bagian dari pelajaran IPA. Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan seharihari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa pembelajaran IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari (Samatowa, 2006: 104). Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD perlu didasarkan pada pengalaman langsung siswa di kehidupannya sehari-hari serta menimbulkan kesadaran siswa untuk belajar IPA. Materi daur air dan peristiwa alam terdapat pada mata pelajaran IPA kelas V semester II. 1. Daur Air Air merupakan salah satu kebutuhan pokok seluruh makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup akan mati. Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kegunaan air bagi makhluk hidup antara lain: (1) Untuk makan dan minum. Air dapat dikonsumsi langsung (bagi binatang) dan dimasak dulu (bagi manusia). Sedangkan untuk makan, air harus diolah bersama bahan makanan lain. (2) Untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Air sangat diperlukan untuk kepentingan manusia yang berkaitan dengan aktivitas kebersihan. (3) Untuk pengairan pada pertanian dan perkebunan, pengairan dilakukan agar tanaman cukup air
14
untuk proses asimilasi dan fotosintesisnya. (4) Untuk perikanan dan pariwisata serta lalu lintas perairan. Air yang berasal dari sungai, danau, dan sumber air lainnya akan mengalir ke laut. Air yang berada di laut, sungai dan danau akan mengalami penguapan. Penguapan menyebabkan air berubah wujud menjadi uap air yang akan naik ke angkasa. Uap air ini kemudian berkumpul menjadi gumpalan awan. Gumpalan awan yang ada di angkasa akan mengalami pengembunan karena suhu udara yang rendah. Pengembunan ini membuat uap air berubah wujud menjadi kumpulan titik-titik air yang tampak sebagai awan hitam. Titik-titik air yang semakin banyak akan jatuh ke permukaan bumi, yang dikenal sebagai hujan. Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan yang lainnya akan tetap di permukaan. Air yang meresap ke dalam tanah inilah yang akan menjadi sumber mata air sedangkan air yang tetap di permukaan, akan dilalirkan ke sungai, danau, dan saluran air lainnya. Hal ini digambarkan dalam gambar daur air berikut.
Gambar 1.Skema daur air di alam
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan proses daur air antara lain sebagai berikut: (1) pengurangan air tanah karena tidak ada keseimbangan lingkungan; (2) terhalangnya proses penguapan air karena ulah manusia, misalnya adanya pabrik-pabrik dan pemukiman yang terlalu padat; (3) iklim dan cuaca yang memungkinkan tidak terjadi proses pemanasan air; dan (4) lemahnya daya dorong angin terhadap awan yang telah terbentuk. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan terganggunya daur air adalah penebangan pohon di hutan secara belebihan yang mengakibatkan hutan menjadi gundul. Pada saat hujan turun, air hujan tidak langsung jatuh ke tanah karena tertahan oleh daun-daun yang ada di pohon. Air dari daun akan menetes ke dalam tanah atau mengalir melalui pembuluh. Karena tertahan pada
tubuh tumbuhan, jatuhnya air
menyebabkan tanah tidak terkikis. Air hujan yang meresap ke dalam tanah selain dapat menyuburkan tanah juga disimpan sebagai sumber mata air. Hutan gundul menyebabkan daur air terganggu karena cadangan air yang berada di dalam tanah semakin berkurang, sehingga air yang berada di sungai dan danau menjadi lebih sedikit. Kegiatan manusia lainnya yang juga
dapat
mengakibatkan
terganggunya
daur
air,
diantaranya:
membiarkan lahan kosong tidak ditanami dengan tumbuhan menggunakan, air secara berlebihan untuk kegiatan sehari-hari, dan mengubah daerah resapan air menjadi bangunan lain.
16
2. Peristiwa Alam Peristiwa alam merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh alam itu sendiri. Banyak peristiwa awal seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. a. Banjir Banjir merupakan gejala alam yang sering melanda wilayah Indonesia. Selain pengaruh tingginya curah hujan, banjir dapat terjadi akibat kegiatan manusia, seperti penggundulan hutan dan kebiasaaan membuang sampah sembarangan. Bila hutan masih hijau, pepohonan akan menahan air hujan sehingga sebagian besar air dapat terserap ke dalam tanah. Penggundulan hutan menyebabkan sebagian besar air hujan mengalir di permukaan tanah, apalagi di daerah perkotaan di mana sebagian besar permukaan tanah tertutup bangunan. Air hujan tidak dapat menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan banjir. Dampak bencana banjir yaitu: (a) kerusakan bangunan termasuk jembatan, sistem selokan bawah tanah, dan jalan raya; (b) berkurangnya persediaan air bersih. Sumber air bersih terkontaminasi air banjir, sehigga tidak dapat dimanfaatkan lagi; (c) munculnya wabah penyakit. Karena kondisi tidak higienis, setelah terjadi banjir biasanya timbul wabah penyakit diare, penyakit kulit, dsb; (d) hasil pertanian dan persediaan makanan berkurang. Kelangkaan hasil pertanian disebabkan oleh kegagalan panen. Tanaman dapat hanyut atau membusuk akibat terus menerus terendam air; dan (e) jalur
17
transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orangorang yang membutuhkan.
b. Tanah Longsor Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng satu kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terkikis air dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Ketika longsor berlangsung, lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng. Tanah yang besar dari luncuran tanah dan lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan yang kokoh dalam hitungan detik. Tanah longsor merupakan gejala alam, tetapi ada kegiatan manusia yang mampu menyebabkan gejala alam tanah longsor. Seperti penebangan pohon secara liar di daerah lereng, penambangan bebatuan dan tanah yang mampu menimbulkan ketidakstabilan lereng, dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah. Faktor
penyebab
terjadinya
tanah
longsor
antara lain:
(a)
penggundulan hutan; (b) pengikisan tanah (erosi); (c) hujan deras; (d) gempa bumi; (e) lereng yang terjal; (f) tanah yang kurang kuat/kurang
18
padat; (g) letusan gunung berapi:(h) akibat adanya beban tambahan (dilalui kendaraan berat); dan (i) penggunaan bahan peledak. c. Gunung Meletus Gunung api yang sedang meletus dapat memuntahkan abu dan lelehan batuan pijar atau lava. Lava ini sangat panas. Namun saat dingin, aliran lava ini mengeras dan menjadi batu. Apabila lava ini bercampur dengan air hujan, dapat mengakibatkan banjir lahar dingin. Gunung meletus sering disertai dengan gempa bumi. Gempa bumi yang disebabkan oleh gunung meletus disebut gempa bumi vulkanik. Misalnya gempa yang terjadi saat Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Letusan gunung api dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan. Lava pijar yang dimuntahkan oleh gunung api dapat membakar kawasan hutan yang dilaluinya. Berbagai jenis tumbuhan dan hewan mati terbakar. Apabila lava pijar ini mengalir sampai ke permukiman penduduk, dapat memakan korban jiwa manusia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah. d. Gempa Bumi Gempa dibedakan menjadi tiga, yaitu gempa vulkanik, runtuhan, dan tektonik. Gempa yang paling hebat yaitu gempa tektonik. Gempa tektonik terjadi karena adanya pergeseran kerak bumi. Gempa tektonik terjadi ketika dua lempeng saling bergesekan. Gempa tektonik dapat mengakibatkan pohon-pohon tumbang, bangunan runtuh, tanah terguncang, dan makhluk hidup termasuk manusia menjadi korban.
19
Gempa bumi
mempunyai
kekuatan
yang
berbeda-beda.
Kekuatan gempa diukur menggunakan satuan skala Richter. Alat untuk mengukur gempa yaitu seismograf. Terjadinya gempa tektonik dimulai dari sebuah tempat yang disebut pusat gempa. Pusat gempa dapat berada di daratan atau lautan. Pusat gempa yang berada di lautan dapat menyebabkan gempa bumi di bawah laut. Gempa seperti ini bisa menyebabkan gelombang hebat yang disebut tsunami. Gelombang itu bergerak menuju pantai dengan kecepatan sangat tinggi dan kekuatannya sangat besar. Ketika mencapai pantai, gelombang tersebut naik sehingga membentuk dinding raksasa. e. Tsunami Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal) atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Dari ketiga sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama (Puspito dan Triyoso, 1994). C. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Menurut Patta Bundu (2006:15), hasil belajar seseorang sering tidak langsung
kelihatan
tanpa
orang
20
itu
melakukan
sesuatu
untuk
memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Namun demikian, karena hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam setiap tingkah lakunya. Hasil belajar menurut Bloom (Suharsimi Arikunto, 2005: 76) dibagi dalam 3 (tiga) ranah yakni : a. Ranah kognitif: kemampuan
berpikir,
kompetensi memperoleh
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. b. Ranah
psikomotor:
kompetensi
melakukan
pekerjaan
dengan
melibatkan anggota badan; kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik. c. Ranah afektif: berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Ranah Kognitif dibagi ke dalam 6 (enam) tingkatan yaitu : pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis(C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
Menurut Lorin W. Anderson (2010 : 44-45)
tingkatan kognitif direvisi oleh Bloom menjadi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). a. Pada tingkat mengingat siswa mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. (Soal mengingat: soal yang menuntut jawaban yang berdasarkan hafalan).
21
b. Pada tingkat memahami siswa membangun makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. (Soal pemahaman: soal yang menuntut pembuatan pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian contoh prinsip atau contoh konsep). c.
Pada tingkat aplikasi: siswa menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. (Soal aplikasi: soal yang menuntut penerapan prinsip dan konsep dalam memecahkan masalah).
d. Pada tingkat analisis: siswa diminta untuk memecah-mecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar bagian dan antar bagian dengan keseluruhan atau tujuan. (Soal analisis : soal yang menuntut kemampuan menunjukkan bagian-bagian yang penting dan relevan, menulis garis besar sebuah tulisan, memilih struktur yang paling sesuai, dan menentukan pendapat atau tujuan dari materi). e.
Pada tingkat evaluasi: siswa dituntut membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. (Soal analisis: soal yang menuntut pemeriksaan terhadap produk atau proses atau penerapan solusi pada suatu masalah, dan pemberian kritik terhadap hipotesis atau pendapat orang lain).
f.
Pada tingkat mencipta: siswa dituntut untuk membuat produk baru dengan mereorganisasi beberapa bagian menjadi pola atau struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. (Soal mencipta: soal yang
22
menuntut pembuatan hipotesis atau alternatif, mencari dan memilih solusi pemecahan masalah, dan merancang dan menciptakan produk sesuai dengan spesifikasi tertentu). Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar. Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran berupa evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditunjukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Berdasarkan definisi diatas maka hasil belajar merupakan perubahan kemampuan pada manusia sebagai hasil dari proses belajar sehingga bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar. 2. Pengertian Belajar Baharudin dan Esa Nur Wahyumi (2007: 11-12), belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat, kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar merupakan
23
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Menurut Slameto (2010: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Patta Bundu (2006: 15) menjelaskan hakikat belajar sebagai berikut: Kata kunci pembelajaran adalah perubahan. Tidak ada tujuan pengajaran yang dicapai sebelum setiap siswa menjadi berbeda dalam beberapa hal antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Lebih jauh dikemukakan bahwa untuk melihat perubahan yang terjadi perlu dijawab beberapa pertanyaan sebagai indikator: (1) apakah siswa mengetahui lebih banyak daripada yang diketahui sebelumnya, (2) apakah siswa memahami sesuatu
yang
tidak
dipahami
sebelumnya,
(3)
apakah
siswa
mengembangkan ketrampilan yang belum dikembangkan sebelumnya, (4) apakah siswa merasakan sesuatu yang berbeda dari aspek yang dipelajari dari
pada
yang dirasakan
sebelumnya
dan
(5)
apakah
siswa
mengembangkan sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah
24
laku bersifat kontinu, positif, aktif, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku D. Contextual Teaching and Learning Menurut Wina Sanjaya (2005: 100) pendekatan adalah istilah yang diberikan untuk hal yang bersifat lebih umum. Sedangkan Muhibbin Syah (2006: 155) mengemukakan tentang pendekatan belajar sebagai cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Selain itu, menurut Syaiful Sagala (2006: 68) ada istilah pendekatan pembelajaran yang merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Roy Killen (Wina Sanjaya, 2005: 15) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Jadi, pendekatan merupakan sebuah cara atau strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya (2005: 109), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Johnson (2009: 65) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah sistem menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika
25
bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Bagianbagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Masnur Muslich (2007: 41) Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghafal, tetapi
merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Penerapan model CTL menggunakan 7 komponen atau asas pokok dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat
belajar
(learning
community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas yang
menggunakan
ketujuh
prinsip
atau
komponen
CTL
dalam
pembelajarannya (Trianto, 2010: 111). Masnur Muslich menyebut istilah asas-asas pembelajaran CTL sebagai komponen utama CTL. Secara rinci, Masnur Muslich (2007: 44-48) mengemukakan tentang prinsip dasar setiap komponen utama CTL. a. Konstruktivisme 1) Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran. 2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa penting daripada informasi verbalistis. 26
lebih
3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. 4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar. 5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri. 6) Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru. b. Bertanya 1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya. 2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab. 3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas). 4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. 5) Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : (a) menggali informasi; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan respon siswa; (d) mengetahui kadar keingintahuan siswa; (e) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; (f) memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa; dan (h) menyegarkan pengetahuan siswa.
27
c. Inkuiri 1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. 2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. 3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis, pengumpulan data, dan penyimpulan. d. Masyarakat belajar 1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain. 2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi. 3) Sharing terjadi apabila terjadi komunikasi dua atau multiarah. 4) Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar. e. Pemodelan 1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru. 2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau ahlinya. 3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
28
f. Refleksi 1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya. 2) Perenungan
merupakan
respons
atas
kejadian,
aktivitas,
atau
pengetahuan yang baru diperolehnya. 3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja. g. Penilaian autentik 1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa. 2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil. 3) Penilaian
autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat
mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment). 4) Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria yang jelas. 5) Penilaian
autentik
dilakukan
dengan
berbagai
alat
secara
berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. 6) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan sekolah
untuk
mendiagnosis
kesulitan
belajar,
pembelajaran, dan atau untuk menentukan prestasi siswa.
29
umpan
balik
Masnur Muslich (2007: 43) menjelaskan apabila ketujuh komponen ini diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut : (a) kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, (b) kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari, (c) kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil ”menemukan” sesuatu, (d) kegiatan belajar yang bisa menciptakan situasi belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman lain, (e) kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan sebagainya, (f) kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa. (g) Kegiatan belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung. Latar belakang CTL menurut Syaiful Sagala (2006: 87) adalah belajar akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah serta lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahui.
30
Selain itu, pembelajaran yang hanya berorientasi pada target penguasaan materi terbukti hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak dalam penyelesaian masalah jangka panjang (kehidupan sehari-hari). Wina Sanjaya (2005: 125) menyatakan bahwa CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu, dalam CTL, keaktifan siswa senantiasa mengalami peningkatan. Johnson (2009: 75-87) mengemukakan tiga prinsip dalam CTL yaitu sebagai berikut. a. Prinsip kesaling-bergantungan Prinsip ini membantu siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Misalnya, ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. b. Prinsip diferensiasi Diferensiasi membuat siswa untuk saling menghormati keunikan, perbedaan, dan keragaman masing-masing sehingga menghasilkan gagasan dan hasil yang baru yang berbeda. c. Prinsip pengorganisasian diri Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri sehingga siswa sadar akan potensi yang dimilikinya dan selalu menjadi dirinya sendiri. Hairudin (2007: 44) mengemukakan langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual di kelas sebagai berikut: (a) kembangkan pemikiran
31
bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya (komponen konstruktivisme), (b) laksanakan kegiatan enemukan sendiri untuk mencapai kompetensi yang diingikan (komponen inkuiri), (c) kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (komponen bertanya), (d) ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen masyarakat belajar), (e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (komponen pemodelan), (f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta didik merasa bahwa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi), (g) lakukan penilaian autentik dari berbagai sumber dan cara (komponen assesmen autentik) Pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) materi pelajaran akan bertambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk
membangun pengetahuan
baru. Selanjutnya siswa
memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok (Depdiknas 2002:8). Dengan demikian jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang 32
kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep materi pelajaran yang dibahas. E. Hubungan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pembelajaran dengan CTL menciptakan kegiatan belajar yang multi aspek karena lingkungan atau konteks belajar memiliki cakupan yang luas. Keterlibatan belajar siswa dengan CTL
menjadi lebih kuat karena CTL
menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental (Wina Sanjaya, 2005: 125). Belajar dengan metode CTL bukan hanya melibatkan aspek kognitif dan berada dalam lingkungan ruangan kelas, artinya siswa memiliki kekayaan pengalaman selama mengikuti kegiatan belajar. Dapat dikatakan seluruh aspek kecerdasan siswa terlibat aktif. Konteks kehidupan siswa yang juga menjadi konteks belajar menjadikan siswa dengan mudah menemukan makna dari kegiatan belajar itu sendiri. Dilhat dari konsep manfaat, maka siswa dengan mudah mengetahui, memahami bahkan menghayati manfaat mempelajari suatu materi pelajaran. Selama ini, ketika pembelajaran
lebih berorientasi pada nilai akademik,
keterlibatan semua aspsek kecerdasan dan makna kegiatan belajar sering
33
diabaikan. Penerapan model pembelajaran
CTL menjadikan siswa lebih
bermakna atau berarti. Siswa melihat belajar bukan sekedar mencapai nilai akademik, tetapi juga manfaat langsung bagi kehidupan dirinya. Jika hasil belajar diartikan sebagai hasil usaha yang dapat dicapai siswa setelah melakukan proses belajar yang berlangsung dalam interaksi subjek dengan lingkungannya seperti dikemukakan (Winkel, 2004: 15), maka CTL dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terjadi karena CTL memunculkan lebih banyak interaksi antara siswa dengan konteks lingkungannya. Kompleksitas konteks belajar bukan menjadi penghambat karena pada saat interaksi berlangsung, siswa-siswa justru mampu mengembangkan kemampuan berpikir lebih banyak. Siswa,
terutama yang masih pada taraf
berpikir operasional kongkrit, lebih mudah memahami sesuatu yang kongkrit atau nyata. Bahkan, siswa dapat melakukan asosiasi atau penyatuan unsurunsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru (Sudijono, 2001: 51). Dengan demikian, jelas bahwa Contextual Teaching Learning mengasah lebih banyak potensi kecerdasan siswa yang pada akhirnya mampu meningkatkan hasil belajar siswa. F. Kerangka Pikir Penelitian ini disusun dengan membangun kerangka pikir bahwa guru menguasai materi mata pelajaran IPA dengan baik tetapi belum menerapkan pendekatan dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga berpengaruh
34
pada hasil belajar. Keterlibatan dan keaktifan siswa kurang karena kegiatan belajar lebih menekankan pada ketertiban dan pengendalian guru kepada siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat merupakan alternatif yang baik untuk merubah pembelajaran yang membosankan menjadi sesuatu yang diminati oleh siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran daur air dan peristiwa alam dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran yang tepat adalah pendekatan CTL yaitu pendekatan yang lebih mementingkan keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan menemukan makna dari apa yang dipelajari dengan menghubungkan materi yang dipelajari tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di SD yaitu mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah melalui proses penemuan. Ciri khas dari pendekatan CTL adalah pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran, CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Proses pembelajaran kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil temuannya sendiri sehingga akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
35
Penggunaan model Contextual Teaching Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA akan memberikan kesempatan siswa mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan demikian pengetahuan yang didapat siswa adalah hasil temuannya sendiri sehingga bertahan lebih lama dalam ingatannya, lebih mudah dipahami, dan lebih bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna akan meningkatkan keantusiasan siswa dalam belerdasarkan hal tersebut, maka model Contextual Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa G. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut. Penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif kelas V pada mata pelajaran IPA materi daur air dan peristiwa alam. H. Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variable yang perlu di definisikan, yakni: 1. Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalah perubahan kemampuan pada siswa tentang konsep IPA sebagai hasil proses belajar sehingga bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar.
36
2. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada unia nyata kehidupa seharihari yang dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep materi pelajaran yang dibahas.
Ciri khas dari pendekatan CTL adalah
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran, CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Proses pembelajaran kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil temuannya sendiri sehingga akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
37
38