BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dan Pembelajarannya IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan yang benar, yaitu bersifat rasional dan objektif. Pengetahuan alam adalah pengetahuan yang berisi tentang alam semesta dan segala isinya. IPA disebut dengan kata “sains” yang berasal dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah dan
berhubungan
dengan
alam,
sedangkan
science
artinya
ilmu
pengetahuan. Penggunaan kata “sains” sebagai IPA berbeda dengan pengertian social science, educational science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Carin & Sund (1989: 4) mengemukakan bahwa, sains adalah “Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been observed.” Chiappetta & Koballa (2010: 102) juga menyatakan bahwa sains adalah Science is a particular way of knowing about the world. In science, explanations are limited to those based on observations and experiments that can be substantianted by other scientists. Explanations that cannot be based on empirical evidence are not part of scince. Pendapat sains tersebut dapat dikaitkan dengan hakikat IPA yang dikemukakan oleh Chiappetta & Koballa (2010: 102), yaitu hakikat IPA
11
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, sikap ilmiah, dan aplikasi ilmiah. a. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu disebut juga sebagai produk IPA, yang merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan selama berabad-abad. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsipprinsip, dan teori-teori IPA (Carin & Sund, 1989: 5).
Sedangkan
Chiappetta & Koballa (2010: 112) mengemukakan bahwa, IPA sebagai produk (science as a body of knowledge) dihasilkan dari produk kreatif penemuan selama berabad-abad. Produk IPA terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, hipotesis, teori, dan model. b. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai proses Pengkajian IPA dari segi proses disebut juga keterampilan proses sains (science process skills) atau disingkat dengan proses sains. Proses sains (IPA) adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam
dengan
cara-cara
tertentu
untuk
memperoleh
ilmu
dan
pengembangan ilmu itu selanjutnya (Patta Bundu: 2006: 12). Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari IPA sesuai dengan apa yang para ahli IPA lakukan, yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi,
merumuskan
hipotesis,
dan
melakukan
eksperimen.
Keterampilan proses sains (IPA) disebut juga science is a way of investigating yang artinya cara menyelidiki suatu permasalahan, antara
12
lain dengan cara mengamati, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengukur, dan sebagainya (Carin & Sund: 1989: 5). c. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai sikap ilmiah Aspek ketiga dari sains (IPA) adalah sikap sains atau sering disebut sikap ilmiah atau sikap keilmuan. Dalam hal ini perlu dibedakan antara sikap sains (sikap ilmiah) dengan sikap terhadap sains. Meskipun kedua konsep ini mempunyai hubungan tetapi terdapat penekanan yang berbeda. Sikap terhadap sains adalah kecenderungan pada rasa senang atau tidak senang terhadap sains. Sedangkan yang dimaksud dengan sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, sikap tersebut di antaranya obyektif terhadap fakta, jujur, teliti, bertanggung jawab, dan terbuka (Patta Bundu: 2006: 13). Sedangkan Chiappetta & Koballa (2010: 5) menyatakan bahwa sikap ilmiah (a way of thinking) adalah adanya kepercayaan, nilainilai, dan berpendapat. d. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai aplikasi Asih & Eka (2014: 24) menyatakan bahwa, IPA sebagai aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Chiappetta & Koballa (2010: 115) menyatakan bahwa IPA sebagai aplikasi merupakan penerapan produk IPA dalam teknologi dan masyarakat secara terintegratif. IPA ditinjau dari karakteristik pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP), menurut Asih & Eka (2014: 26), pembelajaran IPA
13
merupakan transfer ilmu dua arah antara guru sebagai pemberi informasi dan peserta didik sebagai penerima informasi melalui metode tertentu (proses sains). Lebih lanjut, Trianto (2012: 155) menjelaskan bahwa, melalui pembelajaran IPA diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah dan bersikap ilmiah. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang mana data yang didapatkan melalui pengamatan dan eksperimen. IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, sikap ilmiah, dan aplikasi ilmiah. Hakikat pembelajaran IPA melibatkan peran aktif peserta didik dalam pembelajaran. Keempat unsur IPA yang meliputi produk, proses, sikap, dam aplikasi merupakan unsur-unsur yang harus muncul dalam pembelajaran IPA. 2. Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Newspaper a. Model Pembelajaran Problem Based Learning 1) Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning Problem Based Learning atau dalam bahasa indonesia adalah pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan padan tahun 1980-an. John R. Savery (2006: 12) menyatakan bahwa “PBL is an instructional (and curricular) learner-centered approach that empowers learners to conduct research, integrate theory and practice, and apply knowledge and skills to develop a viable solution to a defined problem”.
14
Model PBL menekankan pada pembelajaran berbasis studentcentered, yang dapat memberdayakan peserta didik untuk melakukan penyelidikan, mengintegrasikan teori dan praktik, menerapkan pengetahuan dan keterampilannya untuk mengembangkan penemuan solusi atau pemecahan terhadap masalah tertentu. Sedangkan menurut Sockalingam (2010: 18) menjelaskan bahwa PBL didasarkan pada prinsip bahwa peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga mereka tahu bagaimana menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi nyata. 2) Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning Ciri
paling
utama
dari
model
pembelajaran
PBL
yaitu
dimunculkannya masalah di awal pembelajaran. Arends (2004: 101102 ) menyatakan karakteristik PBL adalah sebagai berikut. a) Mengajukan pertanyaan atau masalah PBL mengorganisasikan pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan pribadi bermakna bagi peserta didik. Pertanyaan dan masalah tersebut hendaknya terkait dengan situasi kehidupan nyata,
diupayakan
menghindari
jawaban
sederhana,
dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk petanyaan dan masalah tersebut.
15
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Masalah aktual hendaknya dipilih untuk dikaji pemecahannya, yang dapat ditinjau dari berbagai segi, meskipun PBL berpusat pada mata pelajaran tertentu (seperti IPA, matematika, atau IPS). c) Penyelidikan autentik (nyata) PBL menghendaki peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian masalah yang nyata. Peserta didik
hendaknya
menganalisis
dan
menentukan
masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis
informasi,
melakukan
eksperimen
(jika
diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. d) Menghasilkan dan memamerkan produk atau hasil karya PBL menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam berbagai alternatif bentuk seperti presentasi laporan, transkrip debat, model fisik, maupun video. Produk tersebut bertujuan untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan peserta didik pada peserta didik lain. e) Kerja sama atau kolaboratif PBL juga dicirikan oleh adanya kerja sama antar peserta didik, dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama antar peserta didik dapat memberikan motivasi untuk bekerja bersama dalam tugas-tugas yang lebih kompleks dan meningkatkan
16
peluang
untuk
berbagi
inkuiri
dan
berdialog
untuk
mengembangkan keterampilan sosial. Beberapa karakteristik PBL menurut Bekti dan Herman (2013: 5) adalah sebagai berikut. a) Pembelajaran
dimulai
dengan
pemberian
masalah
yang
mengambang yang berhubungan dengan kehidupan nyata b) Masalah dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran c) Peserta didik menyelesaikan masalah dengan penyelidikan auntetik d) Secara bersama-sama dalam kelompok kecil, peserta didik mencari solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan e) Guru bertindak sebagai tutor dan fasilitator f) Peserta didik bertanggung jawab dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang bervariasi, tidak dari satu sumber g) Peserta didik mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk tertentu 3) Tahapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Kunci kebehasilan PBL terletak pada tahap pemilihan masalah dan guru merupakan pemandu proses pembelajaran dan pengarah tanya jawab pada proses penyimpulan pengalaman belajar. Pola umum PBL yang
dikemukakan
oleh
Sanjaya
(2007:
210)
adalah:
(1)
Menghadapkan peserta didik pada masalah autentik, (2) peserta didik mencari informasi yang relevan dengan masalah dan model untuk memecahkan masalah, baik secara individu maupun kelompok, (3)
17
peserta didik mengembangkan, menilai, dan mempresentasikan pemecahan masalah. Sintaks PBL menurut Arends (2007: 394) terdapat lima tahap utama yang lebih lanjut dijabarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Lima Tahap Model Pembelajaran PBL Langkah-langkah Pokok Kegiatan Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan-kebutuhan Tahap 1 Mengarahkan peserta didik kepada yang diperlukan, dan memotivasi masalah peserta didik agar terlibat pada kegiatan pemecahan masalah. Membantu peserta didik Tahap 2 menentukan dan mengatur tugas Mempersiapkan peserta didik untuk belajar yang berkaitan dengan belajar masalah yang diangkat. Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang Tahap 3 Membantu penelitian mandiri dan sesuai, melaksanakan eksperimen kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan Tahap 4 karya yang sesuai, seperti laporan, Mengembangkan dan menyajikan video, model; dan membantu hasil karya (artefak dan benda peserta didik dalam berbagi tugas panjang) dengan temannya untuk menyampaikan kepada orang lain. Membantu peserta didik melakukan refleksi dan Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi mengadakan evaluasi terhadap proses pemecahan masalah penyelidikan dan proses-proses belajar yang mereka lakukan. Sumber: Richard I. Arends (2007: 394) 4) Kelebihan & Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning Kelebihan model pembelajaran PBL antara lain sebagai berikut.
18
a) Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik (Sanjaya, 2007: 220). b) Memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata (Sanjaya, 2007: 220). c) Berdampak pada hasil belajar peserta didik, terutama kognitif dan motivasi (Sanjaya, 2007: 221). d) Berdampak pada meningkatnya kreativitas dan metode ilmiah peserta didik (Arends, 2004: 106). Di samping kelebihan, Sanjaya (2007: 222) menyatakan bahwa PBL juga memiliki kekurangan antara lain sebagai berikut. a) Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. b) Sebagian peserta didik beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. c) Model PBL tidak cukup diterapkan satu atau dua kali saja supaya memberikan dampak yang lebih baik dalam hasil belajarnya.
19
b. Media Pembelajaran Newspaper atau Surat Kabar Kata media merupakan bentuk jamak dari kata”medium” yang dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 2010: 10) AECT (Association for Education Communication Technologi) memberikan batasan media sebagai segala bentuk dan satuan yang digunakan orang untuk mengeluarkan pesan atau informasi. Menurut Daryanto (2011:4), pada hakikatnya, proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari guru ke peserta didik. Pesan berupa isi atau ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal. Berdasarkan hal tersebut media harus bermanfaat sebagai berikut. 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis. 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra. 3) Menimbulkan gairah belajar, berinteraksi secara langsung antara peserta didik dan sumber belajar. 4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya. 5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, yaitu guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, peserta
20
didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran, jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daryanto, 2011: 4). Surat kabar atau dalam bahasa inggris newspaper merupakan salah satu contoh media cetak. Surat kabar adalah media komunikasi massa dalam bentuk cetakan yang tidak perlu diragukan lagi peranan dan pengaruhnya terhadap masyarakat pada umumnya. Sedangkan menurut Farida Rahim (2008: 96) menyatakan bahwa surat kabar merupakan sumber bahan bacaan tambahan yang memungkinkan guru membawa komunitas ke dalam kelas. Berdasarkan penjelasan tersebut,dapat disimpulkan bahwa model PBL adalah
model
pembelajaran
berbasis
student-centered
yang
mengutamakan keaktifan peserta didik dalam melakukan penyelidikan, mengintegrasikan teori dan praktik, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan problem/ masalah yang relevan dalam situasi nyata. Tiga unsur esensial dalam PBL adalah adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada peserta didik, dan belajar dalam kelompok kecil untuk memecahkan permasalahan. Permasalahan yang ditampilkan kepada peserta didik dapat berasal dari media newspaper atau surat kabar. Pentingnya surat kabar sebagai media pendukung proses pembelajaran adalah peserta didik terfasilitasi oleh
21
guru untuk memperoleh informasi secara nyata berdasarkan peristiwa sehari-hari. Surat kabar menjadi sumber bahan bacaan tambahan yang memungkinkan guru membawa komunitas ke dalam kelas. Model PBL dengan newspaper terdapat lima sintaks, yaitu: (1) mengarahkan peserta didik pada masalah melalui artikel surat kabar atau newspaper, (2) mempersiapkan peserta didik untuk belajar, (3) membantu penelitian mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 3. Kreativitas a. Definisi Kreativitas Kreativitas diadopsi dari taksonomi Bloom. Domain kognitif Bloom mencantumkan aspek kreasi termasuk ke dalam penggunaan prosedur untuk melakukan latihan atau memecahkan masalah (Mary, 2007: 52). Dengan demikian, kreasi berkaitan erat dengan pengetahuan faktual dan konseptual. Lebih lanjut Krathwohl (2001: 215) menjelaskan bahwa, sebuah latihan adalah sebuah tugas peserta didik untuk mengetahui prosedur yang tepat digunakan sehingga peserta didik terbiasa menggunakan fakta-fakta dan konsep itu. Sebuah permasalahan merupakan tugas peserta didik yang awalnya tidak mengetahui fakta dan konsep yang akan digunakan. Jadi, peserta didik harus menemukan fakta dan konsep untuk memecahkan masalah tersebut. David R. Krathwohl (2001: 215) mengungkapkan bahwa prosesproses yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran umumnya berjalan
22
lebih mengarah pada cara berpikir kreatif. Beberapa keutamaan yang dapat dicapai seseorang melalui kegiatan tersebut diantaranya mampu menggabungkan unsur-unsur secara bersamaan dan mengenali unsurunsur ke dalam pola baru. Kreativitas melibatkan proses berpikir divergen jika diamati dari model struktur intelek yang dikemukakan oleh Guilford dalam Sternberg (2006: 87). Kemampuan berpikir divergen merupakan keterampilan peserta didik dalam mengembangkan gagasan kreatif yang muncul akibat adanya stimulus. b. Ciri-Ciri dan Dimensi Kreativitas Kreativitas dijelaskan oleh Pekmez (2009: 205) bahwa kreativitas terdiri dari kemampuan fluency (kemampuan secara cepat menghasilkan banyak ide atau solusi terhadap persoalan), flexibility (kemampuan untuk menanggapi berbagai permasalahan), dan originality (kecenderungan untuk menghasilkan ide yang berbeda dengan yang lain). Dimensi atau aspek beserta subaspek kreativitas antara lain: 1) Banyaknya ide yang dihasilkan (fluency), yaitu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah dan pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal serta selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. 2) Keterampilan berpikir luwes (flexibility), yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau
23
arah yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran, adanya kesesuaian antara permasalahan dengan pernyataan topik, dan adanya kesesuaian antara permasalahan dengan solusi. 3) Keterampilan berpikir orisinal (originality), yaitu mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri serta mampu membuat kombinasikombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Lebih detail lagi, Silvia (2015: 10) mengembangkan aspek kreativitas yang lebih spesifik mengenai hubungan pemecahan dan pengajuan masalah yang dijabarkan pada Tabel 2. Tabel 2. Aspek Kreativitas Pemecahan Masalah Siswa menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban masalah Siswa memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian dengan menggunakan cara lain. Siswa mendiskusikan berbagai metode penyelesaian
Siswa memeriksa beberapa metode penyelesaian atau jawaban, kemudian membuat solusi permasalahan lainnya berbeda dengan cara menghasilkan laporan tertulis, karya mind map, atau poster
Aspek Kefasihan
Fleksibilitas
Kebaruan
Pengajuan Masalah Siswa membuat banyak masalah yang dipecahkan. Siswa memberikan masalah yang diajukan Siswa mengajukan masalah yang cara penyelesaian berbedabeda. Siswa menggunakan pendekatan “what-ifnot?” untuk mengajukan masalah Siswa memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah berbeda dengan cara menghasilkan laporan tertulis, karya mind map, atau poster
Sumber: Silvia (2015: 10)
24
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Kreativitas peserta didik berkembang seiring bertambahnya usia atau tingkatannya. Kreativitas peserta didik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas yang dikemukakan oleh Utami Munandar (2009: 29-31). 1) Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik. Faktor internal yang mempengaruhi kreativitas meliputi: a) Faktor jasmaniah Faktor jasmaniah meliputi kesehatan fisik dan kecacatan tubuh. b) Faktor psikologi Faktor psikologi meliputi: (1) inteligensi, (2) kesiapan belajar, (3) kematangan, (4) minat belajar, (5) bakat. 2) Faktor eksternal a) Faktor keluarga Peran yang dimainkan oleh keluarga dalam pembentuan kreativitas anak sangatlah berpengaruh. Perkembangan bakat dan krativitas anak sangat berpengaruh oleh cara hidup dalam keluarga dan oleh posisi serta sikap orang tua terhadap anak. b) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi kreativitas peserta didik meliputi metode pengajaran, kurikulum, relasi guru dengan peserta
25
didik, sarana dan prasarana sekolah, alokasi waktu belajar, dan tugas rumah. Berdasarkan penjelasan tersebut, kreativitas merupakan kemampuan berfikir divergen yang mencakup ranah menghasilkan produk yang bernilai kreatif dan inovatif. Aspek kreativitas peserta didik diobservasi berdasarkan aspek yang dikembangkan oleh Pekmez dan Silvia dengan modifikasi. Aspek-aspek kreativitas antara lain (1) Fluency (banyaknya ide yang dihasilkan), dengan indikator mencetuskan banyak pertanyaan permasalahan (lebih dari 1), mencetuskan banyak penyelesaian permasalahan maupun solusi alternatif (lebih dari 1); (2) Flexibility (kemampuan untuk menanggapi berbagai permasalahan), dengan indikator adanya kesesuaian antara permasalahan dan adanya kesesuaian antara permasalahan dan penyelesaian permasalahan; (3) Originality (kecenderungan untuk menghasilkan ide yang berbeda dengan yang lain/ orisinil), dengan indikator mencetuskan ide pertanyaan permasalahan yang berbeda dengan orang lain, mencetuskan ide penyelesaian permasalahan yang berbeda dengan orang lain, dan menyusun kesimpulan dalam bentuk mind mapping yang berbeda desainnya dengan orang lain. Kreativitas peserta didik dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal masing-masing sehingga setiap peserta didik satu dengan lain berbeda.
26
4. Hasil Belajar Kognitif a. Definisi Hasil Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 11), hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai hasil belajar peserta didik melalui kegiatan penilaian dan/ atau pengukuran hasil belajar. Sudjana (2009: 56) juga menyatakan bahwa perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksi, daya terima,dan aspek lain dalam individu tesebut. Tujuan utama dari hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Sedangkan penilaian hasil belajar dijelaskan dalam Peraturan Pendidikan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 diuraikan bahwa: Penilaian hasil belajar dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Benjamin
Bloom
dalam
David
R.
Krathwohl
(2001:
213)
mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) Ranah kognitif, meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. 27
2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas aspek
penerimaan,
tanggapan,
penilaian,
pengelolaan,
dan
penghayatan (karakterisasi). 3) Ranah
psikomotorik,
mencakup
kemampuan
yang
berupa
keterampilan fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta ekspresif dan interperatif. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Kognitif Faktor yang mempengaruhi hasil belajar kognitif peserta didik antara lain faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Berikut ini faktor penyebabnya yang dikemukakan oleh Purwanto (2006: 102-103). 1) Faktor internal Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan psikologis peserta didik. Keadaan jasmani yang sehat akan lebih menunjang aktivitas belajarnya daripada yang kurang sehat. Selain faktor jasmani, faktor psikologi juga mendorong dan memotivasi peserta didik untuk aktif pasrtisipatif dalam belajar. Faktor-faktor psikologis meliputi: a) Minat pada adanya keingintahuan b) Kesiapan dalam belajar c) Bakat dan prestasi d) Memperbaiki kegagalan
28
2) Faktor eksternal Faktor-faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar peserta didik, meliputi: a) Faktor keluarga Orang tua berperan sebagai pendidik utama dalam kehidupan anak-anaknya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya menjadi pembentuk karakter anak sehingga dapat mempengaruhi gaya belajarnya yang tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajarnya. b) Faktor sekolah Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode belajar yang diterapkan di kelas. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar peserta didik, yaitu menyangkut kepribadian guru dan kemampuan pedagogisnya. Terhadap mata pelajaran, mayoritas peserta didik memusatkan perhatian kepada mata pelajaran yang diminatinya saja sehingga berpengaruh pada hasil belajarnya. c) Faktor masyarakat Peserta didik tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan peserta didik. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan peserta didik, masyarakat ikut mempengaruhi.
29
c. Dimensi Hierarki Hasil Belajar Kognitif Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual (knowledge). Sebagian besar tujuan instruksional berada dalam ranah kognitif Bloom versi baru dalam Mary J. Pickard (2007: 48) membagi ranah kognitif ke dalam enam jenjang kemampuan secara hierarkis yang diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3. Enam Kategori Dimensi Kognitif Dimensi Contoh Kognitif Mengingat: dapatkah Mendefinisikan (define), menduplikasi (duplicate), mendata peserta didik mengingat (list), menghafal (memorize), mengingat kembali (recall), kembali informasi? mengulang (repeat), menggubah kalimat (reproduce state) Memahami: dapatkah Mengklasifikasi (classify), menggambarkan (describe), peserta didik menjelaskan mendiskusikan (discuss), menjelaskan (explain), ide atau konsep? mengidentifikasi (identify), meletakkan (locate), mengenali (recognize), melaporkan (report), memilih (select), menerjemahkan (translate), merangkum (paraphrase) Mengaplikasikan: dapatkah Memilih (choose), mendemonstrasikan (demonstrate), peserta didik menggunakan mendramatisasi (dramatize), mengeksekusi (employ), informasi dalam cara baru? mengilustrasikan (illustrate), menginterpretasikan (interpret), mengoperasikan (operate), menjadwal (schedule), mensketsa (sketch), menyelesaikan masalah (solve), mengimplementasikan (use), menulis (write) Menganalisis: dapatkah Menilai (appraise), membandingkan (compare), peserta didik membedakan membedakan (contrast), mengkritik (criticize), membedakan antara bagian yang berbeda? (differentiate), mendiskriminasi (discriminate), membedakan (distinguish), memeriksa (examine), mencoba (experiment), menanya (question), menguji (test) Mengevaluasi: dapatkah Menilai (appraise), menyatakan pendapat (argue), peserta didik mempertahankan (defend), mengkritik (judge), mendukung mempertahankan argumen (support), menilai harga (value), mengevaluasi (evaluate). dan keputusan? Mencipta: dapatkah peserta Mengumpulkan (assembe), membangun (construct), didik mencipta produk baru mencipta (create), mendesain (design), mengembangkan atau sudut pandang? (develop), merumuskan (formulate), menulis (write) Sumber: Mary J. Pickard (2007: 48)
Berdasarkan uraian tentang hasil belajar kognitif, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif adalah proses untuk mengukur
30
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik yang memiliki fungsi untuk penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran melalui kegiatan penilaian yang dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram sehingga nampak perubahan dalam aspek kognitif. Dimensi hasil belajar kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).
5. Kajian Keilmuan IPA Tema “Makanan Berbahaya di Sekitar Kita” Makanan Berbahaya di Sekitar Kita adalah tema yang peneliti kaji dalam pembelajaran kelas VIII semester genap. Tema tersebut terdiri dari satu materi pokok zat aditif pada makanan yang diintegrasi secara connected dengan materi sistem pencernaan dan sistem ekskresi. Peta kompetensi disajikan pada Lampiran 1. a. Sistem Pencernaan I Gusti Ayu (2014: 220) menjelaskan bahwa, sistem pencernaan adalah sistem yang berkenaan dengan memasukkan makanan, baik secara mekanik maupun secara kimiawi serta eluminasi (pembuangan material sisa yang tertinggal). Sistem pencernaan berfungsi untuk mengubah molekul nutrisi organik kompleks menjadi molekul organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh darah dan getah bening untuk diangkut ke sel (Scanlon & Sanders, 2007: 371).
31
Gambar 1. Sistem Pencernaan (Sumber: sumberbelajar.kemendikbud.go.id) Sistem pencernaan terbagi menjadi dua macam, yaitu organ pelengkap dan saluran pencernaan. Saluran memanjang dari mulut hingga anus. Saluran pencernaan terdiri dari rongga mulut, faring, kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar. Organ pelengkap terdiri dari gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, kantung empedu, dan pankreas (Scanlon & Sanders, 2007: 371). Proses pencernaan makanan terbagi menjadi dua, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik adalah mengubah makanan menjadi potongan-potongan menjadi kecil, sedangkan pencernaan kimiawi adalah mengubah molekul kimia yang kompleks menjadi molekul kimia yang lebih sederhana agar mudah diserap tubuh. Pencernaan kimiawi melibatkan enzim pencernaan. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa saluran dan organ pelengkap pencernaan.
32
1) Rongga Mulut Pada rongga inilah makanan mulai dicerna, baik secara mekanis maupun secara kimiawi. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai alat yang membantu berlangsungnya kedua macam pencernaan tersebut, seperti gigi, lidah, dan kelenjar air liur atau kelenjar ludah (I Gusti Ayu Tri Agustina, 2014: 239). Waktu kita mengunyah, gigi memecah makanan menjadi bagian-bagian kecil, sementara makanan bercampur dengan cairan ludah untuk memudahkan proses menelan. Cairan ludah tersebut mngandung enzim ptialin atau amilase. Makanan yang ditelan dinamakan bolus.
Gambar 2. Rongga Mulut (Sumber: sumberbelajar.kemendikbud.go.id) 2) Esofagus atau Kerongkongan Kerongkongan adalah tabung berotot yang berfungsi sebagai jalan bolus dari mulut ke perut (Scanlon & Sanders, 2007: 373). Bolus dari ujung esofagus bergerak dengan gerakan peristaltik yaitu gerakan bergelombang yang disebabkan oleh kontraksi otot pada dinding saluran cerna yang mendorong makanan sepanjang 33
saluran cerna. Gerakan ini dimungkinkan oleh otor-otot melingkar dan otot-otot yang memanjang. Gerakan inilah yang membantu mendorong makanan dari rongga mulut ke lambung, lebih kurang selama 6 detik (I Gusti Ayu Tri Agustina, 2014: 242).
Gambar 3. Esofagus (Sumber: fairview.org)
3) Lambung Bolus kemudian melalui pipa esofagus ke lambung. Lambung terletak di sebelah bawah tulang rusuk terakhir agak ke kiri. Alat ini merupakan kantong besar yang dapat dibedakan menjadi tiga daerah, yaitu kardiak (bagian atas dekat dengan hati), fundus (bagian tengah yang menggantung), dan pilorus (bagian bawah dekat dengan usus halus). Jaringan otot dinding lambung terdiri atas beberapa lapis. Ada yang melingkar, memanjang, maupun menyamping. Kalau otot ini berkontraksi secara bergantian, makanan di dalam lambung teraduk sehingga saling bergesekan dan terbentuklah bubur yang disebut kim. Bagian dalam dinding 34
lambung menghasilkan lendir sedangkan di daerah fundus menghasilkan getah lambung. Getah lambung mengandung bermacam-macam zat, misalnya air, ion-ion garam organik, musin yang tersusun atas lendir, HCl atau asam lambung, dan enzim-enzim pencernaan seperti enzim renin dan pepsinogen. Pada dinding lambung juga terdapat kelenjar buntu yang menghasilkan hormon gastrin. Fungsi hormon gastrin ialah untuk memacu sekresi getah lambung. Fungsi HCl yaitu untuk membunuh kuman-kuman yang masuk bersama makanan, mengaktifkan enzim, mengatur membuka dan menutupnya klep antara lambung dan usus dua belas jari dan merangsang sekresi getah usus (I Gusti Ayu Tri Agustina, 2014: 242-243).
Gambar 4. Lambung (Sumber: Scanlon & Sanders, 2007: 377) 4) Usus Halus Usus halus merupakan tempat pencernaan dan penyerapan nutrisi. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu usus dua belas 35
jari atau duodenum, usus kosong atau yeyunum dan usus penyerapan atau ileum (I Gusti Ayu Tri Agustina, 2014: 245).
Gambar 5. Usus Halus (Sumber: Scanlon & Sanders, 2007: 383) 5) Usus Besar Usus besar terdiri dari usus tebal atau kolon dan poros usus atau rektum. Bahan makanan yang tidak diserap oleh ileum masuk ke dalam usus besar yaitu ke dalam kolon. Di dalam kolon, sisa makanan akan dibusukkan oleh bakteri usus tebal misalnya Echerichia coli. Di samping itu, pada kolon juga terjadi pengaturan kadar air. Dengan gerakan peristaltik, makanan terdorong sedikit demi sedikit menuji rektum. Antara usus halus dan usus besar terdapat saluran buntu yang disebut usus buntu. Pada usus buntu terdapat bangunan tambahan yang disebut umbai cacing atau apendiks (I Gusti Ayu Tri Agustina, 2014: 247).
36
Gambar 6. Usus Besar (Sumber : medicastore.com)
6) Anus Anus merupakan alat pembuangan feses. Feses yang dibentuk akan didorong dengan gerakan peristaltik ke poros usus/ rektum. Defekasi (buang air besar) terjadi karena lambung dan usus berisi makanan merangsang usus tebal untuk melakukan defekasi. b. Sistem Ekskresi Proses metabolisme tubuh meiputi proses menghasilakan energi dan zat yang berguna bagi tubuh. Dalam proses metabolisme, dihasilkan zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Zat-zat ini harus dikeluarkan dari tubuh karena dapat membahayakan tubuh. Proses pengeluaran zat-zat sisa dari dalam tubuh disebut ekskresi. Susan Dudley (2013: 14) menjelaskan bahwa, sistem ekskresi terdiri dari empat bagian, yaitu paru-paru, hati, kelenjar keringat di kulit, dan sistem pembentuk urin.
37
1) Paru-Paru Selain sebagai alat pernapasan, paru-paru juga berfungsi sebagai alat pengeluaran. Zat yang dikeluarkan oleh paru-paru adalah karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari proses pernapasan. Jadi, tugas paru-paru adalah mengeluarkan karbon dioksida dan uap air yang tidak digunakan lagi oleh tubuh. Jika tidak dikeluarkan, zat-zat tersebut akan menjadi racun.
Gambar 7. Paru-Paru (Sumber: info-pendidikan.com) 2) Hati Hati
berfungsi
menetralisir
racun
sehingga
tidak
membahayakan tubuh, kemudian racun ini dikeluarkan melalui urin, mengubah glukosa menjadi glikogen untuk mengatur kadar gula dalam darah, dan sebagai alat ekskresi yang mengeluarkan getah empedu dan urin.
38
Gambar 8. Hati atau Liver (Sumber: info-pendidikan.com) 3) Kulit Kulit merupakan salah satu alat ekskresi yang diperlukan tubuh untuk mengeluarkan air, garam, dan urea dari dalam tubuh berupa keringat melalui kelenjar keringat. Ekskresi melalui kulit sangat berhubungan dengan suhu dan kegiatan yang dilakukan.
Gambar 9. Penampang Kulit (Sumber: info-pendidikan.com) 4) Ginjal Setiap manusia memiliki dua buah ginjal yang terletak di perut bagian atas di dekat sisi tulang belakang peritoneum. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi daripada ginjal kanan. Ginjal berfungsi untuk mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung 39
nitrogen, seperti urea, dan ammonia. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk mengeluarkan zat-zat yang jumlahnya berlebihan, seperti
vitamin
mempertahankan
C
yang
tekanan
terlalu osmosis
banyak
dalam
ekstraseluler,
tubuh, dan
mempertahankan keseimbangan asam dan basa.
Gambar 10. Ginjal (Sumber: Scanlon & Sanders, 2007: 422)
c. Zat Aditif pada Makanan Zat aditif atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan atau campuran bahan yang secara alami atau bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan (Permenkes RI No. 329/Menkes/PER/XII/76). Zat aditif ditambahkan untuk memperbaiki kualitas makanan. Zat aditif terdiri dari zat aditif alami dan zat aditif buatan/ sintetis.
40
Tujuan penambahan zat aditif secara umum adalah untuk: (1) meningkatkan nilai gizi makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan, (3) memperpanjang umur simpan makanan (Regina,2009:2). 1) Pengawet Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan, fermentasi, pengasaman, atau penguraian terutama yang disebabkan oleh faktor biologi seperti mikroba. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik
jenis
maupun
dosisnya (Wisnu Cahyadi, 2009: 7). Pengawet alami yang sering digunakan adalah gula dan garam. Misalnya pada manisan, asinan, telur asin dll. Jika mikroba kontak langsung dengan larutan gula atau garam yang pekat maka air akan mengalir dari mikroba ke larutan melalui membran selnya. Akibatnya, mikroba akan mengalami dehidrasi dan mati sehingga makanan tidak membusuk. Penggunaan bahan pengawet yang berlebihan dapat merugikan kesehatan. Misalnya natrium benzoat dapat menyebabkan gangguan syaraf dan alergi. Selain itu boraks juga merupakan salah satu zat pengawet sintetis berbahaya untuk tubuh. Menurut Badan POM (2007: 5) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan 41
yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogenik. Boraks merupakan senyawa kimia berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, memiliki pH 9,5, memiliki berat molekul 381,37, titik lebur dari bentuk kristal 743 °C dan densitas 1,73 gr/cm 3. Boraks adalah senyawa hidrat dari garam natrium tetraborat deahidrat. (Na2B4O7. 10 H2O). Dalam beberapa keadaan makanan yang mengandung boraks dapat dengan mudah dibedakan dengan makanan yang tidak mengandung boraks. Beberapa ciri-ciri fisik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ciri-Ciri Beberapa Makanan Mengandung Boraks No Jenis Makanan Ciri-ciri Fisik 1
Mi Basah
Tekstur kenyal, lebih mengkilat, tidak lengket 2 Bakso Tekstur sangat kenyal, warna keputihsn, bila digigit kembali kebentuk semula, memantul jika dilempar, bau tidak alami, lebih awet 3 Lontong Tekstur kenyal, rasa gurih dan membuat lidah bergetar serta menimbulkan rasa getir Sumber: (Alsuhendra dan Ridawati, 2013: 189) Untuk menguji adanya kandungan boraks secara sederhana dapat menggunakan larutan kunyit. Bahan makanan yang ditetesi air kunyit berubah menjadi merah kecoklatan menunjukkan bahan makanan tersebut mengandung boraks. Kunyit mengandung
42
kurkumin, sedangkan boraks bersifat basa. Bila boraks dicampur dengan kurkumin akan menghasilkan senyawa baru yang disebut rosasianin berwarna merah kecoklatan. 2) Pewarna Bahan tambahan pangan berikutnya adalah pewarna. Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Bahan pewarna makanan juga terdapat dua jenis yakni pewarna alami dan pewarna sintetis (Regina, 2009: 4). Pewarna alami diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan atau hewan tertentu. Pewarna alami cenderung lebih aman untuk dikonsumsi karena tidak melalui proses kimiawi. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberi rasa khas yang tidak diinginkan, keseragaman warna kurang baik dan tidak seluas pewarna sintetik. Beberapa jenis pewarna alami yang sering digunakan pada makanan antara lain kunyit, wortel, gula kelapa, daun suji, daun pandan, dan daun katuk. Pewarna sintesis memiliki kelebihan yaitu mempunyai kekuatan warna yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, lebih menarik dan biasanya lebih murah. Penggunaan bahan
43
pewarna
sintetik
sebagai
pewarna
makanan
dapat
membahayakan bagi kesehatan. Saat ini banyak ditemukan makanan dengan menggunakan pewarna buatan yang biasanya digunakan dalam industri tekstil. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat pewarna sintetis (rhodamin B) pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Selain dampaknya terhadap kerusakan organ hati dan ginjal, juga dapat menyebabkan kanker. 3) Pemanis Pemanis merupakan zat pemberi rasa manis. Berdasarkan sumber pemanis, pemanis terdiri dari dua jenis yakni pemanis alami dan pemanis sintetik. Pemanis alami yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah gula tebu/ gula pasir dan gula merah. Pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, sementara kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari pada gula (Regina, 2009: 6). Pemanis yang termasuk ke dalam pemanis sintesis misalnya siklamat, sakarin, aspartame, sorbitol, asesulfam, neotam, dan gliserol. Penelitian yang pernah dilakukan pada tikus, konsumsi sakarin dan siklamat dapat merangsang terjadinya tumor kandung kemih. 4) Penyedap Rasa Menurut Menurut Badan POM (2007: 7) dalam Peraturan
44
Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/ IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap juga terdiri dari dua jenis, yakni penyedap alami dan sintetis. Penyedap alami misalnya bumbu rempahrempah dan ekstrak tanaman. Penyedap sintetik merupakan penyedap yang dihasilkan dari sintetis bahan kimia. Penyedap rasa yang sering digunakan adalah monosodium glutamat (MSG) atau vetsin. Menurut Wisnu Cahyadi (2009:110), mekanisme kerja MSG menyedapkan rasa daging karena adanya hidrolisis protein dalam mulut, meningkatkan rasa asin, mengurangi rasa pahit pada sayur dan meningkatkan cita rasa. d. Efek Zat Aditif terhadap Sistem Pencernaan dan Sistem Ekskresi Organ penyusun sistem pencernaan dan sistem ekskresi dapat mengalami gangguan akibat mengonsumi makanan yang mengandung zat aditif berbahaya. Beberapa gangguan sistem pencernaan akibat zat aditif antara lain, kanker usus, diare, muntaber, usus buntu, diabetes mellitus, dan gastritis. Sedangkan beberapa gangguan sistem ekskresi akibat zat aditif antara lain, kanker hati, asma, alergi pada kulit, dan gangguan ginjal (Vicky Yunita Clara, 2014).
45
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa zat aditif adalah zat yang ditambahkan dalam bahan makanan dengan tujuan meningkatkan kualitas makanan tersebut. Zat aditif berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi empat, yaitu pengawet, pewarna, pemanis, dan penyedap rasa. Masing-masing dari zat aditif tersebut dapat dibagi lagi menjadi zat aditif alami dan sintetis. Makanan yang mengandung zat aditif banyak dikonsumsi oleh manusia. Dalam tubuh manusia terdapat sistem pencernaan dan sistem ekskresi. Saluran penyusun sistem pencernaan antara lain, mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Sedangkan organ yang terlibat dalam sistem eksresi antara lain, paru-paru, hati, kulit, dan ginjal. Masing-masing organ yang membentuk sistem pencernaan maupun sistem ekskresi dapat mengalami gangguan akibat mengonsumsi makanan mengandung zat aditif dalam jangka waktu lama. Contoh gangguan-gangguan tersebut adalah kanker usus, diare, muntaber, usus buntu, diabetes mellitus, gastritis, kanker hati, asma, alergi pada kulit, dan gangguan ginjal.
B. Penelitian yang Relevan Berikut ini beberapa hasil penelitian mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Newspaper terhadap kreativitas dan hasil belajar kognitif. 1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rizki Destina (2014) menyatakan bahwa model problem based learning dengan newspaper memberikan
46
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kognitif peserta didik IPA kelas VIII semester I pada pokok bahasan getaran & gelombang dengan nilai signifikansi 0,045, artinya nilai Sig. kurang dari 0,05 ( 0,045 < 0,05). 2. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Khoirum Masruchah (2011) menyatakan bahwa ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan kreativitas peserta didik dalam memecahkan masalah matematika di kelas VII SMP ITABA Gedangan Sidoarjo berdasarkan hitungan thitung = 13,09 lebih besar dari ttabel dengan taraf signifikansi 5% . 3. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tim The Intenational Conference New Perspectives in Science Education (2014) menyatakan bahwa pembelajaran IPA dengan masalah berdasarkan artikel surat kabar dan konteks kehidupan nyata dapat menumbuhkan motivasi belajar dan meningkatkan hasil belajar. Hal tersebut tampak dari hasil analisis hasil belajar sebesar p < 0,001 dan d = 1,31, artinya adanya signifikansi antara perlakuan model dengan hasil belajarnya. 4. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Annisa Widyani (2015) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran problem based learning berbasis macromedia flash dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut terlihat bahwa adanya peningkatan kreativitas dan hasil belajar di setiap siklus pembelajaran (dua siklus). Siklus pertama kreativitas meningkat 28 % dan siklus kedua kreativitas meningkat menjadi 80 %. Siklus hari pertama hasil
47
belajar meningkat 36 % dan siklus hari kedua hasil belajar meningkat menjadi 80 %. C. Kerangka Berpikir Tantangan di era globalisasi menuntut peningkatan kompetensi sebagai salah satu aspek penilaian kualitas sumber daya manusia. Penyelesaian permasalahan yang muncul tidak hanya dibutuhkan kemampuan kognitif saja namun dibutuhkan motivasi kuat dan kreativitas. Keseimbangan kecerdasan yang dimiliki manusia (IQ, EQ, SQ) dan kemampuan yang mengiringinya diperlukan untuk mendukung dalam meraih kesuksesan dan resistensi seseorang dalam menghadapi tantangan dan tuntutan zaman. Trianto (2007: 1) menyatakan bahwa pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk meraih sesuatu profesi atau jabatan tetapi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang berhasil dengan baik tidak hanya dapat menciptakan manusia yang unggul dalam kemampuan kognitif namun memiliki nilai dan sikap yang luhur, motivasi kuat, dan kreatif solutif. Orang kreatif akan mampu melakukan sesuatu yang baru dan tidak hanya mengulang apa yang telah dikerjakan oleh generasi sebelumnya. Orang yang memiliki kreativitas tinggi akan lebih mudah dalam mengatasi masalah kehidupannya karena permasalahan dapat dipecahkan melalui berbagai macam solusi. Kreativitas ditunjang adanya kemampuan berpikir kreatif. Berpikir kreatif identik dengan berpikir divergen. Berpikir kreatif perlu diasah agar meningkat kreativitasnya sehingga mudah
48
dalam
menyelesaikan
masalah
karena
kita
akan
menemui
sebuah
permasalahan dengan banyak alternatif solusi. Salah satu upaya untuk mengasah kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran adalah menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran yang lebih inovatif dapat meningkatkan partisipasi dan aktivitas peserta didik saat berdiskusi. Partisipasi dan keaktifan peserta didik dapat memunculkan pertanyaan-pertanyaan dari dalam benak mereka. Setiap pertanyaan mengandung masalah yang terkait dengan topik atau materi. Permasalahan-permasalahan inilah yang menjadi dasar dalam pembelajaran untuk dipecahkan bersama. Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning berbantu dengan media newspaper diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kreativitas dan hasil belajar kognitif. Kerangka berikir dari penelitian ini dapat digambarkan dalam Gambar 11.
Gambar 11. Kerangka Berpikir Penelitian 49
D. Hipotesis Penelitian Sesuai dengan kajian teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. Ada pengaruh model pembelajaran problem based learning dengan newspaper terhadap kreativitas peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Berbah. 2. Ada pengaruh model pembelajaran problem based learning dengan newspaper terhadap hasil belajar kognitif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Berbah.
50