BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Teori Belajar
2.1.1 Teori Belajar Konstruktivisme Teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisikannya bila perlu. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan atau pengalaman. “Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. 3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku jika berhadapan dengan pengalalaman-pengalaman seseorang.”6 Hal ini berarti pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran siswa harus aktif sehingga siswa menjadi pusat kegiatan belajar di kelas. Teori belajar konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual.
6
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar Yogyakarta, 2009.hal. 30
9
Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun di dalam pikiran siswa. “Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk
mencapai
hasil
belajar
yang
optimal”.7
Proses
pembelajaran
konstruktivisme Piaget menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Konsep belajar konstruktivisme Vigotsky mengartikan bahwa belajar adalah adanya sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. ”Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya.”8 Konstruktivisme Vigotsky menekankan pada interaksi sosial dan melakukan
konstruksi
pengetahuan
dari
lingkungan
sosial.
Pandangan
konstuktivisme Piaget dan Vigotsky menekankan pentingnya interaksi melalui pembentukan kelompok belajar. Kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan. Hal ini nantinya akan membantu siswa untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan melihat ketidaksesuaian pandangan diri mereka sendiri. “Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono, kedua persepektif itu sama-sama mengimplikasikan pentingnya keaktifan peserta didik dalam belajar. Keduanya menekankan pada tindakan terhadap objek. Hanya saja yang satu lebih menekankan pentingnya keaktifan individu dalam melakukan tindakan terhadap objek,sedangkan yang lain lebih menekankan pentingnya lingkungan sosial-kultural dalam melakukan tindakan terhadap objek.”9 7
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar Yogyakarta, 2009. hal.97 8 Ibid .hal.124 9 Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar Yogyakarta, 2009Hal. 34
10
2.2
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Keberhasilan suatu pembelajaran tergantung pada perencanaan kegiatan pembelajaran, memilih model pembelajaran, dan media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Selain hal-hal tersebut hal yang paling penting adalah perlakuan guru dalam menggunakan perlakuan perangkat pembelajaran tersebut. Pelaksanaan pembelajaran hendaknya bermakna bagi siswa, jangan sampai siswa hanya datang dan duduk dikelas tanpa memperoleh sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu hendaknya guru pandai memilih model pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Hal lain yang harus dijadikan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran adalah kesesuaiannya dengan tujuan intruksional serta pelaksanaanya dilihat dari sarana dan waktu yang tersedia. “Suharsimi Arikunto mengungkapkan Tujuan intruksional adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki siswa akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur.”10 Model Pembelajaran Cooperative Learning menurut Anita Lie beranjak dari dasar “getting better together“11 dimana menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan sikap, nilai, serta ketrampilan-ketrampilan sosial yang bermanfaat bagi kedihupannya dimasyarakat. Melalui metode Cooperative Learning, siswa tidak hanya belajar dan menerima apa yang disajikan 10
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, ( Pustaka Belajar : jakarta, 2005 ),
hal. 132 11
Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT Grasindo Jakarta: 2002), hal. 19
11
oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan dapat juga belajar dari siswa lainnya dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk pembelajaran siswa lain. Menurut Anita Lie “ Dalam model pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam kelompok kecil yang heterogen”.12 Hal ini memberi peluang besar bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar siswa. “Menirut Rusman, Pembelajan kooperatif (cooperatif learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat atau enam orang dengan struktur kolompok yang bersifat hoterogen.”13
Berdasarkan kutipan tersebut maka yang dimaksud pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini yaitu siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, dimana mereka dituntut untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. Pada hakekatnya Cooperative Learning sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu banyak guru yang mengatakan tidak ada yang aneh dalam pembelajaran Cooperative Learning, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakanya. Meskipun Cooperative Learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi semua kerja kelompok tidak bisa dianggap Cooperative Learning.
12
Anita Lie..hal. 22 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru:, (Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 202 13
12
“Menurut Roger dan David Johnson dalam Agus Suparjono lima unsur dasar yang dapat membedakan Cooperatif Learning dengan Kerja Kelompok, 1. Positive interdependence, yaitu saling ada tibal balik atau saling ketergantungan positif. 2. Personal Responsibility, yaitu adanya tanggungjawab pribadi mengenai materi. 3. Face to face promotive interaction, yaitu interaksi yang langsung terjadi atar siswa tanpa adanya perantara. 4. Interpersonal Skill ( komonikasi antar anggota ) 5. Group Processing ( pemprosesan Kelompok ).”14 Sedangkan pembelajaran kooperatif mempunyai unsur dasar sebagai berikut : “Unsur dasar pembelajran kooperatif menurut Rusman, yaitu; 1. Siswa dalam kelompoknya haruslah berangggapan bahwa mereka sehidup sepenganggungan bersama. 2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaanyang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk bekerjasama untuk proses belajarnya. 7. Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.”15 Melihat unsur-unsur dasar yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif terlihat bahwa pembelajaran dengan metode kooperatif menitik beratkan pada keaktifan siswa dan kerjasama dan ketergantungan antar siswa satu dengan yang lainnya dalam satu kelompok. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik didalam 14
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Pustaka belajar Yogyakarta, 2009), hal. 58 15 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru, ( Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 208
13
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik dan sebagai transformator informasi, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan kepada seluruh anggota kelompoknya. 2.2.2
Prosedur Pembelajaran Kooperatif Prosedur Pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri dari empat
langkah sebagai berikut: “Langkah-langkah pembelajaran kooperatif: 1. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. 3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian pada kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya. 4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan pernghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.”16 2.2.3
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Keunggulan cooperative learning menurut Wina Sanjaya, sebagai suatu
strategi pembelajaran adalah sebagai berikut:
16
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru, (Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 212-213
14
“Keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu; a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya. b. Meningkatkan daya ingatan siswa. c. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar. d. Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan. e. Mengembangkan keterampilan sosial siswa. f. Meningkatkan rasa percaya diri siswa. g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.”17 Melalui beberapa keunggulan cooperative learning, siswa dilatih untuk mengembangkan ketrampilan siswa dan keaktifan selama selama dikelas, baik aktif dalam hal bertanya ketika tidak mengerti tentang materi, ataupun menggali informasi dari berbagai sumber, dan kemudian menularkannya kepada siswa lainnya. hal itu akan mengajarkan siswa untuk dapat menerima perbedaan antara siswa satu dengan siswa lainnya sehingga hubungan antar siswa dapat lebih terjalin. “Sedangkan kelemahan dari cooperative learning adalah: a. Pembelajaran berkelompok membatasi siswa yang berkemampuan tinggi dalam waktu belajar. b. Dibandingkan dengan pengajaran langsung oleh guru, bisa terjadi apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. c. Penilaian yang diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok.”18 Cooperative learning membatasi siswa yang berkemampuan tinggi, maksudnya siswa yang dianggap memiliki kelebihan mungkin akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok. Penilaian yang diberikan cooperative learning didasarkan kepada hasil kerja 17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Kencana: Jakarta,2006), hal. 249-250 18
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Kencana: Jakarta,2006), hal. 249-250
15
kelompok. Guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
2.3
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
2.3.1 Karateristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Teknik pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak usia didik. “Menurut Anita Lie, Struktur Two Stay Two Stray/Dua Tinggal
Dua
Tamu,
memberikan
kesempatan
kepada
kelompok
untuk
membagikan hasil dan informasi dengn kelompok lain”19 Adapun proses metode Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray, dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa yang lainnya bertamu kekelompok lain. Dua orang yang tinggal harus bertugas untuk memberikan informasi kepada tamu dari kelompok lain tentang hasil diskusinya, sementara itu yang bertamu bertugas untuk mencatat penjelasan hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya. “Menurut Anita Lie yang dilakukan dalam metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah : 1. Bekerjasama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Dimana anggotanya bersifat hiterogenitas atau beraneka ragam yaitu satu orang siswa yamg berkemampuan tinggi, dua orang siswa yang berkemampuan sedang dan satu orang yang berkemampuan rendah. 2. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompoknya, kemudian dua orang dari masing-masing kelompok yanng berkemampuan sedang akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertemu kedua kelompok lain. 19
Anita Lie, Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT Grasindo Jakarta: 2002), hal. 60
16
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok memiliki kemampuan yang tinggi dan rendah bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil mereka.”20
2.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Salatiga, Kelas XI IPS-1 dapat digambarkan sebagai berikut : Langkah 1. Pembagian Kelompok dan Pembagian Tugas Siswa yang berjumlah 32 dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu: - Kelompok 1, - Kelompok 2, - Kelompok 3, - Kelompok 4, - Kelompok 5, - Kelompok 6, - Kelompok 7, - Kelompok 8 Masing-masing kelompok terdiri 4 orang yaitu A,B,C dan D. Selanjutnya, masing-masing kelompok mendiskusikan tugas mereka. Kelompok 1,3.5,7 mengerjakan tugas dengan kode A, kelompok 2,4,6,8 mengerjakan tugas kode B.
20
Anita Lie, Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT Grasindo Jakarta: 2002), hal 60-61
17
Langkah II. Pertukaran Kelompok atau Moving Siswa Pada tahap II, dua orang anggota kelompok bertamu kelompok lain yang berbeda, misalkan kelompok 1 yang beranggotakan A₁, B₁, C₁ dan D₁, yang kemudian A₁ dan B₁ bertamu kekelompok 2, C₁ dan D₁ tetap tinggal ditempat sebagai tuan rumah. Masing-masing siswa yang bertamu bertugas mencari informasi mengenai tugas yang telah dibahas oleh tuan rumah, sementara dua 2 anggota lainnya tetap berada dalam kelompok (sebagai tuan rumah), mereka bertugas memberikan informasi mengenai materi yang telah dibahas dalam kelompoknya. Setelah selesai bertamu siswa kembali ke kelompoknya dan menyampaikan informasi tentang yang mereka peroleh dari kelompok lain dan membuat kesimpulan antara yang dibahas dalam kelompoknya dengan kelompok lain. Seperti yang terlihat dalam skema berikut ini : Kel 1 A₁ C₁
B₁ D₁
Kel 2 A₂ C₂
Kel 3 A₃ B₃ C₁₃ D₃
B₂ D²
Kel 4 A₄ C₄
B₄ D₄
Kel 5
Kel 6
A₅ C₅
A₆ C₆
B₅ D₅
B₆ D₆
Kel 7
Kel 8
A₇ C₇
A₈ C₈
B₇ D₇
B₈ D₈
GAMBAR 2.4 Bagan Kegiatan Moving Siswa Dengan melihat langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray, siswa dapat memperoleh banyak manfaat, diantaranya siswa mendapatkan informasi dalam
18
kelompoknya dan dari dua tamu dari kelompok lain. Setiap siswa dapat berperan aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar serta daya ingat karena saling mengajarkan materi yang sudah dipelajari, khususnya Ekonomi Akuntansi. Tipe Two Stay Two Stray, guru menentukan anggota kelompoknya supaya merata. Selain itu, guru juga menentukan siapa yang pergi atau bertamu dan kelompok mana yang akan didatanginya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kegaduhan dalam kelas, misalnya memperebutkan kelompok yang akan didatangi. Karena jika tidak ditentukan oleh guru, biasanya siswa bebas memilih sesuatu dengan keinginannya sehingga terjadi penyimpangan. 2.4
Aktivitas Aktivitas siswa berperan penting dalam kegiatan proses belajar
mengajar. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas psikis seperti aktivitas mental. Banyak guru yang terkecoh oleh sikap siswa yang pura-pura aktif padahal tidak. “Menurut Widi Raharja Aktivitas adalah kegiatan jasmani dan rohani manusia untuk melakukan sesuatu dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Dalam mengajar guru harus berupaya agar siswa benar-benar ada keaktifan dalam mengikuti belajar mengajar baik keaktifan secara jasmani seperti melakukan praktek/percobaan, berlatih dan sebagainya, dan keaktifan secara rohani seperti: mengamati, memecahkan persoalan, mengambil kesimpulan dan sebagainya.”21 Mengajar adalah upaya yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dalam pengajaran, siswalah yang menjadi subjek, dimana siswa sebagai pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru
21
Widi Raharja, Sekitar Strategi belajar Mengajar dan Ketrampilan Mengajar, (Fakultas Ekonomi : Salatiga, 2002). Hal. 12.
19
hendak merencanakan pengajaran, yang menuntut siswa benyak melakukan aktivitas belajar. Hal ini tidak berati siswa dibebani banyak tugas. “Menirut R. Ibrahim dan Nana. S, Aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan siswa hendaknya menarik minat siswa, dibutuhkan dalam perkembanganya, serta manfaat bagi masa depannya.” Kegiatan belajar mengajar diperlukan suatu proses perhatian, bertanya, menjawab, sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup. Peserta didik tidak akan aktif jika proses belajar mengajarnya ada kegiatan. “Menurut Gagne yang dikutip Agus Suparjono Belajar adalah perubahan diposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan diposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari peoses pertumbuhan seseorang secara alamiah”22
Pendapat serupa yang diungkap oleh baharuddin dan Esa N.W : “Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar sebagai karakteristik yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar.”23 Berdasarkan pendapat Gagne dan Esa dapat disimpulkan bahwa hal yang menyangkut pengertian belajar dalam penelitian ini yaitu: a. Belajar merupakan suatu proses, yaitu kegiatan yang bersinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
22
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, ( pustaka Belajar: Yogyakarta, 2009).hal. 2. 23 Baharuddin dan Esa W.N, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Ar-ruzz Media : jogjakarta, 2010 ). Hal. 10.
20
b. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif dan permanen. c. Hasil belajar ditunjukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan. Indikator dari aktivitas adalah perhatian, mencatat, menjawab, bertanya, dan menanggapi. Semakin banyak kesadaran yang menyertai suatu aktivitas, maka semakin intensif akan indikatornya.
2.5
Hasil Belajar Suatu kegiatan belajar mengajar, hasil belajar siswa merupakan out put
yang selalu diharapkan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut, baik siswa, guru, maupun bagi orang tua siswa. Hasil belajar ini merupakan hasil usaha guru yang bertugas untuk mengajar dan siswa yang berfungsi sebagai subjek pengajaran. Menurut bloom yang dikutip Agus Suparjono, “Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.”24 Pendapat serupa yang dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suparjono “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan yang berupa informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.”25 Hasil pembelajaran mencakup semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi
24
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Pustaka belajar Yogyakarta, 2009, hal.6 25 Agus Suprijono, ibid. hal.6
21
pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: “1. Keefektifan (effectiveness); 2. Efisiensi (efficiency); 3. Daya tarik (appeal).”26 Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan ratio antara keefektifan dan jmlah waktu yang dipakai dalam pembelajaran atau jumlah biaya yang digunakan. Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan hasil belajar pada penelitian ini yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang ditandai dengan adanya perubahan dalam aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (ketrampilan) dengan keefektifan, efisien dan daya tarik. 2.6
Karateristik Pembelajaran Akuntansi di SMA
Kurikulum SMA akan mempersiapkan siswanya untuk mampu memasuki perguruan tinggi dengan lebih mudah. Maka penjurusan di SMA juga sangat erat kaitannya dengan kelanjutan studi setelah SMA. Idealnya di setiap SMA ada tiga jurusan yang sediakan, yakni IPA, IPS, dan Bahasa. Pandangan sebagian siswa, orangtua, bahkan juga guru yang menganggap kelas IPS itu kelas buangan, kelas sisa-sisa, kelas nomor dua, atau apa pun bahasanya adalah keliru besar. Tidak jaminan bahwa anak-anak yang masuk jurusan IPA masa depannya
26
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran,(PT. Bimu Aksara : Jakarta, 2006), hal
21
22
lebih cerah. Demikian juga sebaliknya, bukan berarti setiap siswa yang masuk jurusan IPS masa depannya akan suram dan calon generasi yang gagal.
IPA adalah istilah yang digunakan untuk menghimpum ilmu biologi, fisika dan kimia. Sementara IPS menghimpun ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi. Jurusan di SMA memilih ketika memasuki kelas XI. Tentu pilihan tersebut harus disesuaikan dengan talenta yang dimiliki, yakni minat dan bakat siswa. Selanjutnya dipertimbangkan secara kemampuan akademisnya sewaktu di kelas X. barulah kemudian ditetapkan pilihan jurusan di kelas XI, IPA atau IPS. “Kompetensi dasar mata pelajaran adalah kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah melalui proses pembelajaran Akuntansi SMA, mencakup: 1. Menganalisis akuntansi sebagai sistem informasi. 2. Menjelaskan dasar hukum pelaksanaan Akuntansi bagi perusahaan di Indonesia. 3. Menerapkan struktur dasar Akuntansi. 4. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Perusahaan Jasa. 5. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Perusahaan Dagang. 6. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Koperasi. 7. Menganalisis laporan keuangan. 8. Menerapkan metode kuantitatif.”27
Pelajaran Akuntansi di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap rasional, teliti, jujur dan bertanggung jawab melalui prosedur pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran transaksi keuangan sampai penyusunan laporan keuangan. Meskipun SMA diprioritaskan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, tapi setidaknya sudah dibekali oleh skill atau ketrampilan. 27
http://www.google.co.id/search?q=standar+kompetensi+akuntansi&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a 18 juni 2012, jam 14.19
23
Pembelajaran akuntansi memiliki tujuan dan fungsi yang dapat dilihat dalam standar kompetensi akuntansi yang harus diperlihatkan siswa setelah pembelajaran. “Standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa terdiri dari delapan standar kompetensi meliputi kemampuan: (1) mendeskripsikan akuntansi sebagai sumber informasi, (2) mendeskripsikan pedoman akuntansi, (3) mendeskripsikan proses terbentuknya laporan keuangan, (4) menerapkan tahapan siklus akuntansi, (5) menganalisis laporan keuangan, (6) menerapkan akuntansi pada kelompok aktiva, (7) menerapkan akuntansi sebagai kelompok pasiva. (8) menerapkan metode kualitatif.”28 Melihat tujuan dan fungsi pembelajaran akuntansi, maka pembelajaran akuntansi memiliki nilai-nilai esensial sehingga penting untuk diajarkan kepada siswa. Setelah mempelajari akuntansi siswa diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan sosial dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran akuntansi dilakukan melalui pendekatan tuntas, karena pembelajaran Akuntansi merupakan suatu siklus sehingga ketrampilan satu berkaitan dengan ketrampilan yang lain dan lebih mengutamakan pencapaian melalui pelatihan langsung yang dialami siswa. Bahan pelajaran yang diberikan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibagi atas beberapa kompetensi dasar. Setiap kompetensi terdiri dari bahan-bahan pelajaran yang diurutkan secara sistematik
sesuai
dengan
urutan
dalam
proses
akuntansi
(pencatatan,
pengikhtisaran, dan pelaporan). Setiap siswa diharuskan menguasai bahan kompetensi dasar sebelum melanjutkan ke kompetensi dasar berikutnya, karena setiap kompetensi dasar merupakan satu kesatuan. Keaktifan dan hasil belajar
28
Anggra Agustina, Buku Pedoman Khusus Model 3 Akuntansi, (Debdiknas 2009 :
36-37)
24
siswa pada mata pelajaran ekonomi akuntansi kompetensi dasar ikhtisar dan laporan keuangan siklus akuntansi perusahaan jasa dapat ditingkatkan dengan metode kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Pada mata pelajaran akuntansi kompetensi dasar ikhtisar dan siklus akuntansi perusahaan jasa, Setiap kelompok mendiskusikan soal mengenai ikhtisar dan laporan keuangan. Hal pertama yang harus dilakukan guru yaitu menentukan anggota kelompoknya supaya merata siswa dibagi menjadi 8 kelompok. Selain itu, guru juga menentukan siapa yang pergi atau bertamu dan kelompok mana yang akan didatanginya. Masing-masing kelompok terdiri 4 orang yaitu A,B,C dan D. Selanjutnya, masing-masing kelompok mendiskusikan tugas mereka. Kelompok 1,3.5,7 mengerjakan tugas dengan kode A, kelompok 2,4,6,8 mengerjakan tugas kode B. Setelah setiap kelompok berdiskusi dua siswa pada setiap kelompok bertamu kelompok lain dan mencari informasi mengenai apa yang telah disiskusikan dan yang tinggal berkewajiban menyampaikan informasi, setelah selesai kembali kekelompoknya dan membuat kesimpulan mengenai materi yang telah selesai didiskusikan.
Pelajaran Akuntansi mengenal istilah latihan (Training), dimana dalam pelaksanaanya mengenal 4 langkah yang mendorong kegiatan belajar secara efektif, yaitu memperlihatkan ( to show ), menjelaskan ( to tell ), mengerjakan ( to do ),dan memeriksa (to check ). Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat menaungi kegiatan pembelajaran tersebut. Ini akan terlihat saat siswa mengerjakan tugas dengan kelompoknya.
25
2.7
Hipotesa dan Kerangka Pikir Berdasarkan rumusan masalah dan usulan tindakan, tujuan penelitian,
dan kajian pustaka maka diajukan hipotesa penelitian sebagai berikut : 1. Penggunaan metode pembelajaran Metode Kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada
pembelajaran Akuntansi Kompetensi Dasar ikhtisar dan
laporan keuangan siklus akuntansi perusahaan jasa
yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, berupa: perhatian , bertanya, menjawab, dan menanggapi. 2. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya hipotesis penelitian ini, disajikan dalam bentuk skema kerangka berpikir penelitian sebagai berikut:
Guru menggunakan metode konvensional ceramah dan penugasan
Aktivitas, dan hasil belajar tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran, KKM tidak tercapai
Tindakan PTK Siklus I
Guru menggunakan Metode Kooperatif Model TS-TS
Aktivitas belajar dan hasil belajar siswa belum atau sudah mencapai indikator ketuntasan ≥ 75%
Tindakan PTK Siklus II
Guru menggunakan Metode Kooperatif Model TS-TS perbaikan siklus I
Kondisi Awal A.
Gambar 3. Kerangka pikir
26
Aktivitas belajar dan hasil belajar meningkat ≥ indikator yang ditetapkan