BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2013), manajemen sumber daya manusia mengarah pada kebijakan tindakan yang dibutuhkan manajer untuk mengatur sumber daya manusia dalam sesuatu tugas manajemen. Menurut Hussein Umar (2008,p.128) manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, dalam pengerakan dan pengawasan
atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk pencapaian tujuan organisasi perusaan secara terpadu. Menurut Tjutju dan Suwatno (2008,p.1) menjelaskan bahwa menejemen sumber daya manusia bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik. Jadi manajemen sumber daya manusia sifatnya lebih strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Mathis, Jackson (2006, p.3) manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu di dalam suatu organisasi dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang baik maka perusahaan juga harus memiliki keadilan dalam prosedur-prosedur yang dimiliki agar
7
8
sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dan tertata dengan baik. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah sebuah sistem yang mengatur peranan setiap tenaga kerja yang ada dalam sebuah perusahaan atau organisasi agar dapat dimaksimalkan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri. 2.1.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Robbin (2008) pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai pada dirinya, ini disebabkan adanya perbedaan di setiap individu. Hubungan antara atasan dengan bawahan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kepuasan kerja dapat di tingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan menjadi merasa penting atau di hargai di dalam organisasi. Secara sederhana kepuasan kerja dapat diartikan kepuasan yang di rasakan oleh pekerja secara individual melalui perbandingan antara input yang digunakan dan hasil yang di peroleh apakah sesuai dengan yang di harapkan. Menurut Hasibuan (2007:202) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Robbins and Judge (2009:113) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive tentang pekerjaan
sebagai hasil evaluasi karakter-karakter
9
pekerjaan tersebut. Senada dengan itu, Noe, et. all (2006:436) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya
memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting. Selanjutnya
Kinicki and Kreitner (2005:125) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson dan Quick (2006:120) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan
sebagai hasil dari
penilaian pekerjaan atau
pengalaman pekerjaan seseorang. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori kepuasan kerja adalah emosi atau perasaan setiap karyawan saat melakukan tanggung jawabnya didalam organisasi atau perusahaannya. Yang ditunjukkan dengan sikap dan persaan yang positif pada saat mengerjakan tugasnya. 2.1.1.2 Indikator Kepuasan Kerja De vries (1978) dalam Fuad Mas’ud (2004) merumuskan indikator-indikator kepuasan kerja dalam 5 indikator sebagai berikut: 1. Kepuasan dengan gaji 2. Kepuasan dengan promosi 3. Kepuasan dengan rekan kerja 4. Kepuasan dengan penyelia 5. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri 2.1.1.3 Cara Peningkatan Kepuasan Kerja Menurut Grennberg dan Baron (2003), dalam Faisal Karim dan Omar Rehman(2013), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan: a.
Make jobs fun
Orang akan lebih puas dengan pekerjaannya yang mereka nikmati daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap
10
ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasikan kedalam hampir setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu ke meja yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukannya ke papan buletin. b.
Pay people fairly
Ketika orang merasa bahwa merka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat. c.
Match people to job that fit there interests
Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasaan dari pekerjaan tersebut. d.
Avoid boring, repetitive jobs
Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka. 2.1.2 Keadilan Organisasi 2.1.2.1 Pengertian Keadilan Organisasi Menurut Griffin and Moorhead (2010), keadilan organisasi adalah sebuah ukuran dari tingkat kewajaran yang diterima oleh karyawan sehubungan dengan pengambilan keputusan.
Menurut Stevens (2008), keadilan organisasi adalah sejauh mana para pekerja percaya bahwa mereka sedang diperlakukan adil. Bisa berhubungan dengan seleksi, promosi penilaian kinerja, meningkatkan, manfaat, dan lain lain
Parker dan Kohlmeyer (2005), menjelaskan keadilan organisasional meliputi persepsi anggota organisasi tentang kondisi keadilan yang mereka alami dalam organisasi, secara khusus tentang rasa keadilan yang terkait dengan alokasi penghargaan organisasi seperti gaji dan promosi. Rasa keadilan akan muncul ketika
11
otoritas organisasi konsisten dan tidak bias dalam pengambilan keputusan organisasi terutama terkait dengan alokasi gaji dan promosi. Aturan organisasi yang tidak konsisten dan bias terhadap individu adalah suatu tindakan diskriminasi, sehingga muncul rasa diskriminasi (perceived discrimination) oleh individu.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori keadilan organisasi adalah setiap pekerja harus di perlakukan adil oleh perusahaan agar mereka dapat bekerja lebih produktif, mendapatkan kepuasan dan komitmen untuk perusahaan mereka. 2.1.2.2 Indikator keadilan organisasi Menurut Griffin and Moorhead (2010), jenis-jenis keadilan organisasi dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu: 1) keadilan distributif Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi. persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan.
Muchinsky mengatakan bahwa keadilan distrbutif dinilai melalui tiga perspektif. Perspektif ni merupakan tambahan dari pandangan sebelumnya, yaitu : (1)
Equity, hasil yang didapat individu harus sesuai dengan kontribusi yang diberikannya. Misalnya: semakin tinggi produktivitas kerja individu, semakin tinggi bonus yang didapat.
(2)
Equality, semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan hasil/keputusan. Misalnya: semua pegawai mendapatkan jumlah bonus yang sama di akhir tahun.
12
(3)
Need, pengalokasian hasil yang ideal sesuai dengan kebutuhan individu. Misalnya: dalam pembagian bonus, individu yang sedang membutuhkan bantuan finansial mendapat bonus lebih besar.
2) keadilan prosedural Keadilan prosedural adalah keadilan yang berfokus pada proses yang digunakan untuk membuat keputusan. Proses pembutan keputusan dapat berbentuk: pembuatan peraturan yang ada di organisasi, pemberian hukuman, dll. Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, maka mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalan kegiatan, mengikuti aturan, dan menganggap hasil yang relavan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang relavan adalah tidak adil.
Lynd dan Tyler dalam Dunnet dan Douglas (2006), mengatakan bahwa ada empat nilai yang membentuk keadilan prosedural, yaitu: (1)
Voice, kesempatan pegawai untuk menyampaikan aspirasinya.
(2)
Trust, kepercayaan pegawai terhadap pembuatan keputusan.
(3)
Neutrality, persepsi pegawai tentang kejujuran dan ketidakbiasan pembuatan keputusan.
(4)
Standing, perlakuan yang didapat oleh pegawai dari otoritas yang membuat keputusan.
3) keadilan interaksional Keadilan interaksional adalah interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang yang akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan, atau metode yang menceritakan bagaimana untuk melakukan sesuatu dan apa yang harus dilakukan kepada orang-orang dalam proses pengambilan keputusan.
13
2.1.3 Pemberdayaan Karyawan 2.1.3.1 Pengertian Pemberdayaan Karyawan Menurut Goetsch & Davis (2006, 230), pemberdayaan tidak berarti hanya melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara memberikan mereka suara yang sebenarnya. Melibatkan karyawan dalam membuat keputusan berhubungan dengan pekerjaan mereka adalah prinsip dasar dari manajemen yang baik. Dengan total kualitas manajemen, prinsip ini bahkan lebih diutamakan. Karyawan dilibatkan tidak hanya dalam membuat keputusan tetapi juga dalam proses pemikiran kreatif yang mengawali pengambilan keputusan. Menurut Thomas dan Velthouse, 1990 dalam Light J.N (2004), keleluasaan kepada individu untuk bertindak dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan tugas yang diembannya. Menurut Robert dan Greene dalam Damanik dan Pattiasina (2009:93), pemberdayaan adalah suatu proses bagaimana orang semakin cukup kuat untuk berpatisipasi dalam berbagi kendali dan mempengaruhi peristiwa dan intistusi yang mempengaruhi kehidupan mereka. Menurut Cook dan Macaulay dikutip Wibowo (2008:112), pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada filsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Berdasarkan
penjelasan
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
pemberdayaan karyawan adalah memberikan wewenang “kepemilikan” dan tanggung jawab kepada karyawan atas pekerjaan mereka untuk dapat membangun dan memaksimalkan kemampuan pribadi dan menjadi lebih professional dalam kontribusinya terhadap pekerjaan mereka. 2.1.3.2 Indikator Pemberdayaan Karyawan Menurut Spreitzer (1997) dalam dalam Ferry Koesindratmono dan Berlian Gressy Septarini (2011) menyebutkan keempat dimensi pemberdayaan psikologis yaitu :
14
1)
Meaning (Arti)
Meaning adalah nilai dari suatu tujuan kerja yang dinilai dalam kaitannya dengan tujuan atau standar individu yang bersangkutan. Arti mencakup suatu kesesuaian antara persyaratan dari suatu peran kerja dan keyakinan, nilai, dan perilaku. 2)
Competence (Kompetensi)
Competence Mempunyai arti yang sama dengan
self-efficacy,
merupakan
keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kompetensi lebih memfokuskan pada kemampuan dalam melaksanakan peran kerja tertentu, bukan peran kerja secara umum atau sering disebut dengan self-esteem. 3)
Self-determination (Penentuan diri)
Self – determination adalah keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya sendiri. 4)
Impact (Pengaruh)
Impact adalah suatu tingkatan yang mana individu dapat mempengaruhi hasil-hasil strategik, administratif, dan operasional dari hasil kerja. 2.1.3.3 Faktor Yang Mendukung Pemberdayaan Karyawan Untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan dalam suatu organisasi terhadap karyawan, maka perusahaan itu sendiri juga harus menciptakan suasana serta lingkungan yang baik bagi terlaksananya program pemberdayaan tersebut. Menurut Shari Chaudron yang dikutip oleh Wahibur Rokhman (2003:129-131) ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program pemberdayaan yaitu : 1. Works team and information sharing are building block (membentuk tim kerja komunikasi yang terbuka dengan pekerja).
15
2. Provide the training and resources needed to do good job (pengembangan kemampuan dan keahlian merupakan satu dimensi yang penting dalam program pemberdayaan, oleh karena training merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kehalian pekerjaan dan merupakan bagian penting pemberdayaan karyawan). 3. Provide measurement, feedback and reinforcement (untuk mengetahui peningkatan dan kemajuan yang dilakukan oleh karyawan perlu dilakukan pengukuran
terhadap
efektifitas
program
empowerment),
dengan
menyediakan standar pengukuran keberhasilan dapat dijadikan alat control pekerjaan atas prestasi pekerja. 4. On going reinforcement
(dukungan manajemen dengan pemberian
reinforcement) yang terus menerus akan sangan mendukung dan memotivasi karyawan karena setiap karyawan ingin dihargai atas prestasi yang ia capai dan supervisor perlu memberikan penilaian yang baik dan memberitahukan yang lain atas prestasi yang telah dicapai). 5. Provide responbility and authority (memberikan wewenang dan tanggung jawab yang cukup bagi pekerjaan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dibebankan). Flexible in internal procedure (menciptakan aturan dan system yang lebih fleksibel). Karena dengan aturan yang fleksibel akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dan mendukung organisasi yang mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi sehingga organisasi lebih kompetitif dari pesaing-pesaingnya. 2.1.4 Komitmen Organisasi 2.1.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robbins dalam Tim Index (2008:100-101), komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana sesorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
16
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), Komitmen Organisasi (Organizational Commitment) adalah tingkat sampai di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Menurut Sopiah (2008:156), komitmen organisasi sebagai daya relatif dari keberpihakan dan keterlibatan seseorang terhadap suatu organisasi. Dengan kata lain komitmen organisasional merupakan sikap mengenai loyalitas pekerja terhadap organisasi dan merupakan proses yang berkelanjutan dari anggota organisasi untuk mengungkapkan perhatiannya pada organisasi dan hal tersebut berlanjut pada kesuksesan dan kesejahteraan. Dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah keadaan psikologis individu yang berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan tingkat sampai sejauh mana ia tetap ingin menjadi anggota organisasi. 2.1.4.2 Indikator Komitmen Organisasi Menurut Mowday (1998) dalam Sopiah (2008: 165) indikator komitmen organisasi yaitu: 1. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi. 2. Penerimaan terhadap tujuan organisasi 3. Keinginan untuk bekerja keras. 2.1.5 Penelitian Terdahulu No. Pengarang
1
Faisal
Judul
Karim, Dampak
Rehman Omar
Obyek
Hasil
penelitian
penelitian
Di
Kepuasan
semi Mengetahui
organisasi
efek
Kerja, Keadilan pemerintahan variabelOrganisasi Persepsi
Pakistan dan
variabel terhadap
dari
17
Pemberdayaan
komitmen
Karyawan
organisasi
Komitmen Organisasi
di
SemiGovernment Organizations of Pakistan
2
S.M.M. Naqvi,
Raza Dampak
Pada
sektor Adanya
Maria Otonomi Kerja makanan
peningkatan
ishtiaq, Nousheen Terhadap
cepat saji di pada otonomi
Kanwal & Mohsin Komitmen
Pakistan
Ali
kerja
yang
Organisasi dan
mempengaruhi
Kepuasan
variabel-
Kerja:
Peran
variabel
dari
lainnya
Moderasi Budaya
Organisasi pada Sektor Makanan Cepat Saji di Pakistan 3
Dr. Ayse Tansel Dampak
Komunitas
Memberikan
Cetin, Dr. Cevdet Mentoring
akuntansi
Kontribusi
Kizil,
keuangan
untuk Literatur
Turki
dengan
Halil Terhadap
Imbrahim Zengin
Komitmen Organisasi dan
Menunjukkan
Kepuasan Kerja
Hubungan
Akademisi
antara
Akuntansi
Mentoring,
Keuangan yang
Komitmen
Digunakan
Organisasi dan
Turki
di
Kepuasan
18
Kerja,
yang
Nantinya akan Mendorong Peningkatan Manajemen Mentoring yang
Lebih
Efisien
dan
LangkahLangkah yang Diperlukan dalam Komunitas Akutansi Keuangan Turki
2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka maka kerangka pemikiran penelitian sangat dibutuhkan sebagai alur berfikir sekaligus sebagai landasan untuk menyusun hipotesis penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut:
19
Job Satisfaction
Organizational Justice
Organizational Commitment
Employee Empowerment
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan: Menggambarkan dampak secara langsung 2.4 Hipotesis Dari kerangka pemikiran dan tinjauan diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variable-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut:
•
Untuk T-1:
Ho
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi
Ha
: terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi
20
•
Untuk T-2:
Ho
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi
Ha
: terdapat pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi
•
Untuk T-3:
Ho
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan karyawan terhadap komitmen organisasi
Ha
: terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan karyawan terhadap komitmen organisasi
•
Untuk T-4
Ho
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja, keadilan organisasi dan pemberdayaan karyawan terhadap komitmen organisasi
Ha
: terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja, keadilan organisasi dan pemberdayaan karyawan terhadap komitmen organisasi.