40
BAB II PERSAMAAN SUNSET POLICY DENGAN TAX AMNESTY
A. Perkembangan Sistem Perpajakan di Indonesia Laju inflasi yang relatif tinggi selama 1971-1978 berakibat merosotnya daya saing ekonomi Indonesia baik dalam maupun luar negeri. Kesulitan lainnya adalah berasal dari Perusahaan Tambang Nasional (Pertamina), menurut laporan The Asian Wall Street Journal Pertamina tidak mampu membayar utang kepada beberapa kontraktor dan leveransirnya yang diperkirakan mencapai ratusan juta Dolar. Dan, kesulitan ketiga adalah masalah pangan di mana produksi padi tidak memenuhi sasaran sebagai akibat musim kering yang berkepanjangan dan serangan hama.50 Penerimaan negara dari pajak perseorangan, minyak dan gas alam yang mulanya mencapai Rp. 4.259,6 miliar pada tahun 1978/1979, Rp. 4.259,6 Miliar pada tahun 1979/1980, dan Rp. 8,869,1 Miliar pada tahun 1983/1984 mengalami penurunan setelah tahun 1983/1984 karena adanya resesi dunia yang berakibat menurunnya permintaan dan harga minyak di pasaran dunia. Harga minyak Arab di pasaran tunai cenderung turun setelah sidang OPEC di Wina gagal mencapai kesepakatan kuota produksi. Produsen non-OPEC mengambil bagian lebih besar dari pasaran OPEC. Semua pasaran OPEC mewakili 63 persen pasaran dunia sejak tahun 1983 mengalami penurunan menjadi 44,2 persen.51 Akibatnya, harapan terhadap hasil ekspor minyak dan gas tidak seperti sebelumnya, sehingga Indonesia tidak lagi memegang migas sebagai variabel permanen untuk jangka waktu lama. Patokan harga minyak yang menurun memengaruhi pajak perseroan migas Indonesia, sehingga pemerintah perlu 50
Sony Devano, Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 74 51 Ibid
27
Universitas Sumatera Utara
41
melakukan rancangan ulang untuk menutup kekurangan target penerimaan APBN 1983/1984 yang sebagian dicari dari utang luar negeri. Pinjaman luar negeri telah mengandung banyak aspek politik dan modal asing juga memiliki aspek yang berada di luar kekuasaan Indonesia. Sehingga, jika state dan teknokrasi tak didukung oleh kemampuan menciptakan mobilisasi dana dalam negeri yang lebih terkontrol, maka tidak akan mampu membawa keberhasilan pembangunan.52 Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara dengan tidak mengandalkan pada penerimaan dari sektor migas kemudian dilakukan. Reformasi perpajakan sebagai perubahan peraturan lama sampai keakar-akarnya, dasar falsafah dan sistem pemungutan diterapkan di Indonesia. Karena, bagaimanapun juga dengan mengandalkan sistem perpajakan yang sebelumnya akan menghalangi usaha peningkatan efisiensi industri dalam negeri, di mana sistem perpajakan. Dan, secara jelas IGGI (International Government Group of Indonesia) menyebutkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia berada di bawah standar sistem perpajakan Internasional. Terdapat begitu banyak pengertian mengenai reformasi perpajakan di berbagai negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut oleh negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat
52
Ibid
Universitas Sumatera Utara
42
perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tapi ada bermacammacam struktur pajak di negara berkembang. Menurut Ghaizi Nasucha, reformasi
administrasi perpajakan adalah
penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat.53 Malcolm Gillis mengemukakan atribut yang menjadi dasar suatu reformasi perpajakan : 1. Breadth of reform Reformasi perpajakan memfokuskan pada struktur pajak atau sistem pajak, dan administrasi pajak. 2. Scope of reform Reformasi perpajakan dilakukan secara comprehensive (semua sumber penerimaan yang penting), atau dilakukan secara parsial (hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan. 3. Revenue goals Reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan dalam persentase terhadap PDB, yaitu rasio pajak (revenue enhancing) ; untuk mengganti penerimaan (revenue neutral reform) ; atau bahkan untuk mengurangi penerimaan (revenue decreasing reform). 4. Equity goals Reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan (redistributive). Orang berpenghasilan tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun jika reformasi perpajakan tidak dimaksudkan untuk mengubah distribusi pendapatan yang sudah ada, maka disebut distributionally neutral reform. 5. Resource allocations goals Reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien (euconomically neutral), jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber daya sektor ekonomi atau aktivitas tertentu, maka disebut interventionist reforms. 6. Timing of reform Dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan secara bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan implementasi bertahap disebut phased reforms, atau perubahan kebijakan perpajakan yang tidak berkaitan dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive reforms.54 53 54
Ibid, hal. 75 Ibid, hal. 76
Universitas Sumatera Utara
43
Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi perpajakan yang ada di suatu negara mengimplementasikan struktur perpajakan yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, baik itu peningkatan kuantitas dan kualitas pegawai pajak maupun peningkatan kesadaran Wajib Pajak untuk patuh dalam kewajiban perpajakannya. Selain itu, pengembangan teknologi informasi pada instansi perpajakan untuk mengimbangi keberadaan teknologi informasi yang telah dimiliki terlebih dahulu oleh Wajib Pajak untuk menjawab tantangan globalisasi. Kemudian, masalah perbaikan struktur organisasi instansi pajak, proses, dan prosedur administrasi perpajakan, serta sumber daya finansial bagi pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang perbaikan secara menyeluruh sistem perpajakan dan insentif yang cukup bagi pegawai pajak. Reformasi perpajakan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan suatu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian global melalui pajak. Reformasi dalam perpajakan akan berimplikasi terhadap luasnya dasar pengenaan pajak (tax base), dalam hal ini menambah jenis penghasilan sebagai objek pajak dan mempengaruhi pengenaan tarif pajak (tax rate), dan usaha memperbaiki administrasi perpajakan menjadi lebih sempurna. Suatu negara mengharapkan memiliki suatu sistem perpajakan yang sempurna, agar apa yang menjadi tujuan dari suatu pemerintahan negara dapat tercapai. Setiap usaha penyempurnaan memerlukan suatu perubahan, baik secara parsial maupun secara keseluruhan atau mendasar.
Universitas Sumatera Utara
44
Alasan negara melakukan reformasi dalam perpajakan antara lain adalah : 1. Untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian internasional maupun nasional. 2. Upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan, karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan, tidak seperti migas. 3. Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya. 4. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.55 Adapun Tujuan Reformasi Perpajakan, menurut Sony Devano, yaitu: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak (taxpayer’s quality services) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas negara. 2. Menekan terjadinya penyeludupan pajak (tax evasian) oleh wajib pajak. 3. Meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya. 4. Menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak. 5. Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus maupun kepada wajib pajak.56 Reformasi perpajakan yang dilakukan di Indonesia dimulai sejak tahun 1984. Diawali dengan reformasi perpajakan (first tax reform) dilakukan pada tahun 1984, perubahan mendasar pada ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan dilakukan di Indonesia. Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini diusahakan tersusun sistem perpajakan yang sederhana, adanya kepastian hukum, dan bertujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian. Kesederhanaan diperlukan agar mudah 55 56
Ibid, hal. 78 Ibid, hal. 79
Universitas Sumatera Utara
45
dimengerti dan dilaksanakan oleh wajib pajak ataupun fiskus. Dan, penyerahanaan di sini bukan berarti harus mengorbankan pemerataan, karena sistem yang baru tetap mempunyai progresivitas. Pembaruan sistem perpajakan melakukan pembenahan aparatur perpajakan dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami, menguasai, dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru. Bagi instansi pajak juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan pajak. Selain itu juga membenahi baik menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin, maupun mental.
B. Penegakan Hukum Dibidang Pajak Istilah penegakan hukum yang sering kali digunakan untuk menerjemahkan istilah law enforcement yang merupakan serangkaian upaya, proses, dan akitivitas untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana seharusnya. Menurut Satjipto Rahardjo, “penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum dalam hal ini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum tersebut”.57
57
Satjipto Raharjo, Masalah pengakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
46
Dengan demikian apabila membicarakan mengenai penegakan hukum maka pada hakikatnya berbicara mengenai penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses mewujudkan idi-ide inilah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum. Dengan melihat uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya, dan tindakan melalui organisasi berbagai instrument untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh penyusun hukum tersebut. Selain itu dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukan merupakan upaya yang sama sekali terpisah dari proses hukum itu sendiri. Khususnya dalam bidang pajak, penegakan hukum juga harus berkaitan dengan cita-cita dasar pembentukan serangkaian ketentuan dibidang pajak dan perumusan cita-cita hukum tersebut dalam norma hukum yang luas dan banyak. Penegakan hukum tidak hanya diartikan sebagai tindakan memaksa orang atau pihak yang tidak menaati ketentuan yang berlaku untuk mentaati peraturan tersebut, dimana hal ini lebih bersifat represif. Penegakan hukum juga dapat diartikan sebagai kemungkinan untuk mempengaruhi orang atau berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan hukum, sehingga hukum tersebut dapat berlaku sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya.58 Dalam pelaksanaan ketentuan dibidang perpajakan, dikenal adanya penegakan hukum administrasi maupun penegakan hukum pidana. ”Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang dapat dibenahi. Dalam hal ini
58
Y. Sri Pudyatmoko, Penegakan dan Perundangan Hukum di Bidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
47
yang menjadi fokus perhatian untuk mendapatkan penanganan adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari subjek pajak”.59 Penegakan hukum administrasi kurang memberikan tekanan pada si subjek atau pelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada perbuatannnya. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah di bidang pajak, jadi bukan melalui hakim. Dalam penegakan hukum administrsai, prosedur penegakan hukum dilakukan secara langsung tanpa melalui pengadilan. Oleh kerena itu dalam penegakan hukum administrasi ini diperlukan instrument yang memungkinkan aparat yang melakukan penegakkan dapat melaksanakan tugasnya dengan mudah dan tanpa hambatan atau kesulitan yang berarti. Instrument tersebut dapat berupa ketentuan yang lebih jelas serta uraian prosedur yang cukup rinci dan pasti. Penegakan hukum administrsi tidak hanya terbatas pada uraian mengenai bagaimana sanksi itu akan diterapkan. Penegakan hukum administrasi dapat ditujukan kepada pelaku pelanggaran, baik Wajib Pajak maupun aparat pemerintah yang menjalankan tugasnya dibidang pajak. 1. Penegakan Hukum Administrasi Dalam Pajak Penegakan
hukum administrasi (handhaving van get bestuursrecht)
merupakan bagian dari “bestuuren”60 atau kewenangan pemerintahan. Sementara,
59
Ibid Van Wijk Knijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Rech, Vijfde Druk, S-gravenhage, 1984, hal. 281 60
Universitas Sumatera Utara
48
menurut P. de Haan, ”penegakan hukum administrasi diartikan sebagai penerapan sanksi administrasi”.61 Penegakan hukum administrasi merupakan salah satu penegakan hukum yang paling banyak dilakukan dalam bidang pajak. Hal ini dapat dipahami karena sering kali sanksi administrasi diterapkan pada pelaku pelanggaran-pelanggaran yang dianggap relatif ringan. Penegakan hukum administrasi relatif lebih mudah untuk diterapkan. Hal ini disebabkan karena selain prosedurnya yang tidak terlalu rumit, pelanggaran yang dilakukan juga relatif lebih mudah untuk dipastikan. Dengan demikian, penegakan hukum administratif terlihat sederhana. Dalam bidang pajak yang menerapkan self assessment system, maka faktor yang sangat penting dan menentukan adalah si Wajib Pajak itu sendri. Artinya, ”keberhasilan dan kegagalan dibidang pajak juga sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena di dalam self assessment system, yang menghitung besarnya penghasilan dan kekayaan, utang pajak, serta menetapkan pajak adalah Wajib Pajak itu sendiri”.62 Kemampuan, pengetahuan, kejujuran, kedisiplinan serta kesadaran dari Wajib Pajak sangatlah diperlukan. Agar suatu self assessment system berhasil, tidak hanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari Wajib Pajak. Tanpa dilandasi oleh kesadaran, kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai, maka kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak dapat disalah gunakan. Untuk itu, diperlukan pengawalan dari pihak fiskus melalui pengawasan dan pengarahan. 61 62
Y. Sri Pudyatmoko, Op, Cit, hal. 14 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
49
Sebagaimana layaknya suatu upaya penegakan hukum, penegakan hukum administrasi juga memerlukan berbagai hal. Sebagaimana telah diketahui, penegakan hukum administrasi sebenarnya merupakan penggunaan kekuasaan pemerintah untuk memaksa warganya. Dengan demikian, penegakan hukum administrasi tidak lepas dari bagaimana kekuasaan pemerintah itu dijalankan dan dipenuhi. Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum administrasi adalah : 1. Kejelasan norma yang mengatur karena penegakan hukum administrasi dilakukan oleh parat pemerintah tertentu yang diberikan kewenangan secara khusus untuk melakukan penegakan hukum. 2. Pemahaman dari pejabat yang berwenang 3. Pengunaan kewenagan diskresi 4. Norma hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.63 Agar penegakan hukum administrsi dalam pajak itu dapat dilakukan dengan baik dan efektif, diperlukan kejelasan mengenai konsekuensi-konsekuensi dari tidak dilakukannya penegakan hukum. Dengan kata lain, secara internal dalam lingkup pemerintahan, khususnya dalam jajaran Direktorat Jenderal Pajak, harus jelas konsekuensi yang harus dikenakan terhadap pejabat berwenang jika tidak melakukan penegakan hukum, padahal secara nyata suatu pelanggaran seharusnya sudah dikenakan sanksi. Penegakan hukum administrasi yang diterapkan dalam bidang pajak dilakukan sendiri oleh pihak fiskus. Dalam hal ini, yang melakukan penegakan adalah jajaran Derektorat Jenderal Pajak. Penegakan hukum ini dilakukan terhadap berbagai
63
Ibid, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
50
pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Sebagai instrument penegakan hukumnya, digunakan sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran dibidang pajak tersebut meliputi: 1. Sanksi bagi Wajib Pajak atau Penaggung Pajak a. Bunga, yang meliputi: 1) Bunga Pembayaran. 2) Bunga penagihan. 3) Bunga Ketetapan b. Kenaikan 50 persen dan 100 persen 2. Sanksi bagi pihak ke-3 3. Sanksi bagi Pihak Aparatur Pemerintah 2. Penegakan Hukum Pidana Dalam Pajak Selain penegakan hukum administrasi yang menggunakan sanksi administrasi sebagi instrumennya, dalam bidang pajak juga dikenal penegakan hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam bidang pajak tentunya juga mempunyai tujuan tertentu, yaitu: ”agar ketentuan hukum dibidang pajak tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sehinga dapat mewujudkan keadilan, kepastian, dan keseimbangan antara para pihak yang melanggar ketentuan, baik yang dilakukan oleh pihak fiskus, Wajib Pajak, atau Penaggung Pajak, maupun pihak ketiga, apabila memenuhi kualifikasi tertentu harus dikenakan sanksi”.64 Agar ketentuan hukum tersebut dapat berlaku sebagaimana mestinya, diperlukan tidak hanya upaya penegakan melainkan juga pencegahnya supaya 64
Y. Sri Pudyatmoko, Op, Cit, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
51
pelanggaran atau kejahatan tersebut tidak terjadi. Upaya prefentif semacam itu seharusnya mendapatkan perhatian yang sama besarnya seperti penegakan hukum. Pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan dibidang pajak seharunya dilakukan secara sistematis dan terpadu dengan harapan agar sistem tersebut menghindarkan terjadinya kejahatan atau pelanggaran. Upaya penegakan hukum diharapkan dapat menimbulkan dampak tertentu. Bagi pihak yang melakukan pelanggaran dan terbukti bersalah, penegakan hukum pidana diharapkan dapat memberikan dampak jera sehingga yang bersangkutan tidak mengulangi tindakan yang sama dimasa mendatang. Sementara itu, bagi masyarakat pada umumnya, penegakan hukum tersebut diharapkan menjadi bagian dari pemahaman dan pendidikan hukum agar tidak melakukan tindakan yang serupa, sekaligus membangun kepercayaan masyarakat bahwa ketentuan yang ada memang harus dipatuhi. Untuk tercapainya tujuan tersebut, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tanpa pandang bulu. Selain itu, sanksi yang diterapkan sebagai insturmen penegakan hendaknya setimpal dengan pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukan oleh pihak yang bersangkutan. Penegakan hukum pidana dibidang pajak tidak terlepas dari ketentuan pidana, baik yang diatur dalam Undang-undang di bidang perpajakan maupun dalam undangundang lain, seperti KUHP.65 Dari sisi pelaku, penegakan hukum pidana dibidang pajak dapat dikenakan terhadap fiskus, Wajib Pajak atau penanggung pajak, serta 65
Ibid, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
52
pihak ketiga. Penegakan tersebut berkaitan dengan adanya tindakan pidana dibidang pajak, oleh karena itu, penting untuk mengetahui tindak pidana apa saja yang ada dibidang pajak serta cakupan dari penegakan hukum pidana di bidang pajak tersebut. 1. Tindak pidana yang dapat dilakukan oleh pihak fiskus dan diancam dengan sanksi pidana 2. Tindak Pidana oleh Wajib Pajak dan Penaggung Pajak dan diancam dengan sanksi pidana 3. Tindak pidana olah pihak ke-3
C. Sunset Policy Sama Dengan Dengan Tax Amnesty Memperhatikan pengalaman yang lalu, pelaksanaan pengampunan pajak dahulu pernah diterapkan tidak berjalan efektif karena keengganan Wajib Pajak dan tidak tertatanya sistem administrasi perpajakan. Hal itu merupakan fenomena yang baik bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Tax Amnesty sebenarnya dapat dibedakan menjadi Soft Tax Amnesty dan Hard Tax Amnesty. Soft Tax Amnesty memungkinkan untuk memberikan pengampunan atas sanski administrasinya, sementara Hard Tax Amnesty memberikan pengampunan atas Sanksi Pidananya. Untungnya, untuk mengantisipasi gagalnya Tax Amnesty, pemerintah memasukkan Soft Tax Amnesty ke dalam batang tubuh UU KUP, yaitu dalam Pasal 37A.66
66
Http//www. Blog I Yoman Widia. com, Sunset Policy : Soft Tax Amnesty, diakses tanggal 23 Februari 2009
Universitas Sumatera Utara
53
Pasal 37A hanya berlaku satu tahun, yaitu tahun 2008 saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama, maka kebijakan ini disebut Sunset Policy. ”Sunset sendiri berarti matahari yang hampir tenggelam. Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy) yang ada dalam Pasal 37A UU KUP berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008”.67 Tujuan pemerintah untuk memberikan fasilitas pengampunan pajak adalah : 1. Meningkatkan kesadaran bagi calon Wajib Pajak untuk terciptanya keadilan dalam pemungutan pajak. 2. Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan atas seluruh penghasilan yang diterimanya secara benar. 3. Melaporkan kekayaan yang dimilikinya yang diharapkan berdasarkan penghasilannya. 4. Membantu pemerintah atas keuangan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 5. Prinsip Equity yang tidak tercapai. 6. Tujuan akhir pengampunan pajak adalah agar keuangan negara tidak lagi bergantung kepada bantuan luar negeri. 68 Sesuai dengan Asas Falsafah Hukum, bahwa setiap hukum dimaksudkan untuk mencapai keadilan bagi masyarakat, dengan demikian hukum haruslah mengacu kepada keadilan, begitu juga halnya dengan hukum pajak.
67 68
Ibid Sony Devano, dan Siti Kurnia, Op. Cit, hal. 113
Universitas Sumatera Utara
54
Asas yuridis menghendaki bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Adalah hak bagi Wajib Pajak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang sama atau jaminan agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh administrasi perpajakan dan aparaturnya. Pengampunan pajak ini diberikan kepada Wajib Pajak perorangan atau badan, dengan nama dan dalam bentuk apapun baik yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, yang memiliki pendapatan dari kekayaan yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Melihat dari pengalaman di beberapa negara lain, yang berhasil menjalankan program tax amnesty, diharapkan pemerintah pun dapat melakukan program tersebut. Meskipun masih bersifat pro dan kontra, program tax amnesty yang cocok untuk ekonomi Indonesia adalah ”differential tax amnesty” yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak di masa lalu, dan hanya memberikan pengampunan atas sanksi denda, bunga, ataupun kenaikan pajak. Sedangkan yang dimaksud dengan penerapan differential tax amnesty adalah: ”Membedakan perlakuan pengampunan pajak, di mana terhadap Wajib Pajak yang belum pernah menyampaikan Surat Pemberitahuan diwajibkan membayar pajak-pajaknya dimasa lalu, sedangkan terhadap Wajib Pajak yang sudah patuh menyampaikan Surat Pemberitahuan dapat memperbaiki pembayaran pajaknya, tanpa dikenakan sanksi bunga, denda, atau kenaikan.”69
69
Sony Devano, Op. Cit, hal. 124
Universitas Sumatera Utara
55
Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Menurut I Gusti Nyoman Sanjaya selaku Kepala Seksi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktorat Peraturan Perpajakan I, ”kebijakan Sunset Policy ini dapat memberi insentif menarik untuk meningkatkan kesadaran masyakarat terhadap kewajiban pajaknya.70” Alasan tersebut diungkapkan karena, Wajib Pajak yang dengan kemauan sendiri, dapat membetulkan Surat Pemberitahuan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Ditjen Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Menurut Candra Budi Sunset Policy adalah : ”Bentuk lain dari pengampunan pajak (tax amnesty) yang skala, jenis, dan waktu pemberlakuannya lebih kecil. Skalanya hanya pada pembetulan SPT Tahunan saja, tidak pada WP yang belum atau tidak memasukkan SPT-nya (unfilled). Jadi, sebenarnya WP tersebut telah memasukkan SPT-nya, tetapi seiring waktu, WP tersebut masih menyadari adanya kekurangan pajak yang belum dilaporkan (underreport)”.71 Menurut Martono Priadi, Kepala Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Sunset Policy adalah pengurangan atau penghapusan sanksi
70
Http//www.Kominfo/Newsroom.com, Sunset Policy untuk Tingkatkan Penerimaan Negara, diakses tanggal 23 februari 2009. 71 Chandra Budi, Makalah: Sunset Policy sebagai Pengampunan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, 2008, hal 1
Universitas Sumatera Utara
56
administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.72 Dalam Tax Amnesty Terhadap pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut yang dimintakan pengampunan pajak, akan dikenakan uang tebusan dengan tarif tertentu dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan. Di samping itu kepada Wajib Pajak yang mengajukan permintaan pengampunan pajak dimungkinkan untuk dibebaskan dari pengusutan fiskal, dan laporan tentang kekayaannya tidak akan dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun. Dengan demikian, dari pengampunan pajak ini ”diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap kejujuran dan keterbukaan Wajib Pajak, sehingga dengan pengampunan pajak tersebut diharapkan akan dapat memperluas jumlah Wajib Pajak dan bisa menjadi pendongkrak penerimaan negara yang sedang terus dikumpulkan oleh pemerintah”73, atau dengan kata lain negara dapat mengumpulkan dana tanpa harus melakukan ekstensifikasi objek pajak. Pengampunan pajak yang pernah diberikan di Indonesia baik itu pada tahun 1964 maupun tahun 1984 mengadopsi jenis pengampunan pajak yang keempat, yaitu dengan memberikan pembebasan dari pajak yang terutang74 dan sanksi pidana
72
Hasil Wawancara dengan Martono Priadi, Kepala Bagian Umum, A.n Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009. 73 Tugiman Binjarsono, “Rekonsilasi Tax Amnesty,” Indonesia Tax Review disguest, Volume II/Nomor 5/2005, hal. 28. 74 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 menyatakan
Universitas Sumatera Utara
57
perpajakannya apabila Wajib Pajak ikut serta dalam program pengampunan pajak tersebut. Hingga saat ini Indonesia sudah melakukan dua kali pengampunan pajak, yaitu ditahun 1964 dan 1984. Fakta Historis pengampunan pajak tahun 1964 menunjukkan bahwa pengampunan pajak yang diberikan pada tahun ini, menyangkut penghasilan atau akumulasi modal yang diperoleh sebelum tanggal 10 November 1964 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan dan yang belum dikenakan Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan maupun Pajak Kekayaan, pengampunan pajak pada saat itu tidak mempersoalkan sumber penghasilan, apakah merupakan hasil korupsi, hasil suap-menyuap, ataupun merupakan penyeludupan pajak yang tidak diungkapkan. Sedangkan fakta historis tahun 1984 menunjukkan bahwa pertimbangan utama dalam pelaksanaan pengampunan tahun 1984, karena berubahnya sistem yang dianut dari official assesment menjadi self assesment. 75 Fasilitas yang diberikan bagi yang melakukan pengampunan adalah dibebaskan dari pengusutan fiskal dan laporan kekayaan tidak dijadikan dasar penyidikan dan tuntutan pidana dalam bentuk apapun. Alternatif dasar perhitungan dapat dilakukan dengan pendekatan kekayaan atau pendekatan penghasilan.76 Menurut Mari’e Muhammad, sekurangnya terdapat empat jenis amnesti pajak, yaitu : 1. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi perpajakan. Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya, sekaligus menambah jumlah Wajib Pajak terdaftar. 2. Amnesti yang sedikit longgar yaitu amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.
bahwa termasuk dalam pengertian utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan. 75 Tresna Yunarsih, Thesis, Kajian Hukum atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak dalam Perspektif Hukum Pajak, Magiaster Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2008, hal. 45 76 Ibid, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
58
3. Amnesti yang lebih longgar yaitu amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya. 4. Amnesti yang paling longgar karena mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar ke depan dan seterusnya mulai membayar pajak. 77 Dari pernyataan Mari’e Muhammad tersebut diatas maka pada fasilitas Sunset Policy adalah termasuk kepada pengampunan pajak atau Amnesti yang lebih longgar yaitu amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya Menurut Bastari ”Sunset Policy adalah suatu pengampunan pajak yang terselubung (disguised tax amnesty) tidak seperti yang diberikan pemerintah tahun 1964 dan 1984, yang pada tahun tersebut dinyatakan dengan tegas sebagai pengampunan pajak”.78 Dikatakan demikian karena melalui Sunset Policy, diberikan penghapusan berbagai bentuk beban yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan (tax burden) yang belum atau kurang dilaksanakan (under comply) dimasa lalu. Secara umum Sunset Policy adalah penghapusan sanksi administrasi Wajib Pajak yang terbagi atas dua bagian, yaitu Pertama, WP yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan SPT penghasilan sebelum tahun pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan
77
Mari’e Muhammad, Op.Cit Bastari, Makalah: Sunset Policy: Pengampunan Pajak Terselubung, Sekolah Paska Sarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, 2008, hal. 1 78
Universitas Sumatera Utara
59
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Kedua, Wajib Pajak Orang Pribadi yang dalam tahun 2008 mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP secara sukarela dan menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2007 dan tahun sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar, untuk tahun pajak 2007 dan tahun sebelumnya. Berdasarkan Pasal 37A UU KUP terdapat 2 jenis pengampunan pajak yang diberikan dalam pemberian fasilitas Sunset Policy, yaitu : 1. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT Tahunan Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT Tahunan, memiliki syarat dan ketentuan berlaku, yaitu : a. Untuk semua Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi ; dan b. Yang telah memiliki NPWP ; dan c. Hanya SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2007 ; dan d. Mengakibatkan PPh Yang Masih Harus Dibayar menjadi lebih besar; dan e. Kekurangannya harus sudah dilunasi sebelum pembetulan ; dan f. Berlaku sampai dengan 31 Desember 2008;
Universitas Sumatera Utara
60
Meskipun jenis pengampunan yang diberikan berupa pengurangan atau penghapusan tetapi berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 disebutkan bahwa sanksi bunga atas pembetulan SPT Tahunan di atas dihapuskan, bukan dikurangkan. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 UU KUP, yaitu bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian
Surat
Pemberitahuan
berakhir
sampai
dengan
tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 2. Penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum diperoleh NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008. penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum diperoleh NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, memiliki Syarat dan ketentuan berlaku, yaitu : a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi b. Yang belum memiliki NPWP c. Secara sukarela mendaftarkan diri memperoleh NPWP dalam tahun 2008 d. Untuk SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2008 e. Mengakibatkan adanya PPh Yang Masih Harus Dibayar
Universitas Sumatera Utara
61
f. Kekurangannya harus sudah dilunasi sebelum menyampaikan SPT Tahunan g. Berlaku sampai dengan 31 Maret 2009; Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU KUP tentang Pemberian, Pengukuhan, dan Penghapusan NPWP. Pasal 37 A UU KUP juga memberikan jaminan “tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali : a. Terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar , sesuai Pasal 29 UU KUP. b. atau menyatakan lebih bayar, sesuai Pasal 17 UU KUP Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008 menyebutkan bahwa pemberian penghapusan sanksi administrasi ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Sekurangnya, ada prasyarat awal yang perlu dipersiapkan untuk mendukung keberhasilan program pengampunan pajak, yaitu : 1. Perangkat Hukum Sebelum kebijakan Tax Amnesty diimplementasikan, perlu dipersiapkan dasar hukumnya (legal base). Tingkatan produk hukum yang melandasi kebijakan Tax Amnesty sangat tergantung pada political will dari pemegang kekuasaan (political power) di suatu negara. Apabila kebijakan ini berdasarkan produk hukum yang lebih tinggi (misalnya: Undang-Undang) akan memiliki daya tarik (attractive) yang lebih bagi Wajib Pajak ketimbang produk hukum yang lebih rendah. 2. Kampanye Tax Amnesty Kampanye Tax Amnesty harus mampu menjelaskan kepada masyarakat Wajib Pajak secara jelas dan konkrit mengenai tujuan dan manfaat program Tax
Universitas Sumatera Utara
62
Amnesty. Kampanye ini harus dapat menciptakan image bahwa tax Amnesty ini merupakan kesempatan yang terakhir bagi Wajib Pajak yang ingin menjadi Wajib Pajak patuh. 3. Ada Jaminan Kerahasiaan atas Data yang Diungkapkan Pemerintah harus dapat menjamin bahwa data mengenai harta maupun penghasilan yang diungkapkan oleh Wajib Pajak yang ikut program Tax Amnesty diadministrasikan dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Selain itu, atas data mengenai harta maupun penghasilan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak sehubungan dengan program Tax Amnesty tidak mengakibatkan timbulnya tuntutan hukum terhadap Wajib Pajak tersebut. 4. Perbaikan Struktural Paska Tax Amnesty Perbaikan struktural yang harus dilakukan pemerintah paska program Tax Amnesty mencakup kebijakan ekonomi yang secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap usaha Wajib Pajak, sistem perpajakan dan efektivitas monitoring terhadap kepatuhan Wajib Pajak serta penerapan law enforcement.79 Menurut Chandra Budi, keberhasilan pelaksanaan fasilitas Sunset Policy dapat diukur. Yaitu dengan ukuran keberhasilan ditentukan terlebih dahulu. ”Kalau ukuran keberhasilannya adalah memberikan pembelajaran kepada Wajib Pajak (tax awareness and tax education), mungkin akan tercapai. Tapi, kalau ukuran keberhasilannya adalah tambahan penerimaan negara (tax revenue), mungkin akan kurang sukses”. 80
79 80
John Hutagaol, “Sekilas Tentang Tax Amnesty”, Indonesia Tax Review Chandra Budi, Op. Cit
Universitas Sumatera Utara