BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Derah adalah termasuk kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah. Adapun pengertian barang milik daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Untuk mengoptimalkan penerimaan daerah, dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 152 Tahun 2004 Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat mengetahui segala aset yang dimiliki oleh daerahnya. Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang terwujud (tangible) maupun barang tidak terwujud (intangible). Kepala daerah sebagai pengelola aset daerah memiliki wewenang untuk memanfaatkan potensi yang ada agar dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Sistem pengelolaan daerah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman Penilaian Barang Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah. Peraturan tersebut
1
2
menjelaskan bahwa barang milik daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD dan barang yang berasal dari perolehannya yang sah, yaitu barang yang diperoleh dari hibah atau sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku, dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di sisi lain otonomi daerah mempunyai konsekuensi bahwa peran pemerintah pusat akan semakin kecil, sebaliknya peran pemerintah daerah semakin besar dalam pembangunan
daerah/wilayahnya.
Pemerintah
daerah
dituntut
memiliki
kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk dapat melakukan optimalisasi sumbersumber penerimaan daerahnya. Dalam perkembangannya untuk menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah tidak hanya mengoptimalkan pada potensi pajak dari sektor properti saja, tetapi juga harus mengetahui jumlah dan sejauh mana pemanfaatan aset properti yang dimiliki pemerintah daerah saat ini. Manajemen aset properti ini sangat penting diketahui karena di samping sebagai penentuan aktiva tetap dalam faktor penambah dalam total aset daerah juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan yang menopang pendapatan asli daerah. Untuk
mengoptimalkan penerimaan daerah, sesuai dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 152 Tahun 2004 Pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengetahui segala aset yang dimiliki oleh daerahnya. Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud.
3
Menurut Mardiasmo (2004: 241) dalam pengelolaan aset-aset daerah ini diperlukan suatu manajemen aset yang bertujuan untuk: 1.
mewujudkan ketertiban administrasi kekayaan daerah menyangkut inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi dan kekayaan daerah;
2.
menciptakan efisiensi dan keefektifan penggunaan aset daerah;
3.
pengamanan aset daerah;
4.
tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah. Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah
harus memiliki sertifikat atas nama Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan. Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemlikan dan ditatausahakan secara tertib. Tanah dan bangun milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintah negara/daerah. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara (pasal 6 dan pasal 49). Undangundang ini menyatakan bahwa kepala satuan kerja, perangkat daerah melaksanakan tugasnya sebagai pejabat pengguna anggaran/pengguna barang satuan kerja perangkat daerah berwenang menggunakan barang milik daerah, menyusun dan menyampaikan laporan keuangan. Pentingnya pengelolaan aset terutama tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Real property adalah hak perorangan atau badan hukum untuk memiliki dalam arti menguasasi tanah
4
dengan suatu hak atas tanah, misalnya hak milik atau hak guna bangunan berikut bangunan (permanen) yang didirikan di atasnya atau tanpa bangunan (Standar Penilaian Indonesia, 2013). Kota Tarakan merupakan kota pulau di Provinsi Kalimantan Timur yang berada di bagian utara Provinsi tersebut dengan luas ± 657,33 km2 di mana 38,2 persennya atau 250,80 km2 berupa daratan dan sisanya sebanyak 61,8 persen atau 406,53 km2 berupa lautan. Secara geografis Kota Tarakan terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau yang terletak antara 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur. Dengan adanya perkembangan dan pemekaran wilayah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 23 Tahun 1999, maka Kota Tarakan yang sebelumnya terdiri dari 3 kecamatan dimekarkan menjadi 4 kecamatan dan 20 kelurahan. Keempat kecamatan tersebut adalah Tarakan Timur, Tarakan Tengah, Tarakan Barat dan Tarakan Utara. Di samping itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, status desa yang ada di Kota Tarakan seluruhnya berubah menjadi kelurahan. Peraturan tersebut juga mengubah penyebutan “Kotamadya Tarakan” menjadi “Kota Tarakan” (Bappeda Kota Tarakan, 2011). Letak Pulau Tarakan di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur yang merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan di wilayah utara Kalimantan Timur, di bagian utara berbatasan dengan pesisir pantai Kecamatan Pulau Bunyu Kabupaten Bulungan dan di sebelah selatan berbatasan dengan pesisir pantai Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, sedangkan di sebelah timur
5
berbatasan dengan Kecamatan Pulau Bunyu Kabupaten Bulungan dan Laut Sulawesi, dan di sebelah barat berbatasan dengan pesisir pantai Kecamatan Sesayap Kabupaten Bulungan. Data hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai 193.069 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 101.464 jiwa dan perempuan sebanyak 91.605 jiwa. Penyebaran penduduk antarkecamatan dapat dikatakan masih belum merata. Dilihat dari kepadatan penduduk, Kecamatan Tarakan Barat mempunyai kepadatan paling tinggi yaitu 2.154 jiwa per km2, Kecamatan Tarakan Tengah mempunyai kepadatan penduduk sebesar 935 jiwa per km2, Kecamatan Tarakan Timur dengan kepadatan 608 jiwa per km2, dan Kecamatan Tarakan Utara mempunyai kepadatan paling rendah yaitu 170 jiwa per km2. Pemerintah Kota Tarakan mempunyai potensi daerah di masing-masing sektor dan untuk meningkatkan pelayanan publik serta mengoptimalkan potensi daerah yang ada, pemerintah daerah didukung oleh sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang berupa aktiva tetap (fixed aset) yang dimiliki pemerintah daerah Kota Tarakan tersebut diklasifikasikan sebagai berikut: tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan. Pada tahun 2012 aset tetap yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Tarakan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
6
Tabel 1.1 Neraca Kota Tarakan per 31 Desember 2012 (Rupiah) No Nama Bidang Barang 1 Tanah 2 Peralatan dan Mesin 3 Gudang dan Bangunan 4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 5 Aset Tetap Lainnya 6 Konstruksi dalam pengerjaan Jumlah
2012 1.075.747.002.972 247.182.324.668 1.581.176.194.553 1.866.285.705.989 16.123.853.864 246.111.185.845 5.032.626.267.891
Sumber: Pemerintah Kota Tarakan, Neraca Daerah Kota Tarakan, 2013 (diolah).
Berdasarkan Tabel 1.1, menunjukkan bahwa jumlah aset tetap Pemerintah Kota
Tarakan
per
tanggal
31
Desember
2012
adalah
sebesar
Rp.
5.032.626.267.891,00 (lima triliun tiga puluh dua miliar enam ratus dua puluh enam juta dua ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh satu rupiah). Hal tersebut memiliki potensi yang cukup besar, namun penyajian neraca daerah pada tahun 2012 tersebut belum didukung dengan daftar inventarisasi aset tetap yang wajar karena dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi aset tetap Pemerintah Kota Tarakan saat ini masih terdapat kekurangan. Hal ini terlihat pada dokumendokumen inventarisasi aset tetap daerah Pemerintah Kota Tarakan, di mana masih ada kolom-kolom pada dokumen-dokumen tersebut yang kosong/tidak terisi baik jumlah, lokasi, tahun perolehan/pengadaan, nomor sertifikat kepemilikan aset tanah dan bangunan serta pencantuman nilai aset yang tidak mencerminkan nilai sebenarnya. Selain hal tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI perwakilan Provinsi Kalimantan Timur atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tarakan, ditemukan adanya kelemahan dalam penyusunan laporan
7
Keuangan yang berhubungan dengan pengelolaan barang milik negara/daerah antara lain: 1. aset tetap terutama aset tanah dan bangunan yang belum terinventarisir dengan baik, sehingga penyajian nilai aset tetap pada neraca daerah belum mencerminkan nilai keseluruhan aset yang dimiliki oleh pemerintah; 2. aset tetap terutama aset tanah dan bangunan ada yang belum dilakukan penilaian, sehingga nilai yang tercantum dalam neraca tidak mencerminkan nilai aset sebenarnya; 3. ada aset yang kondisinya sudah rusak, bahkan tidak ada fisik barangnya masih tercatat dalam daftar inventaris barang dan belum dilakukan penghapusan; 4. aset tetap yang dihibahkan kepada pihak lain ada yang belum didukung dengan berita acara serah terima atau berita acara hibah; 5. kerjasama pengelolaan aset dengan pihak ketiga yang belum dapat memberikan kontribusi optimal bagi daerah; 6. pemanfaatan aset tanah dan bangunan yang belum optimal, hal ini ditunjukkan dengan masih adanya aset yang tidak/belum dimanfaatkan (idle). Di samping itu Walikota Tarakan berserta jajarannya menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Kalimatan Timur menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan dalam membenahi tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara/Daerah. Dalam kesempatan itu juga, Walikota Tarakan menyampaikan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Tarakan terutama terkait pengelolaan aset yang memang menjadi isu utama. Salah satu masalah utama pengelolaan barang (aset) daerah Pemerintah Kota Tarakan
8
adalah ketidaktertiban dalam pengelolaan data barang (aset). Pemerintah Kota Tarakan juga telah mulai melakukan penanganan atas pengelolaan aset ini dengan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk dengan pihak Kementerian Keuangan untuk melakukan penilaian atas aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota Tarakan, (http://samarinda.bpk.go.id). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam pengelolaan aset baik dalam prosedur inventarisasi maupun dalam mengidentifikasi aset daerah secara fisik maupun yuridis yang belum terlaksana dengan baik dan benar. Sehingga menyajikan aset daerah dengan kurang atau tidak wajar. Perlu pengembangan pemanfaatan aset pada masa yang akan datang. Pengelolaan barang daerah sendiri sebenarnya sudah diatur dalam Kepmendagri No.152/2004. Menurut Kepmendagri ini, pengelolaan barang daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan barang daerah yang meliputi perencanaan, penentuan,
penganggaran,
standarnisasi
barang
dan
harga,
pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum serta pentausahanya. Selain itu, berdasarkan Peraturan Walikota Tarakan Nomor 18 Tahun 2009 tentang tugas pokok dan fungsi serta tata kerja organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Tarakan mempunyai Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan. Tugas dan fungsi Organisasi. 1.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh seorang kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
9
2.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan tugas dan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mempunyai beberapa fungsi. 1. Penyusunan perencanaan bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. 2. Perumusan kebijakan telnis bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. 3. Penyusunan rancangan APBD dan perubahan APBD dan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. 4. Pelaksanaan fungsi Bendahara Umum Daerah dan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. 5. Pengesahan
DPA-SKPD/DPA-SKPKD
dan
pelaksanaan
kebijakan
dan
pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. 6. Penertiban
surat
pengesahan
laporan
pertanggungjawaban
pengelolaan
penerimaan uang SKPD dan SKPKD. 7. Pembinaan, koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. 8. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuang dan Aset. 9. Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
10
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mencoba merumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1.
Seberapa kinerja pengelolaan aset tanah dan bangunan yang telah dilakukan di lingkungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Tarakan?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pengelolaan aset tanah dan bangunan di lingkungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Tarakan?
1.3 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai pengelolaan aset yang telah dilakukan antara lain. 1.
Chair (2001) melakukan penelitian tentang peranan manajemen dalam upaya peningkatan kegunaan aset tanah dan bangunan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dengan alat analisis Cluster dan Chi Square untuk mengoptimalisasi pengelolaan aset yang dimiliki pemerintah daerah DKI. Hasilnya melihat kinerja dari top manager yang aktif, selektif dan pasif dalam pengelolaan aset.
2.
Phahlevi (2002) meneliti tentang pengelolaan Manajemen Aset real estate pada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan pendekatan analisis Cluster dan Chi Square untuk mengetahui sejauh mana status kinerja dan kepentingan unitunit pasar di dalam melaksanakan faktor-faktor kunci manajemen Aset real estate. Hasilnya menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan kinerja
11
yang signifikan antara status manajemen aset real estate yang terbentuk dari analisi cluster berdasarkan variabel klarifikasi unit-unit pasar, pendapatan kotor, jumlah karyawan dan total luas lantai bangunan. 3.
Sarifudin (2004) mengadakan penelitian transformasi pengelolaan Aset (tanah dan bangunan) dalam optimalisasi nilai sewa di Kabupaten Sikka. Metoda yang digunakan adalah teori perbandingan data pasar, pedekatan biaya, estimasi nilai sewa, dan persentase pendpatan sewa terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggunakan alat analisis statistik deskriptif
4.
Ouertani, dkk. (2008) mengemukakan suatu pendekatan kearah strategi manajemen informasi aset yang bertujuan mengusulkan suatu pendekatan bagi pembuat keputusan dalam mengembangkan suatu strategi manajemen informasi aset atau Aset Information Management (AIM) yang efektif. Tujuan ini akan memberikan manfaat, antara lain: mengidentifikasi kebutuhan informasi aset untuk suatu manajemen yang efektif dan menguji perbedaan tekhnologi dan sistem untuk menangkap, menyimpan, mendapatkan kembali dan menggunakan informasi.
5.
Linda, dkk. (2010) mengimplementasikan pendekatan strategi terhadap pengelolaan aset infastruktur dengan memberikan penekanan tertentu untuk meningkatkan hasilnya. Metoda RBV (Resource Based View) yang paling direkomendasikan untuk melaksanakan manajemen aset dalam perubahan dinamika lingkungan bisnis.
6.
Hanis, dkk. (2011) mengemukakan tentang dalam pelaksanaan manajemen aset publik. Pemerintah Daerah menghadapi kendala/tantangan yaitu: tidak adanya
12
kerangka hukum dan kelembagaan, sikap pemerintah daerah terhadap aset publik, yurisdiksi lintas dalam manajemen aset publik, inefisiensi ekonomi yang terkait dengan properti publik, tidak tersediannya data yang diperlukan untuk mengelola kekayaan publik dan kendala sumber daya manusia.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis: 1.
kinerja pengelolaan aset tanah dan bangunan yang telah dilakukan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Tarakan;
2.
faktor yang mempengaruhi kinerja pengelolaan aset tanah dan bangunan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Tarakan.
1.4.2 Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1.
memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Tarakan dalam menentukan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja dan kemampuan dalam pengelolaan aset yang telah dilakukan;
2.
memberikan referensi bagi akademisi dalam bidang ilmu manajemen aset khususnya manajemen aset daerah.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini adalah sebegai berikut: Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis menguraikan tentang tinjauan pustaka,
13
landasan teori, alat analisis. Bab III Analisis Data menguraikan tentang cara penelitian, pengembangan dan hubungan variabel yang diamati, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran.