BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.Tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat tinggal, bercocok tanam bahkan sampai meninggalpun di makamkan di dalam tanah. Manusia terjadi regenerasi dengan adanya meninggal dan melahirkan, tetapi tanah akan tetap, sehingga yang terjadi adalah perpindahan hak milik atas tanah dari orang yang satu ke orang lain.Tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat1. Dalam memperoleh tanah hal itu diperoleh dengan beberapa cara, yaitu dengan permohonan hak atau pemindahan hak. Pemindahan hak atau peralihan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak, antara lain : jual beli, hibah, tukar menukar, pemisahan dan pembagian harta bersama dan pemasukan dalam perusahaan atau inbreng2. Dalam masyarakat Indonesia, pemindahan hak atas tanah melalui jual belisangat banyak. Menurut Boedi Harsono, “ Dalam Hukum Adat perbuatan pemindahan hak ( jual – beli , hibah, tukar – menukar ) merupakan perbuatan hukum yang bersifat tunai.” Jual beli dalam hukum tanah dengan pembayaran harganya pada saat yang bersamaan secara tunai3. Menurut Hukum Perdata Pasal 1457 disebutkan bahwa “jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lainuntuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
1
Effendi Perangin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, ( Jakarta : Rajawali Pres, 1991 ), hlm. 55. John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, ( Jakarta : Sinar Grafika, 1987), hlm. 37. 3 Harun Al – Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah , ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 51. 2
Sedangkan jual beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya ( artinya berjanji ) untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah disepakati4. Semenjak diundangkannya Undang – Undang Pokok Agraria, maka pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam Pasal 1457 KUHPerdata “jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” dan 1458 KUHPerdata “ jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”, melainkan perbuatan hukum memindahkan hak untuk selama-lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari Undang – Undang Pokok Agraria yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi 5 : “ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar – menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
4 5
Ibid, hlm. 52. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan – Peraturan Hukum Tanah, ( Jakarta:Djabatan, 2002), hlm. 538 – 539.
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Sebagaimana diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut 6: “ PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi penaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu”.
Berdasarkan peraturan – peraturan yang telah ada, maka jual beli hak atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) , yang kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut membuat Akta Jual Belinya dan diikuti dengan pendaftaran pada Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan lokasi tanah. Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, seseorang akan memperoleh surat bukti kepemilikan tanah, yang disebut Sertipikat Tanah. Dikeluarkan sertipikat tanah tersebut, akan dapat meminimalisir permasalahan sengketa mengenai kepemilikan atas tanah, terutama dengan pihak ketiga. Dalam kehidupan masyarakat , terutama di pedesaan, masih banyak jual beli tanah yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah atau oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Suatu jual beli hanya dilakukan dengan kesepakatan antara penjual
6
Ibid, hlm. 677.
dan pembeli dengan bukti kwitansi dan atau disaksikan aparat desa, masih banyak dilakukan, sedangkan untuk bukti kepemilikan tanah tersebut kadang masih atas nama penjual atau pemilik lama. Transaksi jual beli tanpa campur tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ), disebut jual beli di bawah tangan. Jual beli dibawah tangan ini dapat dilakukan dengan cara : a. Pihak penjual atau pemilik tanah dengan pihak pembeli bersepakat atas harga tanah tersebut, kemudian pembeli memberikan sejumlah uang sebagai tanda pembayaran kepada penjual dan penjual menyerahkan tanah tersebuat tanpa sehelai tanda terima. Jual beli tersebut didasari atas saling percaya dan pihak pembeli langsung menempati tanah ataupun langsung menggarap tanah yang dibelinya tersebut. Biasanya ini dilakukan karena masih ada hubungan saudara, tetangga ataupun orang yang sudah saling percaya dan dekat. b. Pihak penjual atau pemilik tanah dengan pihak pembeli bersepakat atas harga tanah tersebut, kemudian pembeli memberikan sejumlah uang sebagai tanda pembayaran kepada penjual dan sebagai bukti adanya pembayaran ini, maka penjual memberikan kwitansi atas pembelian tanah tersebut kemudian pihak pembeli langsung menempati tanah ataupun langsung menggarap tanah yang dibelinya tersebut. c. Transaksi jual beli antara pemilik tanah atau penjual dengan pembeli dilakukan di hadapan kepala desa. Pihak penjual atau pemilik tanah dengan pihak pembeli bersepakat atas harga tanah tersebut, yang kemudian pihak aparat desa menyaksikan, turut ke lokasi untuk mengukur tanah yang akan dijual. Data – data tentang pengukuran tanah dicatat oleh aparat desa dalam “ surat pernyataan “ dimana isi dari surat tersebut adalah transaksi jual beli tanah dari penjual kepada pembeli, luas tanah, tanda tangan para pihak, saksi – saksi dan tanda tangan kepala desa yang dibubuhi
stempel desa.Surat pernyataan tersebut tetap disimpan oleh kepela desa, jadi baik penjual maupun pembeli tidak memiliki surat pernyataan jual beli asli tersebut. Hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi kalau surat tersebut hilang, maka kepala desa tidak mempunyai arsipnya dan agar surat pernyataan tersebut tidak dapat dipalsukan oleh siapapun untuk menghindari adanya tuntutan dikemudian hari baik oleh penjual maupun pembeli. Melihat adanya permasalahan atas hak kepemilikan tanah yang terjadi, maka peneliti mencoba menganalisa kemudian mencari penyelesaian hukum permasalahan transaksi jual beli tanah yang dilakukan tanpa melalui Pejabat Pembuat akta Tanah (PPAT ) atau yang biasa disebut “ jual beli di bawah tangan “ yang sejauh ini masih sering dilakukan oleh masyarakat dan juga upaya – upaya apa yang dilakukan untuk dapat memperoleh surat bukti kepemilikan yang sah, apabila penjual sudah tidak diketahui lagi keberadaannya atau tempat tinggalnya.
B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah status jual beli tanah dibawah tangan yang dilakukan masyarakat di desa Lebakwangi Kecamatan Kuningan ? 2. Bagaimanakah penyelesaian terhadap jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT agar mempunyai kekuatan hukum tetap?
C. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui status jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) khusunya di desa Lebakwangi Kecamatan Kuningan.
2. Untuk mengetahui penyelesaian yang dapat dilakukan agar jual beli tanah yang dilakukan tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) mempunyai kekuatan hukum tetap.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat terutama kepada
masyarakat yang melakukan transaksi jual beli tanah tanpa
melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) akan status hak kepemilikan tanah. b. Untuk memberikan tambahan wacana pengembangan ilmu hukum terkait transaksi jual beli tanah tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) . 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan kepada masyarakat dalam rangka pemindahan hak kepemilikan atas tanah yang sah atau adanya kepastian hukum agar terhindar dari permasalahan kepemilikan atas tanah tersebut.
E. Kerangka Pemikiran Pengertian tanah dalam Undang – Undang Pokok Agraria ( UUPA ) disebutkan dalam Pasal 4 Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria menyatakan bahwa “ atas dasar hak menguasai dari negara...ditentukan adanya macam – macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang – orang .....
Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi7. Dalam kehidupan masyarakat sehari – hari masih banyak transaksi jual beli tanah tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) atau biasa disebut dengan jual beli di bawah tangan. Jual beli dibawah tangan baik dengan adanya bukti kwitansi ataupun hanya dengan disaksikan aparat desa, dengan dasar saling percaya antara penjual dengan pembeli , dimana bukti kepemilikan tanah masih atas pemilik lama atau penjual yaitu tidak kemudian dibalik nama hak milik atas tanah objek yang diperjual belikan. Hal ini sering menimbulkan permasalahan atas kepemilikan tanah dikemudian hari, terutama ketika hendak dilakukan balik nama, pihak penjual telah meninggal atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka si pembeli yang akan mendaftarkan hak milik atas tanah pada Kantor Pertanahan setempat akan mengalami kesulitan. Transaksi Jual beli terjadi karena adanya kesepakatan. Kesepakatan tersebut akan sah apabila sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalahkedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.8 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Cakap menurut Pasal 1329 KUHPerdata, setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh indang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.9Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat 7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Pokok – Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Op. Cit, hlm 18. 8 R. Subekti, SH. Dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Edisi Revisi, Cetakan Ketigapuluh, PT. Pradya Paramita, Tahun 1999, Jakarta, Hlm. 339. 9 Ibid, Hlm. 341.
pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita. 3. Adanya Obyek Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian10. 4. Adanya kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Serta dalam Pasal 1336 KUHPerdata, jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah11. Kesepakatan antara penjual dan pembeli ini merupakan merupakan konsensus awal dari para pihak yang kemudian syarat untuk pengurusan pemindahan hak milik atas tanah. Setelah adanya Undang – Undang Pokok Agraria, segala macam tentang pemindahan hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria beserta aturanaturan yang mengikutinya,diantaranya Peraturan Pelaksanaan dari Undang – Undang Pokok Agraria yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) . Tugas Pokok dan Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT ) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat 10 11
Ibid, hlm. 23 Ibid, hlm.25
Akta Tanah, Pasal 2 ayat (1) yaitu bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendataran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Ayat (2) perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut12 : a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hal Milik; g. Pemberian Hak Tanggungan; h. Pemberian Kuasa pembebankan Hak Tanggungan.
F. METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif.
Penelitian
hukum
normatif
merupakan
penelitian
yang
mengutamakan data kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder13. Pendekatan normatif yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada norma yang berlaku, bagaimanakah analisis yuridisnya apabila transaksi jual beli tanah tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) . 12
Indonesia Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan : Jabatan Notaris & PPAT, Cetakan Pertama, 2009, CV. Karya Gemilang, Hlm. 153. 13
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990 ), hlm.24
Pendekatan yuridis yaitu pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan hubungan-hubungan hukum dari masalah tersebut. Metode pendekatan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap peraturan-peraturan yang mengatur jual beli tanah dan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ), kemudian mengkaji penerapan – penerapan hukum dan mengkaji pendapat para ahli terkait yang ditinjau dari aspek praktis dan aspek akademis keilmuan hukumnya. Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana yang bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ini lebih ditekankan pada memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti14. Istilah analitis mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan data-data yang diperoleh baik dari segi teori maupun dari segi praktek. Penelitian terhadap teori dan praktek adalah untuk memperoleh gambaran tentang faktor pendukung dan factor penghambatnya.
Penelitian mendeskripsikan tentang pelaksanaan jual beli tanah
dalam masyarakat tanpa campur tangan adanya Pejabat Pembuat akta Tanah (PPAT).
2. Objek Penelitian
14
Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang sosial, ( Yogyakarta : Gajah Mada University Press), hlm. 31
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan focus objek penelitian aturan hukum yang mengatur tentang transaksi jual beli tanah tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ), yaitu Undang – Undang Pokok Agraria danPeraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ).
3. Jenis Dan Sumber Data a) Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah suatu usaha untuk memperoleh data melalui teoriteori ilmiah yang dilakukan dengan buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan15. Peneliti mengumpulkan data dari Perundang – undangan dan buku-buku, jurnal, internet. b) Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lesan guna mencapai tujuan tertentu16. Peneliti mengadakan wawancara langsung, tatap muka dengan beberapa Pejabat Pembuat Akta Tanah , aparat desa dan beberapa masyarakat di desa Lebakwangi Kecamatan Kuningan.
4. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara 15 16
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta ; PT. Grafindo Persada, 2003), hlm.29 Burhan Ashshhofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 95
mencari dan mengumpulkan bahan pustaka, yang merupakan data sekunder, yang berhubungan dengan judul dan pokok permasalahannya. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian yang ada di lapangan . a. Data Sekunder, di bedakan dalam : 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari : a) Peraturan Perundang-undangan, yang berkaitan dengan transaksi jual beli tanah : (1) Undang-Undang Pokok Agaria No. 5 Tahun 1960. (2) Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agaria yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT). (3) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT). b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukun primer, yaitu : 1) Buku-buku hasil karya para sarjana. 2) Hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 3) Makalah/bahan penataran maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan materi penelitian.
4) Bahan hukum tersier, yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan – bahan hukum primer dan sekunder, yang berkaitan dengan permasalahan yang di kaji.
Pengumpulan data di lakukan dengan cara : 1. Mengadakan observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian. 2. Mengadakan wawancara secara terstruktur, yaitu melakukan wawancara dengan pihak Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT), aparat desa dan beberapa masyarakat.
5. Metode Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data, pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan. Untuk menganalisa data yang bersifat kuantitatif ini maka peneliti mempergunakan analisa kuantitatif, yaitu data diperoleh, dipilih, dan disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kuantitatif untuk mendapatkan deskriptif tentang analisis yuridis transaksi jual beli tanpa tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT).