BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak dapat disangkal lagi bahwa keberadaan perbankan di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis. Sebagai lembaga intermediasi, perbankan memiliki fungsi utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak (Bank Indonesia, 2005: 5). Berbeda dengan institusi lainnya, bank memiliki karakteristik yang unik. Sebagai sebuah institusi, bank merupakan subjek regulasi, tidak hanya terbatas pada produk dan jasa yang ditawarkan saja, yang mengandung risiko, tetapi juga karena ada risiko yang melekat (inherent risk) dalam sistem perbankanitu sendiri (GARP-BSMR, 2005: A: 6). Paling tidak ada empat alasan mengapa bank perlu diregulasi (Bessis, 1995: 39, 40; Taswan, 2010: 35; Syahdeini, 2003: 16). Pertama, regulasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi nasabah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kedua, karakteristik bank untuk mengambil risiko, dapat menciptakan“sistemic risk”, yaitu risiko dimana kegagalan bank, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menghancurkan perekonomian secara besar-besaran, jadi bukan hanya dampak kerugian langsung terhadap karyawan, nasabah dan pemegang saham. Ketiga, bank adalah institusi yang tidak bebas dalam menentukan struktur modalnya, yaitu cara yang ditempuh oleh bank untuk mendanai kegiatan usahanya, yang umumnya berupa kombinasi dari penerberbitan saham, obligasi dan
1
pinjamanyang diterima.Keempat, untuk menjaga rahasia bank yang menyangkut keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya. Terkait dengan penjelasan tersebut di atas, maka dalam rangka menciptakan sistem perbankan bank yang sehat dan mampu bersaing secara nasional dan internasional, maka perbankan wajib menyesuaikan struktur permodalannya, yaitusekurang-kurangnyasebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) (Bank Indonesia, 2005: 83). Ketentuan ini sesuai dengan yang disyaratkan otoritaspengawas, yaitu baik untuk mendukung kegiatan usahanya maupun untuk menanggungrisiko kerugian yang tidak dapat diprediksi(unpredicted risk).Konsekuensibagi bank yang tidak menerapkan manajemen risiko dan tata kelola yang baik, maka bank tersebutterpaksa menanggung risiko yang besar, dan bahkan dapat dilikuidasi.Sebagai contoh Baring Bank,sebuah bank komersialtertua di Inggris, dilikuidasi setelah mengalami kerugian sebesar GBP 827 juta, sebagai akibat kegagalan proses dan prosedur pengendalian internalnya (GARP-BSMR, 2005: A: 21). Oleh karena kurangnya pengawasan, Nick Lesson dapat berperan sebagai manajer pelaksana dan pencatat settlement, sehingga dapat memberikan otorisasi untuk transaksi yang dilakukannya sendiri. Meskipun dalam kasus ini, Nick Lesson sering disebut sebagai trader yang suka berpetualang dan doyan risisko (rouge trader), namun harus diakui bahwa keadaan tersebut sebenarnya merupakan kasus kegagalan pengendalian internal bank tersebut (Sembel, 2002: 3-6). Sedangkan krisis ekonomi dan moneter Indonesia tahun 1997, yangdipicu oleh kejatuhan mata uang bath Thailand terhadap dolar Amerika (Djiwandono, 2007: 42,43), telah memberikan dampak
yang sangat luas dan mendalam, khususnya
pada sektor
perbankan.Pertama, masalah nilai tukar, telah menghantam bank-bank yang memiliki pinjaman dalam valuta asing yang tidak dilindung nilai(hedging). Kedua, kredit bermasalah (Non Performing Loan – NPL) yang tinggi. Ketiga, masalah likuiditas, khususnya yang
2
dialami oleh bank-bank swasta, telah menimbulkan negative spread. Keempat, masalah permodalan. Meningkatnya NPL yang tinggi tersebut telah menyebabkan bank-bank terpaksa harus membentuk cadangan yang besar. Pembentukan cadangan yang besar dan terjadinya negative spread tersebut secara otomatis akan menggerus permodalan bank (TIM INDEF, 2003: 8-17, bandingkan Taswan, 2010: 1,2). Sebagai akibatkrisis tersebut (Widjonarto, 2003: 48), pada bulan November 1997, Bank Indonesia (BI) terpaksa menutup 16 bank umum swasta nasional. Kemudian pada tanggal 4 April 1998, kembali BI membekukan operasi 7 bank, yang dikenal dengan Bank Beku Operasi (BBO) dan mengambil alih 7 bank lainnya, yang dikenal dengan Bank Take Over(BTO).Kejadian ini, telah berdampak terhadap: (i) menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan; dan (ii) terjadinya penarikan dana perbankan dalam jumlah yang sangat besar (rush money). Demikian pentingnya peran dan fungsi bank, maka eksistensi dan masa depan perbankan dalam konteks perekonomian suatu negara menjadi area yang harus diawasi dan diatur secara ketat (most regulated) oleh otoritas pengawas (Bank Indonesia, 2006: 5). Salah satu bidang yang menjadi fokus pengaturan adalah permodalan bank. Hal ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa permodalan bank tidak hanya berfungsi sebagai sumber utama pembiayaan operasional bank, tetapi juga diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan sekaligus sebagai penyangga (buffer) terhadap risiko kerugian yang mungkin terjadi (Siamat, 2001: 99, Hermansyah, 2005: 125, Luckett, 1983: 215, dan Fuady, 1999: 107). Dalam tesis ini, penulis mencari fakta hukum, merumuskan permasalahan hukum (legal issues), menganalisis berdasarkan norma hukum yang relevan untuk mendapatkan kepastian hukum terkait dengan kebijakan BI dalam implementasi prinsip-prinsip pengaturan
3
permodalan bank sesuai sebagaimana diatur dalam dokumen yang berjudul “International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards”. Dokumen “International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards”(Basel I, 1988) inidirekomendasikan olehBasel Committee on Banking Supervision (BCBS) atau Komite Basel, pada bulan Juli 1988.Tujuan utama dari Basel I, 1988 ini adalah: (i) untuk memperkuat tingkat kesehatan dan stabilitas sistem perbankan internasional, dan (ii) mempertahankan konsistensi bahwa regulasi kecukupan modal tidak menjadi sumber ketidaksetaraandalam persaingan antara bank-bank yang aktif secara internasional (BCBS, 1988: 1). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,Komite Basel merekomendasi mengenai perlunya bank, khususnya bank-bank yang aktif secara internasional untuk memiliki rasio modal minimum sebesar 8% dari ATMR.Basel I, 1988ini kemudian disempurnakan melalui Market Risk Amendments 1996(MRA, 1996) dengan memasukkan unsur risiko pasar yang terkait dengan ekuitas, surat utang, suku bunga dan komoditas. Selanjutnya,
dokumen
tersebut
disempurnakan
lagi
melalui
International
Convergenceof Capital Measurement and Capital Standards–A Revised Framework, Juni 2004 (Basel II, 2004).Tujuan utama Basel II, 2004 ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan melalui peningkatkan kesetaraan dalam persaingan (level playing field) dengan menciptakanalternatif pendekatan yang lebih komprehensif dalam perhitungan kecukupan modal bank sesuai dengan profil risikonya (Bank Indonesia, 2006: 7). Berdasarkan undang-undang pembentukannya, BI diberi mandat untuk menerbitkan produk hukum yang substansinya mengatur masalah yang berkaitannya dengan tugas dan fungsinya. Sesuai dengan kewenangannya tersebut, maka BI menerbitkan produk hukum untuk mengatur perhitungan permodalan bank di Indonesia, dengan cara mengacu kepada 4
standar internasional, sebagaimana diatur dalam Basel I, 1988 dan Basel II, 2004.Terkait dengan hal tersebut, maka BI menerbitkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKDBI), yaitu SKDBI No. 23/67/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank dan perubahannya (1991-2001). Kemudian, setelah era Reformasi pengaturan permodalan bank di Indonesia dilakukan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang KPMM Bank Umum dan perubahannya (2001 hingga kini). Dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia(UUBI),terdapat 11 pasal yang secara tegas mengamanatkan agar segala sesuatu diatur dengan PBI, kecuali masalah permodalan bank. Berangkat dari pemikiran yang menyatakan bahwa bahwa kewenangan BI adalah limitatif dan bahwa PBI merupakan produk hukum BI yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (delegated legislation), maka pengaturan permodalan bank oleh BI patut dipertanyakan. Berdasarkan fakta di atas, paling tidak terdapat tiga hal yang perlu dikaji secara hukum, yaitu: (i) proses adopsi ketentuan yang diatur dalam Basel I, 1988 dan Basel II,2004, (ii) kewenangan BI untuk mengatur permodalan bank, dan (iii) PBI sebagai landasan yuridis pengaturan permodalan bank. Kajian ini dilakukan dengan posisi sebelum terjadi pergeseran kewenangan pengaturan dan pengawasan bank dari BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, dengan terbitnya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK), terjadi transisi peralihan sebagian fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan bank dari BI kepada OJK,yang berlaku efektif terhitung sejak tanggal 31 Desember 2013. Selanjutnya wewenang BI terbatas pada lingkup pengaturan dan 5
pengawasan macroprudential, yang meliputi stabilisasi sistem keuangan, sedangkan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential, yang meliputi kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank menjadi tugas OJK. Terkait dengan hal ini, ada permasalahan yang perlu dikaji secara hukum, yaitu tentang bagaimana sistem pengawasan perbankan pasca terbentuknya OJK. Berdasarkan uraian tersebut, maka judul tesis ini adalah: “KEBIJAKAN BANK INDONESIA
DALAM
IMPLEMENTASI INTERNATIONAL
CONVERGENCE
OF
CAPITAL MEASUREMENT AND CAPITAL STANDARDS BAGI BANK UMUM DI INDONESIA”.
B.
Perumusan Masalah
Dalam penelitian hukum ini, objek penelitian adalah pengaturan permodalan bank di Indonesia oleh BI, yang mengacu kepada standar internasional, sebagaimana diatur dalam Basel I, 1988 dan Basel II, 2004. Pokok permasalahan yang menjadi fokus penulis dalam penelitian ini adalah bagaimana BI mengatur permodalan bank di Indonesia dan mencari tahu bagaimana pengaturan dan pengawasan bank pasca terjadinya peralihan dari BI kepada OJK. Dalam penelitian hukum ini penulis mengemukakan empatpermasalahan hukum (legal issues)untuk diteliti, yaitu: 1.
Apakah implementasi InternationalConvergence of Capital Measurement and Capital Standards(Basel I,1988 dan Basel II, 2004) bagi Bank Umum di Indonesia telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?
6
2.
Apakah BI mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan PBIterkait dengan implementasi Basel I, 1988 dan Basel II, 2006bagi Bank Umum di Indonesia, khususnya terkait denganpengaturan permodalan bank?
3.
Apakah PBI dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis dalam implementasi Dokumen Basel I, 1988 dan Basel II, 2006bagi Bank Umum di Indonesia, khususnya terkait dengan pengaturan permodalan bank?
4.
Apakah pengaturan dan pengawasan bank di Indonesiapasca terbentuknya OJK dapat dilakukan secara efektif, dan tidak terjadi tumpang-tindih (overlapping)antara BI dengan OJK? Pemilihan masalah tersebut di atas didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang
mendalam sebagai berikut. 1.
Masalah-masalah hukum tersebut di atas sangat menarik untuk diteliti dan dipecahkan serta hasilnya diharapkan akan berguna bagi kepentingan pengembangan ilmu hukum maupun bagi praktisi; dan
2.
Penulis yang berprofesi sebagai banker dan juga pernah ditunjuk sebagai anggota Working Group Basel II, serta sebagai instruktur dalam Program Sertifikasi Manajemen Risiko memiliki alasan yang kuat untuk meneliti permasalahan di atas, karena merasa telah memiliki pemahaman dan bahan kepustakaan yang memadai.
C.
Keaslian Penelitian
Menarik untuk diperhatikan apa yang dikemukakan oleh Muhammad (2004: 1), bahwa setiap kegiatan penelitian hukum memiliki dasar filosofi, yaitu kebenaran, keadilan, kejujuran, objektivitas dan keteraturan. Demikian pula di dalam penulisan tesis ini, penulis 7
berusaha untuk tetap menjaga agar senantiasa terpenuhi syarat-syarat penulisan tesis yang baik dan benar, khususnya mengenai keaslian penelitian. Pada tahun 2010 pernah dilakukan penelitian tentang Analisa Pengaruh Penerapan Basel dan Good Corporate Governance terhadap Risiko pada Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan Program Studi Magister
Akuntansi
Universitas
Indonesia.Penelitian
ini
dilakukanoleh
Wendy
Endriantobertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan perhitungan modal bank berdasarkan Basel dan Good Corporate Governance terhadap PT Bank Negara Indonesia. Kemudian pada tahun 2011kembali ada penelitian tentang Pengukuran Risk-Based Capital untuk Risiko Operasional Bank Umum di Indonesia sesuai Basel II Capital Accord oleh Sri Octaviani dalam rangka menulis sebuah tesis pada Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Penelitian dilakukan untuk mengetahui berapa risk-based capital untuk risiko operasional yang harus disisihkan untuk memenuhi ATMR bank umum di Indonesia sesuai rekomendasi Basel II Capital Accord. Dalam tesis ini penulis meneliti tentang kebijakan BI dalam implementasi International Convergence of Capital Measurement and Capital Standardsbagi Bank Umum di Indonesia dari aspek hukum, dengan fokus untuk mengetahui:(i) kesesuaian implementasi International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards(Basel I, 1988 dan Basel II, 2004) bagi Bank Umum di Indonesia dengan Ketentuan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia, (ii) kewenangan BI untuk menetapkan peraturan dalam implementasi Basel I dan Basel II bagi Bank Umum di Indonesia, dan (iii) kedudukan dan kekuatan hukum PBI dapat dipergunakan sebagai dasar hukum implementasi Basel I, 1988 dan Basel II, 2004 bagi Bank Umum di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini adalah asli dan merupakan karya yang mandiri dari penulis. 8
D.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Objektif Dalam penelitian ini, penulis bertujuan mengetahui dan menganalisis (1) kesesuaian
implementasi
International
Convergence
of
Capital
Measurement
and
Capital
Standards(Basel I, 1988 dan Basel II, 2004)bagi Bank Umum di Indonesia dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; (2) kewenangan yang dimiliki BI untuk mengimplementasikan materi Basel I, 1988 dan Basel II, 2004; (3) kedudukan dan kekuatan hukum PBI dapat dipergunakan untuk menetapkan implementasi Dokumen Basel I, 1988 dan Basel II, 2004 di Indonesia;dan (4) efektivifitas dan kepastian hukum sistem pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia pasca terbentuknya OJK.
2.
Tujuan Subjektif Secara khusus tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan yang
diwajibkan dalam rangka memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Hukum dengan Bidang Konsentrasi Hukum Bisnis di Universitas Gadjah Mada.
E.
Faedah yang Diharapkan
Faedah yang diharapkan dari tulisan ini sangat berguna, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
1.
Kegunaan Teoritis a.
Sebagai sumbangan penting dan dapat memperluas wawasan para mahasiswa atau pihak lainnya dalam upaya memahami dasar hukum implementasi 9
International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards bagi Bank Umum di Indonesia; dan b.
Memberikan pemahaman terhadap para mahasiswa atau pihak lainnya mengenai kewenangan BI dalam implementasi proposal di atas di Indonesia.
2.
Kegunaan Praktis a.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi para praktisi perbankan dalam memahami proses berlakunya International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards bagi Bank Umum di Indonesia.
b.
Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi para manajer risiko bank dan pejabat lainnya dalam rangka memahami regulasi terhadap permodalan bank di Indonesia.
10