1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk di sektor perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan di sektor perbankan. Peran sektor perbankan di dalam pembangunan juga dapat dilihat pada fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) dan atau bentuk lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak. Pengertian bank telah mengalami evolusi sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri dalam menjalankan usahanya bank saat ini berperan sebagai intermediasi keuangan yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Kebutuhan akan dana bagi perseorangan ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan kebutuhan yang sangat esensial. Dana yang diperlukan pada
2
umumnya berjumlah sangat besar sedangkan dana pribadi yang dimiliki sangatlah terbatas berdasarkan hal tersebut diperlukan dana dari berbagai sumber salah satu sumber dana tersebut berupa kredit. Kredit adalah sebuah kepercayaan (trust). Dengan demikian pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan yaitu fasilitas yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan permohonan calon debitur. Bagi bank (kreditur) pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali dengan aman dan menguntungkan.1 Pemberian fasilitas dalam bentuk kredit kepada nasabah terdapat risiko tidak kembalinya dana atau kredit yang disalurkan tersebut. Pertimbangan risiko inilah bank-bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan seperti yang diatur dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. cabang Muntilan dalam pemberian kredit mengharapkan kredit tersebut harus dapat dikembalikan dengan jumlah nilai yang ditentukan. Pemberian kredit harus didasarkan pada pertimbangan bahwa nasabah mempunyai kemampuan untuk mengembalikan kredit tersebut. Kegiatan usaha nasabah akan tetap berlangsung baik dalam kondisi ekonomi normal maupun dalam kondisi ekonomi yang kurang baik.
1
Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 2-3
3
Sebagai salah satu badan usaha lembaga perbankan tidak sama dengan badan usaha lainnya utamanya dalam hal pengawasan terhadap pembiayaan atau operasionalisasinya berdasarkan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian). 2 Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip
kehati-hatian
dalam
rangka
melindungi
dana
masyarakat.3 Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UndangUndang Perbankan. Prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank dalam menjalankan usahanya secara baik dan benar dengan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan agar bank yang bersangkutan dalam keadaan sehat sehingga masyarakat akan semakin mempercayainya yang pada gilirannya akan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien.4 Penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 5C yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economy (prospek usaha). Formula 5C tersebut merupakan implementasi dari prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang selama ini menjadi pedoman bank-bank dalam melakukan pemberian kredit
2
Bagya Agung Prabowo, Konstruksi Hukum Pembiayaan Al Musyarakah pada Bank Syariah, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2007, hlm. 2 3 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 12 4 Ibid, hlm. 19
4
tercermin dari prosedur pemberian kredit yang harus dilakukan secara hatihati dan selektif. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program pemerintah yang memiliki peran penting untuk mendukung permodalan ekonomi masyarakat dalam mengembangkan usahanya. Bank BRI merupakan salah satu bank pelaksana penyaluran KUR di samping 5 bank lainnya, yaitu PT. Bank Mandiri Tbk, PT. Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT. Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN), PT. Bank Bukopin Tbk, dan PT. Bank Syariah Mandiri. Bank Rakyat Indonesia memiliki 3 jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu : KUR Mikro, KUR Ritel, dan KUR Linkage. Untuk KUR Mikro plafond kreditnya maksimal Rp. 20.000.000 dengan suku bunga efektif maksimal 22% per tahun, KUR Ritel plafond kreditnya dari Rp. 20.000.000 sampai dengan maksimum Rp.500.000.000 dengan suku bunga efektif maksimal 13% per tahun, dan KUR Linkage plafond kreditnya maksimum 2 M dengan suku bunga bagi lembaga linkable maksimal 13% dan untuk dari lembaga linkage ke UMKM maksimal 22%. Syarat untuk memperolehnya juga ringan dan cepat karena bank pelaksana hanya meminta melampirkan dokumen legalitas dan perizinan dari calon debitur sehingga mampu menjadi sarana paling efektif untuk mengembangkan usaha. Di samping itu UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu bank pelaksana. Calon debitur boleh mengajukan KUR ke lebih dari satu bank pelaksana sehingga calon debitur yang ditolak permohonan/proposal
5
kreditnya di satu bank pelaksana memiliki peluang untuk mendapatkan KUR di bank pelaksana lainnya.5 Bank Rakyat Indonesia (BRI) hingga bulan Agustus 2013 produk KUR yang telah disalurkan BRI adalah yang terbesar dengan total plafond yaitu Rp. 77.5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing plafond sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp. 61,9 triliun, debiturnya 92.962 UMK dan 8.470.436 UMK, rata-rata kredit Rp. 168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur.6 Calon debitur dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel adalah individu (perorangan/badan hukum), kelompok, koperasi yang melakukan usaha produktif yang layak dengan lama usaha minimal 6 bulan. Untuk suku bunga efektif terhitung lebih rendah daripada KUR Mikro yaitu maksimal 13% per tahun. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel dengan plafond kredit Rp. 20.000.000 s/d Rp. 500.000.000 pihak bank mensyaratkan para calon debitur untuk menyerahkan agunan kepada bank berupa agunan pokok yaitu kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai itu sendiri dan agunan tambahan sesuai dengan ketentuan pada bank pelaksana. Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan Kredit Usaha Rakyat antara lain dilakukan dengan memberikan penjaminan kredit bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKMK) yang feasible tapi belum bankable melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Maksudnya adalah usaha
5
TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR, diakses melalui http://komite-kur.com/article-76-tanyajawab-seputar-kur.asp, pada tanggal 21 November 2013 6 SEBARAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT PERIODE NOVEMBER 2007 Agustus 2013, diakses melalui http://komite-kur.com/index.asp, pada tanggal 21 November 2013
6
tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif. Upaya untuk mengeliminasi risiko kredit pihak bank senantiasa memperhatikan aspek jaminan (collateral) sebagai dasar dalam pemberian kredit sehingga cukup menjamin pengembalian dana yang akan dipinjam debitur. Penyertaan jaminan tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan pihak bank atau kreditur apabila debitur tidak bisa melunasi kreditnya sesuai ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. Jaminan merupakan salah satu sarana perlindungan bagi keamanan bank yaitu kepastian pelunasan debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun sebagian merupakan kerugian bagi bank yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank. Agunan tambahan sebagai jaminan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cabang Muntilan dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat Ritel adalah jaminan kebendaan yang salah satunya adalah tanah berikut segala sesuatu yang ada diatasnya baik yang ada sekarang maupun yang akan ada di kemudian hari. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cabang Muntilan harus melakukan tindakan untuk menguasai jaminan tersebut secara efektif, baik melalui pengikatan dan/atau penguasan fisik jaminan.
7
Undang-undang telah menentukan secara tegas bentuk pengikatan jaminan yang dilakukan atas benda tidak bergerak, untuk jaminan berupa tanah yang dapat diterima sebagai jaminan adalah tanah yang berstatus dan telah mempunyai Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha atau Hak Pakai Atas Tanah Negara (yang karena ketentuan perundangundangan harus didaftar dan karena sifatnya dapat dipindahtangankan) dimana untuk tanah-tanah jenis ini pengikatannya dilakukan dengan Hak Tanggungan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah menjelaskan mengenai pengertian Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Hak Tanggungan itu merupakan hak jaminan kebendaan terhadap hak atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu pemegang hak tanggungan terhadap kreditur lain. Jaminan yang diberikan kepada kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan adalah hak yang diutamakan atau mendahului dari kreditur-kreditur lainnya bagi kreditur (pemegang hak tanggungan).7 Dari beberapa ketentuan yang berlaku dibidang perbankan dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit hampir selalu dipersyaratkan pada setiap skim perkreditan. Tetapi sepanjang yang dapat diketahui tidak terdapat suatu
7
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 332
8
alasan bagi bank untuk mensyaratkan adanya kewajiban (calon) debitur untuk menyerahkan suatu jaminan kredit kecuali karena adanya ketentuan hukum jaminan yang berlaku. 8 Bank mungkin saja dapat menyetujui pemberian kredit kepada debitur tanpa mensyaratkan penyerahan jaminan sepanjang memenuhi kelayakan dari berbagai aspek yang dinilainya. Undang-undang perbankan tidak mendifinisikan mengenai jaminan atau jaminan kredit tetapi menggunakan istilah agunan. Terdapat kekurang cermatan pembentuk undang-undang karena agunan diartikan sebagai jaminan tambahan tanpa terdapat penjelasan mengenai pengertian agunan pokok. Akibat lebih lanjut jika disebut agunan maka dalam Undang-Undang Perbankan berarti jaminan tambahan. Dalam praktik perbankan pengertian agunan tidak hanya berupa agunan pokok tetapi juga termasuk agunan tambahan atau dengan kata lain terdapat pembagian jenis agunan yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Prakteknya Bank BRI Cabang Muntilan Kabupaten Magelang dalam memberikan KUR Ritel kepada debitur masih memerlukan agunan tambahan untuk pemberian kredit karena sangat jarang sekali kelayakan usaha dari debitur yang merupakan agunan pokok tersebut benar-benar bonafit di daerah Muntilan. 9 Penilaian dari beberapa pihak Analis Kredit atau Accounting Officer (AO) Bank BRI Cabang Muntilan sendiri juga meminta setiap pengajuan KUR Ritel harus menambahkan agunan tambahan agar pihak bank lebih percaya bahwa uang yang akan dipinjamkan dalam kredit kepada 8
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 102 9 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Ibu Otty, Bagian Administrasi Bank BRI
9
debitur dapat kembali. Agunan tambahan yang sering dimintakan oleh pihak Bank BRI cabang Muntilan kepada debitur adalah berupa jaminan materiil benda tidak bergerak misalnya tanah. Pihak Bank BRI cabang Muntilan dalam memilih calon debitur untuk kategori KUR Ritel sangatlah selektif karena untuk KUR Ritel plafond kredit yang diberikan jauh lebih besar antara Rp. 20.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00. Apabila tidak selektif dalam memilih calon debitur dikhawatirkan akan mengalami kerugian dikemudian hari karena debitur akan menunggak dalam pembayaran angsuran. Dari uraian di atas maka dalam melaksanakan perjanjian KUR Ritel dengan jaminan Hak Tanggungan pihak Bank BRI Cabang Muntilan Kabupaten Magelang sebagai pihak kreditur mempunyai kriteria sendiri yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Muntilan Kabupaten Magelang. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka diangkat judul mengenai PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT USAHA
RAKYAT
(KUR)
RITEL
DENGAN
JAMINAN
HAK
TANGGUNGAN PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG MUNTILAN KABUPATEN MAGELANG.
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Muntilan Kabupaten Magelang ? 2. Bagaimana upaya penyelesaian perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel dengan jaminan hak tanggungan yang bermasalah pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Muntilan Kabupaten Magelang ? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada pokok permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Muntilan Kabupaten Magelang. 2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia dalam menyelesaikan perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel yang bermasalah pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Muntilan Kabupaten Magelang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan hukum di Indonesia baik secara ilmiah maupun secara praktis dalam dua sisi :
11
1. Secara Teoritis Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan, sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan dan saran serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum dalam bidang perjanjian dan perbankan. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat mengetahui bagaimana pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian terhadap perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan. E. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelusuran dari berbagai sumber dan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Marya Biadila, 10 2012, melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Mikro Modal Kerja Pada PT Bank Perkreditan Rakyat Ambarketawang Persada Yogyakarta”. Berupa penulisan tesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
10
Marya Biadila, 2012, “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Mikro Modal Kerja Pada PT Bank Perkreditan Rakyat Ambarketawang Persada Yogyakarta”. Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12
a. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit mikro modal kerja pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Ambarketawang Persada Yogyakarta ? b. Bagaimana upaya hukum dari kreditor terhadap debitor kredit macet mikro modal kerja pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Ambarketawang Persada Yogyakarta ? 2. Josua Dedisoneta Sembiring,11 2012, melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Di Bank OCBC NISP Yogyakarta”. Berupa penulisan tesis Universitas Gadjah Mada. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : a. Mengapa masih ditemukan kredit yang bermasalah, meskipun prinsip kehati-hatian sudah diterapkan pada perjanjian kredit tanpa agunan pada Bank OCBC NISP Yogyakarta ? b. Bagaimana upaya penyelesaian kredit yang bermasalah pada Bank OCBC NISP Yogyakarta ? Penelitian tersebut ada persamaannya, yaitu penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya sama-sama meneliti mengenai hal yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang lain yang telah dipublikasikan sebelumnya dengan yang dilakukan dengan penulis :
11
Josua Dedisoneta Sembiring, 2012,“Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Di Bank OCBC NISP Yogyakarta”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
13
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marya Biadila, penelitiannya mengkaji mengenai prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit mikro modal kerja. 2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Josua Dedisoneta Sembiring, penelitiannya
mengkaji
mengenai
prinsip
kehati-hatian
dalam
perjanjian kredit tanpa agunan. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menitik beratkan pada penerapan prinsip kehati-hatian (prudential principle) terhadap perjanjian kredit usaha rakyat ritel dengan jaminan hak tanggungan. Obyek penelitian yang dilakukan adalah pada salah satu Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Muntilan yang ada di Kabupaten Magelang. Berdasarkan
kesimpulan
tersebut,
maka
penelitian
ini
dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya. Penelitian tesis ini tidak menutup kemungkinan apabila dikemudian hari ditemukan ada penelitian tesis yang sama dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun demikian apabila ternyata pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya walaupun di lokasi yang berbeda, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya.