BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Pada perkembangan bisnis saat ini, perusahaan memiliki tujuan untuk
meningkatkan kemakmuran para pemilik modal atau para pemegang saham dengan mempercayakan seorang manajer untuk mengelola suatu perusahaan. Dimana fungsi manajemen adalah perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, pengendalian, penyusunan staf dan pengambilan keputusan. Peran manajer adalah untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut secara efektif, sehingga tercapailah tujuan untuk memaksimalkan laba atau keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemilik modal. Sumber dana dalam hal ini menjadi peranan penting agar tujuan tersebut berhasil. Sumber dana perusahaan bisa berasal dari dana internal seperti laba ditahan dan dana aliran kas, sedangkan dana eksternal berupa hutang dan penerbitan saham baru. Perusahaan tidak akan berkembang apabila sumber dananya hanya berasal dari dana internal saja karena perusahaan bisa juga melakukan ekspansi. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan penambahan dana dari pihak eksternal perusahaan, diantaranya adalah dengan hutang atau melalui penerbitan saham baru. Tetapi, para manajer harus berhati-hati dalam memutuskan sumber dana mana
yang akan digunakan, karena dapat
mempengaruhi nilai perusahaan, selain itu dapat juga mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya. Dalam penelitian ini berfokus
1
2
pada hutang. Pemilihan penggunaan dana internal atau dana eksternal disebabkan adanya asimetri informasi, dimana para manajerlah yang mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dibandingkan para pemilik modal. Dana eksternal dalam bentuk hutang merupakan alternatif yang paling di utamakan manajer dibandingkan dengan penerbitan saham baru. Karena, para manajer menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Menurut Hastalona (2013:61) terdapat empat alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru, yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2) biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya transaksi emisi saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan pendanaan hutang daripada pendanaan saham; (4) kontrol manajemen akan lebih besar dengan adanya hutang baru daripada saham baru. Para manajer memiliki kecenderungan tinggi dalam hal penggunaan hutang untuk kepentingan oportunistik mereka yang dapat menyebabkan biaya bunga tinggi dibanding penghematan pajak sehingga risiko kebangkrutan semakin tinggi pula. Oleh karenanya, hutang juga berfungsi untuk memonitoring tindakan para manajer dalam mengelola perusahaan. Menurut Indahningrum dan Handayani (2009:198) menyatakan bahwa “kebijakan hutang adalah segala jenis hutang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang.” Kebijakan hutang merupakan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pendanaan bagi perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Keputusan pendanaan keuangan perusahaan yang berkaitan dengan
3
komposisi hutang sering sekali menyebabkan konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik tersebut meliputi darimana sumber dana didapatkan dan bagaimana dana tersebut diperoleh untuk diinvestasikan. Hal ini juga terjadi karena adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan perusahaan sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham, dan keadaan ini disebut dengan konflik keagenan (agency conflict). Konflik keagenan timbul dikarenakan adanya pemisahan fungsi pengambilan keputusan dan penanggung resiko. Menurut Nuraina (2012:112) struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses insentif yang membentuk motivasi manajer. Pemilik akan berusaha membuat berbagai strategi untuk mencapai tujuan perusahaan, setelah strategi ditentukan maka langkah selanjutnya mengimplementasikan strategi dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kesemua tahapan tersebut tidak terlepas dari peran pemilik dapat dikatakan
bahwa
peran
pemilik
sangat
penting
dalam
menentukan
keberlangsungan perusahaan. Dalam hal ini struktur kepemilikan dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. “Kepemilikan manajerial (managerial ownership) merupakan situasi dimana manajer sebagai pengelola perusahaan dan sekaligus sebagai pemilik modal perusahaan” (Mery, 2011:8). Keputusan dan tindakan sebagai manajer sekaligus sebagai pemilik modal akan berbeda jika dibandingkan dengan manajer
4
yang hanya bekerja sebagai manajer. Manajer yang sekaligus bertindak sebagai pemilik modal akan menyelaraskan kepentingannya sebagai manajer dan kepentingannya sebagai pemilik modal. Sehingga manajer tersebut dapat merasakan sendiri hasil keputusan yang diambilnya baik keputusan yang benar maupun yang salah. Sementara manajer yang bertindak hanya sebagai manajer, kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Menurut Nuraina (2012:113) menyatakan “bahwa kebijakan hutang perusahaan berkaitan dengan struktur modal yang optimal. Semakin besar hutang maka semakin besar kemungkinan kegagalan perusahaan untuk tidak mampu membayar hutangnya, sehingga memiliki risiko financial distress dan kebangkrutan”.
Untuk
menghindari risiko tekanan keuangan (financial distress), perlu dilakukan pengawasan atas tindakan para manajer dalam penggunaan hutang melalui kepemilikan institusional. “Kepemilikan institusional (institutional ownership) merupakan presentase kepemilikan saham oleh pihak di luar perusahaan baik oleh investor-investor institusional maupun perusahaan-perusahaan lain” (Mery, 2011:10). Adanya kepemilikan saham institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Peningkatan pengawasan dilakukan dengan cara menempatkan para komite penasihat yang bekerja untuk melindungi investor dan sekaligus untuk meningkatkan tanggung jawab manajer. Apabila institusional investor tidak puas atas kinerja manajerial maka mereka akan langsung menjual sahamnya, sehingga pembiayaan dengan menggunakan hutang untuk kepentingan pribadi para manajer semakin kecil. Menurut Adrianto (2013:3) “semakin tinggi kepemilikan
5
institusional perusahaan, maka akan semakin kecil hutang yang digunakan untuk mendanai perusahaan”. Hal ini dikarenakan timbulnya suatu pengawasan oleh lembaga institusi lain (bank dan asuransi) terhadap kinerja perusahaan. Menurut Mutiah (2011:17) bahwa ukuran perusahaan adalah skala pengukuran atas suatu perusahaan baik dari segi aset yang dimiliki perusahaan tersebut maupun unsur lainnya seperti jumlah tenaga kerja. perusahaan harus dapat meyakinkan pihak ketiga tersebut agar mereka mau memberikan pinjaman mereka kepada perusahaan. Karena itulah ukuran perusahaan menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kebersediaan memberikan pinjaman kepada perusahaan. Perusahaan yang lebih besar, biasanya lebih mudah memperoleh pinjaman dari pihak ketiga dibandingkan perusahaan kecil, karena jaminan yang dimiliki berupa aktiva bernilai besar. Subramanyam dan John (2010:239) mengatakan “likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek”. Masalah likuiditas dipandang sebagai masalah penting dilihat dari besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar. Perusahaan yang memiliki kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid dimana perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi, berarti bahwa perusahaan tersebut mampu dengan segera membayar hutang perusahaan. Dengan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dapat meningkatkan kepercayaan kepada para kreditur untuk memberikan pinjaman berupa dana kepada perusahaan. Pada umumnya perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau kesulitan dalam memperoleh keuangan karena perusahaan dianggap tidak
6
dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu, sebelum membeli saham seorang investor harus yakin bahwa likuiditas perusahaan tidak menjadi suatu masalah. Perusahaan yang memiliki current ratio tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk mengembalikan hutang lancarnya sehingga memberikan peluang untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh hutang dari investor. Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang perusahaan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan menemukan hasil penelitian yang berbeda-beda dan adanya ketidakkonsistenan untuk setiap variabelnya. Apnilis (2010) yang meneliti kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan free cash flow terhadap kebijakan hutang menyatakan bahwa secara simultan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan free cash flow berpengaruh siginifikan terhadap kebijakan hutang. Penelitian Mery (2011) sama dengan Apnilis (2010) yakni menggunakan tiga variable yaitu free cash flow, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional dan menyatakan bahwa secara simultan, free cash flow, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang. Dan secara parsial free cash flow, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang. Mutiah (2011) menambah variabel investment opportunity set dan ukuran perusahaan, dan tidak mengikutsertakan kepemilikan institusional dan hasilnya menyatakan bahwa
secara simultan kepemilikan manajerial,
investment
opportunity set, free cash flow, dan ukuran perusahaan mempengaruhi kebijakan
7
hutang, namun secara parsial variabel investment opportunity set memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang dan variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Penelitian Paulus (2012) sama dengan Mutiah (2011) menambah variabel set kesempatan investasi dan ukuran perusahaan, dan tidak mengikutsertakan kepemilikan institusional dan menyatakan bahwa secara simultan, free cash flow, kepemilikan manajerial, set kesempatan investasi dan ukuran perusahaan mempengaruhi kebijakan hutang, namun secara parsial free cash flow, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Desnalia (2012) yang menggunakan variabel aktiva tetap, kesempatan pertumbuhan, ukuran perusahaan, tingkat keuntungan, umur perusahaan dan likuiditas yang menyatakan bahwa secara parsial variabel aktiva tetap, umur perusahaan, tingkat keuntungan, dan likuiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang dan variabel kesempatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan terhadap
kebijakan
hutang.
Secara
simultan,
memiliki pengaruh positif aktiva
tetap,
kesempatan
pertumbuhan, ukuran perusahaan, tingkat keuntungan, umur perusahaan dan likuiditas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Apnilis (2010) yang meneliti pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu adanya penambahan variabel independen. Perbedaan
8
variabel peneliti sebelumnya dengan peneliti ini adalah peneliti sebelumnya menggunakan variabel independen yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Pada peneliti ini menggabungkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional kedalam struktur kepemilikan yang terdapat pada judul tetapi dalam kerangka berfikir dan hipotesis dipisahkan. Penambahan variabel independen dalam penelitian ini yaitu ukuran perusahaan dan likuiditas sebagai alasan variabel ukuran perusahaan dianggap juga ikut menentukan para kreditur dalam keputusannnya untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan jika perusahaan menggunakan dana eksternal berupa hutang sebagai alternatif sumber tambahan dananya dan peneliti ingin mengetahui apakah kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek dapat mempengaruhi kebijakan hutang yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Alasan peneliti tidak memasukkan variabel free cash flow dikarenakan variabel ini memiliki perbedaan nilai yaitu memiliki nilai negatif dan positif dimana apabila free cash flow bernilai negatif maka sudah pasti perusahaan memerlukan hutang tetapi, apabila free cash flow bernilai positif, maka tidak mungkin perusahaan menggunakan hutang sehingga tidak adanya pengaruh terhadap kebijakan hutang. Peneliti memperbarui periode penelitian sebelumnya dari tahun 2005-2009 menjadi tahun 2011-2013. Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur sebagai lokasi penelitian. Alasannya karena dari segi perusahaannya, perusahaan manufaktur terdiri dari berbagai sektor, yaitu sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi. Dan dilihat dari jumlah perusahaannya, perusahaan manufaktur lebih
9
banyak dibandingkan jumlah perusahaan yang lain seperti perbankan dan asuransi sehingga dapat memenuhi kriteria dalam penentuan sampel. Dikarenakan adanya ketidakkonsistenan dari hasil penelitian terdahulu tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut pengaruh antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dengan menambahkan dua variabel lagi yaitu ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2013. Variabel ukuran perusahaan dan likuiditas dianggap juga ikut menentukan kepercayaan para kreditur dalam keputusannnya untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan apabila perusahaan menggunakan dana eksternal berupa hutang sebagai alternatif sumber tambahan dananya. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI.” 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kebijakan hutang akan mengurangi agency cost? 2. Apakah kepemilikan oleh pihak manajerial dapat mengurangi kepentingan pribadi manajer yang menyebabkan hutang yang semakin meningkat?
10
3. Apakah kepemilikan oleh pihak institusional dapat menanggulangi tindakan dan tanggungjawab manajer dalam pegelolaan hutang yang diberikan pihak kreditor kepada perusahaan? 4. Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi para kreditor dalam pemberian dana bagi perusahaan? 5. Apakah ada pengaruh likuiditas terhadap pembayaran hutang bagi perusahaan? 6. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan dan likuiditas memiliki pengaruh secara simultan terhadap kebijakan hutang? 1.3
Batasan Masalah Batasan agar ruang lingkup permasalahan yang diteliti terarah dan tidak
meluas, maka peneliti membatasi penelitiannya pada masalah pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2013 yang perusahaannya melaporkan laporan keuangan secara lengkap dan telah di audit. 1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dijabarkan di
atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
11
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 4. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 5. Apakah secara simultan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan dan likuiditas memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
1.5
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 3. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 4. Untuk menguji pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
12
5. Untuk
menguji
pengaruh
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 1.6
Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman bagi peneliti mengenai pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Bagi kalangan akademis dan peneliti selanjutnya, sebagai referensi tambahan bagi peneliti selanjutnya dan diharapkan dapat memberikan bukti
empiris
mengembangkan
dan
tambahan
kajian
literatur
mengenai
yang
struktur
membantu
kepemilikan,
dalam ukuran
perusahaan dan likuiditas dalam keterkaitannya dengan kebijakan hutang. 3. Bagi manajemen dan investor, diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.