BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, perubahan administrasi wilayah pemerintahan mengalami dinamika yang cukup signifikan seiring dengan terjadinya reformasi sejak pertengahan tahun 1998. Terlebih lagi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan arah regulasi pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Penguatan otonomi daerah menurut Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat dengan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat melalui otonomi. Keinginan-keinginan masyarakat di daerah untuk mendirikan atau membentuk daerah-daerah baru, baik daerah Provinsi maupun daerah Kabupaten/ Kota adalah salah satu manifestasi dari upaya-upaya tersebut. Menurut PP No. 78/2007 tentang Persyaratan Pembantukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah sebagai pengganti PP No 129/ 2000, pada Pasal 16 ada beberapa prosedur yang harus dilalui oleh daerah Kabupaten/ Kota yang akan dimekarkan, yaitu :
1. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan. 2. DPRD Kabupaten/ Kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD 1
berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain; 3. Bupati/Walikota
memutuskan
untuk
menyetujui
atau
menolak
aspirasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah; 4. Bupati/walikota mengusulkan pembentukan Kabupaten/ Kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan: a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/ Kota; b. Hasil kajian daerah; c. Peta wilayah calon Kabupaten/ Kota; dan d. Keputusan DPRD Kabupaten/ Kota dan keputusan Bupati/ Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b. 5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/ Kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c; 6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/ Kota kepada DPRD propinsi; 7. DPRD propinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/ Kota; dan 8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/ Kota, Gubernur mengusulkan pembentukan Kabupaten/ Kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:
2
a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/ Kota; b. Hasil kajian daerah; c. Peta wilayah calon Kabupaten/ Kota; d. Keputusan DPRD Kabupaten/ Kota dan keputusan Bupati/ Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan e. Keputusan DPRD Propinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf c f. Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf d.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, antara tahun 1999 samapai dengan tahun 2009, telah terbentuk 205 daerah Otonom Baru, yang terdiri
atas 7
Provinsi, 165 Kabupaten, dan 33 Kota( Keynote Speech Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan dalam Seminar Peran Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dalam Pemekaran Daerah : sebuah refleksi . Jakarta 4 November 2010). Maraknya pemekaran wilayah ini di satu pihak perlu disyukuri karena memberikan tempat bagi aspirasi, keberagaman, dan otonomi lokal, sesuatu yg dulu diabaikan pada era orde baru. Namun di lain pihak, fenomena pemekaran wilayah secara besar-besaran tersebut sekaligus membawa masalah- masalah baru. Masalah-masalah yang bisa terjadi akibat dari ketergesa-gesaan pada suatu daerah yang mengalami pemekaran wilayah di antaranya ialah adanya ketidakjelasan dalam unsur geografis, struktur kelembagaan masyarakat yang tidak jelas akan membuat kelangsungan sosial di lapangan menjadi tersendat, tidak berjalan lancar. Seperti rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang buruk dalam pemetaannya akan membuat masyarakat
3
sulit menggunakan kebutuhan administrasi dalam kepentingan sebagai warga negara Indonesia. Kemudian masalah kepemimpinan yang tidak jarang bagian paling rumit menentukan suatu pemerintahan akan menyeret ke dalam masalah baru. Hal tersebut juga terjadi di kota Sungai Penuh, Kota Sungai penuh merupakan salah satu daerah pemekaran yang terbentuk di era reformasi ini. Kota otonom ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Kerinci yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi. Terletak antara 101°14‟32”BT dan 02°01‟40”LS dengan luas wilayah 39.150 Ha. Keadaan topografi merupakan dataran tinggi berbukit-bukit
dan dikelilingi gunung-
gunung dan hutan lebat dengan ketinggian 100-1000 m dpl. Walau telah terbentuk selama lebih kurang 2 tahun, banyak permasalahan yang dihadapi oleh daerah ini diantaranya adalah masalah keuangan, masalah tarik menarik kepemilikan asset daaerah, distribusi pegawai , dsb. Setelah pemekaran daerah, daerah baru hasil pemekaran dari Kabupaten Kerinci dinilai kurang berkembang. Ini mungkin terjadi dikarenakan anggaran yang minim yang kemudian dibagi untuk banyak keperluan besar,( pada tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah Kota Sungai Penuh merupakan yang terendah di Propinsi Jambi, yaitu sebanyak Rp. 5.250.000.000 (diakses dari www. Sungaipenuh kota.go.id Maret 2011), menambah jumlah pegawai, membangun sarana pemerintahan baru; ketidaksiapan infrastrukutur yang terkesan dipaksakan; minimnya sumber daya manusia yang handal; rendahnya akses ekonomi,dll.
Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau paling tidak memperlambat tujuan otonomi daerah umumnya dan pemekaran daerah pada khususnya yaitu mendekatkan dan mempercepat proses pelayanan publik di 4
masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Dengan kenyataan seperti ini, substansi dari otonomi daerah itu sendiri tidak akan tepat pada sasarannya. Otonomi daerah dengan pemekaran wilayah yang digembor-gemborkan akan mewujudkan kemajuan suatu daerah malah sebaliknya akan menjadi boomerang.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SUNGAI PENUH PASCA PEMEKARAN”
B. Perumusan Masalah Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah , sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah Kota Sungai Penuh pasca pemekaran khususnya dalam fungsi pelayanan publik dan fungsi pembangunan? 2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah Kota Sungai Penuh dalam fungsi pelayanan publik dan pembangunan? 3. Bagaimana upaya pemerintah Kota untuk mengatasi kendala- kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ; 1. Untuk menjelaskan pelaksanaan otonomi daerah Kota Sungai Penuh pasca pemekaran dalam fungsi pelayanan publik dan pembangunan. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah kota Sungai Penuh dalam fungsi pelayanan publik dan pembangunan. 5
3. Untuk mengetahui upaya pemerintah kota untuk mengatasi kendala-kendala pelaksanaan otonomi daerah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat diadakannya penelitian ini adalah untuk memperluas pengetahuan, terutama untuk mengembangkan kajian dalam disiplin Politik Lokal dan Otonomi daerah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan, saran, ataupun wacana yang mendalam kepada pihak yang terkait dalam pelaksanaan otonomi daerah pasca pemekaran di Kota Sungai Penuh.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Penelitian
mengenai
pemekaran
daerah
telah
banyak
dilakukan
diantaranya: Hadi Saputra (Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu) tentang ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN DAERAH PENINGKATAN STATUS WILAYAH PEMBANTU BUPATI MENJADI KABUPATEN BARU DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR . Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemekaran daerah memberikan dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak tersebut adalah untuk masyarakat dan Pemerintah yang ternyata memberikan kemudahan dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Selain itu, Yadi Suryadi Putra dalam penelitiannya yang berjudul ANALISA KEKUATAN POLITIK ETNISITAS DALAM PROSES PEMEKARAN PROPINSI PULAU SUMBAWA, menyimpulkan bahwa: terjadi dinamika relasi elit di pulau Sumbawa dan NTB pada umumnya setelah menggelindingnya isu pemekaran. Isu yang awalnya lahir dari euforia politik setelah kotak pandora orde baru dibuka kemudian disambut oleh para elit politik dan menjadikan politik identitas sebagai basis dialektika. Fragmentasi elit yang berbasis pada kesukuan dan etnisitas sedemikian rupa mempengaruhi isu pemekaran dikarenakan masalah
7
pemekaran berhubungan dengan demotion dan promotion bagi eksistensi kelompok elit tertentu (diakses dari www.dsfindonesia.com). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabeL berikut :
No
1 1
Tabel 1 PERBEDAAN PENELITIAN TERDAHULU DAN SEKARANG JUDUL LOKASI FOKUS HASIL PENELITIAN/NAMA PENELITIAN PENELITIAN PENULIS 2 3 4 Hadi
Saputra/
Analisis Waringin
Dampak Pemekaran Daerah Timur
Mengetahui
dampak
kebijkan
Peningkatan Status Wilayah Pembantu
Bupati
Menjadi
Kabupaten Baru di Kabupaten Kota Waringin Timur 2
Yadi Suryadi Putra/ Analisa Sumbawa
Isu
Kekuatan
dipengaruhi
dalam
Politik Proses
Etnisitas Pemekaran
Propinsi Pulau Sumbawa
pemekaran oleh
Fragmentasi elit yang berbasis pada kesukuan dan etnisitas
3
Eska Miranda/ Pelaksanaan Sungai Penuh
Pelaksanaan
Otonomi
Kota beserta Kendala-
Pemekaran
Daerah
pasca
otonomi
kendala yang muncul dalam
pelaksanaan
8
otonomi kota
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perbedaan tesis ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada fokus hasil penelitian dan lokasi penelitian. . Penelitian terdahulu menekankan pada dampak kebijakan pemekaran dan isu pemekaran, sedangkan penelitian ini fokus pada Pelaksanaan otonomi Kota beserta Kendalakendala yang muncul dalam pelaksanaan otonomi kota. Selain itu perbedaan lainnya adalah pada lokasi penelitian, penelitian sebelumnya berlokasi di Waringin Timur dan Sumbawa sedangkan penelitian pada tesis ini berlokasi di Kota Sungai Penuh Propinsi Jambi. B. Tinjauan Kepustakaan 1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah a. Desentralisasi Desentralisasi menurut Rondinelli dalam Hanif Nurcholis (2005) adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah, satuan administratif daerah, organisasi semi otonom, pemerintah daerah, atau organisasi non pemerintah/ Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya, Rondinelli dalam Hanif Nurcholis (2005) mengungkapkan ada beberapa jenis desentralisasi , yakni:
1) Deconcentration, yaitu penyerahan beban kerja dari kementerian pusat kepada pejabatnya di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan diskresi untuk melaksanakannya. 9
2) Delegation, yaitu perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi di luar struktur birokrasi regular dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat. 3) Devolution, yaitu pelepasan fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membentuk suatu pemerintah baru yang tidak dikontrol secara langsung. 4) Privatization, yaitu memberikan semua tanggung jawab atas fungsi-fungsi kepada organisasi non pemerintah atau perusahaan swasta yang independent dari pemerintah.
Keberhasilan atau kegagalan desentralisasi menurut Rondinelli dalam Hanif Nurcholis (2005) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Derajat komitmen politik dan dukungan administrasi yang diberikan terutama oleh pemerintah pusat dan elit serta masyarakat daerah itu sendiri. 2) Sikap, perilaku, dan budaya masyarakat terhadap kebijakan desentralisasi terutama yang ditunjukkan oleh elitnya baik aparat, anggota DPRD, atau tokoh masyarakat. 3) Dukungan organisasi pemerintah yang mampu menjalankan kebijakan desentralisasi secara efektif dan efisien. 4) Tersedianya sember daya yang memadai:manusia, keuangan, dan infra struktur.
Desentralisasi menrut Andi Mustari (1990) sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.
Dalam
kaitannya
dengan
sistem
pemerintahan
Indonesia, 10
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
b. Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32/ 2004, yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11
Menurut Andi Mustari (1999) Penyelenggaraan asas desentralisasi menghasilkan “daerah otonomi”, sedang urusan yang diserahkan kepada daerah otonom yang menjadi hak atau wewenangnya disebut “otonomi daerah” atau “otonomi” saja. Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah".
(a) Amrah Muslimin dalam Andi Mustari (1990) menyebutkan bahwa istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (pemerintahan) atau undang-undang. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri. Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/ daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri
Kaho (1991), keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi , yaitu:
1. faktor manusia, 2. faktor keuangan, 3. faktor peralatan, 4. faktor organisasi dan manajerial
12
2. Pemekaran Daerah Menurut PP 78 / 2007 yang dimaksud dengan Pemekaran daerah adalah pemecahan propinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam situs wikipedia disebutkan bahwa Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya.( PP No 78/ 2007 tentang Pembentukan Penggabungan,dan Penghapusan Wilayah). Menurut HR Makagansa
(2008), istilah „pemekaran‟ lebih cocok untuk
mengekspresikan proses terjadinya daerah-daerah baru yang tidak lain adalah proses pemisahan diri dari suatu bagian wilayah tertentu dari sebuah daerah otonom yang sudah ada dengan niat hendak mewujudkan status administrasi baru daerah otonom. Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi, syarat administratif (PP No 78/ 2007 tentang Pembentukan Penggabungan,dan Penghapusan Wilayah) yang wajib dipenuhi meliputi : a. adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi bersangkutan, b. persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, c. rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi: a. Keputusan DPRD Kabupaten/ Kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
13
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/ Kota; c. Keputusan DPRD propinsi tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/ Kota; d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten / Kota; dan e. Rekomendasi Menteri.
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di bawah ini. a. Kemampuan ekonomi. b. Potensi daerah. c. Kemampuan keuangan d. Sosial budaya e. Sosial politik f. Luas Daerah g. Pertahanan h. Keamanan i. Tingkat kesejahteraan j. Rentang kendali
14
Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420–500) atau mampu (340–419) serta perolehan total nilai indikator faktor kependudukan (80–100), faktor kemampuan ekonomi (60–75), faktor potensi daerah (60–75) dan faktor kemampuan keuangan (60–75). Sedangkan Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi: a. cakupan wilayah, b. lokasi calon ibukota, c. sarana, d. dan prasarana pemerintahan. Disamping persyaratan di atas, kabupaten/ kota yang akan dimekarkan harus melalui tahap- tahap sebagai berikut : 1) Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayahyang menjadi calon cakupan wilayah Propinsi atau Kabupaten/ Kota yang akan dimekarkan. 2) Keputusan DPRD Kabupaten/ Kota berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat; 3) Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah.
15
4) Keputusan masing-masing bupati/walikota
disampaikan kepada gubernur
dengan melampirkan: a) Dokumen aspirasi masyarakat; dan b) Keputusan
DPRD
kabupaten/kota
dan
keputusan
bupati/walikota
sebagaimana c) dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b. 5) Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan propinsi sebagaimana yang diusulkan oleh Bupati/ Walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan Propinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD propinsi; 6) Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD Propinsi, Gubernur menyampaikan usulan pembentukan propinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan: a) Hasil kajian daerah; b) Peta wilayah calon propinsi; c) Keputusan
DPRD
kabupaten/kota
dan
keputusan
bupati/walikota
sebagaimana dan d) Keputusan DPRD propinsi Tri Ratnawati (2009) menyatakan hasil studi dari tim Bank Dunia menyimpulkan adanya empat faktor utama pemekaran wilayah di masa reformasi, yaitu :
16
(a) Motif untuk efektivitas dan efisiensi administrasi pemerintahan mengingat wilayah daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar, dan ketertinggalan pembangunan. (b) Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa, agama, urban-rural, tingkat pendapatan, dan lain-lain). (c) Adanya
kemanjaan
fiscal
yang
dijamin
oleh
Undang-Undang
(disediakannya Dana Alokasi Umum/ DAU, bagi hasil dari sumber daya alam, dan disediakannya Pendapatan Asli Daerah/ PAD). (d) Motif pemburu rente (bureaucratic and political rent- seeking) para elit.
Disamping itu masih ada satu motif tersembunyi dari pemekaran daerah, yang oleh Ikrar Nusa bhakti disebut sebagai gerrymander, yaitu usaha pembelahan / pemekaran daerah untuk kepentingan parpol tertentu.
3. Pemerintahan Daerah Menurut UU No 32/ 2004 tentang Pemerintahan daerah, yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
a.
Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
17
b.
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota
terdiri
atas
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota
Kewenangan yang menjadi urusan pemerintah daerah adalah semua kewenangan urusan pemerintahan, kecuali:
a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan e. agama.
Suwandi (2008) mengemukakan bahwa secara teoritis ada tiga fungsi utama yang harus dilakukan pemerintah daerah dikaitkan dengan otonomi daerah, yaitu :
1) Fungsi pelayanan masyarakat (public service function): pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sebagainya 2) Fungsi pembangunan (Developments function), yaitu fungsi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan peningkatan kemampuan ekonomi rakyat. 3) Fungsi ketentraman dan ketertiban (protective function), berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada masyarakat dari gangguan yang disebabkan faktor unsur manusia maupun alam.
Namun karena keterbatasan peneliti, maka yang dibahas dalam penelitian ini adalah fungsi pelayanan masyarakat dan pembangunan.
18
C. Skema Penelitian
SKEMA PENELITIAN UU NO 32/2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi.
PP No 78/ 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah
Kendala- Kendala yang muncul pasca pemekaran
KONSEP KAHO (Faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi )
Pelaksanaan otonomi Daerah
KONSEP SUWANDI Fungsi Pemerintah dikiatkan dengan
otda (fungsi
Pelayanan Publik dan Fungsi Pembangunan)
a. Faktor manusia, b. Faktor keuangan, c. Faktor peralatan, serta d. faktor organisasi dan manajerial 19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang dikemukakan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan fenomena yang diselidiki. Bongdan dan Taylor dalam Moleong (2000) mengatakan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, penelitian ini juga didukung oleh data-data statistik.
Sedangkan tipe penelitian yang digunakan bersifat deskriptif yaitu mencoba menggambarkan, menentukan dan menggambarkan, menentukan dan menafsirkan suatu fenomena yang terjadi dalam suatu lingkungan sesuai dengan objek yang sedang berkembang.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Alasan dipilih 2 lokasi ini adalah Kota sungai Penuh merupakan Kota termuda di Propinsi Jambi dan Kabupaten Kerinci adalah Kabupaten Induk sebelum dimekarkannya Kota Sungai Penuh. Penelitian dilakukan selama 1 bulan (September 2010 - Oktober
20
2010) dimulai sejak dikeluarkannya izin penelitian dari Program Pasca Sarjana UNAND.
C. Peranan Peneliti
Peranan peneliti dalam penelitian Pelaksanaan Otonomi daerah Kota Sungai Penuh Pasca pemekaran adalah sebagai instrumen utama..
D. Unit Analisis
Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah institusi/ lembaga tepatnya Pemerintah Kota Sungai Penuh, yang dalam hal ini menjadi fokus adalah Sekretaris Daerah, Asisten I, Bagian Pembangunan, dan Kepala dinas Kesehatan, Kepala dinas Pendidikan.
E. Teknik Pemilihan Informan
Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposif, Kriteria informan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Pihak- pihak yang terlibat langsung dalam proses pemekaran kota Sungai Penuh, seperti : Panitia Pelaksana Pemekaran Kota Sungai Penuh, anggota DPRD Kab Kerinci periode 2004-2009. 2. Pihak- pihak pelaksana Otonomi Kota Sungai Penuh, seperti: Asisten I Kota Sungai Penuh, Kabag Pemerintahan Kota Sungai Penuh, Kepala Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh, Kepala Dinas Pendidikan Kota Sungai Penuh.
21
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Teknik wawancara (interview), yaitu melakukan tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber yang disebutkan di atas yang dianggap layak atau relevan dalam penelitian ini..
2.
Teknik observasi, yaitu peneliti bertindak sebagai pengamat dan hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasinya.
3.
Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan bahan-bahan atau data yang berasal dari dokumentasi langsung objek penelitian juga surat kabar tentang pemberitaan mengenai pemekaran kota sungai penuh tersebut khususnya serta pemberitaan dan artikel tentang pemekaran daerah umumnya.
4.
Studi pustaka, yaitu dilaksanakan terutama untuk menyusun kerangka teori serta mencari konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah penelitian dari bukubuku dan sumber-sumber bacaan lainya yang berhubungan dengan judul tesis ini.
G. Triangulasi Data.
Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah triangulasi sumber karena data diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dengan membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui orang-orang atau melalui sumber yang berbeda-beda.
22
H.
Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Analisa data menggunakan metode Miles dan Hubberman, Ada beberapa komponen yang bisa dikatakan oleh Miles dan Huberman yakni data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan conclusions drawing and verifying (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Kerangka pikir analisis yang pernah dikemukakan oleh Miles dan Huberman jika digambarkan sebagai berikut :
Penyajian Data ( etik & emik)
Koleksi Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Semua data yang terkumpul dianalisa dengan menginterpretasikannya melalui perspektif etik yaitu pandangan peneliti dan interpretasi emik merupakan pandangan informan ,dari pandangan etik dan emik diakhiri dengan membuat suatu penjelasan.
23
I.
Jenis Data
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yaitu berupa data pengalaman, pemahaman dan pengetahuan informan yang mewakili informasi. Sementara data sekunder terdiri dari literatur dan dokumen-dokumen lain baik berupa tulisan yang dimuat di surat kabar, majalah yang sudah maupun belum dipublikasikan juga hasil-hasil penelitian orang lain yang mempunyai korelasi erat dengan kajian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2 JENIS DATA No 1
Jenis Data Primer
Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara b.
Bentuk Data a.
Obsevasi
Proses Pemekaran Kota Sungai Penuh
b.
Kesesuaian proses pemekaran dengan prosedur yang seharusnya dilakukan
c.
Pelaksanaan otonomi daerah Kota Sungai Penuh
d.
Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah
e.
Upaya-upaya yang dilakukan
24
dalam mengatasi kendala tersebut 2
Sekunder
Dokumentasi
Undang- Undang, Data-data yang berhubungan, kebijakan-kebijakan .
J.Proses Penelitian
Dalam proses penelitian ini peneliti membaginya dalam beberapa tahapan seperti yang dikutip oleh Moleong (2000) ada tiga tahapan dalam penelitian yaitu: 1). Tahap pra lapangan, yaitu terdiri dari tujuh tahapan kegiatan diantaranya: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan etika dalam penelitian. 2). Tahap pekerjaan lapangan, yaitu terdiri dari tiga bagian diantaranya: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta sambil mengumpulkan data. 3) tahap analisis data diantaranya: konsep dasar analisis data dan menemukan tema, merumuskan kesimpulan.
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Informasi Umum Daerah Penelitian 1. Kabupaten Kerinci sebelum Dimekarkan a. Letak Geografis, Iklim, dan Topografi Menurut menurut informasi dari BPS Kabupaten Kerinci, secara geografis, Kabupaten Kerinci terletak diantara 1°40‟ Lintang Selatan sampai dengan 26‟ Lintang Selatan dan diantara 101°08‟ Bujur Timur sampai 50‟ Bujur Timur. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80MmHg.Kabupaten Kerinci mempunyai luas ± 4200 km² Ketinggian Kabupaten ini berada di antara 500 m sampai 1.500 m dari permukaan laut. Batas-batas wilayah Kabupaten Kerinci : (a) Sebelah utara
: Kabupaten Solok Sumatra Barat
(b) Sebelah Selatan
: Kabupaten Merangin, Jambi
(c) Sebelah Timur
: Kabupaten Bungo, Jambi
(d) Sebelah Barat
: Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu. Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
b. Profil Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kerinci pada Tahun 2006 berjumlah 311.354 jiwa, yang terdiri dari 157.127 jiwa perempuan.
26
Tabel 3 JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN KERINCI MENURUT JENIS KELAMIN DIRINCI PER-KECAMATAN TAHUN 2006 Kecamatan
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1. Gunung Kerinci
7.570
7.489
15.059
2. Batang Merangin
11.068
11.492
22.560
3. Keliling Danau
10.666
11.333
21.999
4. Danau Kerinci
7.975
7.993
15.968
5. Sitinjau laut
7.038
6.902
13.940
6. Tanah Kampung
4.177
4.103
8280
7. Sungai Penuh
16.069
16.725
32.794
8. Hamparan Rawang
6.588
6.529
13.087
9.Pesisir Bukit
8.221
8.312
16.533
10. Kumun Debai
4.271
4.444
8.715
11.Air Hangat
10.354
10.775
21.129
12. Air Hangat Timur
9.001
9.338
18.339
13. Depati Tujuh
6.874
7.159
14.033
14. Gunung Kerinci
5.970
5.771
11.441
15. Siulak
14.872
15.142
30.014
16. Kayu Aro
17.945
17.780
35.725
17. Gunung Tujuh
5.898
5.840
11.738
154.227
157.127
311.354
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kerinci Sarana pendidikan dasar dan menengah baik negeri maupun swasta di Kabupaten Kerinci tahun 2006 adalah : untuk taman Kanak- Kanak (TK) berjumlah 81 unit yang terdiri dari 1 TK Negeri dan 1 TK swasta, Sekolah Dasar (SD) Negri 269 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 50 unit dan SMP swasta 1 unit, Sekolah Menengah
27
Atas (SMA) Negeri 14 unit dan SMA swasta 4 unit, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6 unit dan SMK swasta 1 unit. Sedangkan untuk Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan swasta berjumlah 107 unit, Madrasah Tsanawiyah Negeri dan swasta berjumlah 926 unit , dan Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta berjumlah 9 unit. Di Kabupaten Kerinci juga terdapat beberapa Akademi dan Sekolah Tinggi, yaitu : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), STIKIP Muhammadiyah, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sakti Alam Kerinci, Akademi Keperawatan (Akper) Bina Insani Sakti, dan AMIK Depati Parbo.
2. Gambaran Umum Kota Sungai Penuh a. Letak Geografis, Iklim, dan Topografi Letak Geografis Kota Sungai Penuh antara 101 0 14' 32'' BT sampai dengan 1010 27' 31'' BT dan 020 01' 40'' LS sampai dengan 020 14' 54'' LS. Dengan luas keseluruhan 39.150 ha, yang terdiri dari TNKS seluas 23.177,6 ha ( 59, 2 % ) dan lahan hunian budidaya seluas 15.972,4 ha ( 40,8 % ) dan dengan jumlah penduduk 87.804 jiwa (BPS kota Sungai Penuh, data tahun 2010) Luas wilayah/ Teritorial Kota Sungai Penuh adalah 391, 50 km² yang terdiri dari 5 kecamatan, 4 kelurahan, dan 65 desa, dengan luas dan persentase luas kecamatan terhadap luas kota sebagai berkut :
28
Tabel 4 PERSENTASE LUAS KECAMATAN TERHADAP LUAS KOTA No
Kecamatan
Luas Daerah Luas (km²)
Persentase
1
Sungai Penuh
205,25
52,43
2
Hamparan Rawang
12,15
3,10
3
Pesisir Bukit
21,10
5,39
4
Kumun Debai
142,00
36,27
5
Tanah Kampung
11,00
2,81
391, 50
225
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sungai Penuh Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2008 batas wilayah Kota Sungai Penuh sebagai Berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Depati Tujuh Kabupaten Kerinci. 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sitinjau Laut, dan Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci. 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Pesisir dan Kab. Mukomuko. 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Hangat Timur
b. Profil Penduduk Jumlah penduduk Kota Sungai Penuh sampai akhir triwulan III (tiga) tahun 2009 yaitu berjumlah 87.911 jiwa dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin laki- laki sebanyak 42.931 jiwa (48,83 %) dan perempuan 44. 980 jiwa (51,17 %) Untuk
29
mengetahui secara lebih rinci jumlah penduduk perkecamatan, Komposisi dan jenis kelamin serta kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5 JUMLAH PENDUDUK PER KECAMATAN, JENIS KELAMIN DAN KEPADATAN PENDUDUK KOTA SUNGAI PENUH SAMPAI AKHIR SEPTEMBER 2009 No
Kecamatan
Luas (km²)
Komposisi
Jumlah
Kepad-
Laki-laki
Wanita
Keseluruhan
atan
(jiwa)
(jiwa)
(Jiwa)
(Jiwa/ km²)
1
Sungai Penuh
205,25
16.827
16.866
33.693
16,42
2
Hamparan
12,15
7.152
8.758
15.915
13,99
Rawang 3
Pesisir Bukit
21,10
9.868
9.964
19.650
93,13
4
Kumun Debai
142,00
4.353
4.262
8.616
6,06
5
Tanah
11,00
4.908
5.130
10.038
91,25
391,50
42.931
44.980
87.911
225
Kampung JUMLAH
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Kota Sungai Penuh
B. Pemekaran Kabupaten Kerinci Kabupaten Kerinci terdiri dari 17 kecamatan, 272 desa dan 6 kelurahan. luas wilayah Kabupaten Kerinci ± 4.200 Km². Adapun setelah pemekaran luas kabupaten Kerinci menjadi 3.808,5 Km² dengan jumlah penduduk 234.185 jiwa. Seiring dengan kondisi masyarakat yang berkembang pesat, potensi daerah di Kabupaten Kerinci perlu umtuk terus ditingkatkan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Yuzarlis Rusli anggota DPRD Kab Kerinci periode 200430
2009 (sekarang menjabat sebagai anggota DPRD Kota Sungai Penuh peride 20092013) 7 September 2010: “ luas wilayah Kabupaten Kerinci dan letak geografis kecamatan begitu jauh jarak tempuhnya, yakni jarak rata-rata dari masing- masing kecamatan ke pusat pemerintahan adalah 25,88 Km ( dengan waktu tempuh sekitar 32,50 menit), sehingga pelayanan kepada masyarakat terasa kurang optimal karena terkendala oleh rentang kendali pemerintahan tersebut. Pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan kondisi masyarakat yang pesat menuntut adanya penyesuaian pada struktur pemerintahan sehingga dapat lebih baik dalam menyokong penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan. Karena itulah diperlukan penyesuaian terhadap pelaksanaan pembangunan, serta pelayanan kemasyarakatan ke segenap wilayah melalui pemekaran Kabupaten Kerinci dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerinthan, pelaksanaan pembangunan, serta pelayanan kemasyarakatan .”.
Suatu kewajaran jika daerah kaya sumber daya alam, mengusulkan pemekaran daerah, karena mereka ingin menikmati hasil kekayaan alamnya yang melimpah. C. Pembentukan Kota Sungai Penuh Pembentukan Kota sungai Penuh akan mendekatkan rentang kendali pemerintahan, sehingga jarak rata-rata dari masing-masing kecamatan ke pusat pemerintahan menjadi hanya 5 Km9 dengan rata-rata tempuh 5,83 menit. Dengan semakin dekatnya rentang kendali pemerintahan tersebut diharapkan akan lebih memudahkan penyelenggaraan pemerintahan sehingga nantinya akan mempercepat pemabangunan dan pengembangan wilayah serta kualitas pelayanan publik. Menurut Pasal 16 PP 78/ 2007 sebagai pengganti PP No 129/ 2000 ada beberapa prosedur yang harus dilalui oleh daerah Kabupaten Kota yang akan dimekarkan salah satunya adalah syarat administratif. Berkenaan dengan hal tersebut, Mursimin (anggota DPRD Kab. Kerinci periode 2004-2009) menjelaskan bahwa : 31
“Adapun berkenaan dengan persyaratan administratif bagi pembentukan Kota Sungai Penuh telah terpenuhi, antara lain : 1. Surat yang menunjukkan aspirasi masyarakat bagi pemebentukan Kota Sungai Penuh, yang berasal dari : (a) Forum Komunikasi LSM Kabupaten kerinci ( Surat pernyatataan tanggal 15 Maret 2007 perihal Dukungan terhadap Pemekaran Kabupaten Kerinci dan Pembantukan Kota Sungai Penuh; (b) Forum LSM Kerinci (Surat pernyataan tanggal 14 Maret2007 perihal Dukungan terhadap Pemekaran Kabupaten Kerinci dan pembentukan Kota Sungai Penuh); (c) Masyarakat kaum (Surat dukungan yang berasal dari empat kecamatan di kabupaten Kerinci). 2. Surat Keputusan Bupati Kerinci Nomor 21 tanggal 10 Maret 2005 tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Kerinci menjadi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh; 3. Surat Keputusan DPRD kabupaten Kerinci Nomor 09 tanggal 13 April 2006 tentang Persetujuan Pemekaran kabupaten Kerinci menjadi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. 4. Surat DPRD Provinsi Jambi Nomor 9 tanggal 3 Juli 2006 tentang persetujuan DPRD Provinsi Jambi atas pemekaran Kabpaten Kerinci menjadi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh 5. Surat Gubernur Jambi Nomor 100/3884/pemotda tanggal 1 September 2006 perhal Usul Pemekaran Kabupaten kerinci dan Pembentukan Kota sungai Penuh di Provinsi Jambi. 6. Surat Pernyataan Pemerintah Kabupaten Kerinci Nomor 100/ 2341/ Pem&Otda tanggal 12 Agustus 2006 tentang Dukungan dana untuk Modal pangkal dan Biaya Operasional Kota Sungai Penuh yang ditandatangani oleh Ketua DPRD dan Bupati Kerinci). 7. Surat Keputusan Bupati Kerinci Nomor 135.7/Kep31/ 2007 tanggal 10 Maret 2007 tentang penetapan Lokasi Calon Ibukota Kabupaten Kerinci, yakni di kawasan Ranah Pemetik. 8. Surat Keputusan pimpinan DPRD kabupaten Kerinci Nomor 7 tanggal 10 Maret 2007 tentang Persetujuan penetapan Lokasi Calon Ibukota kabupaten Kerinci, yakni Diktum Pertama yang menyetuji lokasi calon ibukota Kabupaten Kerinci di kawasan renah pemetik. Kemudian Pada diktum kedua ditetapkan lokasi calon ibukota kabupaten Kerinci sebagaimana dimakud pada diktum pertama yang akan ditetapkan secara definitif setalah selesainya studi kelayakan oleh konsultan profesional yang independen dans elanjutnya akan ditetapkan dengan Keputusan DPRD Kabupaten Kerinci. 9. Surat Bupati Kerinci Nomor100/26/ Pem& Otda tanggal 24 April 2007 tentang Laporan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Kerinci. (wawancara tanggal 6 September 2010) Dari wawancara di atas terlihat bahwa Pemerintah Kota Sungai Penuh telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan sebagai daerah otonom baru
32
D. Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Sungai Penuh Pasca Pemekaran
Setelah terbentuknya kota Sungai Penuh melalui UU No 25 Tahun 2008, untuk melaksanakan roda pemerintahan , maka dibentuklah perangkat daerah Kota Sungai Penuh berdasarkan Surat Mendagri Nomor 061/ 3860/sj tanggal 15 Desember 2008 perihal Persetujuan Pembentukan Perangkat daerah Kota Sungai Penuh, yang ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Peraturan walikota Sungai Penuh No 1 tahun 2008 tentang Organisasi Sekretariat Daerah Kota Sungai Penuh dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kota Sungai Penuh, Peraturan Walikota Sungai Penuh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi Dinas Kota Sungai Penuh dan Peraturan Walikota Sungai Penuh Nomor 3
Tahun 2008 tentang Organisasi
Lembaga Teknis Daerah Kota Sungai Penuh.
Suwandi mengemukakan bahwa secara teoritis ada tiga fungsi utama yang harus dilakukan pemerintah daerah dikaitkan dengan otonomi daerah, yaitu fungsi pelayanan masyarakat, fungsi pembangunan, dan fungsi Ketenteraman dan ketertiban. Naumun karena keterbatasan penelitian ini hanya melihat dari 2 fungsi saja, yaitu fungsi pelayanan publik dan fungsi pembangunan.
1. Fungsi pelayanan masyarakat (public service function) . dilihat dari sektor pendidikan dan kesehatan
a. Pendidikan
33
.Sasaran pembangunan di bidang pendidikan diarahkan pada upaya-upaya antara lain : peningkatan pemerataan pendidikan, dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, serta meningkatkan mutu pendidikan. Dan untuk menajamkan sasaran tersebut, melalui Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga melaksanakan program dan kegiatan, berdasarkan dokumentasi, dalam rencana pembangunan daerah dari Dinas Pendidikan kota Sungai Penuh, peneliti menemukan beberapa program dan kegiatan yang menjadi prioritas utama khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah, diantaranya:
1) Program pendidikan anak usia dini dengan kegiatan: Pelatihan Kompetensi tenaga Pendidik dan Penyelenggaraan Koordinasi dan Kerjasama PAUD. 2) Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dengan kegiatan antara lain: pengadaan perlengkapan sekolah dan pembinaan minat, bakat, dan kreatifitas siswa. 3) Program wajib belajar Pendidikan menengah dengan kegiatan antara lain : Peningkatan mutu pendidikan SMA, Pembinaan Olimpiade SMA. 4) Program Pendidikan Non formal dengan kegiatan : Pemberian bantuan Operasional Pendidikan Non Formal, Pembinaan pendidikan kursus dan kelembagaan, pengembangan pendidikan kecakapan hidup.
. Menurut pengamatan peneliti, sarana prasarana sekolah belum memadai dan masih banyak terdapat bangunan sekolah yang rusak tetapi belum juga diperbaiki. Setelah pemekaraan, jumlah sekolah dasar dan menengah di Sungai Penuh bertambah. Namun bangunan sekolah tersebut bukan merupakan bangunan baru yang dibangun oleh Kota
34
Sungai Penuh, tapi merupakan bangunan sekolah yang dulunya milik pemerintah Kabupaten Kerinci yang berlokasi di wilayah Sungai Penuh.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini
tabel 8 JUMLAH SEKOLAH DI SUNGAI PENUH SEBELUM PEMEKARAN NO
NAMA SEKOLAH
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
1
SD
25
5
30
2
SMP
6
1
7
3
SMA
3
3
6
4
SMK
-
-
-
34
9
43
JUMLAH
sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci tahun 2007
tabel 9: JUMLAH SEKOLAH DI SUNGAI PENUH SETELAH PEMEKARAN N Kecamata o
Nama Sekolah
n
SD
SMP
Jl
SMA
h
SMK
N
S
J
N
S
J
N
S
J
N
S
J
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1
Sungai
25
5
3
6
1
7
3
3
6
-
-
-
43
Penuh
0
35
2 Hamp.
11
-
Pesisir
12
-
Kumun
11
-
1
1
1
2
-
-
-
14
Tanah
1
2
-
2
-
-
-
2
-
-
14
1
1
-
1
-
-
-
2
-
2
14
1
-
1
-
-
-
1
-
1
12
3
97
1
Debai 5
-
2
Bukit
4
1
1
Rawang 3
1
10
-
1 0
Kampung Jumlah
7
1
4
2
8
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Sungai Penuh tahun 2011
b. Kesehatan
. Sasaran pembangunan di bidang kesehatan antara lain : peningkatan pelayanan kesehatan, membudayakan pola hidup sehat, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Dan untuk menjamkan sasaran tersebut, melalui Dinas kesehatan
dan Sosial Kota Sungai Penuh sementara dilakukan program dan
kegiatan antara lain :
1) Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dengan kegiatan antara lain : penyemprotan/ fogging sarang nyamuk, pengadaan vaksin penyakit menular, pencegahan penularan penyakit endemik. 2) Program standarisasi pelayanan kesehatan dengan kegiatan : penyusunan standar pelayanan kesehatan, pelayanan dan pemutakhiran data dasar standar 36
pelayanan kesehatan, dan penyusunan standar analisis biaya pelayanan kesehatan.
Di bidang kesehatan ini belum ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Sungai Penuh dalam upaya untuk meningkatkan standar kesehatan masyarakat. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Sungai Penuh adalah Jaminan Kesehatan masyarakat (JAMKESMAS). Hal ini diungkapakan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh, Eddy Zalyadi, S. IP (13 September 2010) : ”pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus ditingkatkan; pelayanan kesehatan harus dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat; perlu adanya subsidi kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam menjamin kesehatannya dengan tetap mempersiapkan masyarakat mampu mengelola jaminan kesehatannya secara mandiri.Sebagai bentuk sinkronisasi pembangunan kesehatan di Kota Sungai Penuh dan Pemerintah Pusat, maka kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Sungai Penuh adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).” Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh salah seorang warga Larik Pantai, Acih, 17 September 2010: “kami sebagai warga sini, sangat terbantu sekali dengan adanya puskesmas, karena dapat pengobatan gratis melalui Jamkesmas. Waktu saya sakit saya sering berobat ke puskesmas terdekat, kecuali jika sakitnya parah baru ke Rumah Sakit Umum Sungai Penuh karena peralatan di PUSKESMAS masih sangat terbatas”. Berdasarkan wawancara-wawancara diatas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya kualitas pelayanan masyarakat belum bertambah baik. Baik dari segi pendidikan dan kesehatan.
37
2.Fungsi pembangunan (Developments function), yaitu fungsi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan peningkatan kemampuan ekonomi rakyat.
Sasaran meningkatkan
fungsi
pembangunan
partisipasi
masyarakat
diarahkan dalam
pada
upaya-upaya
pelaksanaan
untuk
pembangunan,
menciptakan kemandirian masyarakat, peningkatan kemampuan dan sumber daya aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan,, dan peningkatan pengembangan usaha ekonomi masyarakat. Hasil wawancara dengan Camat hamparan rawang , Zamri Sidik 18 September 2010, Program-program yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah diantara adalah:
a. Program peningkatan keberdayaan masyarakat pedesaan dengan kegiatan: pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat pedesaan. b. Program pengembangan lembaga ekonomi pedesaan dengan kegiatan: peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kecamatan. c. Program partisipasi masyarakat dalam membangun desa dengan kegiatan antara lain: pembinaan kelompok masyarakat pembangunan desa, peningkatan partisipasi masyarakat untuk bergotong royong.
E. Kendala- Kendala Yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Sungai Penuh Beberapa kasus membuktikan bahwa ternyata selama perjalanannya, otonomi daerah termasuk pemekaran daerah sebagai solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan tidak terlalu signifikan menunjukkan dampak terhadap perubahan taraf kehidupan masyarakat menuju 38
peningkatan kesejahteraan. Hal tersebut tidak terlepas dari berbagi kendala- kendala yang muncul setelah pemekaran, seperti yang terjadi di Kota Sungai Penuh, Pemerintah daerah mengalami beberapa kendala seperti : 1. Dalam Fungsi pelayanan masyarakat Pemekaran daerah juga menimbulkan kendala- kendala dalam pelayanan publik, seperti minimnya sarana pemerintah yang menyebabkan pelayanan kepada masyarakat belum optimal. Selain itu, belum semua aset yang seharusnya diserahkan ke Kota Sungai Penuh dapat direalisasikan, seperti yang dikemukakan oleh Asisten I Kota Sungai Penuh ( Agusri, S.H) pada tanggal 13 september 2010: “ Asset dan infrastruktur belum diserahkan sepenuhnya pada kota, sehingga banyak sedikit meimbulkan kendala dalam pemerintahan, seperti sulit untuk memperbaiki fasilitas sosial yang rusak seperti sekolah, Rumah Sakit, dan sebagainya “.
Belum diserahkannya seluruh asset seperti gedung perkantoran, rumah sakit, dan fasilitas sosial lain dari daerah induk yaitu Kabupaten Kerinci ke daerah mekaran menyebabkan terhambatnya pelayanan ke masyarakat. Pemerintah Kota Sungai Penuh tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal pada masyarakat karena merasa ruang geraknya terbatas.. Pemekaran juga telah berdampak pada alokasi dana. Sebagai contoh, Dana Alokasi Umum (DAU) yang di dalamnya sudah memasukkan anggaran kesehatan ternyata sulit untuk direalisasikan. Bukan itu saja, masalah lainnya adalah perebutan asset pemerintah seperti banyaknya mobil dinas Pemkab Kerinci yang dibawa kabur oleh pejabat-pejabat kota Sungai Penuh. (Radar Kerinci). Hal ini juga akan membuat proses pelayanan menjadi carut marut.
39
2. Dalam Fungsi pembangunan Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di daerah otonom baru. Bukan hanya infra struktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infra struktur fisik yang menyertainya, seperti jalan, transportasi, komunikasi dan lainnya. Namun pemerintah Kota Sungai Penuh mengalami kendala karena pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya yang besar, sedangkan dana yang tersedia masih minim. Saat ini pemerintah Kabupaten Kerinci mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan PAD-nya tidak terlalu besar. pada tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah Kota Sungai Penuh merupakan yang terendah di Propinsi Jambi, yaitu sebanyak Rp. 5.250.000.000 (diakses dari www. Sungaipenuhkota.go.id Maret 2011) Sebagaimana tanggapan salah seorang masyarakat Edward Safron 14 September 2010, sebagai berikut : “Wah ternyata pemekaran jadi juga. Saya sendiri sih masih termasuk golongan yang tidak melihat urgensi pemekaran di Kabupaten Kerinci, apalagi kalau ada yang baca Kompas kemarin mengenai evaluasi daerah pemekaran yang "berkembang" hanya gedung-gedungnya saja, karena sudah pasti perlu Gedung Bupati baru, Rumah Bupati Baru, Rumah Wabup baru dll tapi dari segi kesejahteraan masyarakat, tidak terjadi kemajuan dan kalau kita lihat Kerinci, daerah yang sekecil itu dengan PAD yang kecil, sekarang mau dijadikan 2 Kabupaten/ Kota, berarti jelas PAD dibagi 2 tapi Jumlah Instansi dan Pegawainya jadi Dua kali lipat, Pembangunan prasarananya pun dua kali lipat, jadi APBDnya bisa jadi dua kali lipat., artinya memang dengan menjadi 2 kabupaten berarti menambah daftar Kabupaten yang mengandalkan bantuan dari Pemerintah Pusat alias "Pengemis" terlepas dari itu semua, semoga apa yang terjadi adalah yang terbaik untuk masyarakat.” . Kalau kemampuan daerah untuk mendapatkan PAD kecil maka kecillah anggaran untuk pembangunan. Kalau PAD besar, maka besarlah dana pembangunan tersebut. Sekarang disini masalahnya selama empat tahun terakhir 40
ini infrastruktur ekonomi sudah sangat parah, jalan, listrik, dan air serta masalah vital lainnya untuk kegiatan ekonomi itu sudah keadaannya parah. Kalau masalah ini hanya diandalkan kepada PAD barangkali akan sangat sulit. F. Upaya Yang dilakukan Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk Mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah 1. Dalam Fungsi Pelayanan Masyarakat Aset Kabupaten Kerinci yang masih berada di wilayah Kota Sungai Penuh diserahkan pihak Kabupaten Kerinci kepada Kota Sungai Penuh. Pada tahap pertama aset yang diserahkan Kabuputen yakni aset yang bersentuhan langsung dengan pemerintahan dan khalayak banyak antara lain gedung kantor walikota Sungai Penuh, kantor camat dan fasilitas kesehatan. Hal ini diakui Sekretaris Daerah Kota Sungai Penuh Arpensa, 13 September 2010 “penyerahan aset telah dilaksanakan sesuai dengan amanat undangundang, untuk tahap pertama aset yang diserahkan merupakan aset yang telah digunakan Kota Sungaipenuh saat ini seperti gedung kantor walikota sungaipenuh, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan kecuali rumah sakit umum HA Mayjen Thalib yang masih dikelola Kabupaten Kerinci.”
Namun, belum semua asset di serahkan kepada Pemerintah Kota Sungai Penuh, seperti gedung perkantoran. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Sungai Penuh melakukan upaya dengan mengontrak Rumah/ Toko milik masyarakat serta pengadaan mobil dinas. 2. Dalam Fungsi Pembangunan Pembangunan sangat bergantung pada DAU dan DAK, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah berupaya untuk meningkatkan PAD kota Sungai Penuh. Disamping 41
itu, Pemerintah Kota Sungai Penuh juga mendapatkan bantuan dari Propinsi Jambi dan Kabupaten Kerinci selama 3 tahun, serta memanfaatkan dana perimbangan dan dana pendamping APBD Kota Sungai Penuh. Seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kota Sungai Penuh Arpensa, 13 September 2010: “ untuk pembangunan kota kami mendapatkan bantuan dari provinsi Jambi dan kabupaten Kerinci, bantuan ini diberikan selama tiga tahun, dan terakhir dari APBD kota Sungai Penuh”. Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu :
a. Faktor manusia, b. Faktor keuangan, c. Faktor peralatan, serta d. faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia :Pada saat ini, di Kota Sungai Penuh masih banyak penempatan Pegawai yang tidak sesuai dengan latar pendidikan dan pengalaman kerja. tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja mereka. Kedua, keuangan : Saat ini Kota Sungai Penuh masih bergantung pada DAU dan DAK. Padahal jika hanya mengandalkan DAU dan DAK, tentu saja sangat sulit. r. Untuk menutupi kekurangan tersebut pemkab harus memikirkan menggalakkan investasi di sektor riil terutama tempat wisata yang diharapkan selain meningkatkan pendapatan asli daerah lewat pajak dan retribusi juga menyerap tenaga kerja . Ketiga, peralatan :Di Sungai Penuh peralatannya masih minim, karena asset dan infrastruktur belum diserahkan sepenuhnya oleh Kabupaten induk. Namun demikian,
42
peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.. Hal ini meliputi perbaikan dalam Sumber Daya Aparatur, Sumber Daya Masyarakat, Sumber Daya Organisasi Perangkat.
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Pelaksanan Otonomi Daerah Kota Sungai Penuh a. Dalam fungsi Pelayanan Masyarakat 1) Pendidikan
diarahkan
pada
upaya-upaya
antara
lain:
peningkatan
pemerataan pendidikan, dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, serta meningkatkan mutu pendidikan. Namun, Pemerintah Kota Sungai Penuh belum bisa melaksanakan dengan baik otonomi di Bidang pendidikan ini. Program wajib belajar 9 tahun belum dapat dimaksimalkan dan belumterdapat perbaikan atau penambahan gedung sekolah baru. 2) Sasaran pembangunan yang ingin dicapaidi bidang kesehatan antara lain : peningkatan pelayanan kesehatan, membudayakan pola hidup sehat, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataannya belum ada program
dan kebijakan bidang kesehatan yang dikluarkan
pemerintah Daerah yang Sungai Penuh. Hanya mensinkronkan program pemerintah pusat melalui JAMKESMAS b. Dalam Fungsi Pembangunan Sasaran fungsi pembangunan diarahkan pada upata-upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, menciptakan
kemandirian
masyarakat,
peningkatan
kemampuan
dan
sumberdaya aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan desa/ kelurahan,
44
dan peningkatan pengembangan usaha ekonomi masyarakat. Realisasinya mulai memperbaiki infrastruktur jalan raya secara bertahap dengan mengandalkan DAU dan DAK. Selain itu, Sumber daya aparatur belum ditempatkan sesuai dengan latar belakang pendidikan, jenjang karir, pendidikan kedinasan dan lapangan kerja. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Otonomi Kota Sungai Penuh a. Dalam Fungsi Pelayanan Masyarakat :Belum semua asset yang seharusnya diserahkan ke Kota Sungai Penuh direalisasikan b. Dalam fungsi pembangunan : minimnya anggaran yang dipergunakankarena masih bergantung pada DAU dan DAK 3. Upaya- Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala a. Dalam Fungsi Pelayanan Masyarakat : Mengontrak Rumah/ Toko milik masyarakat, mengadakan pengadaan mobil dinas. b. Dalam Fungsi pembangunan : memanfaatkan dana perimbangan dan dana pendamping APBD Kota Sungai Penuh serta meningkatkan sumber daya aparatur. B. SARAN 1. Perlunya n memaksimalkan PAD. dengan menggali potensi daerah 2. Perangkat daerah perlu ditata kembali sehingga mampu menjalankan fungsifungsi otonomi daerah. 3. Peningkatan jumlah sarana dan prasarana pemerintah, sehingga mampu secara maksimal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
45
DAFTAR PUSTAKA Agung, I gusti Ngurah. 2004 .Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada B, Hossein. “Pergeseran Paradigma Otonomi Daerah dalam rangka Reformasi Administrasi Publik Indonesia”. Makalah dalam Seminar reformasi Hubungan Pusat-Daerah Menuju Indonesia Baru : Beberapa Masukan Kritis untuk Pembahasan RUU Otonomi Daerah dan Proses Transisi Implementasinya yang diselenggarakan ASPRODIA-UI Bungin, Burhan . 2003. Analisis Data penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cheema, Shabir G., dan Rondinelli, Dennis A. 1988. Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, Beverly Hill, USA: Sage Publication Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Fakrulloh, Zudan Arif. 2005. “ Harmonisasi Implementasi Penyerahan urusan pemerintahan : kajian Kritis terhadap Friksi antar Lembaga Penyelenggara Pemerintahan”. Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah Gadjong, Agussalim Andi. 2007 Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia Gonggong, Anhar. 2001. Amandemen Konstitusi, Otonomi Daerah dan Federalisme: Solusi Untuk Masa Depan. Yogyakarta: Media Pressindo Kaho, Josef Riwu. 1991.Prospek Otonomi Daerah Republik Indonesia. Jakarta.: Rajawali Pers _______________. 1982. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Yogyakarta : PT. Bina Aksara Kaloh, J.
2007.Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: Rineka Cipta
Makagansa , HR. 2008. Tantangan Pemekaran Daerah. Jogjakarta.: Penerbit Fuspad Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya Nazir, Muhammad. 1998.. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia 46
Nadisyah,
Dian Andrian. Central Library Institute (http://digilib.itb.ac.id diakses 26 Februari 2010)
Technology
Bandung
Nawawi, Hadari. 1987. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Grasindo Pide, Andi Mustari. 1999.Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. Jakarta: Gaya Media Ratnawati, Tri. 2009. Pemekaran Daerah Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar ____________.2009. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Saile, Said. 2009.Pemekaran Wilayah sebagai Buah Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Restu Agung Solihin, Dadang. 2007. ”Otonomi Daerah dalam Perspektif dan Teori, Kebijakan, dan Praktek” (www.dadangsolihin.com diakses April 2010) Suryadi Putra,Yadi. Analisa Kekuatan Politik Etnisitas dalam Pemekaran Propinsi Pulau Sumbawa (http://www.dsfindonesia.org diakses November 2010) Suwandi, I Made.2008. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah. BAPPENAS: 2008 Sudantoko, Djoko. 2003. Dilema Otonomi Daerah.Yogyakarta: ANDI OFFSET Thoha, Miftah. 2004. Birokrasi & Politik di Indonesia .Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Widjaja. HAW. 2001. Titik Berat otonomi pada Daerah Tingkat I Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada ____________.2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada ____________.2005. Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 47
www. depdagri.go.id www. wikipedia.org PP No 78/ 2007 tentang Pembentukan Penggabungan,dan Penghapusan Wilayah UU No. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 25/ 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Propinsi Jambi Peraturan Praktis bagi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta : CV. Eko Jaya : 2008
48