BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan negara yang memiliki banyak sumber kekayaan alam, yang menjadi modal pembangunan guna mensejahterakan rakyatnya.Salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesiaadalah minyak bumi dan gas bumi.Minyak bumi dan gas bumi menjadi sumberutama pemakai energi didalam negeri. Sementara itu menurut ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945) pada hakikatnya menyatakan bahwa sumber daya alam yang ada di bumiIndonesia dikuasaioleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan demikian, minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alamyang merupakan devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional untuk tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai negara.Oleh karena itu,pengelolaannya perlu dilakukan secara rasional agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Bahan Galian (LembaranNegara Tahun 1980 Nomor 47) ditetapkan bahwaminyak dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang strategis bagi negara. Adapun mengenai penggolongandari bahan galian dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: 1
2
1. Golongan A, yakni golongan bahan galian yang strategis 2. Golongan B, yakni golongan bahan galian yang vital. 3. Golongan C, yakni golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galianA dan B. Perkembangan industrialisasi, globalisasi serta kecenderungan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat yang semakin pesat telah menyebabkan kebutuhan akanenergi berupa minyak dan gas bumi semakin meningkat. Bangsa Indonesia pun menyadari akan pentingnya hal ini sehingga negara mendelegasikan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi kepada perusahaan milik negara. Hal inisebelumnya diatur pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU No. 44 tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi jo UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara No. 2971)..Saat ini kedua undang-undang tersebut telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152). Pada undang-undang sebelum UU No. 22 Tahun 2001, pengaturan mengenai keberadaan Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara yang kemudian disebut PT. PERTAMINA (Persero) dijumpai pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1971 yang menyatakan bahwa “Dengan nama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat PERTAMINA, selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Perusahaan, didirikan suatu perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, yang dimiliki Negara Republik Indonesia”.
3
Secara historis, berdirinya PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki olehPemerintah Indonesia (National Oil Company), berdiri sejak tanggal 10Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan iniberganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN.PERTAMIN di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN.PERTAMINA.Setelah bergulirnya Undang-Undang No.
8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi
PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA(Persero)
pada tanggal 17 September 2003
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.1 Menurut Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001dinyatakan bahwa“Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara”.Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, sebagaimana ditentukan padaPasal 3 huruf b UU No. 22 Tahun 2001, yangmenyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan “menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.”Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada PT. PERTAMINA (Persero) untuk melaksanakan
1
PT.PERTAMINA (Persero) (Persero), http://www.pertamina.com, diunduh pada 20 Januari 2013
Tentang
Pertamina,
4
kegiatan yang mencakup pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air.Dengan demikian, PT. PERTAMINA (Persero) menjadi satu-satunya perusahaan negara yang mengelola minyak, gas, dan panas bumidi Indonesia. Adapun tugas utama yang dibebankan kepada PT PERTAMINA (Pesero) didalam melaksanakan tugasnya, yaitu: 1. Melaksanakan pengusahaan minyak, gas bumi, dan panas bumi dengan tujuan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara. 2. Mengadakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi serta mengusahakan panas bumi untuk keperluan konsumsi dalam negeri. 3. Menyediakan bahan baku yang berasal dari minyak dan gas bumi bagi perkembangan dan pertumbuhan industri dalam negeri. Sehubungan dengan tugasnya seperti di atas, PT. PERTAMINA (Persero) mengimplementasikan sistem yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.Kegiatan hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Kegiatan hilir menangani proses pengolahan migas (minyak dan gas), distribusi, dan pemasaran dari produk-produknya. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri serta produk non-BBM dan petrokimia untuk
kebutuhan
dalam
negeri
dan
ekspor.Hal
ini
telah
menyebabkan
keberadaanPT.PERTAMINA (Persero) sebagai pemimpin bisnis hilir migas nasional semakin berat, karena investor asing bermodal kuat mulai beralih pada sektor ini.2
2
Lidyawati Kartika, 2009,TesisAnalisis Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Faktor-Faktor Quality Of Work Life (QWL) Pada PT. PERTAMINA (Persero) Perkapalan, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 2
5
Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001, peta industri hilir migas nasional berubah total.Salah satunya mulai 1 Januari 2006, industri hilir migas yang semula dimonopoli oleh PT. PERTAMINA (Persero), kini terbuka untuk siapa saja termasuk investor asing. Oleh karena itu, PT. PERTAMINA (Persero) saat ini sedang menuju pembentukan dunia barunya dan menghadapi tantangan yang berat dari pergeseran konteks eksternal, kondisi awal yang memprihatinkan, hingga berbagai kelemahan internal lainnya. Perubahan undang-undang dan peraturan telah meningkatkan fokus kepada kinerja riil.Keinginan PT. PERTAMINA (Persero) untuk menjadi perusahaan migas kelas dunia di sektor hilir. Namun demikian, dengan kondisi tersebut di atas tidak akan mudah. Bagi PT. PERTAMINA (Persero) menangkap keinginan kuat dari seluruh stakeholders untuk mempertahankan dan mengembangkan PT. PERTAMINA (Persero) sebagai economy powerhouse. Menyadari kondisi yang sedang dihadapi saat ini, pihak manajemen dan pekerja PT. PERTAMINA (Persero) berkomitmen untuk melaksanakan transformasi secara menyeluruh termasuk dalam segi sumber daya manusia, sehingga PT. PERTAMINA (Persero) dapat tampil sebagai perusahaan minyak nasional kelas dunia yang menjadi kebanggaan bangsa. PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi regulator yang merangkap pemain. Saat ini kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sama dan setara dengan perusahaan lain, yaitu sebagai pemain, tidak ada lagi hak-hak privilege yang dapat melindungi PT. PERTAMINA (Persero) di arena persaingan, kecuali PT. PERTAMINA (Persero) sendiri membangun kekuatan sendiri.3 Kekuatan yang dibangun PT. PERTAMINA (Persero) baik dengan atau tanpa bekerja sama dengan pihak lain seperti 3
Warta Pertamina Edition No. 1/THN XLII, Januari 2007
6
halnya dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (selanjutnya ditulis SPBU). Adapun bentuk pengelolaan SPBU yang dikembangkan oleh PT. PERTAMINA (Persero) pada umumnya meliputi 3 jenis SPBU, yakni: 1. COCO (Company Own Company Operate), yakni SPBU yang dimiliki dan dioperasikan sepenuhnya oleh pihakPT. PERTAMINA (Persero). 2. DODO (Dealer Own Dealer Operate, yakni SPBU yang dimiliki dan dioperasikan oleh pengusaha SPBU tersebut. 3. CODO (Company Own Dealer Operate), yakni SPBU yang tanahnya dikuasai oleh pengusaha SPBU bekerja sama dengan PT. PERTAMINA (Persero) yang memberikan bantuan pengembangan sarana serta peralatan SPBU agar SPBU bersangkutan lebihmaju dan meningkat.4 Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat terutama di bidang transportasi darat, hal ini telah menyebabkan banyaknya bermunculan SPBU yang berada dibawah naungan PT. PERTAMINA (Persero).Para pengusaha memandang bisnis SPBU sebagai bisnis yang menguntungkan dengan semakin banyaknya volume kendaraan yang beredar di masyarakat. Berdasarkan data BP Migas bahwaPT PERTAMINA(Persero) berencana menambah jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang melayani penjualan pertamax dan pertamax plus sebanyak 1.000 SPBU pada 2013 sehingga total SPBU pada tahun 2013 ditargetkan menjadi 5.100 SPBU.5
4
PT. PERTAMINA, Jenis SPBU,www.pertamina.com, diunduh pada 14 Februari 2013 5 Okezone.com diunduh tanggal 3 Mei 2013
7
Fenomena lain yang menarik dalam bisnis minyak dan gas bumi adalah telah dibukanya peluang pendirian SPBU untuk investor asing. Sampai saat ini Petronas telah membangun lebih dari 200 unit SPBU di seluruh Indonesia.Shell yang menjadi pemilik SPBU terbanyak di Malaysia, menargetkan membangun 400 unit SPBU dalam waktu delapan tahun.6Dengan banyaknya perusahaan yang berniat untuk terjun ke bisnis mengelola SPBU, hal ini tentunya memerlukan suatu kepastian hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi pihak PT. PERTAMINA (Persero) dan pengusaha SPBU, khususnya bagi SPBU CODO yang menjadi obyek penelitian ini. SPBU CODO merupakan SPBU yang dibentuk atas dasar kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak-pihak tertentu.Bentuk kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama dengan pemanfaatan lahan milik perusahaan atau individu untuk dibangun SPBU.Dengan demikian, perjanjian kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dan pengelola SPBU merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha swasta terkat kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum. Pihak pertama pada perjanjian SPBU CODO yaitu PT. PERTAMINA (Persero) yang akan menempatkan peralatan SPBU pada lahan yang dikuasi/dikelola oleh pihak kedua, yakni pengusaha SPBU. Peralatan yang ditempatkan oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) sebagai bagian peralatan SPBU dikelola dan dioperasikan oleh pihak kedua dengan sebaik-baiknya.Perjanjian dibuat dalam bentuk Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).Perjanjian bersangkutan dibuat dalam bentuk perjanjian baku sehingga 6
Harto, 2006, www.wartaekonomi.com, diunduh pada 14 Februari 2013
8
bentuknya sudah ditentukan dan tidak ada posisi tawar bagi pihak kedua selaku pelaku usaha SPBU. Selain itu Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU ini terkadang terdapat beberapaperbuatan wanprestasi, seperti takaran unit pompa yang dikurangi oleh pihakpemilik SPBU yang curang, merekayasa takaran minyak pada Dispensing Pump,menjual produk pesaing, seperti produk-produk yang mereknya selain barang produksi PT. PERTAMINA (Persero). Perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak swasta tentunya harus menghasilkan sesuatu yang saling menguntungkan. Namun perjanjian yang ditawarkan oleh PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak pengusaha SPBU ditetapkan dalam bentuk perjanjian baku, sehingga pihak pengusaha SPBU tidak mempunyai posisi tawar dalam pembuatan perjanjian bersangkutan. .Dalam UU No. 22 Tahun 2001 tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk perjanjian CODO ini.Sementara itu, ketentuan tentang jual beli minyak dan gas bumi dijumpai sebagai bagian dari usaha hilir yakni bagian kegiatan usaha niaga yang diatur pada Pasal 5 ayat (2) huruf d UU No. 22 Tahun 2001.Adapun yang dimaksudkan dengan kegiatan niaga dalam usaha minyak dan gas bumi adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa. Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) menetapkan bahwa “kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan”. Untuk hal tersebut maka kegiatan Usaha Hilir agar dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha terlebih dahulu wajib mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.Mengenai izin yang diperlukan untuk usaha niaga ditetapkan pada Pasal 23 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 berupa Izin Usaha Niaga.
9
Hal di atas menunjukkan ketentuan UU No. 22 Tahun 2001 belum mengatur mengenai kerjasama yang dibangun antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak pengusaha SPBU, selain pengaturan mengenai izin yang dibutuhkan. Oleh karena itu, terjadi kekosongan norma pada UU No. 22 Tahun 2001 terkait dengan pengaturan kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha dalam pendirian SPBU khususnya lagi SPBU CODO. Kekosongan norma dalam UU No. 22 Tahun 2001 ini tentunya kurang memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU CODO. Atas dasar pertimbangan di atas, maka penelitian mengenai Perlindungan Hukum Atas Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Codo (Company Owned Dealer Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBU sangat menarik dan aktual untuk dilakukan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan bahwa yang dilakukan,ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan keberadaan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain, yaitu: a. Tesis dari Suhari, NIM C4A.006.476, alumni Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2008 dengan judul tesis “Pengaruh Penerapan PT. PERTAMINA (Persero) Way Terhadap Kualitas Pelayanan Dalam Rangka Meningkatkan Loyalitas (Studi Kasus Pada SPBU 44.591.14.PATI)”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni: a). bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan untuk meningkatkan kepuasan agar pelanggan loyal ? b).bagaimana cara membentuk relationship untuk menciptakan loyalitas ?
10
b. Tesis Novana Octa Syaputra, NIM 087011164/M.Kn, alumni Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan Tahun 2011 dengan judul tesis “Analisis Yuridis Kontrak Keagenan Minyak Tanah Di PT. PERTAMINA (Persero) Provinsi Aceh”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis tersebut yaitu: a). bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan kontrak keagenan minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ? b). bagaimanakahperlindungan hukum terhadap para pihak atas kontrak keagenan minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ? Berdasarkan penelusuran dari tesis dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Atas Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian CODO (Company Owned Dealer Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBUbelum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah orisinalitas atau keasliannya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
dikemukakan
diatas,
dapat
dirumuskanpermasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan BUMN dalam melakukan perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula bakudengan mitra usaha SPBU? 2. Perlindungan hukum apakah yang diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam perjanjian CODO yang berklausula baku?
11
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang bersifat umum dan khusus sebagai berikut: a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitan ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum terkait paradigmaScience as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu hukum tidak akan mandek dalam penggalian atas kebenaran, khususnya terkait dengan materi perlindungan hukum atas penerapan Klausula Baku dalam perjanjian CODO (Company Owned Dealer Operated) antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBU.
b. Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan yang dibahas adalah: 1). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan BUMN dalam melakukan perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula bakudengan mitra usaha SPBU. 2). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula baku.
12
1.4 . Manfaat penelitian Hasil penelitian inidiharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun kepentingan praktis, sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitianini yaituuntuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terhadap Hukum Perjanjian terkait materi perlindungan hukum atas penerapan Klausula Baku dalam perjanjian CODOantara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBU. b. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitiantesis ini yaitu sebagai berikut: 1). Manfaat bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan/atau pedoman bagi kalangan PT. PERTAMINA (Persero) untuk memperkecil resiko terjadinya kerugian yang diakibatkan dari perjanjian baku. 2). Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi rekan mahasiswa mengenai Perjanjian Kerjasama PT. PERTAMINA (Persero) dengan pelaku usaha SPBU dalam pengusahaan atas minyak dan gas bumi 3). Manfaat bagi Penulis Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan pengetahuan dalam memahami perjanjian kerjasama untuk
13
pengusahaan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh pemerintah dengan namaPT. PERTAMINA (Persero) dan perlindungan hukum kepada mitra usaha SPBU terkait kerjasama tersebut.
1.5 . Landasan Teoritis dan Batasan Operasional a. Landasan Teoritis Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.7 Dengan demikian, landasan teoritis merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsepkonsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Hal itu dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Berhubungan dengan itu maka harus dihindari teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas yang bertentangan satu sama lain. Semakin banyak teori, konsep, asas yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi derajat kebenaran (konsensus) yang bisa dicapai. Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 8Teori juga merupakan alur
7
Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, h. 48. 8 J.J.JM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, h.203
14
penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. 9Sementara itu, kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.10Oleh karena itu, perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitaspenelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.Otje Salman dan Anton F. Susanto dalam hal ini menyimpulkan teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meskimungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebihumum.11Hal ini sejalan dengan pendapat Snelbecker yang mendefinisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasisecara sintaksis (yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logissatu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagaiwahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena.12 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan
menghubungkannya
dengan
mengimplementasikan hasil-hasil
hasil-hasil
terdahulu.13
Sedang
penelitian dalam
dan
kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan 9
J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 194 10 M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, h. 80 11 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 29. 12 Snelbecker dan Lexy J. Moleong, 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 34-35 13 Burhan Ashsofa, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 23
15
sebagai dasar penelitian hukum.14Dalam kaitan itu, maka adapun landasan teoritis yang dijadikan dasar dalam mengkaji secara teoritis atas permasalahan penelitian ini adalah seperti berikut ini. 1) Teori Negara Hukum Untuk memahami permasalahan mengenai kedudukan pihak Pertamina sebagai Badan Hukum Milik Negara (BUMN) dalam melakukan perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU dengan pihak swasta maka perlu pemahaman tentang konsep negara hukum.Dalam konsep negara hukum sangat menjunjung tinggi adanya sistem hukum yang menjamin kepastian hukum. Suatu negara dapat dikatakan Negara Hukum bilamana memenuhi unsur unsur negara hukum. Friedrich Julius Stahl mengemukakan bahwa ciri-ciri dari suatu Negara Hukum yaitu: 1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia; 2. Adanya pembagian kekuasaan; 3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan; dan 4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.15 Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 45) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”Berdasarkan pernyataan pasal ini penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 7 15 OemarSeno Adji, 1966, Prasara Dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium UI Jakarta, h. 24
16
kekuasaan pemerintah.Hal ini berarti bahwa kekuasaan Negara c.q. aparat pemerintahan dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan sistem pemerintahan berdasarkan hukum yang oleh K.C. Wheare dinyatakan sebagai berikut:16 ……first of all it is used to describe the whole system of government of a country, the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law will recognized as law but which are not less effective in regulating the government than the rules of law strictly so called. (Terjemahan bebasnya adalah ……pertama-tamadigunakanuntuk menggambarkan seluruhsistem pemerintahansuatu negara, kumpulanaturanhukum,hukum yang dipertimbangkan dalam proses peradilan dalam arti hukumyang dapat efektifdalam mengaturpemerintahan). Philipus M. Hadjon dalam hubungan di atas memberikan pendapat bahwa asas utama Hukum Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila.Oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila, maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah “Negara
Hukum
Pancasila”.17Adapun
unsur-unsur
dari
Negara
Hukum
Indonesia,dikemukakan 18meliputi: a. hukum bersumber pada Pancasila; b. kedaulatan rakyat; c. pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi; d. persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; 16
K.C Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press, London,
p. 1. 17
I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusional Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 162 18 Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia. Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur- unsurnya, UI Press, Jakarta, h.144.
17
e. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya; f. pembentukan undang-undang oleh presiden bersama-sama DPR; g. dianutnya sistem MPR. Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Negara HukumPancasila, adalah sebagai berikut: a. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; b. hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan- kekuasaan Negara; c. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; d. keseimbangan antara hak dan kewajiban.19 Bilamana teori Negara Hukum Pancasila dibandingkan dengan Negara Hukum Anglosaxon dan Eropa Kontinental terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan kedudukan individu dan hak serta kewajiban individu masyarakat dalam ketiga sistem Negara hukum itu, disebabkan oleh pengaruh pandangan hidup serta latar belakang sejarah Bangsa Indonesia20. Tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Hukum Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun material secara merata berdasarkan Pancasila. Untuk mewujudkan tujuan di atas, maka Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif secara aktif (proaktif) dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini merupakan amanat para pendiri Negara Hukum Indonesia seperti yang tercantum pada
19
Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 90 20 Azhary, op.cit., h.116.
18
Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke-4 (empat). Sebagai Negara Hukum maka segala aktivitas Pemerintahan dan Masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hukum menjadi landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan uraian dan pendapat mengenai konsep negara hukum di atas dapat diketahui bahwa harus ada keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat guna mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.Apabila dikaitkan dengan penelitian tesis ini, konsep negara hukum menjadikan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi rakyatnya melalui perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU yang ditawarkan oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak swasta.Perjanjian yang dibentukseharusnya memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi para pihak dalam hal ini pemerintah dan mitra usaha .PT. PERTAMINA (Persero) dalam penyusunan perjanjian kerjasama SPBU untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak. 2) Teori Kepastian Hukum Secara konseptual, Indroharto mengemukakan bahwa kepastian hukum adalah ”konsep yang mengharuskan, bahwa hukum objektif yang berlaku untuk setiap orang tersebut harus jelas dan ditaati.”
21
Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki dengan
mengutip pendapatnya Van Apeldorn mengemukakan mengenai pengertian kepastian hukum, sebagai berikut:
21
Indroharto, tanpa tahun, Rangkuman Asas-asas umum Hukum Tata Usaha Negara, Jakarta, h. 212-213.
19
Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah konkrit, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut. Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.22 Kepastian hukum atau rechtszekerheid menurut J.M.Otto, yang dikutip oleh Tatiek Sri Djatmiati dikemukuakan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:10 1. adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan negara. 2. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten dan berpegang pada aturan hukum tersebut. 3. rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum. 4. hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut. 5. putusan hakim dilaksanakan secara nyata. Soedikno Mertokusumo dalam kerangka penerapan hukum mengemukakan bahwa “salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian hukum.”
23
Hal ini sejalan dengan pemikiran Prajudi Atmosudirdjo yang berpendapat
“asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat administrasi negara yang manapun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum.”
22
24
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum,Kencana, Jakarta, h. 59. Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, PPS Unair, Surabaya, h.18. 23 E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku Kompas, Jakarta, h. 92. 24 Prajudi Atmosudirdjo, 1983,Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 88. 10
20
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka jaminan kepastian hukum menjadi prasyarat dalam implementasi Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal itu dimaksudkan untuk menjamin terwujudnya tata kehidupan bernegara dan berbangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta memberikan kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Sejalan dengan maksud tersebut maka “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” merupakan bagian yang inheren dalam Negara Hukum dikemukakan Saldi Isra bahwa “Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.”
25
Hal itu menunjukan bahwa kepastian hukum akan terjamin bilamana aturan
hukumnya tidak bermasalah dan setiap warga negara dan pejabat-pejabat pemerintahan menjunjung tinggi dan melaksanakan prinsip Negara Hukum terutama asas legalitas. Dengan kata lain, persoalan kepastian hukum berkaitan dengan supremasi hukum, karena hukumlah yang berdaulat. Teori kedaulatan hukum menurut Krabbe 11 bahwa hukumlah memiliki kedaulatan tertinggi. Kekuasaan bukan kedudukan atau pangkat dan jabatan seorang pemimpin melainkan kekuasaan itu dari hukum.” Oleh karena itu, hukumlah yang memberikan pengakuan hak maupun wewenang, sedangkan Yohanes
25
Saldi Isra, 2004, “Agenda Pembaruan Hukum: Catatan Fungsi Legislasi DPR”: Jentera, Jurnal Hukum, Edisi 3 Tahun II November, Jakarta, h. 74. 11 Soehino, 1998, Ilmu Negara, Liberty,Yogyakarta, h.156.
21
Usfunan, menguraikan ”supremasi hukum” bersinonim dengan pengertian kedaulatan hukum.12 3) Teori Perjanjian Istilah perjanjian dalam praktek sering disebut dengan perikatan atau kontrak dan tidak ditetapkan secara tegas tentang batasan masing-masing istilah tersebut. Namun secara normatif berdasarkan KUHPerdata, masing-masing istilah tersebut diberikan pengertian tersendiri. Menurut Subekti dalam bukunya mengenai Hukum Perjanjian bahwa suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.26Suatu perjanjian juga disebut persetujuan, karena dua belah pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Istilah “Perikatan”, merupakan kesepadanan dari istilah bahasa Belanda “Verbintenis”. Istilah ini mencakup semua ketentuan buku ketiga dari KUHPerdata, terdiri dari: a. Perikatan yang berasal dari Undang-Undang; b. Perikatan terdiri dari perjanjian. Sementara itu, pengertian kontrak atau yang disebut juga dengan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menetapkan “Perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”Terdapat kelemahan terhadap pengertian “perjanjian” tersebut karena seolaholah terjadi hanya satu pihak saja yang berkehendak untuk mengikatkan diri dengan 12
Yohanes Usfunan, 2007, Politik Legislasi Negara Transisi Timor Leste,orasi ilmiah, Dies Natalis Universidade Da Paz, 24 Oktober 2007, h 12. 26 R. Subekti, 2000, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, h.1
22
pihak lain, sehingga diartikan terjadi perjanjian satu arah. Sedangkan dalam perkembangannya perjanjian atau kontrak terjadi apabila kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri. Menurut Hukum Kontrak Indonesia yang berasal dari Burgerlijk Wetboek Nederland, dalam membuat suatu perjanjian dikenal dengan azas-azas universal tentang pembuatan suatu perjanjian/kontrak yaitu azas kebebasan berkontrak, prinsip itikad baik, syarat sahnya perjanjian dalam hukum perjanjian, dan lain-lain. Maksud dari azas kebebasan berkontrak itu sendiri bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada setiap subyek hukum perdata untuk mencantumkan hal-hal yang dikehendaki oleh masingmasing pihak asalkan sebelumnya telah ada persetujuan antara para pihak. Suatu kontrak dianggap sah dan mengikat apabila kontrak itu telah memenuhi semua syarat seperti yang telah ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Mengenai suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Adakalanya suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tidak juga dapat terlaksana sebagaimana telah diperjanjikan. Hukum perjanjian sendiri mengenal dua hal yang dapat menyebabkan tidak terlaksananya suatu perjanjian yaitu wanprestasi dan overmacht. Jika terjadi wanprestasi tentu akan mengakibatkan salah satu pihak menderita kerugian. Oleh karena terdapat pihak yang dirugikan maka pihak yang menimbulkan kerugian itu wajib bertanggungjawab. Dengan kata lain perjanjian
23
merupakan perbuatan hukum, oleh karena itu para pihak yang melakukan perjanjian harus memiliki perlindungan hukum agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. 27 Dalam penyusunan suatu kontrak atau perjanjian, baik perjanjian itu bersifat bilateral dan multilateral maupun perjanjian dalam lingkup nasional, regional, dan internasional harus didasari pada prinsip hukum dan klausula tertentu. 28 Dalam Hukum Perdata dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga akan terhindar dari unsur-unsur yang dapat merugikan para pihak pembuat suatu kontrak yang mereka sepakati. Salah satu prinsipnya yaitu Asas Kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa 1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sabagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. 2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338KUHPerdata,maka kata “semua” dapat diartikan sebagai setiap perjanjian yang dibentuk secara sah adalah mengikat. Dengan demikian, “asas kebebasan berkontrak” dapat dikatakan bersumber dari ketentuan pasal ini. Sedangkan kata “sah” dapat dihubungkan dengan kata “sahnya perjanjian” pada Pasal
27
Agus Yudha, 2008, Hukum Perjanjian : Azas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Mediatama, Yogjakarta, h. 25. 28 Joni Emirzon, 1998, Dasar-dasar dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Universitas Sriwijaya, Ideralaya, h. 19
24
1320 KUHPerdata. Setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata barulah suatu perjanjian dapat mengikat para pembentuknya atau pihak lain yang terkait. Selain perjanjian pada umumnya juga berkembang perjanjian bakudi Indonesia yang sering disebut juga dengan istilahperjanjian standar, kontrak standar dan kontrak baku. Dalam beberapa makalah dan buku yang ditulis oleh para ahli hukum, seperti Mariam Darus Badrulzaman, Abdul Kadir Muhammad, Sutan Remy Sjahdeini dan Johannes Gunawan, istilah yang digunakan adalah perjanjian baku. Oleh karena para ahli pada umumnya menggunakan istilah tersebut, maka dalam tesis ini jugadigunakan istilah perjanjian baku. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standart contract. Menurut Mariam Darus Badrulzaman: “perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.” 29Sedangkan menurut J. Satrio: “Perjanjian baku adalah” perjanjian tertulis,yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu,yang mengandung syarat-syarat tetap, yang oleh salah satu pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui (lawan janjinya) dan dimaksudkan untuk setiap kali digunakan pada penutupan perjanjian seperti itu. 30Oleh karen itu, dalam perjanjian baku hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.
29
Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam I) h. 47-48 30 J. Satrio, 1994, Beberapa Segi Hukum Perjanjian Kredit Standar, Media Notariat Nomor : 30-31-31-33, Januari-April-Juli-Oktober, h.136-137.
25
Kontrak dalam perjanjian baku ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. 31Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir tertentu, sehingga secara substansi hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang ada pada pihak yang berkedudukan lebih kuat sedangkan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karenanya posisinya yang lemah. 32 4) Teori Badan Hukum Berbagai tokoh dan pendukung aliranilmu hukum dan filsafat hukum telah mengemukakan pendapat mengenai eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum disamping manusia.33Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa “badan hukum adalah suatu badan yang disamping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain”.34Sejalan dengan itu, Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa “badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang yang bersamasama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan)”.35 Lebih lanjut, terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan badan hukum yang diungkapkan oleh para sarjana, yaitu:
31
Salim H.S, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, RajaGrafindo Persada, Jakart, h. 145 32 Rahman Hasanudin, 2000, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, h 134. 33 Chidir Ali, 1987, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 29 34 P.N.H Simanjuntak, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 28-29 35 ibid
26
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie) Von Savigny menyatakan bahwa,”hanya manusia saja yang mempunyai kehendak.Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit”.Badan hukum sematamata hanyalah buatan pemerintah atau negara.Terkecuali negara, badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan suatu hal.Jadi, orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.36 b. Teori Organ (Orgaan Theorie) Otto von Gierke menyatakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh
ada
dalam
pergaulan
hukum
yang
mewujudkan
kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya (pengurus).Menurut teori ini, Berfungsinya badan hukum dipersamakan dengan fungsinya manusia.Jadi, badan hukum tidak berbeda dengan manusia, karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan atau perhimpunan orang adalah badan hukum 37. c. Teori Kekayaan Tujuan A Brinz berpendapat bahwa badan hukum bukalah kekayaan dari seseorang, melainkan kekayaan itu terikat pada tujuannya.Setiap hak tidak ditentukan
36 37
Chidir Ali, Op.cit, hal. 32 Komariah, 2002, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, h. 23
27
oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatu tujuan.Kelemahan teori ini adalah kekayaan hanya sesuai untuk badan hukum yang berbentuk yayasan. d. Teori Milik Kolektif Menurut Planiol dan Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum pada dasarnya juga menjadi hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama, sehingga badan hukum hanyalah konstitusi yuridis yang pada hakekatnya adalah abstrak.38 Menurut ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara RI No. 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara No. 4756) menyatakan bahwa Perseroan Terbatas ialah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatasn usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”Dengan demikian, Perseroan Terbatas mempunyai sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas. Dalam kepustakaan hukum Eropa Kontinental perusahaan sering disebut sebagai “rechtperson” dan dalam hukum Common Law Sistem dikenal dengan istilah legal entity, juristic person atau artificial person. Dalam kamus Hukum Ekonomi legal entity diartikan sebagai badan hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum dan mempunyai hak dan kewajiban. Dalam Black’s Law Dictionary, legal entity diartikan sebagai body (such as company) which is a person in the eye of law (badan (seperti perusahaan) yang merupakan orang dimata hukum). Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary,artificial 38
Op.cit.h 24
28
person didefinisikan sebagai “persons created and devised by human laws for the purpose of society and government, as distinguished from natural person.” (orang yang direncanakan dan diciptakan oleh hukum manusia untuk tujuan sosial dan pemerintahan, dibedakan dari orang alamiah). Kemudian legal entity adalah:“an entitty, other than natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporation.” (suatu kesatuan, berbeda dari orang alamiah, mempunyai kedudukan dimuka hukum, dapat dituntut atau menuntut dan membuat keputusan melalui agen dalam hal korporasi.)39 Dalam
kaitan
di
atas
maka
keberadaan
badan
hukum
yaitu
PT.
PERTAMINA(Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk oleh pemerintah, badan hukum tersebut terdiri dari organ-organ perusahaan yang menjalankan tugasnya untuk menyalurkan bahan bakar minyak pada masyarakat luas, serta melakukan kerjasama untuk pendistribusiannya kepada badan hukum dalam bentuk perusahaan swasta.Sementara itu PT. PERTAMINA sebagai Perseroan Terbatas, maka sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas dari suatu perseroan terbatas melekat juga pada PT. PERTAMINA (Persero).
5) Konsep Tindakan Pemerintahan Menurut Philipus M. Hadjon, kekuasaan pemerintah di Indonesia sangat popular disebut dengan kekuasaan eksekutif yang dalam prakteknya tidaklah murni sebuah
39
Gunawan Widjaja, 2008, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan I) h. 12-13
29
kekuasaan eksekutif.57 Di negara manapun tidak pernah terjadi kekuasaan pemerintahan hanya melaksanakan fungsi eksekutif menurut ajaran Trias Politica. Pemerintah dalam bahasa Belanda yang disebut“bestuur” secara negatif dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan kekuasaan legisllatif dan kekuasaan yudisial. Dengan rumus itu kekuasaan pemerintahan tidaklah sekedar melaksanakan undangundang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan aktif. Sifat aktif tersebut dalam konsep administrasi negara secara intrinsik merupakan unsur-unsur utama dari “sturen” (bestuuren), dan menurut Philipus M. Hadjon unsur-unsurnya terdiri dari; a. Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal menerbitkan ijin mendirikan bangunan misalnya, tidak berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaakn mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penerbitan yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai. Demikian halnya penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh polisi. Aktivitas polisi tidak berhenti dengan terbitnya SIM tetapi terus mengawasi penggunaan SIM oleh pemegangnya. b. Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik penggunaan kekuasaan harus dilandaskan pada asas-asas negara hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Berkaitan dengan negara hukum adalah asas Wet en Rechtmatigheid van Bestuur. Dengan
demikian,
fungsi
pemerintahan
yang
dilaksakan
oleh
organ
pemerintahan pada hakikatnya cukup luas yang dilaksanakan melalui berbagai macam tindakan pemerintahan. M. Donner mengemukakan ada 4 (empat) macam bentuk fungsi penguasa, yakni:
57
Philipus M. Hadjon I, 1992,op.cit, h. 2
30
a.Pemeliharaan Ketertiban, dapat terdiri dari penetapan peraturan, mengeluarkan perintah untuk mewujudkan ketertiban umum jika terjadi keonaran umum (keributan). b.Pengelolaan Keuangan, melalui pajak, pungutan-pungutan lain, pihak penguasa menjadi yang terkaya dan yang paling boleh dipercaya dalam negara. Pendapatan pihak penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan sendiri, namun juga mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan negara dan dalam usaha mengadakan koreksi terhadap situasi dalam masyarakat yang dialami secara tidak diinginkan. Dengan demikian penguasa memberi bantuan, menyediakan subsidi, memberi kredit dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan oleh kelompok-kelompok tertentu atau masyarakat umum. c.Tuan tanah, mengingat banyak jalan dan sungai, pantai, bendungan dan tentu saja bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga memiliki kesempatankesempatan yuridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan tanah itu dengan tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak. d.Penguasa, mengingat beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak penguasa karena diharuskan undang-undang. Mengkaji berbagai macam kegiatan pemerintahan tersebut maka dapat dipahami bahwa disamping perlunya produk hukum yang mengatur tindakan pemerintah juga tindakan pemerintah tidak semata-mata berkarakter publik namun dalam hal-hal tertentu juga dapat berkarakter perdata:55
55
Yohanes Usfunan, 2002, Perbuatan pemerintah Yang Dapat Digugat, Djambatan, Jakarta, h. 6.
31
Dalam kaitan itu fungsi pemerintahan diarahkan sebagai: a. Badan Organisasi Intern, dalam arti Pemerintahan bertanggungjawab atas pengeluaran biaya yang sangat besar bagi kebutuhan para pegawai negeri, harta milik yang banyak jumlahnya. Pemerintahan intern berbentuk segala macm aturan organisasi, keputusan pengangkatan dan pemberhentian, aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum pegawai negeri, keputusan tentang bidang kepegawaian para pegawai yang kedudukannya lebih tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan mengenai penyelesaian sengketa diantara para pegawai negeri. Berdasarkan wewenang yang ada pemerintahan secara intern dapat bertindak menurut hukum publik. b. Badan hukum menurut perdata, dalam arti mempunyai wewenang untuk atas nama negara melaksakan tindakan-tindakan hukum menurut hukum perdata.56 Hal di atas menunjukkan secara intern fungsi pemerintahan yang dijalankan tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan menurut hukum publik dan hukum perdata. Salah satu contoh penundukan diri pemerintah ke dalam hukum perdata adalah didirikannya berbagai perusahaan atas dasar saham negara yang dipisahkan, seperti pendirin PT. PERTAMINA (Persero).PT. PERTAMINA(Persero) mersupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan kaidah-kaidahHukum Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 (Lembaran Negara No. 70 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara No. 4297, selanjutnya disebut UU 56
Ibid. H.8.
32
BUMN) tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” PT. PERTAMINA(Persero) berdasarkan ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001 ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan nasional yang diselengarakan olehpemerintah. Sehubungan dengan tugas tersebut di atas, PT. PERTAMINA(Persero) melalui kerja sama dengan pihak pengusana telah membangun dan mengelola sejumlah SPBU demi melayani kebutuhan masyarakat atas Bahan Bakar Minyak atau pelumas. 6) Perlindungan Hukumbagi rakyat Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtsbescherming van de burgers”40. Hal itu menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari “rechtsbescherming” (bahasa Belanda). Pengertiannya, dalam kata perlindungan hukum terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk defenitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan
40
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, op.cit Peradaban, Surabaya, h. 1.
33
sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa41. Sementara itu, dalam negara hukum maka segala tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa didasarkan atas hukum untuk memberikan perlindungan kepada aparatur negara maupun masyarakat. Dengan demikian, Keberadaan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan sejak jaman dahulu telah disadari oleh Lord Acton sebagaimana dikutip oleh Sjachran Basah yang mengatakan bahwa Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bidang perpajakan, kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Wajarlah kemudian adanya keinginan yang menghendaki adanya jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus diktator tanpa batas, yang bertentangan dengan ciri negara hukum. Oleh karena itu terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Terlebih tugas pelayanan publik yang diemban oleh administrasi negara tentu haruslah berlandaskan Hukum Administrasi Negara sehingga dalam hal melaksanakan tugas itu secara aktif. Artinya dalam melaksanakan pemerintahan, administrasi negara melakukan suatu perbuatan penetapan (beschikkings-handeling) yang menghasilkan ketetapan (beschikking).42 Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan maka melakukan berbagai tindakan pemerintahan yang dapat timbul berbagai kemungkinan termasuk dalam perbuatan melawan hukum oleh administrasi negara.43 Kaitannya dengan penelitian ini, maka pelaksanaan perjanjian antara PT. PERTAMINA (Pesero) dengan
41
Ibid. h.2. Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum Atas Sikap Tindak Administrasi Negara, Alumni, Bandung (selanjutnya ditulis Sjachran Basah I), h. 13 43 SF, Marbun dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara , Yogyakarta: UII Press, h. 283 42
34
pihak lain dalam pengusahaan SPBU tidaklah juga terlepas dari potensi terjadinya masalah. Dalam kaitan itu, Giri Achmad Taufik menyatakan: Perlindungan hak-hak asasi manusia dipandang sebagai segala aktivitas yang ditujukan untuk mendorong dihormatinya secara penuh hak asasi individu yang bersandarkan pada norma-norma hukum. Perlindungan hak-hak asasi manusia pada prinsipnya terbagi menjadi dua, yakni yang sifatnya menghormati (respect) dan memenuhi (fulfillment). Kedua konsep perlindungan tersebut berangkat dari peran negara dalam perlindungan hak-hak asasi manusia, menghormati hak-hak asasi manusia berarti negara dituntut untuk tidak melakukan suatu tindakan yang akan mencederai hakhak asasi tersebut. Sedangkan dalam konteks memenuhi, negara justru diwajibkan untuk melakukan tindakan-tindakan agar hak-hak warga negaranya menjadi terpenuhi.44 Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musyawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Dengan kata lain, adanya sarana perlindungan hukum ini bagi masyarakat pada umumnya dan mitra PERTAMINA (Persero) pada khususnya disamping sebagai suatu urgensi yang wajar dalam mewujudkan keadilan
dan
kebenaran, juga merupakan conditio sine qua non dalam negara hukum 45. 7) Konsep Tanggung Jawab Dalam ranah hukum, seseorang tentu harus bertanggungjawab terhadap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang bertentangan dengan hukum dari orang lain. Hal
44
Giri Achmad Taufik, http://www.alumniipb.or.id/index.php?option=com content&task=view&id=3199&Itemid=37, diunduh tanggal 3 Mei 2013 45 Sjachran Basah, 1992, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), Penerbit Rajawali Pers, Cet. ke-2, Jakarta (selanjutnya ditulis Sjachran Basah II), h. 4-5.
35
ini disebut tanggung jawab kualitatif, yaitu orang yang bertanggungjawab karena orang itu memiliki suatu kualitas tertentu.46Hukum memberikan jaminan dan keamanan dalam kehidupan sosial termasuk memberikan jaminan dan keamanan kepada masyarakat atas hak yang dimilikinya, begitu juga bagi pihak pengusaha SPBU dengan perjanjian kerjasama CODO yang disepakati oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Hal ini senada seperti yang dikemukakan oleh Roger Catterrell dalam bukunya The Sociology of Law yang menyebutkan bahwa“law secures social cohesion and orderly social change by, balancing conflicting interestindividual (the private interest of individual citizens), social (arising from the common conditions of social life) and public (specifically the interest of the state)” 47 Menurut Roscoe Pound, mengenai jenis tanggung jawab ada 3(tiga) yaitu sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja, 2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja, 3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja.48 Lebih lajut Roscoe Pound menyatakan bahwa tanggung jawab dapat bersumber dari beberapa hal, yakni:
46
W. Sommermeijer, 2003, Tanggung Jawab Hukum, Pusat Studi Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, h. 23 47 Roger Catterrell, 1984, The Sociology of Law : An Introduction, Butterworths, London, p. 76 48 Roscoe Pound, 1996, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the Philosophy of Law), diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bharata Karya Aksara, Jakarta, h. 92
36
1. Perjanjian, dimana para pihak mengadakan perjanjian tersebut masing-masing dituntut untuk bertanggung jawab atas pemenuhan isi perjanjian yang mereka buat. 2. Perbuatan melawan hukum, yang terbagi atas: a. Perbuatan diri sendiri, baik yang disengaja (dolus) maupun yang tidak disengaja (culpa) b. Perbuatan orang lain (orang yang masih berada di bawah tanggungan sipenanggung jawab yang bersangkutan) c. Kejadian lain yang bukan merupakan perbuatan, tetapi menimbulkan akibat yang tetap harus dipertanggung jawabkan oleh orang yang oleh hukum dianggap sebagai penanggung jawabannya.49 Dalam kaitannya dengan permasalahan dalam tesis ini, maka kewajiban dalam memenuhi prestasi antara kedua belah pihak yaitu antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha SPBU dalam perjanjian kerjasama CODO harus dipenuhi guna menghindari perbuatan wanprestasi.Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODO memperhatikan berlakunya aturan-aturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang harus diperhatikan, baik pada pembuatan perjanjian, mulainya perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
b. Batasan Operasional Berkenaan dengan judul rencana tesis ini adapun beberapa konsep yang dipergunakan sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut adalah: 1). Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah suatu usaha preventif atau represif untuk memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. 2). Perjanjian Baku
49
Ibid, h. 163-164
37
Perjanjian bakuadalah perjanjian yang dituangkan dalam formulir tetntu dengan klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 3). Perjanjian CODO (COMPANY OWNED DEALER OPERATED) Perjanjian CODOadalah perjanjian yang dibentuk atas dasar kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak-pihak tertentu yang menguasai sautu lahan untuk dibangun SPBU terk”ait kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum.
1.6 METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian Jenis penelitian
dalam penelitian ini merupakanpenelitian hukum normatif.
Adapunpenelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.50Terkait dengan penelitian ini berangkat dari kekosongan norma pada UU No. 22 Tahun 2001 terkait dengan pengaturan kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha dalam pendirian SPBU khususnya lagi SPBU CODO.
b. Jenis Pendekatan
50
51
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, h.
38
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti didalam melakukan analisis.Secara teoritis, dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu: 1). Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat didalam perundangundangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-putusan hukum. 2). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. 3). Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa peraturan perundangan negara-negara lain. 4). Pendekatan konsep (Conseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum. 5). Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti. 6). Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.51 Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini agar mendapatkan hasil yang ilmiah serta dapat dipertahankan secara ilmiah, yaknijenis pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).
c. Sumber Bahan Hukum Mengenai sumber bahan hukum dari penelitian hukum normatif ini diperoleh dari hasil penelitian melalui penelitian kepustakaan (Library Research).52 Adapun bahan hukum yang digunakanterdiri dari: 51
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190
39
1). Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas tertentu.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai bahan hukum dalam penulisan tesis ini antara lain adalah: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Undang Undang No 40 Tahun 2007. 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. 6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 2). Bahan Hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan.Bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku hukum ini harus relevan dengan topik penelitian.53 Dalam kaitan itu, maka bahan hukum sekunder dari penelitian ini bersumber dari
52
Ronny Hanitijo Soemitro, 2000,Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24. 53
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 13-14.
40
literatur di bidang Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perjanjian beserta berbagai artikel terkait.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui sudi kepustakaan. Bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan pertama-tama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara mendalam untuk selanjutnya dibuat catatan sesuai permasalahan yang dikaji baik langsung
maupun
tidak
langsung.54Dalam
pengumpulan
bahan-bahan
hukum
dipergunakan teknik studi dokumen, yaitu menelaah peraturan-peraturan yang relevan, buku-buku atau bahan-bahan bacaan atau, karya ilmiah para sarjana dan hasilnya dicatat dengan sistem kartu. Kartu yang disusun berdasarkan topik, bukan berdasarkan nama pengarang, hal ini dilakukan agar lebih memudahkan dalam penguraian, menganalisa, dan membuat kesimpulan dari konsep yang ada. Studi kepustakaan bertujuan untuk mencapai konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuanpenemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan.
e. Teknik Analisis Bahan Hukum Mengenai tehnik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini diawali denganpengumpulan dan sitematisir bahan-bahan hukum yang diperoleh untuk kemudian dianalisis dengan teori yang relevan. Analisis dilakukan dalam rangka untuk menjawab permasalahan yang ada dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah
54
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 58.
41
(deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahanbahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga didapat kesimpulanmengenai persoalan yang dibahas pada penelitian ini.
42
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH DENGAN PIHAK SWASTA
2.1 Pengertian dan Dasar Perjanjian Seiring kemajuan peradaban manusia, maka sistem perjanjian semakin berkembang yang pada akhirnya pengaturan tentang perjanjian tersebut diserahkan pada penguasa yaitu pemimpin negara demi kepentingan seluruh masyarakat yang dipimpinnya.Oleh karena itu, pada saat ini telah banyak aturan-aturan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemimpin masing-masing negara terkait dengan Hukum Perjanjian demi kepentingan masyarakatnya, termasuk salah satunya adalah Negara Indonesia. Mengenai Hukum Perjanjian di Indoensia pada awalnya merupakani hasil adopsi undang-undang Negara Belanda, yang dahulu pernah menjajah negara Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitan Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Ketentuan KUHPerdataPasal
mengenai 1313,
pengertian
yang
perjanjian
menetapkan
“Suatu
diatur
dalam
perjanjian
buku
adalah
III suatu
perbuatandengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satuorang lain atau lebih.”Mariam Darus Badrulzaman terhadap rumusan ituberpendapat sudah otentik rumusannyayang disatu sisi tidak lengkap karena hanya menekankan padaperjanjian sepihak saja dan disisi lain terlalu luas karena dapat mengenaihal-hal
43
yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai perbuatanyang terdapat dalam bidang hukum keluarga.55 Akibat tidak lengkap dan terlalu luasnya rumusan perjanjian makamuncullah berbagai pandangan mengenai definisi yang diberikan olehpara sarjana hukum.Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah“suatu peristiwa, dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain, ataudimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”56Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah: “hubungan hukum antara kedua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.dua pihak sepakat untuk menentukanperaturan atau kaedah atau hak-hak dan kewajiban yang mengikatmereka untuk di taati atau di jalankan.”57Disamping kedua definisi di atas, Munir Fuady menberikandefinisi lebih luas bahwa kontrak adalah: suatu kesepakatan yang diperjanjikan diantara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan,memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum.58 Sementara itu, menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah satu perbuatan hukum, yang berisi dua (een tweezijdige overeenkomst) yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.59Adapun yang dimaksud dengan satu perbuatan hukum yaitu satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran (offer, aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaaeding) dari pihak yang lain. Pandangan klasik itu kiranya kurang tepat oleh karena dari pihak yang satu 55
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 18 R. Subekti, Loc. cit 57 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogjakarta, h. 23 58 Munir Fuady, 1999, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 23 59 Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 117 56
44
ada penawaran dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu. Oleh karena itu menurut Sudikno Mertokusumo definisi perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.60 Perjanjian yang dilakukan akanmelahirkan suatu perikatan atau “verbintenis” (bahasa Belanda), yang artinya suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban. Suatu hak untuk menuntut sesuatu dan disebelah lain suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Istilah lain dari perikatan dalam bahasa Inggris, yaitu “Obligation” yang dipakai untuk melukiskan hal yang sama, secara kurang lengkap hanya menunjuk pada satu sudut dari hubungan yang timbal balik itu, yaitu sudut kewajibannya, meskipun adanya suatu kewajiban mengandung pengertian bahwa di sudut lain ada suatu hak.61 Perikatan sebagaimana dimaksudkan di atas, merupakan suatu pengertian abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi dapat dibayangkan dalam pikiran manusia. Sorang atau lebih melakukan suatu perjanjian ia dengan sendirinya secara langsung akan mengikatkan dirinya pula terhadap mana ia melakukan perjanjian tersebut. Mengikatkan diri maksudnya bahwa dengan melakukan perjanjian tersebut, maka merekapun melakukan suatu perikatan tertentu, oleh satu pihak terhadap pihak lainnya diantara mereka.Dengan demikan, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian atau perjanjian adalah sumber, 60
Op.cit., h. 118 R. Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 2 61
45
bahkan sumber utama dari perikatan.Dikemukakan sebagai sumber utama oleh karena disamping itu, masih ada sumber-sumber lainnya yang juga bisa melahirkan perikatan.Oleh karena itu dapat dirumuskan bahwa perikatan itu dilahirkan dari perjanjian, undang-undang dan hukum tak tertulis.62Dasar hukum dari pernyataan di atas dapat dilihat didalam Pasal 1233 KUHPerdata, yang isinya menyatakan bahwa tiaptiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuanataupunkarena undang-undang. Pengertian lain dari perikatan dikemukakan oleh L. C. Hofmann, yaitu sebagai “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seseorang atau beberapa orang dari padanya (Debitur atau para Debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, berhak atas sikap yang demikian itu”. 63Pengertian perjanjian dan perikatan di atas maka dapat disimak bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa nyata dan sumber utama dari lahirnya suatu perikatan tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau lebih terhadap seorang atau lebih lainnya. Perjanjianyang telah dibuat memiliki akibat hukum pula bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Akibat hukum yang dimaksudkan adalah apabila isi perjanjian tidak dilaksanakan oleh para pihak, maka pihak yang lain (yang merasa dirugikan akibat tidak dilaksanakannya isi perjanjian tersebut) dapat saja menuntut secara hukum, sebab kedudukannya dilindungi secara hukum oleh undang-undang.
62
Ibid, h. 3 R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h. 1 (dikutip dari buku L.C. Hofmann, 1968, Het Nederlands Verbintenissenrecht, Eersteggedeelte, Wolters-Northdoff, NV, Groningen, p. 3) 63
46
Menurut sistem hukum Common Law tidak ada suatu persyaratan mutlak untuk melahirkan kontrak, namun dalam kebanyakan hal kontrak itu merupakan hasil dari tawar menawar pihak-pihak yang terlibat, yang nantinya akan melahirkan kewajibankewajiban diantara mereka. Kontrak terjadi jika melihat syarat-syarat elemen-elemen yang diharuskan oleh hukum yaitu penawaran (offer), penerimaan (acceptance) dan konsideran (consideration). Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Redmon bahwaA contract is a legally binding agreement, that is, an agreement imposing rights and obligations on the parties which will be enforced by the courts. We have here the elements of contract: (a) the offer; (b) the acceptance; (c) the consideration64 Berdasarkan uraian diatas maka para pihak yang turut serta dalam perjanjian tersebut, wajib dan harus mematuhi serta melaksanakan seluruh isi dari perjanjian tersebut tanpa terkecuali, karena hal tersebut telah menjadi hukum atau undang-undang tersendiri khusus bagi mereka (secara intern).Tentang hal tersebut di atas dilindungi oleh undang-undang, karena telah dicantumkan dengan tegas dalam salah satu peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu KUHPerdata.
2.2 Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Antara Pemerintah dengan Swasta Pada suatu perjanjian, untuk sahnya suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu mengandung empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu pengikatan; 3.
Suatu hal tertentu; 64
Redmon P.W.D. revised by J.P.Price and I.N. Stevens, 1979, General Principles of English Law, M&E Handbooks, Fifth Edition, p. 79
47
4. Suatu sebab yang halal. Kesepakatan yang dimaksudkan adalah persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Dalam hal ini, makakesepakatanpada hakikatnya merupakan penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak yang lainnya.65Secara formil, suatu pernyataan kesepakatan para pihak dalam suatu perjanjian tertulis cukup dilakukan dengan pembubuhan tandatangan pada perjanjian tersebut.66Namun demikian, kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan dalam artian semata-mata lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, bahkan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan. Mengenai makna kesepakatan harus diperhatikan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.” Kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-halpokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang barang yang menjadiobjek perjanjian. Paksaan yang dimaksudkan
adalah
paksaan rohani
atau
paksaanjiwa
dan
bukan paksaan
fisik.Sedangkan penipuan terjadi apabila salahsatu pihak dengan sengaja memberikan
65
Salim H.S., 2003, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 162 66 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam II) h. 80
48
keterangan-keterangan palsudisertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawanmemberikan persetujuannya.67 Berkenaan dengan unsur adanya kecakapan, hal itu berkaitan dengan kemampuan suatu pihak menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa”.Selain itu Pasal 1330 KUHPerdata juga mengatur mengenai pihak-pihak yang dipandang tidak memiliki kecakapan dalam membuat perjanjian, yakni: 1. orang-orang yang belum dewasa; 2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkanoleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepadasiapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjiantertentu. Sehubungan dengan unsur “mengenai hal tertentu”, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas.Jika tidak jelas, maka perjanjian tidak sah.
Jadi suatu perjanjian tidak bisa
dilakukan tanpa objek yang tertentu. Dengan kata lain, tidak dapat seseorang menjual sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu tidak 67
Salim H.S, Loc.cit
49
menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu. Mengenai hal tertentu yang harus ada di dalam suatu perjanjian,diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata yang menyatakan bahwa“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatubarang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu,asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan ataudihitung.”Apabila suatu perjanjian tanpa adanya “suatu hal tertentu“ makaperjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat tentang isi perjanjian. Isi perjanjian yang dimaksudkan disini tidak dapat bertentangan dengan undang-undang dan norma kesusilaan yang berlaku, serta ketertiban umum. Ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karenasuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyaikekuatan.”Adapun yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjianadalah isi perjanjian itu sendiri.Oleh karena itu, isi dari suatu perjanjian termasuk terkait antara PT.PERTAMINA (Persero) dengan mitra usaha SPBU tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dannorma kesusilaan yang telah berlaku maupun dengan ketentuan ketertiban umum. Apabila keempat syarat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut telah terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat secara sah akan berlaku sebagai undangundang bagi para pihak yang membuatnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Dengan demikian, Pasal 1338 KUHPerdataini menunjukkan adanya asas kebebasan berkontrak, yang
50
mengakui setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan.Berdasarkan hal tersebut, setiap orang baik Pemerintah maupun masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya sebagai suatu undang-undang sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan norma kesusilaan yang telah berlaku maupun dengan ketentuan ketertiban umum.
2.3 Klausula Baku Dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dengan pihak Swasta Terdapat banyak penyebutan terhadap perjanjian baku, diantaranyadalam bahasa asing adalahStandard Contract, Standard Vourrwarden,Standard Konditionen, ataupun Standarised Contract. Sementara itu dalam Undang-undangNomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikenal adanyaklausula baku. Menurut Abdulkadir Muhamad bahwa “perjanjian baku adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang distandarisasikan atau dibakukan meliputi model, rumusan dan ukuran.”68 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini memberikan pendapat bahwa “perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausunya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya
68
tidak
mempunyai
peluang
untuk
merundingkan
atau
meminta
Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6
51
perubahan.69Selanjutnya Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan definisi mengenai klausula baku sebagai berikut: Setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen Dalam penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai klausula baku tersebut dimaksudkan oleh undang-undang sebagai usaha untuk menempatkan kedudukan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Perjanjian standar yang berbentuk klausula baku inisecara historis tumbuh danberkembang seiring pertumbuhan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang membatasi keberadaan asas kebebasan berkontrak. Perusahaan besar semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan pemerintahmengadakan kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingannyamenciptakan syarat-syarat tertentu, secara sepihak untuk diajukan kepada pihak lawannya (counter party/wederpartij).70Dalam perjanjian standar biasanyapihak lawan mempunyai kedudukan (bargaining position) yang lemah, baikdalam perbuatan hukum yang akan diperbuatnya serta akibat hukumnya. 71 Dengan kata lain, menguatnya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontraksebagai akibat dari dipergunakannya perjanjian-perjanjian baku dalam duniabisnis termasuk juga terkait hubungan perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta, maka kebebasan pihak lain yangmasih tersisa hanyalah berupa pilihan antara menerima atau
69 70
Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, h. 66 Hasanuddin Rahman, 2000, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
134 71
Mariam II, Op.cit, h. 46
52
menolak (take it or leaveit) atas syarat-syarat perjanjian baku yang disodorkan kepadanya itu.72 Mengenai ciri-ciri dari suatu perjanjian dengan klausula baku pada hakikatnya meliputi 5 hal sebagai berikut: 1.
bentuknya tertulis;
2.
isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari debitor;
3.
debitor sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;
4.
terdorong oleh kebutuhan, debitor terpaksa menerima perjanjian tersebut;
5.
dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Ciri-ciri klausula baku diatas mencerminkan adanya kepentingan pengusaha dan sngat minim berpihak pada kepentingan konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian, maka kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh pengusaha.73 Dikaji dari klasifikasi perjanjian dengan klausula baku, maka pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:74 1. Perjanjian baku sepihak Merupakan perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian itu.Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai kedudukan ekonomi kuat ibandingkan pihak 72
Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, h. 65 73 Mariam II, Op.cit, h. 53 74 Mariam II, Op.cit, h. 53
53
debitur.Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian kerja kolektif. 2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah Merupakan perjanjian yang mempunyai objek berupa hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria, misalnya Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertipikat Hak Tanggungan. 3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atauAdvokat Merupakan perjanjian yang sudah sejak semula disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan Notaris atau Advokat yang bersangkutan. Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian dengan klausula baku sering atau dimungkinkan dipergunakan oleh Pemerintah dalam melakukan hubungan kerjasama dengan pihak swasta.
54
BAB III KEDUDUKAN PERTAMINA DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN KERJASAMA CODO DENGAN MITRA USAHA SPBU
3.1 Sejarah dan Dasar Hukum Kedudukan Pertamina Pemboran sumur minyak di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada tahun 1883 yang disusul dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak era itu, kegiatan ekspolitasi minyak di Indonesia dimulai.Kemudin pada era tahun 1900-an, Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka kegiatan industri perminyakan di tanah air terus berkembang. Penemuan demi penemuan terus bermunculan. Sampai dengan era 1950an, penemuan sumber minyak baru banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, dan Kalimantan Timur. Pada masa ini Indonesia masih dibawah pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan Jepang. Ketika pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak mengalami gangguan. Pada masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah merehabilitasi lapangan dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman lalu pada masa perang kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika perang usai dan bangsa Indonesia mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, seluruh lapangan minyak dan gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang dikelola oleh negara. 75
75
PT. PERTAMINA, Sejarah Pertamina EP,www.pertamina-ep.com/id/ tentang-pep/sejarah-kami, diunduh pada 10 Juli 2013
55
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesiayakni tahun 1950-an, ketika penyelenggaraan negara mulai berjalan normal seusai perang mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai melakukan inventarisasi sumbersumber pendapatan negara, termasuk diantaranya dari sektor minyak dan gas.Adapun pengelolaan ladang-ladang minyak peninggalan Belanda saat itu tidak terkendali dan penuh dengan sengketa.Oleh karena itu, banyak ditemukan perusahaan-perusahaan kecil saling berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.76 PT. PERTAMINA (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai dasar hukum Pertamina di Indonesia. PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1
76
PT. PERTAMINA, Sejarah Perusahaan, www.pertamina.com/Company History.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
56
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak DanGas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)". Sesuai akta pendiriannya, Maksud dari Perusahaan Perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. 77 Dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. PERTAMINA (Persero) memiliki visi perusahaan, yakni “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia.” Untuk mewujudkan visi tersebut PT. PERTAMINA (Persero) memiliki misi yaitu: “Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.”Adapun yang menjadi tujuan dari
Perusahaan Perseroan ditetapkan untuk: 1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara efektif dan efisien. 2. Memberikan kontribusi
dalam
meningkatkan
kegiatan ekonomi
untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Menurut ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang
77
PT. PERTAMINA, Tentang Pertamina,http://www.pertamina.com, diunduh pada 10 Juli 2013
57
memonopoli industri Minyak dan Gas Bumi dimana kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme pasar.Sebagai bagian dari manajemen perubahan yang tengah digulirkan berkenaan dengan perubahan status hukum PT. PERTAMINA (Persero) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perseroan, PT Pertamina (Persero)
berkomitmen
untuk
melaksanakan
praktik-praktik
Good
Corporate
Governance atau tata kelola perusahaan yang baik sebagai bagian dari usaha untuk pencapaian visi dan misi perusahaan. Code of Conduct ini merupakan salah satu wujud komitmen tersebut dan menjabarkan Tata Nilai PT. PERTAMINA (Persero) 6C, yaitu Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial dan Capable ke dalam interpretasi perilaku yang terkait dengan etika usaha dan tata perilaku. Etika Usaha dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini disusun untuk menjadi acuan perilaku bagi Komisaris, Direksi dan pekerja sebagai Insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam mengelola perusahaan guna mencapai visi, misi dan tujuan perusahaan. Penerapan Etika Usaha dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini dimaksudkan untuk: 1. Mengidentifikasikan nilai-nilai dan standar etika selaras dengan Visi dan Misi perusahaan. 2. Menjabarkan Tata Nilai Perusahaan 6C sebagai landasan etika yang harus diikuti oleh insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan tugas. 3. Menjadi acuan perilaku insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholders perusahaan.
58
4. Menjelaskan secara rinci standar etika agar insan PT. PERTAMINA (Persero) dapat menilai bentuk kegiatan yang diinginkan dan membantu memberikan pertimbangan jika menemui keragu-raguan dalam bertindak.78
3.2 Kegiatan Usaha Pertamina Dalam menyelenggaraakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pengelolaan minyak dan gas bumi, PT. PERTAMINA (Persero) melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan seperti yang telah diuraikan di atas.Adapun kegiatan usaha yang dimaksudkan meliputi: 1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya. 2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik Perseroan. 3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG. 4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.79 Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero), yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan
78
PT. PERTAMINA, Visi,Misi, dan Tata Nilai Perusahaan, www.pertaminaep.com, diakses tanggal 12 Juli 2013 79 Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional, 1990, Perkembangan Industri Perminyakan Indonesia, Birp Humas dan HLN PERTAMINA, Jakarta, h. 16
59
gas bumi besertahasil olahan dan turunannya, maka PT. PERTAMINA memproduksi antara lain produk-produkhasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak (yangterdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan minyakbakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan gas, yangterdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan Musicool(Pengganti CFC yang ramah lingkungan). Pengusaha pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional.Menurut ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1990 tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina dikemukakan ada 3 (tiga) fungsi yang dilaksanakan PT. PERTAMINA (Persero), yakni fungsi utama, fungsi organik dan fungsi pembinaan. Mengenai fungsi utama perusahaan dikemukakan terdiri dari: a. Perumusan kebijaksanaan dalam pegusahaan pertambangan minyak dan gasbumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi serta produk-produk lanjutannya dankebijaksanaan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi, b. Pelaksanaan usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi,pemurnian pengelolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimiapengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi, hasil-hasil minyak dangas bumi, produk petrokimia dan produk-produk lainya, serta usahaeksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi, c. Pelaksanaan penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumiuntuk kebutuhan dalam negeri.
60
Selanjutnya mengenai fungsi organik perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam bidang- bidangsebagai berikut: a. Pengamatan perusahaan dan lingkungan kegiatan usaha, keselamatan kerja,pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup dalam wilayah kuasapertambangan dan lokasi operasinya; b. Pembinaan
personil
yang
meliputi
pengadaan
dan
pengerahan,
penggunaan,perawatan dan hubungan ketenagakerjaan, pendidikan dan latihan sertapengurusan administrasinya; c. Keuangan
yang
meliputi
manajemen
keuangan,
anggaran,
perbendaharaan,akuntansi dan pengendalian; d. Angkutan minyak dan gas bumi serta hasil-hasilnya melalui darat, pipa danair, perka palan, kebandaraan, prasarana maritim, dan komunikasi elektronika; e. Pembinaan pengusahaan kontraktor asing; f. Pembinaan hukum, hubungan masyarakat, penyelenggaraan inventarisasi dansistem informasi; g. Logistik dalam rangka penyediaan materiil, fasilitas dan jasa yang meliputipembekalan, angkutan, pemeliharaan, konstruksi dan kesehatan; h. Administrasi umum yang meliputi tata usaha perkantoran. Sedangkan fungsi pembinaan perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalambidang-bidang sebagai berikut: a. Penelitian dan pengembangan Perusahaan, b. perencanaan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang,
61
c. pengorganisasian dan ketatalaksanaan, d. pengelolahan kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, d.pengendalian
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijaksanaan
perusahaaan. Pengusaha didalam menyelenggarakan kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumidiarahkan untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Adapun tujuan perusahaanPT. PERTAMINA adalah membangun dan melaksanakanpengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluasluasnya untuk sebesarbesarnyakemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan Ketahanan Nasional Dengan demikian maka sebagai satu-satunya perusahaan milik Negara
yangdiberi
wewenang
untuk
melaksanakan
usaha
pertambangan
di
Indonesia,pengelolahan dan pengurusan terhadap bahan-bahan galian minyak dan gas bumi iniharus benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan negaradan bangsa untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Adapun
yang
menjadi
kegiatan
PT.
PERTAMINA
(Persero)
dalam
menyelenggarakan usaha dalam bidang energi dan petrokimia terbagi menjadi dua sektor yakni sektor hulu dan hilir. Sektor Hulu: berkaitan dengan kegiatan Eksplorasi dan Produksi yang dilakukan dengan cara : a. Meningkatkan produksi dari lapangan eksisting. b. Melakukan ekspansi kegiatan usaha dan operasi termasuk melalui cara anorganik (akuisisi). c. Mengembangkan potensi CBM di wilayah PT. PERTAMINA (Persero).
62
d. Melakukan aliansi strategis untuk ekspansi maupun membangun kemampuan spesifik. Kegiatan usaha hulu tersebut dapat dijumpai atau diatur pada Pasal 1 angka 7 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa “Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.” Lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 8 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa “Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan.” Sedangkan eksploitasi diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa: “ Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya”.
Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi.Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri.Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh PERTAMINA Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra.Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan
63
eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri.Untuk mendukung kegiatan intinya, PERTAMINA Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak dan gas.80 Sementara itu kegiatan PT. PERTAMINA pada sektor Hilir meliputi kegiatanNon Eksplorasi dan Produksi. Kedua kegiatan tersebut dilakukan melalui upaya : a. Meningkatkan bisnis perniagaan gas di dalam negeri serta memanfaatkan peluang untuk memperbesar bisnis transportasi dan pemrosesan gas melalui sinergisitas dengan AP PT. PERTAMINA (Persero) lainnya. b. Proaktif dalam perumusan pricing policy yang selaras dengan kebijakan nasional. c. Peningkatan kapasitas dan kemampuan spesifik jasa pengeboran untuk menunjang rencana ekspansi perusahaan. Adapun kegiatan usaha hilir tersebut dapat dilaksanakan baik oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil; danBadan usaha swasta.Keempat jenis badan usaha itu dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha hilir.Kegiatan usaha hilir diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.Kegiatan usaha hilir dilaksanakan dengan izin usaha.Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau
80
Wikipedia,KegiatanUsaha Pertamina, https://id.wikipedia.org/wiki/Pertamina, diunduh pada 11 Juli 2013
64
laba.Badan usaha baru dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat izin usaha dari pemerintah.81 Setiap badan usaha dapat diberikan lebih dari satu izin usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha paling sedikit memuat nama penyelenggara, jenis usaha yang diberikan, kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan, syarat-syarat teknis. Setiap izin usaha yang telah diberikan hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Sehubungan dengan usaha hilir, ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memberi pengertian sebagai “kegiatan usaha yang berintikan
atau
bertumpu
pada
kegiatan
usaha
pengolahan,
pengangkutan,
penyimpanan, dan/atau Niaga.” Sementara itu yang dimaksudkan dengan pengolahan tercantum dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa “pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.” Selanjutnya Pasal 1 angka 12 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa “Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.” Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 13 UU No. 22
81
Salim H.S., 2005, Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 244
65
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kemudian dalam Pasal 1 angka 14 dinyatakan bahwa “Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.”
3.3 SPBU Sebagai Bagian Dari Usaha Pertamina Perkembangan industri ritel BBM di Indonesia yang telah berubah dariEra Monopoli (1971-2005), Persaingan Terbatas (2005-2007) dan PersainganBebas (2008) kemudian telah ikut mendorong PT. PERTAMINA untuk terusmeningkatkan pelayanannya. Menghadapi persaingan bebas, PT. PERTAMINAmenerapkan program Pertamina Way untuk meningkatkan pelayanan kepadapelanggan. Melalui program ini PT. PERTAMINA berusaha memahami kebutuhanpelanggan dengan melakukan perbaikan pelayanan terhadap 3 (tiga) keluhantertinggi konsumen yang meliputi takaran dan mutu, pelayanan serta kebersihan. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang memenuhi standarkualifikasi akan meraih sertifikasi Pasti Pas!, Sertifikat dengan nama Pasti Pas! Iniakan diberikan apabila SPBU mampu memenuhi lima elemen standar programPertamina Way, digambarkan sebagai bintang lima (logo Pertamina Way),meliputi staf yang terlatih dan bermotivasi, jaminan kualitas dan kuantitas,peralatan yang terawat baik, format fisik yang konsisten, serta penawaran produkdan pelayanan bernilai tambah. Khusus untuk pelayanan SPBU akan diterapkan3S, yaitu Senyum, Sapa, dan Salam. SPBU atau yang dikenal oleh masyarakat dengan istilah POM Bensin merupakan unit Usaha Migas mitra PT. PERTAMINA dengan komoditas yang sangat strategis, kegiatan utamaya adalah menyalurkan atau menjual Bahan Bakar Minyak bersubsidi
66
kepada Masyarakat umum khususnya untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan Rakyat/pribadi. Namun Sebagaimana diketahui bahwa mekanisme perdagangan atas komoditas yang namanya Minyak dan Gas ini tidaklah sebebas komoditas perdagangan pada umumnya melainkan tata niaganya diatur oleh Undang-undang migas maka penyaluranya diatur sedemikian rupa sehingga dipisahkan antara Migas yang bersubsidi dengan Migas yang non subsidi yang mana SPBU ini khusus menyalurkan/melayani penjualan Bahan bakar minyak yang bersubsidi saja, sedangkan Bahan Bakar Minyak yang non subsidi yaitu untuk kebutuhan Industri atau kebutuhan komersial lainnya maka penyaluranya tidak dilayani oleh SPBU ini melainkan akan dilayani oleh unit Usaha Migas mitra PT. PERTAMINA lainya.82 Selain memiliki unit usaha sampingan seperti rumah makan,mini market,service station, kios Olie, maka unit Usaha SPBU ini komoditas utamanya adalah Bahan bakar minyak antara lain Pertamax, Solar dan Premium. Demikian strategisnya komoditas Migas ini bahkan merupakan kebutuhan yang sangat vital ditengah Masyarakat sehingga manakala komoditas yang satu ini mengalami keterlambatan suplay atau kelangkaan maka pasti akan terjadi kepanikan bahkan kekacauan ditengah Masyarakat. Oleh karena itu meskipun komoditas jenis ini sering kali mengalami kenaikan harga yang disebabkan karena dikuranginya subsidi atau oleh faktor-faktor lain maka penyesuaian pasarnya relatif sangat cepat sehingga dalam waktu yang relatif singkat maka pemasaranya akan segera stabil/normal kembali bahkan kenyataanya dari waktu
82
Business-entrepreneur-indonesia.blogspot.com, SPBU, diunduh pada 09 Juli 2013
Gambaran
Umum
Usaha
67
kewaktu kebutuhan minyak ini justru semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah kendaraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.83 Saat ini Unit usaha SPBU juga ditunjang oleh perangkat digital yang cukup canggih,sisimatis dan terproteksi sehingga pengelolaannya menjadi sangat praktis dan aman, dimana Pengusaha cukup melihat dan membandingkan total angka meter yang terdapat
pada
mesin
pompa/dispencernya
saja
bilamana
ingin
mengontrol
persediaan/stock BBM sekaligus omzet penjualannya secara berkala/periodik bahkan bisa memanfaatkan system perangkat lunak/Computerisasi jarak jauh sehingga bisa diakses secara online setiap saat. Jangkauan pasarPT. PERTAMINA dalam bidang usaha SPBU juga sangat luas yaitu mencakup semua segment pasar dari segment atas hingga segment bawah sekaligus. Selain itu Unit Usaha ini tidak membutuhkan promosi yang berlebihan sehingga relatif lebih efisien dibanding sektor usaha dibidang lainnya. Oleh karena itu unit Usaha SPBU ini dapat menjadi alternatif/pilihan investasi yang cukup baik dalam situasi ekonomi yang tidak menentu dewasa ini.
3.4 Syarat-Syarat Pendirian SPBU Dalam pembangunan sebuah SPBU, adapun salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya tempat/lokasi pendirian SPBU tersebut. Luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak dijalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 1800 m². Sedangkan untuk akses jalan lokal minimal 1000 m².SPBU
83
ibid
68
terdiri dari 3 tipe diantaranya adalah tipe A.B. dan C. dimana klasifikasi SPBU tersebut adalah sebagai berikut84:
KOMPONEN
TIPE A
TIPE B
TIPE C
Luas Minimum (m²)
1800
1500
1500
Lebar Muka Minimum (m)
30
30
30
Lebar Samping Minimum (m)
55
45
35
Perkiraan Volume Penjualan
> 35 KL
> 25 KL dan <= 35 KL
> 20 KL dan <= 25 KL
Sumber:www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx
Selain persyaratan mengenai lokasi pendirian SPBU, terdapat juga persyaratan umum perijinan SPBU yang harus dipenuhi calon mitra setelah calon mitra dinyatakan sebagai pemenang di lokasi yang diajukan, berdasarkan surat resmi dari PT. PERTAMINA. Mengenai Persyaratan Permohonan Ijin Baru SPBU ditetapkan sebagai berikut :Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/pimpinan badan usaha; 1. Biodata perusahaan/akta pendirian perusahaan (untuk badan usaha); 2. Lay out bangunan SPBU dan konfigurasi SPBU yang akan dibangun; 3. Peta lokasi skala 1:10.000 atau lebih besar, dan peta topografi/rupa bumi skala 1:25.000 yang memperlihatkan titik lokasi rencana pendirian SPBU;
84
PT.PERTAMINA,PersyaratanLokasiSPBU,www.spbu.pertamina.com/spbu.as px, diunduh pada 10 Juli 2013
69
4. Foto copy ijin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) sesuai dengan skala kegiatan; 5. Foto copy ijin gangguan (HO); 6. Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); 7. Bukti pengesahan meter pompa SPBU dari instansi yang berwenang; 8. Foto copy ijin timbun tangki dari instansi yang berwenang; 9. Dokumen pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan skala kegiatan. 10. Fotokopi surat izin pembangunan SPBU dari Jasamarga (khusus bagi pendaftar yang memiliki lokasi di jalan tol). 11. Nama Kelurahan di sertifikat tanah harus sesuai dengan lokasi pendirian SPBU yang didaftarkan85 . Hasil verifikasi pemenuhan persyaratan di atas kemudian menjadi bahan rekomendasi untuk persetujuan pendirian SPBU/SPPBE.Sementara itu, kepada Calon Mitra akan dikenakan biaya verifikasi sebesar Rp. 15.000.000,-. Biaya verifikasi dibayarkan saat Calon Mitra dinyatakan lolos seleksi awal dan akan diverifikasi oleh tim independen, sedangkan joining fee dibayarkan oleh Calon Mitra setelah dinyatakan sebagai pemenang oleh PT. PERTAMINA.86 Pada pihak lain, pendirian bangunan SPBU harus sesuai dengan Standar yang diberikan oleh PT. PERTAMINA yaitu:
85
PT. PERTAMINA, Gambaran Persyaratan Umum Perijinan SPBU, www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013 86 PT. PERTAMINA, Initial/ Joining Fee,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
70 a).
Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar (contoh: letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain);
b).
Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklim dan lingkungan (sirip penangkal sinar matahari, jendela yang menjorok kedalam, dan penggunaan material dan tekstur yang tepat);
c).
Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan sekitar yang dominan;
d).
Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan utama;
e).
Seluruh fasade bangunan harus mengekspresikan detail dan karakter arsitektur yang konsisten;
f).
Variasi bentuk dan garis atap yang menarik;
g).
Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki/ trotoar yang tertutup dengan atap;
h).
Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk menghindari bentuk massa yang terlalu besar;
i).
Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut: (1).
Integrasi
antara
kanopi
tempat
pompa
bensin
dan
bangunan
diperbolehkan; (2).
Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak lebih dari 13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’;
71 (3).
Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau flat, tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau bisa memantulkan cahaya;
(4).
Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo perusahaan.
(5). Panduan untuk pump island adalah sebagai berikut: (1).
Pump island ini terdiri dari fuel dispenser, refuse container, alat pembayaran otomatis, bollardpengaman, dan peralatan lainnya;
(2).
Desain pump island harus terintergrasi dengan struktur lainnya dalam lokasi, yaitu dengan menggunakan warna, material dan detail arsitektur yang harmonis
(3).
Minimalisasi warna dari komponen-komponen pump island, termasuk dispenser, bollard dan lain-lain.
j).
Sirkulasi/jalur masuk dan keluar: (1).
Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan ke tempat antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat keluar dari tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang yang baik bagi pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya.
(2).
Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan.
(3).
Jumlah lajur masuk minimum 2 (dua) lajur.
(4).
Lajur keluar minimum 3 (tiga) lajur atau sama dengan lajur pengisian BBM.
72 (5).
Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6 m.
PT. PERTAMINA juga memberikan persyaratan berupa Sarana dan Prasarana standar yang wajib dimiliki oleh setiap SPBU. Sarana dan prasarana yang dimaksudkan, yaitu: a).
Sarana pemadam kebakaran yang sesuai dengan pedoman PT. PERTAMINA.
b).
Sarana
perlindungan
lingkungan
berupa
Instalasi
pengolahan
limbah,
Instalasi oil catcher dan well catcher,Saluran yang digunakan untuk mengalirkan minyak yang tercecer di area SPBU kedalam tempat penampungan, c).
Instalasi sumur pantau yang
dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi
terhadap air tanah di sekitar bangunan SPBU yang disebabkan oleh kegiatan usaha SPBU. d).
Saluran bangunan/drainase sesuai dengan pedoman PT. PERTAMINA.
e).
Sistem Keamanan dengan kewajiban memiliki pipa ventilasi tangki pendam, memiliki ground point/strip tahan karat, memiliki dinding pembatas/pagar pengaman, serta terdapat rambu-rambu tanda peringatan.
f).
Sistem Pencahayaan dengan ketentuan (1).
SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan jalur pengisian BBM;
(2).
Papan penunjuk SPBU sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU mudah dilihat oleh pengendara.
g).
Peralatan
dan
kelengkapan filling BBM
sesuai
dengan
standar
PERTAMINAseperti berupa tangki pendam, dan Pompa; h).
Duiker yang dibutuhkan sebagai saluran air umum di depan bangunan SPBU
PT.
73 i).
Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran
j).
Lambang PT. PERTAMINA
k).
Generator
l).
Racun Api
m).
Fasilitas umum, berupa Toilet, Mushola, Lahan parkir.
n).
Instalasi listrik dan air yang memadai
o).
Rambu-rambu standar PT. PERTAMINA berupa larangan merokok, larangan menggunakan telepon seluler, dan kewajiban menjaga kebersihan, serta tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.87 SPBU yang beroperasi di Indonesia juga memiliki ketentuan pelaksanaan
operasional SPBU yang juga ditetapkan oleh pihak PT. PERTAMINA.Adapun pelaksanaan operasional SPBU harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. PERTAMINA.Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggungjawab pemohon, dan para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT. PERTAMINA.
3.5 Hak dan Kewajiban Antara Pemerintah Dengan SwastaDalam PerjanjianKerjasama CODO Interaksi antara berbagai pihak diatur tiga perangkat undang-undang dan beberapa peratuaran sebagai berikut dibawah ini: Peraturan Kerjasama Pemerintah Swasta, peraturan khusus sektoral, dan peraturan umum lainnya yang mengatur tentang berbagai kegiatan usaha di Indonesia. Berdasarkan sistem hukum Indonesia, undang-
87
PT. PERTAMINA, Sarana dan Prasarana Standar yang wajib dimiliki oleh setiap SPBU,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
74
undang mengatur hal-hal yang bersifat umum.Pelaksanaan dari suatu ketentuan hukum pada umumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.Peraturanperaturan ini pada umumnya mengatur tentang tahapan-tahapan dan prosedur khusus untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan peraturan pemerintah terkait.Sedangkan peraturan Presiden (biasa disebut sebagai Perpres), diterbitkan sebagai dasar untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan program-program Presiden, yamg berlaku.Peraturan Presiden juga terkadang merupakan panduan atas pelaksanaan lebih lanjut dari suatu pearaturan maupun peraturan Pemerintah yang sudah ada.Keberanekaan sektor telah menjadikan adanya ke beranekaan peraturan-dan undang-undang yang bereda pula. Saah satu regulasi terkait dengan prosedur dan tata cara investasi kerjasama pemerintah dan swasta dibidang infrastruktur yaitu UndangUndang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 88 Ada beberapa pihak yang ikut serta dalam proyek insfrastruktur Kerjasama Pemerintah.Swasta.Berikut ini disampaikan Pihak-pihak utama dan hubungannya yang ada diantara mereka.pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut: a.
Badan Usaha
b. Bank-bank Komersial Asing dan Domestik c.
Bank Pembangunan Multilateral
d. Para Sponsor Proyek e.
Penjaminan Insfrastruktur
f.
Dana Insfrastuktur
88
http://westjavaa.blogspot.com/2012/10/kerjasama-pemerintah-denganswasta.html, diunduh pada 1 Agustus 2013
75
g. Pihak Ketiga Pemberi Jasa h. Para Pengguna i.
Badan Yang mengeluarkan Lisensi dan Perizinan
j.
Badan Kontak Pemerintah atau Government Contracting Agency (GCA)
k. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Insfrastruktur (KKPPI) l.
Unit Pusat Kerjasama Pemerintah dan Swasta atau Public Private Partnership Central Unit (P3CU)
m. Kementrian Keuangan (Unit Pengelolaan Risiko). n. Penasehat Public Private Partnership Central Unit dan Kementrian Keuangan. Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta yang dilakukan berdasarkan inisiasi pemerintah (Soliticed) maupun swasta (Unsoliticed), mengikuti ketentuan umum yang diterapkan dalam proses pengembangan dan pelaksanaannya. Namun Demikian, ketentuan Pemerintah dan Badan Usaha dibedakan sesuai denagn pendekatan yang akan dilakukan.Salah satu proyek kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan pihak swasta yaitu yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero) sebagai BUMN dengan pihak swasta dalam pengelolaan SPBU CODO. Keberadaan BUMN dalam perekonomian Indonesia merupakan bukti nyata dari negara turut berperan dalam menata kehidupan perkenomian nasional. Bahkan BUMN bisa dikatakan sebagai pilar perekonomian Indonesia sejajar dengan kedua pelaku ekonomi lainnya badan usaha swasta dan koperasi. BUMN secara implisit dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai aparat untuk melaksanakan usaha negara merupakan bukti bahwa keberadaan BUMN akan tetap diharapkan sepanjang tidak memberatkan pemerintah.
Peran BUMN saat ini adalah mengemban
76
misipembangunan
sebagai
agen
pembangunan.
Disebut
stabilisator
ekonomi
pembangunan, BUMN lebih berperan sebagai stabilisator ekonomi. Karena
peran
BUMN sangat besar dalam sistem ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan swasta dan koperasi. Jika pihak swasta berperan yang sebesar-besarnya di dalam bidang di mana persaingan dan kerjasama berdasarkan motivasi memperoleh laba, memberikan hasil terbaik bagi masyarakat diukur dengan jenis, jumlah, mutu serta harga barang, atau jasa yang disediakan. Sedangkan jika koperasi berperan sesuai dengan hakikatnya sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berwatak sosial, maka BUMN tersebut akan berperan sebagai: a.
Perintis di dalam penyediaan barang dan jasa di bidang-bidang produksi yang belum cukup atau kurang merangsang prakarsa dan minat swasta.
b.
Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang penting bagi negara.
c.
Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
d.
Imbangan bagi kekuatan pasar pengusaha swasta.
e.
Pelengkap penyediaan barang-barang dan jasa yang belum cukup disediakan oleh swasta dan koperasi.
f.
89
Penunjang pelaksanaan kebijakan negara.89
Ida Bagus Putu Sarga, 1992, Majalah Usahawan, No. 0 Tahun XXI September 1992, h. 52-53
77
Dalam melakukan tindakan pemerintah itu, menurut pendapat E. Utrecht, tindakan pemerintah itu dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: 1. Yang bertindak ialah administrasi Negara sendiri. 2. Yang bertindak ialah subyek hukum (sama dengan badan hukum) lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah. 3. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan menjalani pekerjaanya berdasarkan suatu keonsesi atau berdasarkan izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah. 4. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak masuk administrasi Negara dan yang diberi subsidi pemerintah. 5. Yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama subyek hukum lain yang bukan administrasi negara dan kedua belah pihak itu bergabung dalam bentuk kerjasama (vorm van samenwerking) yang diatur oleh hukum privat. 6. Yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah. 7. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara tetapi diberi sesuatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).90 Pada dasarnya semua tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan-peraturan yang 90
HR Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 56-57
78
bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah memiliki kedudukan yang khusus (do overhead als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur
dan
menyelenggarakan
kepentingan
umum
dimana
dalam
rangka
melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum. Pemerintah juga mempunyai kedudukan yang tidak dimiliki oleh seseorang ataupun badan hukum perdata. Ini menyebabkan hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat ordinatif. Tetapi meskipun hubungan hukumnya bersifat ordonatif, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga negara. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) akan digunakan sebagai alternatif sumberpembiayaan pada kegiatan pemberian layanan dengankarakteristik layak secara keuangan dan memberikan dampakekonomi tinggi dan memerlukan dukungan dan jaminanpemerintah yang minimum.Kerjasama Pemerintah dan Swasta (selanjutnya disebut KPS) merupakankerjasama pemerintah dengan swasta dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: desain dan konstruksi,peningkatan kapasitas/rehabilitasi, operasional
danpemeliharaan
dalam
rangka
memberikan
pelayanan.Pengembangan KPS di Indonesia utamanya didasari olehketerbatasan sumber pendanaan yang bisa dialokasikan olehpemerintah.91 Prinsip dasar KPS yaitu:
91
Gunsairi, Edukasi KPS, Edisi Khusus Tahapan KPS 2011-Sustaining Partnership, h. 5
79
a.
Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengeoaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya.
b.
Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak diantara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengeloaannya atau kombinasi keduanya.
c.
Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge).
d.
Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah. Untuk itu bia swasta tidak dapat memenuhi pelayanan sesuai kontrak maka pemerintah dapat mengambil alih.92
Dalam rangka pengembangan Kerjasama Ppemerintah dan Swasta (KPS), pemerintah perlu memastikan bahwa pihak swasta yang akan menjadi mitra dari pemerintah harus mengetahui keadaan proyek yang akan diinvestasikan oleh mereka dengan baik agar mereka dapat membuat perhitungan dengan tepat untuk menghasikan keuntungan yang optimal. Untuk itu, pemerintah perlu untuk menyiapkan proyek KPS tersebut secara memadai baik pada tahap perencanaan, tahap penyusunan pra-studi kelayakan,
tahap
transaksi,
dan
tahap
manajemen
pelaksanaan
perjanjian
kerjasama.Salah satu jenis perjanjian kerjasama antara pemerintah dan swasta dapat dilakukan dengan infrastruktur minyak dan gas bumi yang meliputi transmisi dan/atau
92
Ibid, h. 6
80
distribusi minyak dan gas bumi.93Dalam hal ini maka perjanjian kerjasama dilakukan oeh PT. PERTAMINA (Persero) sebagai BUMN dengan pihak swasta. Pada Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU diterangkan secara jelas bahwa dalam hal ini pihak – pihak yang mengikatkan diri diperjanjian tersebut adalah Pertamina atau dalam hal perjanjian ini menjadi Pihak Pertama, merupakan suatu perusahaan yang memproduksi atau menyediakan dan menjual Bahan Bakar Minyak(BBM), Bahan Bakar Khusus(BBK), serta Produk Lain melalui SPBU dan sarana lainnya, sedangkan kedudukan pengusaha atau Pihak Kedua bermaksud menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain milik Pihak Pertama dan telah membangun dan memiliki SPBU
beserta seluruh fasilitas dan
perlengkapannya sesuai dengan ketentuan dan syarat yang ditetapkan oleh Pihak Pertama. Maka bentuk kerjasama antara para pihak yaitu menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain yang disediakan dan dijual oleh Pihak Pertama, melalui SPBU milik pihak Kedua. Adapun cara atau prosedurnya secara administrasi pendirian dan pengoperasian SPBU tersebut ditetapkan oleh pihak Pertamina. Dalam memahami mengenai hak maka perlu dipahami juga terlebih dahulu mengenai pengertian dari kewajiban. Abdulkadir Muhamad menyatakan bahwa yang dimaksud kewajiban ialah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang satu kepada pihak yang lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau dilalaikan. Jika kewajiban itu ditentukan oleh undang-undang, disebut kewajiban undang-undang.Jika kewajiban itu ditentukan oleh perjanjian, disebut kewajiban perjanjian. Berdasarkan
93
http://pkps.bappenas.go.id/attachments/article/955/NOVEMBER%20Khusus_ TAHAPAN%20KPS_INDONESIA_L.pdf, diunduh pada 1 Agustus 2013
81
asas pelengkap dalam hukum perjanjian, jika pihak-pihak menentukan lin dalam perjanjian yang mereka buat, maka kewajiban undang-undang dikesampingkan. Sebaliknya, jika pihak-pihak tidak menentukan apa-apa, maka berlakulah kewajiban undang-undang.Kewajiban terdiri atas dua macam, yaitu kewajiban material dan kewajiban formal. a. Kewajiban material adalah kewajiban yang berkenaan dengan benda objek perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran, nilai/harga, kebergunaannya). b. Kewajiban formal Kewajiban formal adalah kewajiban yang berkenaan dengan tata cara atau pelaksanaan pemenuhan kewajiban material, yaitu oleh siapa, bagaimana caranya, dimana, kapan,
dana dengan apa penyerahannya,
pembayaran, pekerjaan, pemeliharaan dilakukan94 Setiap
kewajiban
selalu
disertai
dengan
hak
yang
nilainya
seimbang.Kewenangan menuntut tidak bersifat memaksa, boleh digunakan dan boleh tidak digunakan.Sebaliknya, pelaksanaan kewajiban bersifat memaksa, jika lalai atau dilalaikan dikenai sanksi. Jika pihak yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan sendiri kewajibannya, maka ada pihak lain yang dapat memaksakan pelaksanaan atau pembebanan sanksi, yaitu pengadilan. Hasil pelaksanaan kewajiban itu merupakan hak pihak lain dalam perjanjian. Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi oleh pihak lainnya itu.Seperti pada kewajiban, hak juga ada dua macam, yaitu hak material dan hak formal.Hak material adalah yang berkenaan dengan 94
Abdulkadir Muhamad, Opcit.,, h. 10
82
perolehan benda objek perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran, nilai/harga, kebergunaannya). Sedangkan hak formal adalah yang berkenaan dengan tata cara memperoleh hak material.95 Dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pembangunan SPBU ini, antara
pengusaha
atau
pengelola
SPBU CODO dengan
PT. PERTAMINA
telahmelahirkan hubungan hukum. Hubungan hukum inilah yang menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik antara kedua belah pihak.Mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU adalah sebagai berikut: Hak dari PT. PERTAMINA adalah: 1. PT. PERTAMINA berhak untuk menetapkan harga jual BBM; 2. PT. PERTAMINA berhak untuk menetapkan tipe SPBU sesuai dengan studi kelayakan PT. PERTAMINA; 3. PT. PERTAMINA berhak melakukan pemeriksaan secara berkala akan peralatan milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU CODO dengan prosedur yang telah ditentukan oleh PT. PERTAMINA; 4. PT. PERTAMINA atau wakil yang ditunjuk oleh Pertamina, setiap waktu berhak untuk memeriksa baik secara teknis terhadap perlengkapan dan peralatan yang ditempatkan oleh PT. PERTAMINA kepada SPBU, yang digunakan maupun secara administratif untuk kelancaran pelayanan dan penyaluran BBM atau BBK dari SPBU;
95
Op,cit., h. 12
83
5. PT. PERTAMINA atau pihak yang ditunjuk oleh PT. PERTAMINA berhak mendapatkan hak prioritas (privelege), untuk melaksanakan rencana usaha tambahan; 6. PT. PERTAMINA
berhak
untuk
melakukan
pengambilalihan
pengusahaan SPBU sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian jika pengusaha SPBU tidak mampu melaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 6 perjanjian ini; 7. PT. PERTAMINA berhak menunjuk Pihak Ketiga untuk melaksanakan pengusahaan SPBU jika terjadi pengambilalihan penguasaannya oleh PT. PERTAMINA.96 Selain hak yang dimiliki oleh pihak PT. PERTAMINA, terdapat beberapa kewajiban juga yang harus dipenuhi oleh PT. PERTAMINA, yaitu: 1.
PT. PERTAMINA
wajib
melaksanakan
Perjanjian
Kerjasama
Pembangunan dan Pengelolaan SPBU ini secara profesional sesuai dengan prinsip-prinsip dan persyaratan umum yang dipakai dalam industri perminyakan, teknik engineering, manajemen dan pengawasan; 2.
PT. PERTAMINA wajib memasok BBM dan BBK kepada pengusaha SPBU secara franko SPBU, tepat waktu, tepat mutu dan tepat jumlah;
96
Grace Margaretha Ginting, 2012, Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan Pertamina Dalam Kontrak CODOLite, Tesis, Magister Kenotariatan Uiversitas Sumatera Utara, Medan, h. 56-60
84
3.
PT. PERTAMINA wajib melakukan perawatan akan peralatan milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU CODO dengan prosedur yang telah ditentukan oleh PT. PERTAMINA;
4.
Terhadap masyarakat umum khususnya pemakai kendaraan bermotor agar mendapat pelayanan yang baik dan kemudahan dalam mendapatkan BBM di SPBU.97
Selain mengatur mengenai hak dan kewajiban dari PT. PERTAMINA, dalam perjanjian kerjasama juga diatur mengenai hak dan kewajiban pengelola SPBU. Adapun hak pengelola SPBU CODO adalah: 1.
Pengelola SPBU berhak menjual, memindah tangankan sebagian atau keseluruhan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan serta fasilitas peralatan SPBU tersebut kecuali peralatan yang ditempatkan oleh PT. PERTAMINA
pada SPBU CODO
kepada pihak
ketiga dengan
pengetahuan secara tertulis terlebih dahulu dari PT. PERTAMINA; 2.
Pengelola SPBU juga berhak untuk menggunakan merek dagang dan logo atau gambar produk milik PT. Pertamina dengan petunjuk dan pengawasan PT. PERTAMINA. Di samping itu, pengelola SPBU juga berhak
mendapatkan keuntungan yang disebut margin yang besarnya
ditetapkan PT. PERTAMINA; 3.
Pengelola SPBU berhak menggunakan peralatan yang merupakan milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU tersebut dengan sebaikbaiknya;
97
ibid
85
4.
Pengelola SPBU berhak mengakhiri perjanjian sebelum berakhirnya jangka Waktu perjanjian dengan pemberitahuan tertulis kepada PT. PERTAMINA selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari kalender sebelum pengakhiran perjanjian berlaku efektif.
Adapun yang menjadi kewajiban dari pihak Pengelola SPBU CODO yaitu: 1. Pengelola SPBU wajib membayar kompensasi kepada P T . Pertamina sesuai tipe SPBU yang ditetapkan oleh Pertamina; 2. Pengelola SPBU wajib melaksanakan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU ini secara profesional sesuai dengan prinsip-prinsip dan persyaratanpersyaratan umum yang dipakai dalam industri perminyakan, pengadaan manajemen dan pengawasan; 3. Pengelola
SPBU
wajib
mengelola
SPBU
dengan standar
dan
pengawasan PT. PERTAMINA; 4. Pengelola SPBU wajib menjaga dan merawat peralatan pengisian bahan bakar milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan oleh PT. PERTAMINA dengan sebaikbaiknya sesuai dengan prosedur yang berlaku; 5. Pengelola SPBU wajib menjual BBM dan BBK yang disediakan oleh PT. PERTAMINA dan produk lainnya yang disediakan/disetujui oleh PT. PERTAMINA; 6. Pengelola SPBU wajib mengikuti dan melaksanakan standar manajeman danoperasional SPBU yang ditetapkan oleh PT. PERTAMINA;
86
7. Pengelola SPBU wajib menyediakan dan menggunakan peralatan dan perlengkapan
kerja
sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh PT.
PERTAMINA; 8. Pengelola SPBU wajib menyediakan tenaga kerja yang terampil, serta memberikan upah sesuai dengan peraturan yang berlaku; 9. pengelola SPBU wajib menyediakan peralatan keamanan dan keselamatan kerja termasuk peralatan pemadam kebakaran sesuai dengan standar yang ditetapkan PT. PERTAMINA; 10. Pengelolaa SPBU wajib menjaga nama baik PT. Pertamina berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian ini; 11. Pengelola SPBU wajib untuk mempertahankan, menjaga dan memelihara mutu BBM dan BBK yang disalurkan; 12. Pengusaha SPBU wajib untuk menjaga keakuratan mutu dan jumlah BBM dan BBK yang dijual kepada konsumen; 13. Pengusaha SPBU wajib untuk mengurus hal-hal yang berkenaan dengan ijin perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut; 14. Pengelola
SPBU wajib untuk mengasuransikan sejumlah asset SPBU,
tenaga kerja termasuk tanggung jawab hukum terhadap Pihak Ketiga dengan biaya menjadi beban pengusaha; 15. Pengelola SPBU wajib membayar pajak dan retribusi yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian ini;
87
16. Pengelola SPBU wajib untuk menutup asuransi terhadap seluruh aset SPBU termasuk peralatan SPBU milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan di SPBU yang dioperasikan secara CODOLite; 17. Asuransi kebakaran, asuransi atas hilangnya pendapatan dan dalam polis asuransi tersebut harus termasuk klausula tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, huru-hara dan kerusuhan dengan jumah biaya pertanggungan mencakup nilai seluruh aset SPBU ditambah nilai BBM dan BBK dan atau produk lain yang dijual melalui SPBU, segala pembayaran premi asuransi menjadi beban pengelola SPBU.98 Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup kontras antara pembebanan kewajiban kepada pihak pengelola SPBU dalam hal ini pengusaha yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kewajiban yang harus ditanggung oleh pihak PT. PERTAMINA.
3.6
Kedudukan Pertamina Sebagai Badan Usaha Milik Negara Dalam Pelaksanaan Perjanjian CODO Dengan Calon Mitra Usaha Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum
publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum. 98
ibid
88
Pemerintah sebagai subyek hukum (privat dan publik), dari kedua kedudukan ini melahirkan duabentuk perbuatan, yaitu perbuatan hukum privat, suatuperbuatan yang diatur dan tunduk pada ketentuan hukum privat (perdata), dan perbuatan hukum publik, suatu perbuatan yang diatur dan tunduk pada ketentuan hukum publik. Negara, Propinsi, Kabupaten dan lain-lain dalam perspektif hukum perdata disebut sebagai badan-badan hukum publik. Sebagai subyek hukum bukan manusia, perbuatan badan hukum tidak seperti perbuatan manusia.Berdasarkan hukum publik, negara, propinsi dan kabupaten adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan.Berdasarkan hukum perdata, negara, propinsi dan kabupaten adalah organisasi atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan. Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya dibantu oleh aparatur pemerintahan yang dikenal dengan sebutan pemerintah atau administrasi negara. Perbuatan atau tindakan administrasi negara yang disebut juga bestuur handeling/overheids handelingmerupakan perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintah/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secara spontan dan mandiri (zelfstanding) untuk pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.99 Mengenai jenis perbuatan pemerintah dibedakan atas perbuatan hukum (recht handelingen) dan perbuatan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke handeligen). Perbedaannya adalah terdapat atau tidaknya akibat hukum dan perbuatan pemerintah termaksud. De Haan cs (Bestuursrecht in sociale rechtstaat) menyebutkan sebagai perbuatan materiil atau tindakan nyata. De Haan menyebutkan perbedaan antara keduanya ialah bahwa dalam perbuatan hukum
99
E. Utrecht, Op. cit., h.. 80
89
ada maksud untuk melakukan akibat hukum, sedangkan perbuatan materiil tidak punya maksud itu.100 Ada beberapa ahli hukum yang memberikan pengertian tentang tindakan pemerintah, yang antara lain adalah: 1. Van Vollenhoven yang menyatakan tindakan pemerintah adalah pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan. 2. Van Poelje mengemukakan tindakan pemerintah adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. 3. Romeijn menetapkan tindakan pemerintah adalah tiap-tiap tindakan atau perbuatan dari satu alat administrasi negara yang mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum tata pemerintahan, peradilan dan lain-lain dengan maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi. Berdasarkan pengertian-pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimak bahwa tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan atau menjalankan fungsi pemerintahan.Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu: 1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; 100
HR, Ridwan. Op. cit., h. 47
90
2. Perbuatan
tersebut
dilaksanakan
dalam
rangka
menjalankan
fungsi
pemerintahan; 3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; 4. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum, bukan wakil dari jabatan.Oleh karena itu kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat. Tidak memiliki kedudukan yang istimewa dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.101 Dalam doktrin hukum, badan hukum atau rechtspersoon mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan subjek hukum lainnya seperti manusia. Oleh karena itu, sangat tipis didepan hukum untuk membedakan hak dan kewajiban kedua subjek hukum tersebut.Badan hukum dapat dipersamakan didepan hukum dengan individu pribadi orang perorangan, namun hal ini tidaklah sama seratus persen. Badan hukum hanya dipersamakan dengan individu pribadi orang perorangan dalam lapangan hukum benda dan hukum perikatan. Karena badan hukum berada pada lapangan hukum kekayaan, maka badan hukum dapat digugat atau menggugat untuk memenuhi perikatannya sama
101
http://widyawatiboediningsih.dosen.narotama.ac.id/files/2011/04/BAB-IVKedudukan-Kewenangan-Tindakan-Hukum-Pemerintah.pdf, diunduh pada 22 Juli 2013
91
seperti individu pribadi orang perorangan. Pemenuhan bagi kewajiban badan hukum itu ialah kebendaan yang merupakan milik badan hukum itu.102 Dalam kepustakaan hukum dikenal ada beberapa unsur dari suatu badan hukum yaitu sebagai berikut: a. Merupakan perkumpulan orang (organisasi yang teratur) b. Dapat melaksanakan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum c. Adanya harta kekayaan yang terpisah d. Mempunyai kepentingan sendiri e. Mempunyai pengurus f. Mempunyai tujuan tertentu g. Mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban h. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan. Tindakan hukum pemerintah dibidang keperdataan adalah sebagai wakil dari badan hukum (rechtpersoon), yang tunduk dan diatur dengan hukum perdata.Dengan demikian kedudukan pemerintah dalam hukum privat adalah sebagai wakil dari bdan hukum keperdataan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah mengadakan kerjasama untuk mendistribusikan BBM pada masyarakat luas dengan melakukan perjanjian/kontrak kerjasama dengan pihak swasta..Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,“BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar 102
Gunawan Widjaja I, Op.cit., h. 14-15
92
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”Pertamina sebagai BUMN juga tidak terlepas dari sifat yang melekat pada badan hukum.Dalam hal Pertamina selaku pemerintah bertindak tidak dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku.Namun bukan berarti Direksi Pertamina tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas keputusan yang telah diambilnya.Karena itu diperlukan standard operational procedure atau suatu pedoman yang berfungsi untuk mencegah timbulnya kesewenang-wenangan dalam kegiatan bisnis yang dapat merugikan perusahaan dan para pemegang saham.Disinilah perlunya peran pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan yang bertujuan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan bisnis. Peran pemerintah dalam kegiatan bisnis haruslah sekedar sebagai pengatur dan pengawas aktivitas bisnis.Pemerintah sebaiknya hanya bertugas untuk mengawasi dan mengatur aktivitas bisnis dengan menerbitkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan aktifitas bisnis.Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah ini sebaiknya bersendikan prinsip-prinsip good corporate governance.Belakangan ini banyak peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab perusahaan dan perlindungan investor.Penerapan Good Corporate Governance haruslah sejalan dengan penerapan good corporate governance.Hal ini dikarenakan kedua prinsip ini saling melengkapi dalam aktivitas perekonomian dalam suatu negara.Dalam membuat regulasi
93
pemerintah haruslah senantiasa memperhatikan perkembangan bisnis dan ekonomi agar regulasi yang dihasilkan dapat menciptakan persaingan bisnis yang sehat. 103 Dalam menjalankan perusahaan, Direksi sebaiknya menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.Sebagai suatu BUMN, PT. PERTAMINA tidak terlepas dari keharusan menjalankan prinsip Good Corporate Governace.Istilah Good Corporate Governance diperkenalkan pertama kali oleh Cadbury Committee pada tahun 1992, dikenal dengan Cadbury Report yang mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai: “the system by which organization are directed and controlled or a set of rule that define the elationship between shareholders, managers, creditors, the government, employee, and other internal and eksternal stakeholders in respect to their rights and responsibilities.” 104 (suatu sistem dimana suatu organisasi diarahkan dan dikontrol atau suatu kumpulan peraturan yang menjabarkan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, pegawai dan pihak internal dan eksternal yang terkait lainnya dalam suatu upaya untuk menghargai hak-hak dan kewajiban mereka.) KeharusanPT. PERTAMINA menjalankan prinsip Good Corporate Governance ini dapat dilihat pada UU BUMN.Pasal 5 ayat 3 UU BUMN menyatakan bahwa“dalam melaksanakan tugasnya anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan
profesionalisme,
efisiensi,
serta
wajib
transparansi,
melaksanakan
prinsip-prinsip
kemandirian,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban, serta kewajaran.”Lebih lanjut dalam Pasal 6 ayat 3 UU BUMN menyatakan bahwa“dalam melaksanakan tugasnya, komisaris dan dewan pengawas harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan ketentuan perundang-undangan serta wajib 103
Joni Emirzon, 2007, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance : Paradigma Baru Dalam Praktek Bisnis Indonesia,Genta Press, Yogjakarta, h. 6-7 104 Wilson Arafat, 2008, How To Implement GCG Effectively, Skyrocketing Publisher, Jakarta, h. 3
94
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparasi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.” Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran degan sangat jelas diharuskan untuk diterapkan oleh direksi dan komisaris suatu BUMN.Sehingga PT. PERTAMINA yang merupakan BUMN wajib untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance tersebut.Pemerintah telah memasukkan konsep “governance” dalam berbagai peraturan perundang-undangan begitu juga dalam UU BUMN.Sehingga setiap BUMN seharusnya dijalankan sesuai dengan konsep “governance” yang baik.105 PT Pertamina (Persero) adalah BUMN yang mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), BUMN Pertamina dirubah menjadi perusahaan perseroan dengan pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 60 UU Migas. Selanjutnya Pasal 61 hururf (a) menyatakan bahwa “Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai terbentuknya Badan Pelaksana”. PT. PERTAMINA sebagai BUMN dalam menjalankan usahanya untuk mendistribusikan Minyak dan Gas Bumi pada masyarakat luas melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya yang dibahas dalam tesis ini yaitu dengan calon 105
Akhmad Syakhroza, 2005, Corporate Governance :Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model dan Sistem Governance serta Aplikasinya Pada Perusahaan BUMN, FEUI, Depok, h. 3
95
mitra usaha SPBU dengan melakukan perjanjian kerjasama CODO (Company Owned Dealer Operated). SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. PERTAMINA untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar, pertamax dan pertamax plus.106 SPBU CODO PT. PERTAMINA merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. PERTAMINA. Skema CODO hanya akan diberikan kepada calon SPBU tipe A, B, dan C yang ditentukan berdasarkan hasil verifikasi awal. Adapun PT. PERTAMINA menetapkan ketentuan Pendaftaran SPBU CODO bagi calon mitra usaha SPBU yaitu sebagai berikut: 1. Calon Mitra harus berbentuk Badan Usaha (Perseroan Terbatas, Persekutuan Komanditer, Koperasi, Yayasan, Usaha Dagang, atau Perusahaan Dagang). 2. Calon Mitra diharapkan mempersiapkan hasil scan rekening koran 1 (satu) tahun terakhir, rekening tabungan, deposito, dan rekening giro 1 (satu) tahun terakhir yang akan diperlukan untuk melengkapi isian data pada aplikasi online ini. 3. Untuk kelancaran verifikasi, Calon Mitra diminta untuk menyiapkan dokumendokumen pendukung sebanyak 2(dua) rangkap, dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah:
106
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik badan usaha
PT. PERTAMINA, SPBU, www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 20 Juli 2013
96
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik badan usaha
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan usaha
Surat Kuasa (jika Calon Mitra diwakilkan)
Fotokopi sertifikat tanah/Akta Jual Beli/dokumen lain, atas nama badan usaha. Calon Mitra dimohon untuk menyertakan dokumen kepemilikan tanah secara lengkap. Dibawah ini adalah dokumen-dokumen wajib yang harus disiapkan, berdasarkan dengan kategori-kategori kepemilikan tanah:
Kategori
Status Hak
Dokumen Kepemilikan Guna Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Dokumen Pelengkap -
Bangunan (tidak Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n pemilik Badan Usaha Bukti dijaminkan)
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Transaksi Surat
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Keterangan Tanah
dari
BPN Hak Status Kepemilikan
Guna
Bangunan
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n pemilik Badan Usaha -Surat Keterangan
(dijaminkan)
Tanah
Tanah
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
dari
BPN -Bukti Transaksi Bukti
Sewa > 20 tahun (khusus CODO1) Surat Perjanjian Sewa Menyewa (Notarial) atau Tanah Adat
Transaksi atau Surat Perjanjian
Akta Jual Beli a/n Badan Usaha
-
Akta Jual Beli a/n pemilik Badan Usaha
Bukti
Akta Jual Beli
97 Transaksi Akta Jual Beli a/n PT Pengikatan
-
Jual
Beli (dari Notaris) Akta Jual Beli a/n pemilik Badan Usaha
Bukti Transaksi Surat
Girik/Persil C a/n Badan Usaha
Pengikatan Jual Beli -Surat
Girik /Persil C
Pengikatan Girik/Persil C a/n pemilik Badan Usaha
Jual
Beli
-Bukti Transaksi
Akta pendirian Perseroan Terbatas (PT), SIUP, dan TDP.
Rekening koran 1 tahun terakhir atau bukti deposito atas nama pemilik/badan usaha.
Fotokopi bukti kepemilikan usaha sejenis (jika ada). Contoh: SPBU.
Fotokopi bukti kerja sama dengan PT. PERTAMINA (jika ada). Contoh: Agen minyak tanah, pengusaha APMS, dsb.
Fotokopi sertifikat Pasti Pas atau bukti mengikuti program Pertamina Way (jika Calon Mitra sudah pernah memiliki SPBU)107
Apabila calon mitra usaha telah memenuhi persyaratan pendirian SPBU CODO yang diajukan oleh PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara, maka perjanjian kerjasama dapat dilakukan.Penyusunan dan pelaksanaan operasional atau jalannya perjanjian kerjasama jual beli bahan bakar minyak antara PT. PERTAMINA dengan SPBU pada umumnya diawali dengan pemenuhan persyaratan, prosedur, serta 107
PT. PERTAMINA, Ketentuan Pendaftaran CODO,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 20 Juli 2013
SPBU
98
sarana dan prasarana standar yang harus dimiliki bagi setiap SPBU. Pelaksanaan operasional atau jalannya perjanjian kerjasama tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan perjanjian kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU yangdituangkan dalam bentuk perjanjian baku dan disahkan oleh Notaris sesuai dengan isi pasal dalam perjanjian tersebut. Keuntungan dan kelebihan yang didapat oleh pengusaha SPBU dalam melakukan kerjasama jual beli bahan bakar minyak dengan PT. PERTAMINA adalah mendapatkan keuntungan yang sangat menarik; tetap menguasai lahan dan asset yang dibangun, tidak hanya menjadi operator; mendapatkan dukungan dari Pertamina, baik dari aspek teknis, pemasaran maupun managerial yang dimulai sejak pendaftaran dilakukan; dapat menjual produk
Premium, Solar, Pertamax,
Pertamax Plus, Pertamina Dex, LPG, dan seluruh produk pelumas Pertamina; tingkat pengembalian modal (BEP) kurang dari 5 tahun; seluruh proses dilaksanakan secara transparan (prosedur, biaya, progress, evaluasi); serta akses pada bisnis-bisnis Pertamina lainnya di SPBU, seperti
Convenience Store, Pertamina Speed, dan bisnis-bisnis
lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimak latar belakang pengusaha SPBU terikat pada syarat-syarat baku yang ditetapkan oleh Pertamina, ialah motivasi kebutuhan ekonomi yaitu ijin untuk dapat memasarkan BBM, yang menurut perhitungannya hanya akan terpenuhi secara normal dengan menerima syarat-syarat baku yang disodorkan oleh Pertamina. Berdasarkan pengalaman, kebutuhan ekonomi tersebut selalu terpenuhi tanpa halangan (kerugian) yang digambarkan dalam syarat-syarat baku.108Oleh karena
108
Abdulkadir Muhamad, Op.cit., h. 28
99
itu, makapengusaha SPBU mau menandatangani perjanjian atau menerima dokumen perjanjian tersebut. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa Pertamina dalam hal melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam perjanjian CODO, maka Pertamina selaku pemerintah berkedudukan sebagai badan hukum privat.Dalam konteks demikian pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasanya, walaupun pemerintah merupakan lembaga yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mengatur (regulator). Hal ini dikarenakan dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sebagaimana tercermin dalam Pasal 1338 BW. Dalam konteks demikian, maka baik pemerintah maupun pihak swasta sama-sama memilki kedudukan yang sejajar dalam pemenuhan hak dan kewajiban yang tertuang di dalam kontrak yang di sepakati. Kemitraan yang dijalin pemerintah dengan pihak swasta dalam perjanjian kerjasama CODO merupakan sebuah hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak.Hal yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut bersifat privat, mengikat keduanya secara khusus sesuai dengan hal yang diperjanjikan.Sepanjang kontrak atau perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian maka perjanjian CODO tersebut sah menurut hukum. Didalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa “suatu perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.109Ketentuan ini menggarisbawahi bahwa perjanjian antar dua pihak bersifat privat.Untuk itulah jika pemerintah melakukan hubungan kontraktual walaupun 109
Abdul Halim Barkatullah, “Menjual Hak Memilih Pada Pemilihan Umum Dalam Perspektif Hukum Perjanjian”, Jurnal Konstitusi, Vol. 1, No. 1, November 2008, h. 32
100
didalamnya terdapat nuansa hukum berdasarkan hukum privat dan hukum publik, namun perjanjian yang dibuatnya termasuk dalam ranah privat, seperti perjanjian kerjasama yang dilakukan pertamina dengan pengusaha swasta dalam Perjanjian Kerjasama CODO.
101
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PENGUSAHAAN SPBU CODO
4.1 Bentuk-Bentuk Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (Persero) padatanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22Tahun 2001 tentang minyak bumi dan gas bumi yang menyebutkan minyak dan gasbumi sebagai sumber daya alam strategi tak terbarukan yang terkandung di dalamwilayah hukum pertimbangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasaioleh Negara. Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumitersebut, pemerintah melimpahkan kewenangan kepada PT. PERTAMINA (Persero) untukmelaksanakan kegiatan yang mencakup pengusahaan pertimbangan minyak dan gasbumi berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air.Di
dalam
pengelolaan
kegiatan
usaha
tersebut,
PT.
PERTAMINA
(Persero)bekerjasama dengan pengusaha SPBU. Perjanjian kerjasama yang mengikat PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha SPBU merupakan perjanjian bentuk baru yangsama sekali berbeda dengan perjanjian pengusaha SPBU sebelumnya. Pada perjanjiankerjasama ini PT. PERTAMINA (Persero) menerapkan prosedur monitoring yang lebihketat mulai dari proses pembangunan SPBU, pemeliharaan, pengoperasian, hinggapengelolaan SPBU. PT. PERTAMINA sebagai perusahaan yang mengelola Minyak dan Gas Bumi mempunyai 3 (tiga) fungsi perusahaan.Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur
102
didalam Keputusan Presiden Nomor 169 Tahun 2000 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina yang menyatakan sebagai berikut: 1. Fungsi utama perusahaan adalah: a. Perumusan kebijaksanaan dalam pegusahaan pertambangan minyak dan gasbumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi serta produk-produk lanjutannya dankebijaksanaan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi, b. Pelaksanaan usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi,pemurnian pengelolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimiapengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi, hasil-hasil minyak dangas bumi, produk petrokimia dan produk-produk lainya, serta usahaeksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi, c. Pelaksanaan penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumiuntuk kebutuhan dalam negeri. 2. Fungsi organik Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam bidang-bidangsebagai berikut: a. Pengamatan perusahaan dan lingkungan kegiatan usaha, keselamatan kerja,pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup dalam wilayah kuasapertambangan dan lokasi operasinya; b. Pembinaan personil
yang meliputi
pengadaan dan pengerahan,
penggunaan,perawatan dan hubungan ketenagakerjaan, pendidikan dan latihan sertapengurusan administrasinya;
103
c. Keuangan
yang
meliputi
manajemen
keuangan,
anggaran,
perbendaharaan,akuntansi dan pengendalian; d. Angkutan minyak dan gas bumi serta hasil-hasilnya melalui darat, pipa dan air, perkapalan, kebandaraan, prasarana maritim, dan komunikasi elektronika; e. Pembinaan pengusahaan kontraktor asing; f. Pembinaan hukum, hubungan masyarakat, penyelenggaraan inventarisasi dansistem informasi; g. Logistik dalam rangka penyediaan materiil, fasilitas dan jasa yang meliputipembekalan, angkutan, pemeliharaan, konstruksi dan kesehatan; h. Administrasi umum yang meliputi tata usaha perkantoran. 3. Fungsi pembinaan Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalambidang-bidang sebagai berikut: a. Penelitian dan pengembangan Perusahaan, b. perencanaan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, c. pengorganisasian dan ketatalaksanaan, d. pengelolahan kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, e. pengendalian
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijakan
perusahaan. Pengusaha pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi daneksploitasi sumber daya panas bumi memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, dan penyelenggaraanya perlu sejauh mungkindiarahkan untuk
104
mewujudkan tujuan perusahaan. Adapun tujuan perusahaanmenurut undang-undang PT. PERTAMINA adalah membangun dan melaksanakanpengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan Ketahanan Nasional” seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1971 tentang PERTAMINA. Sebagai satu-satunya perusahaan milik Negara
yangdiberi
wewenang
untuk
melaksanakan
usaha
pertambangan
di
Indonesia,pengelolahan dan pengurusan terhadap bahan-bahan galian minyak dan gas bumi iniharus benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan negaradan bangsa untuk mencapai masyarakatyang adil dan makmur. Untuk melaksanakan fungsinya tersebut, maka PT. PERTAMINA bekerja sama dengan pihak swasta untuk pendistribusian Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan kepemilikan dan pengelolaan SPBU, bentuk kerjasama yang ditawarkan oleh pihak PT. PERTAMINA dapat dibedakan jenisnya menjadi: 1.
SPBU COCO (Company Owned Company Operated) Asset SPBU berupa tanah dan bangunan SPBU dimiliki oleh PT. PERTAMINA
dan
pengelolaan
SPBU
dilaksanakan
oleh
PT.
PERTAMINA melalui anak perusahaan PT. PERTAMINA yaitu PT. PERTAMINA Retail. 2.
SPBU CODO (Company Owned Dealer Operated) Asset SPBU berupa tanah atau bangunan atau berupa peralatan tertentu merupakan milik PT. PERTAMINA, sedangkan pengelolaan SPBU dilaksanakan oleh pengusaha SPBU dengan pembagian hasil yang telah disepakati oleh pengusaha SPBU dan PT Pertamina.
105
3.
SPBU DODO (Dealer Owned Dealer Operated) Asset SPBU berupa tanah dan abngunan dimiliki oleh pengusaha SPBU, begitu juga dengan pengelolaan SPBU dilakukan oleh pengusaha SPBU sendiri dengan mendapatkan margin atau keuntungan yang telah ditentukan oleh PT. PERTAMINA110
Sesuai dengan perkembangan sekarang, maka dalam penelitian yang dikaji ditekankan pada SPBU CODO.Dalam hal ini, Asset SPBU berupa tanah, bangunan atau peralatan tertentu dimiliki PT. PERTAMINA, sedangkan pengelolaan SPBU dilaksanakan oleh pengusaha SPBU. Mengenai sistem kerjasama PT. PERTAMINA dengan pihak pengusaha SPBU pada hakikatnya dilaksanakan dengan strategi bisnis dan pola kemitraan tertentu. Saat ini oleh PT. PERTAMINA telah dikembangkan program kemitraan berupa: 1. SPBU Pertamina Way SPBU Pertamina Way merupakan program yang diluncurkan oleh PT PERTAMINA (PERSERO) dengan penerapan standar pelayanan yang terdiri dari 5 (lima) elemen, yaitu pelayanan staff yang terlatih dan bermotivasi, jaminan kualitas dan kuantitas, fasilitas dan peralatan yang terawat dengan baik, memiliki format fisik yang konsisten, dan penawaran produk dan pelayanan bernilai tambah dengan operator yang selalu menerapkan 3S (Salam, Senyum, Sapa).
110
2013
PT. PERTAMINA, Jenis SPBU,www.pertamina.com, diunduh pada 14 Juli
106
2. SPBU Pasti pas SPBU Pasti Pasmerupakan SPBU yang telah mendapatkan sertifikat Pasti Pas dari auditor independen dengan jaminan pelayanan terbaik yang memenuhi standar kelas dunia. Konsumen akan mendapatkan kualitas dan kuantitas BBM yang terjamin, pelayanan yang ramah, sertafasilitas yang nyaman.111 Melalui kedua sistem ini, PT PERTAMINA (Persero) dapat mengontrol kualitas BBM yang dijual hingga ke tingkat konsumen dansekaligus melakukan ekspansi usaha.
Perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta perjanjiankerjasama. Bahwa klausula-klausula dalam perjanjian tersebut telah dibuat secarasepihak oleh PT. PERTAMINA dan pengusaha atau pengelola SPBU dipersilahkanuntuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai dengankeinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian atau tidak. Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optionallaw), yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakaladikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian.Para pihak diperbolehkanmembuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian,selain itu juga diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalamperjanjian. Sistem terbuka yang mengandung asas kebebasan dalam membuatperjanjian, dalam KUHPerdata lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak
111
Juli 2013
PT. PERTAMINA, http://spbu.Pertamina.com/off/spbu.aspx, diunduh pada 14
107
yang membuatnya”. Pasal tersebut jugamengandung pengertian bahwa dalam hal perjanjian kita diperbolehkan membuatundang-undang bagi diri kita sendiri. Perjanjian
Kerjasama
Pengelolaan
SPBU
antara
PT.
PERTAMINA
denganpengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta perjanjiankerjasama. Bentuk perjanjian kerjasama tersebut merupakan salah satu contoh dariperjanjian baku (perjanjian standar), yaitu bahwa klausula-klausula dalamperjanjian tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. PERTAMINA dan pengusahaSPBU dipersilahkan untuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakanperjanjian atau tidak. Pada umumnya para pengusaha setuju dengan perjanjian baku yang telahdibuat PT. PERTAMINA karena perjanjian baku yang ada pada PT. PERTAMINA tersebutsudah sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku. Klausula yang samaini belaku juga bagi calon pengelola SPBU lainnya dalam Perjanjian KerjasamaPengelolaan SPBU.Maka perbuatan hukum sepihak (perjanjian baku) yang disusun secarasepihak oleh PT. PERTAMINA dipandang sebagai perbuatan hukum penawaran sepihakdan pengusaha SPBU pun melakukan perbuatan hukum sepihak juga, yaitupenerimaan. Keduanya sama-sama melakukan perbuatan hukum sepihak secaratimbal
balik.Pasal-pasal
dalam
hukum
perjanjian
merupakan
hukum
pelengkap(optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakaladikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dalam Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan SPBU ini, suatu prestasi yang diharapkan yaitu untuk memberikan sesuatu dan berbuat sesuatu, dimana
108
PT. PERTAMINA berkewajiban untuk memberikan atau menyerahkan BBM kepada pengusaha SPBU sesuai dengan pesan yang diminta dengan menerima pembayaran harga BBM. Sedangkan pengusaha SPBU berbuat sesuatu untuk kepentingan PT. PERTAMINA yaitu menyalurkan BBM kepada konsumen. Walaupun isi perjanjian tersebut ditentukan oleh pihak PT. PERTAMINAakan tetapi pengusaha SPBU tetap mendapat keuntungan yang disebut dengan margin dari PT. PERTAMINA. Di dalam Perjanjian Pengusahaan SPBU tersebutpengusaha SPBU dikenakan biaya yang pada dasarnya merupakan biayaatas penggunaan hak kekayaan intelektual milik oleh PT Pertamina(Persero) untuk perancangan design SPBU, biaya pemakaian logo,produk PT PERTAMINA (PERSERO), dan biaya pendaftaran untukkerjasama SPBU. Biaya tersebut merupakan biaya resmi yang ditentukanoleh PT Pertamina (Persero).Setiap permohonan PerjanjianKerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untukUmum yang disetujui oleh PT Pertamina (Persero) dikenakan biayaInitial Fee yang besarnya diatur dan ditetapkan oleh PT Pertamina(Persero). Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun PengisianBahan Bakar Minyak untuk Umum yang dilaksanakan olehPT Pertamina (Persero) secara materiil memiliki karakteristik yanghampir sama dengan bisnis waralaba sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1997 tentang Waralaba. Hanyasecara formil ada hal-hal yang harus dipenuhi agar Perjanjian KerjasamaPengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum menjadisuatu Perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam PeraturanPemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
109
Pengertian waralaba menurut doktrin sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharnoko bahwa waralaba pada dasarnya adalah sebuah yang perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. 112 Pendapat lain dikemukakan oleh PH. Collin, dalam Law Dictionary yang menyatakan bahwa“Lisence to trade using a brand name ang paying royalty for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license to trade as a Franchise”. Definisi di atas menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalty. 113Pengertian lain mengenai waralaba juga terdapat dalam Black’s Law Dictionary, yaitu sebagai berikut: A special privilege granted or sold, such as to use a name or to sell products or services. In it’s simple terms, a Franchise is a licence from owner of a trademark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark. More broadly stated, a Franchise has envolved into an elaborate agreement under which the Franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance with methods and procedures prescribed by the Franchisor, and Franchisor undertakes to assist the Franchisee through advertising promotion and other advisory service. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang milik Pemberi Waralaba, dimana pihak Penerima Waralaba berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemberi waralaba.114
112
Abdul Rasyid Saliman, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta, h. 109 113 Gunawan Widjaja, 2001, Waralaba, RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan II) h. 7 114 Ibid, h. 7-8
110
Perjanjian waralaba seperti yang tercantum dalam PP Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba, dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, dapat diuraikan unsurunsurnya sebagai berikut: a. Memiliki Ciri Khas Usaha. Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (a) PP nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba, yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. b. Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan. Penjelasan pasal 3 huruf (b) PP Nomor 42 Tahun 2007 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan. c. Memiliki Standar Atas Pelayanan dan Barang Atau Jasa Yang Ditawarkan Yang Dibuat Secara Tertulis. Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (c) PP Nomor 42 tahun 2007, yang dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan dibuat secara tertulis” adalah standar secara tertulis supaya
111
Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama. d. Mudah Diajarkan dan Diaplikasikan. Penjelasan pasal 3 huruf (d) PP Nomor 42 Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan” adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik
sesuai
dengan
bimbingan
operasional
dan
manajemen
yang
berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba. e. Adanya Dukungan Yang Berkesinambungan. Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (e) PP Nomor 42 Tahun 2007, yang dimaksud dengan adanya dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari pemberi waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi. Bisnis SPBU ini telah memenuhi keseluruhan kriteria perjanjian waralaba yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan.Dengan terpenuhinya seluruh kriteria yang ditentukan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bisnis SPBU Pertamina memiliki karakteristik perjanjian waralaba.
4.2 Permasalahan Yang Timbul Pada Pelaksanaan Perjanjian Pengusahaan SPBU CODO Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan, baik dibatalkan
112
oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan. Pembatalan perjanjian ini erat kaitannya dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Tidak dipenuhinya syarat pertama dan kedua dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalannya. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat ketiga dan keempat dari Pasal 1320 KUHPerdata atau syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. 115 Dalam hal perjanjian kerjasama yang diakukan antara Pihak Pemerintah dalam hal ini PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha swasta, suatu prestasi yang diharapkan adalah untuk memberikan sesuatu dan berbuat sesuatu kepada para pihak dalam kedudukan yang sederajat. PT. PERTAMINA (Persero) berkewajiban untuk memberikan atau menyerahkan Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada pengusaha SPBU sesuai dengan pesanan yang diminta dengan menerima pembayaran harga BBM.Sedangkan mitra usaha (pengusaha) SPBU berbuat sesuatu untuk kepentingan PT. PERTAMINA (Persero) yaitu menyalurkan BBM kepada konsumen. Walaupun isi perjanjian tersebut ditentukan secara bakuoleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) akantetapi pengusaha SPBU tetap mendapat keuntungan yang disebut dengan margin dari PT. PERTAMINA (Persero). Perjanjian adhesie atau perjanjian bakutetap menghormati asas kebebasan berkontrak yang terdapat dimasyarakat.Namun demikian perludiperhatikan, bahwa kebebasan berkontrak
115
Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, h. 175-177
113
tersebuttidak bebas segala-galanyatetapi terdapat pembatasan-pembatasan. Batasan itu dapat dilihat dalam pasal 1320 KUH- Perdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu116: a). kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, dalam hal ini adalah antara pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Pengeloa SPBU dalam mengadakan perjanjian. Kesepakatannya meliputi hal-hal tertentu yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, sehingga tidak ada unsur paksaan atau penipuan. b). kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Adapun yang diperbolehkan untuk mengadakan perjanjian kerjasama pengelolaan dan penggunaan SPBU adalah mereka yang sudah dewasa dan sehat pikirannya, menurut hukum cakap untuk membuat suatu perjanjian. c). Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajibankedua belah pihak jika timbul perselisihan. Mengenai yang diperjanjikan adalahkerjasama untuk mengelola SPBU. Pengelolaan SPBU tersebut dilakukanoleh pihak pengelola SPBU dengan pengawasan dari PT. PERTAMINA (Persero), sedangyang menjadi objek dari perjanjian adalah Bahan Bakar Minyak. d). Suatu sebab yang halaladalah isiperjanjian itu sendiri harus merupakan suatu yang halal (tidak terlarang),sebab isi perjanjian itulah yang akan dilaksanakan. Perjanjian KerjasamaPengelolaan dan Penggunaan SPBU ini 116
Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 33
114
tidak bertentangan dengan undang-undang,kesusilaan dan ketertiban umum, karena tujuan diadakannya SPBUini adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotordengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Dipenuhinya unsur-unsur perjanjian seperti di atas, maka perjanjian pengelolaan SPBU CODO antara mitra usaha SPBU dengan pihak PT. PERTAMINA adalah sah menurut ketentuan Hukum Perjanjian yang berlaku di Indonesia. Sementara itu, mengenai kedudukan Pertamina berdasarkan UU Migas dianggap kontroversial karena dianggap lebih menjadikan institusi Pertamina berpihak kepada kepentingan korporasi asing. Selain UU Migas, PT Pertamina (Persero) termasuk bagian dari agenda yang diusulkan untuk dibahas dalam Hak Angket BBM. 117Sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi, kedudukan PT. PERTAMINA sangat penting, sebab minyak dan gas bumi mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Tanpa disadari, kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan PT. PERTAMINA mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Apabila PT. PERTAMINA tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan timbulnya masalah yang dapat memberatkan perekonomian rakyat. PT. PERTAMINA mempunyai kekuatan monopoli yang memang diberikan negara, karena hal ini bertujuan untuk memudahkan negara dalam pengelolaan minyak dan gas bumi.Kekuatan monopoli yang sedemikian besar harus dapat dikelola sebaikbaiknya.Kesalahan pengelolaan PT. PERTAMINA mempunyai konsekuensi yang luas, 117
Sekilas Tentang Profil BUMN PT. PERTAMINA (Persero),http://leo4kusuma.blogspot.com/2009/02/pertamina-membutuhkan-tokohreformis.html, diunduh pada 15 Juli 2013
115
tidak saja bagi PT. PERTAMINA sendiri tapi masyarakat juga terkena imbasnya, khususnya warga negara Indonesia. Akibat yang ditimbulkan oleh kesalahan pengelolaan oleh PT. PERTAMINA antara lain meningkatkan biaya produksi, macetnya distribusi minyak dan lain-lain yang mengakibatkan tersendatnya perekonomian negara. Kegiatan PT Pertamina (Persero) dalam penyelenggaraan usaha di bidang energi dan petrokimia terbagi ke dalam dua bagian, yaitu sektor hulu dan sektor hilir. Sektor hulu Pertamina menangani tugas eksplorasi dan produksi minyak, gas bumi, dan panas bumi. Sesuai dengan ketentuan pada UU No 22 Tahun 2001 Tentang Migas, Pertamina hulu tidak bekerja sendirian mengeksplorasi sumber-sumber energi, akan tetapi bermitra dengan perusahaan-perusahaan migas asing. Dirut PT Pertamina (Persero) yang dilantik pada 5 Pebruari 2009, Karen Agustiawan adalah mantan Direktur Hulu Pertamina yang menjabat sejak Maret 2004. Di sinilah kemudian UU No 22 Tahun 2001 Tentang Migas menjadi sorotan karena dianggap tidak menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan yang mandiri. Di sektor hilir, PT Pertamina (Persero) memiliki tugas pengolahan, pemasaran dan niaga, perkapalan, dan mendistribusikan produk hilir yang masuk dari luar maupun dalam negeri. Di sektor ini pula, PT Pertamina (Persero) mengusahakan ataupun melakukan kegiatan ekspor maupun impor yang mengusahakan melalui transportasi darat dan laut.118 Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta (SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan BBM Bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian 118
ibid
116
Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU).Permasalahan yang timbul dalam perjanjian pengelolaan SPBU ini merupakan hal yang diteliti dalam tulisan ini. Dalam kenyataannya ada beberapa pihak yang ingkar janji terhadap perjanjian kerjasama tersebut dan jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka perselisihan akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat. Bentuk perjanjian pengelolaan SPBU yang ada di Pertamina adalah baku (standar) dan tertulis. Meskipun Pertamina menentukan isinya, namun para pengusaha yang akan ikut dalam kerjasama pengelolaan SPBU ini dipersilakan untuk mempelajari dan membaca apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan dan kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian ini atau tidak. Perjanjian baku yang ada di Pertamina ini merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak, meskipun terdapat pembatasan terhadap asas tersebut dimana klausula dalam perjanjian tersebut ditentukan oleh salah satu pihak yaitu pihak Pertamina. Kesepakatan yang terjadi merupakan kesepakatan yang bersifat semu.Meskipun demikian, secara hukum perjanjian tersebut tetap sah. Penerapan perjanjian kerjasama SPBU CODO di masyarakat yang berbentuk perjanjian baku juga dapat menimbulkan permasalahan. Dalam praktek pengadaan bahan bakar minyak, banyak sekali terdapat hambatan-hambatan yang terjadi, antara lain lemahnya posisi SPBU dalam menghadapi (Pertamina). Sebagai contoh, karena perjanjian telah dibuat secara tulis atau standar maka sering kali terjadi masalah dimana isi perjanjian kurang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.Selain itu sering kali dalam pelaksanaan pengadaan bahan bakar tersebut timbul perselisihan diantara para pihak dan bukan hal yang luar biasa jika pihak Pertamina atau Pemerintah
117
melakukan praktek wanprestasi yang merugikan pihak SPBU. Tetapi jika hal ini dilakukan oleh pihak SPBU akibatnya akan fatal. Permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan bahan bakar seperti bentukwanprestasi
yang
dilakukan
para
pihak
dan
penyelesaiannya
dapat
diketahui,jugauntuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik PT. PERTAMINA maupun SPBU, salah satunya SPBU CODO.119 Salah satu contoh kasus yang terjadi belum lama ini, seperti yang diunggah dari situs www.hukumonline.com dengan judul “Pemilik SPBU Gugat Pertamina” dimana kasus ini bermula dari Pertamina membatalkan kontrak sepihak dengan landasan surat kerjasama bukan akta. Dinilai ingkar janji, PT Pertamina (Persero) digugat pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Umum (SPBU), Mulyani Siti Sundari.Pertamina dinilai telah melanggar perjanjian dengan memutuskan perjanjian sepihak. Menurut penggugat, kedua pihak melakukan kerjasama menggunakan Akta No.29 Tanggal 27 April 2007 tentang Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU). Namun, ketika memutuskan kerja sama, Pertamina menggunakan Surat Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan SPBU 34.17535, No.SPJ-006/F13100/2009-S3 tanggal 16 Januari 2009. Penggugat menilai, penggunaan surat perjanjian kerja sama oleh Pertamina sebagai landasan mengakhiri kontrak bisnis, tidak sah. Pasalnya, surat perjanjian
119
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26684/4/Chapter%20I.pdf, diunduh pada 20 Juli 2013
118
tersebut merupakan perjanjian di bawah tangan yang tidak memiliki akta perjanjian.Penggugat juga gerah dengan tindakan sepihak Pertamina itu. Menurutnya, alasan Pertamina mengakhiri kerja sama dengan mendalilkan bahwa penggugat telah mengalihkan SPBU kepada pihak lain. Menurut salah satu kuasa hukum penggugat Halim Darmawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa“Padahal hingga hari ini, fakta hukumnya penggugat tidak pernah mengalihkan SPBU Pertamina yang terletak di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi kepada pihak manapun,”. Pengakhiran perjanjian secara sepihak dianggap telah melanggar Pasal 9 ayat (2) Akta No.29 Tanggal 27 April 2007.Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Akta No. 29 Tanggal 27 April 2007, pengakhiran perjanjian hanya dapat dilakuan jika para pihak sepakat untuk mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan PIHAK PERTAMA melalui tahap surat peringatan pertama, kedua dan ketiga berhak untuk mengakhiri perjanjian ini secara sepihak dalam hal terdapat keadaan atau pihak kedua melakukan hal-hal berikut: 1.
PIHAK KEDUA memberikan keterangan yang tidak benar atau merugikan kepentingan PIHAK PERTAMA;
2.
PIHAK KEDUA melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ketentuan yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA;
3.
PIHAK KEDUA melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan PIHAK
PERTAMA,
termasuk
menciptakan
citra
negativ
PIHAK
PERTAMA. Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Akta No.29 Tanggal 27 April 2007, membuktikan bahwa tergugat telah mengingkari dirinya sendiri.Karena hingga hari ini, penggugat
119
tidak pernah mengajukan permohonan persetujuan pengalihan SPBU miliknya ke pihak manapun. Kuasa Hukum Penggugat kembali menyatakan bahwa“Tidak mungkin klien kami mengalihkan SPBU,” Halim menunjuk perjanjian No.29 Tanggal 27 April 2007 Pasal 5 ayat (10), tertulis, pihak kedua dilarang mengalihkan atau memindahtangankan, menguasakan sebagian atau seluruh fasilitas SPBU dan/atau hak pengelolaan SPBU tersebut kepada pihak lain, kecuali atas persetujuan pihak pertama. Kasus ini bermula ketika Asep Karyanto menggunakan Sertifikat Hak Milik atas SPBU beserta tanah sebagai agunan untuk meminjam sejumlah uang kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI).SHM ini merupakan milik bersama yang di atasnamakan Mulyani Siti Sundari dan Asep Karyanto.Peminjaman ini tanpa diketahui oleh Mulyani Siti Sundari.Seperjalanan proses itu, Asep tidak mampu menyelesaikan kredit kepada BRI sehingga BRI berinisiatif mengumumkan proses lelang terhadap agunan tersebut di media cetak. Aset yang dilelang dimenangkan Dendi.Dia lalu tertarik mengikuti lelang yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2010 lalu, dan akhirnya berhasil membeli dengan nilai Rp7 Miliar. Menurut Halim, pihaknya telah berusaha mencegah agar pelelangan ini jangan dilakukan sebelum di musyawarahkan, namun pihak BRI tidak mengindahkan permintaan tersebut. “Kami telah mencoba meminta penangguhan pelelangan dan dibicarakan terlebih dahulu sehari sebelum pelelangan, namun tidak diubris oleh BRI,” tuturnya.Berdasarkan keterangan Halim, kliennya menjadi berang ketika Dendi, pemenang lelang, melakukan pemasokan bensin di SPBU miliknya yang sebelumnya telah dilakukan pemblokiran penebusan Bahan Bakar Minyak/Bahan Bakar Khusus dari
120
Pertamina per tanggal 25 Maret 2010. Padahal, SPBU tersebut masih dimiliki oleh kliennya secara hukum dengan menguasai akta asli. Tertanggal 24 Maret 2011, pihak Pertamina mengirimkan surat Nomor 357/F33200/2011-S3 perihal Pengakhiran Perjanjian SPBU 34.17535, yang menyatakan bahwa PT. PERTAMINA secara sepihak mengakhiri Perjanjian Kerja Sama SPBU antara PT. PERTAMINA dengan penggugat mulai tanggal 31 Maret 2011.Karena merasa tidak pernah mengalihkan SPBU tersebut ke tangan pihak lain, pihak Mulyani Siti Sundari mengajukan gugatan kepada Pertamina, karena pemutusan kerja sama secara sepihak oleh Pertamina, pihak penggugat mengalami kerugian materiil kurang lebih senilai Rp3,2 Miliar dan kerugian immaterial mencapai Rp10 Miliar. Dalam ruang sidang, Pertamina menghadirkan Dendi sebagai pemenang lelang. Dalam kesaksiannya ia mengaku bahwa pada awal pembelian lelang, ia tidak mengetahui persoalan perjanjian antara pihak Mulyani Siti Sundari dengan Pertamina. Ketika disidangkan, ia pun mengaku tidak mengetahui perkara yang tengah dihadapi oleh kedua pihak.120Contoh kasus seperti telah diuraikan di atas inilah yang terjadi dimasyarakat dengan penggunaan klausula baku dalam pembuatan perjanjian kerjasama PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU. Dalam hal ini tentunya pihak pengusaha SPBU menjadi dirugikan, karena posisinya lemah dibandingkan dengan pihak PT. PERTAMINA.
4.3 Perlindungan Hukum Bagi Calon Mitra Usaha SPBU Atas Klausula Baku Dalam Perjanjian Pengusahaan SPBU CODO
120
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eddcb436b51e/pemilik-spbugugat-pertamina, diunduh pada 20 juli 2013
121
Salah satu fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan antara Negara atau masyarakat dengan warganya serta hubungan antara sesama warga masyarakat. Agar tercapai fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, maka tidak hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut kedalam praktek hukum. Dengan kata lain,diperlukan adanya jaminan akan penegakan hukum (law enforcement) yang baik.121 Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Dengan adanya tiga unsur tersebut maka masyarakat termasuk pengusaha SPBU CODO secara yuridis diakui hak-hak untuk mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari negara hukum, perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pemerintah baik perbuatan penguasa yang
berlaku
telah
melanggar
kepentingan
dalam
masyarakat
yang
harus
diperhatikannya. Ada dua macam perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum yang bersifat Preventif dan Represif antar lain: 1. Perlindungan Hukum Preventif. Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini
121
Munir Fuadi, 2003. Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum). PT Citra Aditya Bakti. Cet I, Bandung , hal 40.
122
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Tindakan preventif adalah tindakan pencegahan 122 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum Represif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran Konsep perlindungan hukum seperti di atas juga berlaku dalam kaitan dengan hubungan antara pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak ketiga yang menyenggarakan usaha SPBU CODO. Suatu perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) adalah Badan Hukum, konsekuensi hukumnya PT dipersamakan sebagai subjek hukum (person recht) yang memiliki kedudukan yuridis mandiri. Artinya, suatu PT dapat melakukan perbuatan hukum dalam lalu lintas harta kekayaan dan memperoleh hak serta tanggung jawab hukum terhadap perbuatan tersebut.Landasan yuridis bagi PT di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 (UUPT). Mengenai PT yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur pula melalui UndangUndang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.Dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN dijelaskan bahwa perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
122
Hadjon dkk,2002, Pengantar Administrasi Negara, Penerbit Gajah Mada University, Yogyakarta.hal. 35
123
Pertamina sebagai salah satu BUMN pada awalnya didirikan dengan bentuk Perusahaan Negara berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan minyak dan Gas Bumi Negara dengan tujuan untuk melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat
dan
negara
serta
menciptakan
ketahanan
nasional.
Dalam perjalanannya, berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) jo. PP. No. 31 Tahun 2003 tertanggal 19 Juni 2003 (PP Pertamina), Pertamina beralih bentuk menjadi PT Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian Pertamina tunduk pada peraturanperaturan mengenai Persero. Sehari setelah perubahan pada Pertamina tersebut, UU BUMN diundangkan sehingga Pertamina juga tunduk pada UU BUMN dan peraturan pelaksanaannya (PP No. 45 Tahun 2001-PP Persero). UU BUMN yang dijabarkan dengan PP Persero menetapkan bahwa terhadap Persero, berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian sebagai konsekuensinya organ PT Persero terdiri dari RUPS, Direksi dan Komisaris.Dalam hal saham PT Persero seluruhnya dimiliki oleh negara maka berdasarkan Pasal 14 UU BUMN menteri bertindak selaku RUPS PT Persero tersebut. Pertamina, yang seluruh sahamnya dimilliki oleh negara, berdasarkan Pasal 1 PP No. 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Persero, Perum dan Perjan Kepada Menneg BUMN, kewenangan untuk menyuarakan kepentingan negara melalui RUPS diberikan kepada Menneg BUMN.
124
Keberadaan organ PT merupakan sarana untuk mencapai tujuan PT tersebut sehingga tindakan organ PT dalam kapasitasnya mewakili, untuk, dan atas nama PT tersebut adalah tindakan PT (corporate action). Suatu akibat hukum corporate action baik itu membawa keuntungan maupun kerugian bagi PT tersebut merupakan suatu hal yang wajar dan merupakan konsekuensi bagi PT itu sendiri, artinya corporate action tersebut berada pada tanggungjawab PT sebagai entitas yang yuridis mandiri. Organ PT dalam hal ini pada asasnya secara yuridis tidak bertanggungjawab terhadap konsekuensi apapun dari corporate action yang diwakilinya.Corporate action pada asasnya adalah perbuatan PT itu sendiri sebagai entitas yang yuridis mandiri.123 PT. PERTAMINA merupakan Badan Usaha Milik Negara yang diwajibkan menerapkan prinsip Good Corporate Governance dalam menjalankan usahanya.Prinsip Good Corporate Governance lebih dapat diterapkan pada perusahaan publik dan BUMN.Hal ini dikarenakan adanya kepentingan pemegang saham yang perlu dilindungi dalam perusahaan publik dan BUMN.Perusahaan perorangan atau perusahaan keluarga, pemegang sahamnya tidak terlalu banyak, sementara dalam perusahaan publik atau BUMN yang menjadi pemegang sahamnya sebagian besar adalah pemerintah.Hal ini mengakibatkan perlunya segera diterapkan Good Corporate Governance dalam perusahaan publik dan BUMN, khususnya pada PT. PERTAMINA. Penerapan prinsip good corporate governance dalam PT. PERTAMINA diperlukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan kearah yang lebih baik dan juga menjamin serta melindungi
123
Yakub Adi Kristanto, 2007, Persekongkolan Tender & Korupsi Dalam Kasus Divestasi VLCC Pertamina, Jurnal Hukum Bisnis Volume 26, No. 4 Tahun 2007, h. 69
125
kepentingan semua stakeholders dalam PT. PERTAMINA sebagai BUMN.124 Dengan menerapkan mekanisme good corporate governance pada PT. PERTAMINA secara efektif maka semua kepentingan stakeholder pasar modal (pemegang saham), stakeholders pasar produk (pelanggan dan pemasok) dan stakeholders organisasional (karyawan manajerial dan non-manajerial) dapat terlindungi.125 Selanjutnya secara umum PT. PERTAMINA memiliki dua jenis SPBU, yaitu SPBUyang dikelola sepenuhnya oleh Pertamina (COCO) dan SPBU Pertamina yang bekerjasama dengan pihak swastaSPBU CODO merupakan bentuk kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan pihak swasta yang merupakan perwujudan dari perjanjian waralaba. Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODO antara PT. PERTAMINA dengan Pengusaha swasta dibuat dalam bentuk perjanjian dengan klausula baku. Penggunaan klausula baku membuat pengusaha menjadi tidak memiliki posisi tawar dengan PT. PERTAMINA. Dalam perjanjian kerjasama SPBU CODO PT. PERTAMINA menyatakan adanya pengalihan tanggungjawab dari Pertamina kepada pihak swasta selaku pengelola SPBU, namun ketentuan tersebut dianggap batal demi hukum karena telah melanggar Pasal 18 ayat (1) jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Maka dalam hal ini PT. PERTAMINA tetap bertanggungjawab atas kualitas premium sebagai suatu produk yang dihasilkannya. Disamping itu, ketika dihadapkan pada akibat dari suatu perjanjian, maka Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata menyatakan: “suatu perjanjian hanya berlaku 124
Wilson Arafat, Op.cit., h. 10 Amin Widjaja Tunggal, 2007, Corporate Governance: Suatu Pengantar, Harvarindo, Jakarta, h. 15 125
126
antara pihak-pihak yang membuatnya.” Lebih lanjut dalam ayat (2) menyatakan bahwa “suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317.” Berdasarkan uraian pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa Perjanjian Kerjasama SPBU ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya, yaitu PT. PERTAMINA dan pihak swasta selaku pengelola SPBU.Selain itu perjanjian kerjasama SPBU tersebut juga tidak dapat membawa kerugian bagi pihak ketiga, yaitu dalam hal ini konsumen.Dalam hal terjadi tuntutan atas produk yang dihasilkan oleh PT. PERTAMINA dan dipasarkan oleh pihak swasta selaku pengelola SPBU, maka perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pihak pengelola SPBU dengan adanya ketentuan pengalihan tanggungjawab sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (2) Perjanjian Kerjasama SPBU, karena ketentuan tersebut telah secara nyata dapat merugikan konsumen, maka pihak konsumen menuntut tanggungjawab kepada PT. PERTAMINA sesuai ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) jo Pasal 24 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. PT. PERTAMINA tidak begitu saja dapat mengalihkan tanggungjawabnya pada pihak pengelola SPBU. Perjanjian kerjasama SPBU yang dibuat dalam bentuk baku ini juga harus memberikan perlindungan hukum bagi pengelola SPBU CODO. Bagi pengusaha meskipun belum mendapat tempat yang memadai seperti harga jual masih ditentukan oleh Pertamina.Perlindungan hukumnya nampak dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”Sehubungan dengan klausula bakudalam perjanjian kerjasama
127
SPBU CODO, pengusaha mendapat perlindungan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Pasal 18 ayat (1) UndangUndang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan Klausula Baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: 1) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; 2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran; 5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen; 6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
128
8) Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; Ada banyak kendala yang dihadapi seperti masalah peralatan SPBU, teknis pengiriman, human error. Upaya penyelesaian dapat dilakukan dengan memastikan peralatan SPBU dalam keadaan siap pakai, armadapengangkutan yang memenuhi standar. Terhadap masalah human error dapat diantisipasi dengan memilih calon mitra kerjasama secara teliti sehingga tujuan kerjasama pengelolaan SPBU ini dapat tercapai. Pada pihak lain, dalam perkembangan kegiatan bisnis tidak dapat dihindari terjadinya sengketa (dispute) antarpihak yang terlibat di dalamnya. Adanya sengketa ini dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak efisien, penurunan produktivitas, kemandulan dunia bisnis, dan biaya produksi yang meningkat. Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur dan sebagainya yang dilakukan melalui proses litigasi. Proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu dengan yang lainnya, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Dengan meningkatnya hubungan bisnis dengan adanya modal asing dalam sector perekonomian yang disertai pemahaman bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat memakan waktu yang lama, membuat kebutuhan akan sistem penyelesaian sengketa yang efektif, efisien dan cepat menjadi meningkat. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya penyelesaian sengketa
129
yang timbul di antara para pihak melalui Badan Arbitrase menjadi meningkat. Terdapat kecenderungan untuk lebih memilih penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase dalam setiap perjanjian perdata yang terjalin di antara para pihak daripada menempuh jalur peradilan.
130
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikutt: 1. Kedudukan PT. PERTAMINA sebagai badan usaha milik negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pertamina sebagai pemerintah dalam melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak swasta merupakan hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak. Hal yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut bersifat mengikat, sehingga dalam hal ini pemerintah sebagai badan hukum publik yang menundukkan dirinyasebagai badan hukum privat dalam melakukan perjanjian kerjasama G to P ( government to private )CODO. Sebagai suatu perusahaan BUMN PT. PERTAMINA tidak terlepas dari keharusan untuk menjalankan prinsip Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik dalam menjalankan perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU khususnya SPBU CODO. 2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan Dalam perjanjian kerjasama SPBU CODO perlindungan hukum bagi Pertamina disamping terdapat dalam ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga banyak tertera dalam perjanjian kerjasama ini seperti Pertamina berhak mengakhiri perjanjian, jika pengusaha melanggar peraturan yang berlaku dan memberikan keterangan yang tidak benar sekaligus berhak untuk memberikan
131
sanksi kepada pengusaha. Sedangkan perlindungan hukum bagi pihak mitra usaha SPBU dalam perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula baku yaitu berdasarkan ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sehingga baik pihak PT. PERTAMINA maupun pengusaha SPBU harus menjalankan perjanjian kerjasama SPBU CODO ini dengan iktikad baik. Perlindungan hukum bagi pengusaha SPBU juga tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, pencantuman klausula baku dalam perjanjian SPBU CODO antara PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU tentunya tidak boleh memuat klausula yang bertentangan dengan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang ini.
5.2 Saran-saran Adapun saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian yang dilakukan dalam tesis ini yaitu: 1. PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara dalam membuat perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU dalam bentuk perjanjian baku hendaknya juga memperhatikan kepentingan dari pihak calon mitra usaha SPBU tersebut. Sehingga kaidah kaidah dalam hukum, perdata tidak diabaikan serta jangan sampai terdapat perjanjian baku yang berklausula eksonerasi dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU tersebut sehingga mengakibatkan kerugian dikemudian hari bagi pihak calon mitra usaha SPBU.
132
2. Bagi calon mitra usaha SPBU yang hendak melakukan perjanjian kerjasama SPBU CODO dengan PT. PERTAMINA agar memahami betul setiap klausula-klausula yang ditawarkan dalam perjanjian baku yang telah dibuat oleh PT. PERTAMINA, karena bentuknya yang baku sehingga pihak pengusaha tidak akan memiliki posisi tawar dalam perjanjian ini. 3. Kementrian mengatur
ESDM
perlu
penyelenggaraan
menetapkan perjanjian
ketentuan-ketentuan CODO
yang
yang
memberikan
keseimbangan antara PT. Pertamina dengan mitra usaha SPBU sesuai asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUH Perdata. 4. PT. Pertamina dalam pembuatan suatu perjanjian yang berklausula baku dengan mitranya hendaknya dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku agar tidak batal demi hukum.