1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap hari kita di suguhi berita tentang tindakan amoral anak-anak dan remaja. Merebaknya isu-isu moral dikalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), tawuran pelajaran, pornografi, pengeroyokan, dan pencurian serta perampokan. Permasalahan lain yang dihadapi remaja dan pelajar indonesia adalah ketakutan terhadap penularan HIV/AIDS. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana, karena tindakan tersebut sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Ada apa dengan bangsa ini ? Apa yang terjadi dengan generasi muda kita ? Apakah anak didik kita tidak lagi terdidik ? Banyak pihak menanggapi fenomena di atas. Kritik terhadap sistem pendidikan dan pembelajaranpun dilayangkan. Pendidikan kita dinilai terlalu menonjolkan kognisi tetapi minus emosi dan moral. Sebagian bahkan menilai pendidikan kita terkesan mekanistik, full hafalan, dan mematikan kreativitas siswa. Alih-alih membenahi moral, membuat siswa pintar saja tidak (Musfiroh, 2008:25) Pakar pendidikan nilai, Djahiri (1995) berpendapat bahwa pendidikan dan pengajaran yang merupakan upaya pembermaknaan seluruh potensi cognitive, affective dan psikomotor, belum menyentuh dunia hati/qolbu, sehingga hasil didikannya berupa anak-anak yang pintar, cerdas dan berhasil dalam hidupnya, namun afeksinya tumpul, hatinya hitam kelam, hanya otaknya yang padat dengan
2
ilmu dan teori serta mahir akan seni dalam hidup modern ini. Kondisi diatas tentu saja mencemaskan berbagai pihak, salah satunya Lickona (1992), yang menyatakan bahwa terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa, yaitu : meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; ketidakjujuran yang membudaya; semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru dan figur pemimpin; pengaruh peer group terhadap
tindakan
kekerasan;
meningkatnya
kecurigaan
dan
kebencian;
penggunaan bahasa yang memburuk; penurunan etos kerja; menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; meningginya perilaku merusak diri; dan semakin kaburnya pedoman moral. Dengan adanya berita yang sering terdengar tentang kenakalan, tawuran, dan kriminalitas yang dilakukan remaja, kita boleh menilai apakah bangsa kita sudah memiliki “tanda-tanda zaman” tersebut. Jika benar adanya, apakah bangsa kita sudah dekat dengan kehancuran? Terjadinya dekadensi moral pada generasi muda adalah cerminan dari krisis karakter dari seluruh bangsa. Maka diperlukan perubahan mendasar dari paradigma pendidikan kita, yang tadinya sangat cognitive oriented (penggunaan otak kiri dominan), kepada pengikutsertaan pembentukan karakter (otak kanan) karena karakter yang baik sangat menentukan keberhasilan kognitif anak. Hal tersebut sejalan dengan temuan lapangan yang diungkapkan Sudarman (2007) bahwa pembelajaran disekolah kurang diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki siswa, termasuk didalamnya kurang bahkan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
3
pengetahuannya sendiri. Proses pendidikan kita kurang diarahkan untuk membentuk manusia cerdas yang memiliki kemampuan memecahkan masalahmasalah kehidupan. Disisi lain Branson (1998:14) menyatakan bahwa perhatian terhadap pendidikan karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan sudah cukup lama di Amerika Serikat. Tugas mengembangkan pendidikan karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan
dilakukan
secara
bersama-sama
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan sifat-sifat karakter privat dan karakter publik. Ciri-ciri karakter privat meliputi tanggung jawab moral, disiplin pribadi, dan hormat kepada orang lain dan martabat manusia. Sedangkan ciri-ciri karakter publik meliputi publicspiritedness, civility, respect for law, critical-mindedness, and willingness to negotiate and compromise. Karakter publik ini sering dinamakan pula karakter kolektif atau karakter bangsa. Kader bangsa masa depan harus unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial. Mereka dapat berpartisipasi aktif dalam aktualisasi dan institusionalisasi masyarakat madani di Indonesia. Menurut Razak (2000:3), manusia unggul abad 21 adalah manusia yang memiliki kemandirian yang mencakup tiga dimensi, yaitu: 1. Dimensi transendental, yang diterjemahkan dalam bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, beradab dan berakhlak mulia. 2. Dimensi kemampuan pribadi, atau kemampuan profesional termasuk kemampuan untuk mengembangkan indigeneous knowledge yang ada di lingkungannya dan kemampuan untuk menterjemahkan informasi menjadi knowledge; dan 3. Dimensi kesadaran interkoneksitas, yaitu kesadaran akan perlunya dan kemampuan untuk melakukan kerjasama antar personal, interdisiplin, antar
4
wilayah dalam memanfaatkan kemampuan profesional yang dimiliki dan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Termasuk dalam dimensi ini adalah kemampuan untuk memahami dan meresapi nilai-nilai universal seperti transparansi, hak asasi manusia, demokrasi, dan sebagainya.
Tuntutan kemampuan manusia unggul generasi penerus bangsa tersebut harus mendapat perhatian dan perlu disiapkan sedini mungkin dengan nation building dan character building. Sebenamya hal tersebut sudah dikumandangkan oleh Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno. Beliau juga menekankan prinsip berdaulat dalam politik, berdiri di kaki sendiri (berdikari) dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Bung Karno juga mengatakan bahwa kaum imperialis ingin moral bangsa hancur melalui penetrasi kebudayaan Namun sejak diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan (persekolahan
maupun
perguruan
tinggi),
Pendidikan
Kewarganegaraan
menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan (2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya (Budimansyah, 2009:21) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang persekolahan akan mampu membentuk karakter jika dilakukan secara kontekstual, bukan tekstual.
Bukan
suatu
rahasia
lagi,
bahwa
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan selama ini lebih menitik beratkan pada tekstual daripada
5
kontekstual dan diberikan secara indoktrinasi, sehingga pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya terjadi informasi dan komunikasi satu arah, dimana siswa pasif dan hanya mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru, akibatnya siswa hanya memperoleh materi yang sifatnya hafalan saja dengan mengorbankan pengembangan critical thinking, yang tidak banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasan atau pikiran-pikirannya .Dengan demikian, pendekatan pembelajaran seperti itu akan sulit untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
termasuk
dalam
rangka
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selama ini proses belajar-mengajar Pendidikan Kewarganegaraan lebih berorientasi pada pengembangan kognitif siswa ini pun masih bersifat kognitif rendah, padahal karakter Pendidikan Kewarganegaraan ini lebih terfokus pada aspek afektif dan psikomotor. Akibatnya guru hanya banyak memberikan materi pembelajaran yang sifatnya hafalan. Sementara aspek afektif tidak tersentuh apalagi psikomotor. Oleh karena itu, tidak heran apabila perilaku siswa tidak berubah kearah yang diharapkan, begitu juga kemampuan berpikir kritis siswa kurang tampak. Apabila fenomena seperti itu yang ada, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan telah gagal mengembangkan potensi siswa sebagai makhluk berpikir. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Djahiri (2002:93) bahwa: ”salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah pola/strategi pembelajarannya, dimana siswa bukan hanya belajar tentang hal ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktek, dilatih uji coba dan mahir serta mampu membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan”.
6
Jadi, dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu bukan hanya memberikan informasi yang bersifat kognitif semata,
tetapi harus menitik
beratkan pada aspek afektif dan psikomotor. Hal ini yang sampai sekarang belum mampu dilaksanakan oleh guru secara optimal, sehingga pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hampir tidak ada bedanya dengan pembelajaran mata pelajaran lainnya, padahal Pendidikan Kewarganegaraan ini mempunyai karakter berbeda dangan mata pelajaran lain, akibatnya kualitas Pendidikan Kewarganegaraan hanya dilihat dari segi kognitif siswa semata.Dampak perkembangan Iptek terhadap proses pembelajaran adalah diperkayanya sumber dan media pembelajaran, seperti buku teks, modul, overhead transparansi, film, video, televisi, slide, sketsa, hypertext, web, dan sebagainya. Guru profesional dituntut mampu memilih dan menggunakan berbagai jenis media pembelajaran yang ada di sekitarnya. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Berdasarkan kenyataan diatas, dapat diasumsikan bahwa pembelajaran konsep demokrasi dengan menggunakan sketsa kewarganegaraan yang tepat sangat efektif membantu siswa dalam membangun karakter unggul. Karena karakter merupakan gabungan kebiasaan-kebiasan dimana pembangunannya
7
memerlukan waktu yang lama dan berkesinambungan , maka disamping proses belajar dikelas, perlu suatu metode dan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar, disamping itu bahan ajar akan lebih bermakna karena mudah dipahami oleh siswa, dapat memberikan pengalaman nyata bagi siswa, siswa lebih banyak belajar tidak hanya mendengarkan, menuntun berpikir kongkrit, yang pada akhirnya mempermudah proses belajar dan pembelajaran. Dasar pemikiran inilah yang menjadikan motivasi peneliti untuk mengungkap kondisi faktual yang terjadi, sehingga mengambil judul penelitian “ Pengaruh Pembelajaran Konsep Demokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan Terhadap Upaya Membangun Karakter Unggul Siswa SMA”.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu : “Bagaimanakah Pengaruh Pembelajaran Konsep Demokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan Terhadap Upaya Membangun Karakter Unggul Siswa SMA” Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan, maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah sebagai berikut: 1.
Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual, emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)?
8
2.
Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual, emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)?
3.
Apakah
terdapat
perbedaan
antara
hasil
pre-test
dengan
post-test
pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual, emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi pada siswa kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran konsep demokrasi berbasis sketsa kewarganegaraan ? 4.
Apakah
terdapat
perbedaan
antara
hasil
pre-test
dengan
post-test
pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual, emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi pada siswa kelas kontrol tanpa perlakuan? 5.
Apakah terdapat perbedaan karakter
antara siswa yang menggunakan
pembelajaran konsep demokrasi berbasis sketsa kewarganegaraan dengan yang tanpa perlakuan pada pengukuran akhir (post-test)? Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka variabel dan definisi operasional dalam penelitian adalah : 1.
Variabel Penelitian
Variabel X
: Pembelajaran Konsep Demokrasi Dengan Berbasis Sketsa
Kewarganegaraan yang meliputi : Pengetahuan (Knowledge ), Sikap/Pendapat (Attitudes/Opinions),
dan
Kecerdasan
(Intellectual, emotional and spiritual Berpartisipasi Demokrasi.
(Partisipatory
Skills)
Intelektual,
Emosional,
Spiritual
Intelligence) serta Keterampilan kewarganegaraan
Tentang
Konsep
9
Variabel Y
: Karakter Unggul Siswa yang meliputi : Pengetahuan tentang
moral (Moral Knowing), Perasaan/sikap moral (Moral Feeling/Loving) dan Perilaku/tindakan moral (Moral Action). Gambaran pola hubungan antar variabel penelitian dapat di lihat pada gambar berikut ini : Gambar 1.1. Hubungan antar variabel penelitian
Pengetahuan (Knowledge) Kewarganegaraan (X1)
Sikap/Pendapat (Attitudes/Opinions) Kewarganegaraan (X2)
Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual (Intellectual, Spiritual and Emotional Intelligence) Kewarganegaraan (X3)
Karakter Unggul (Y)
Keterampilan Berpartisipasi (Partisipatory Skills) Kewarganegaraan (X4)
2.
Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat 2 Variabel yaitu Variabel bebas (X)
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan konsep demokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan dan Variabel Terikat (Y) Karakter Unggul siswa. Dalam hal ini disampaikan definisi operasional seperti dibawah ini :
10
1). Pembelajaran Konsep Demokrasi Pembelajaran konsep demokrasi dalam penelitian ini adalah pembelajaran konsep demokrasi yang : a. Menerapkan aspek pengetahuan (Knowledge) adalah proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang memuat materi substansi yang harus diketahui oleh warganegara.
Adapun jenis pengetahuan yang harus
diketahui oleh siswa dalam penelitian ini meliputi : 1). Konsep demokrasi 2). Konsep kewarganegaraan demokratis.
3). Memfungsikan demokrasi.
4). Pengaruh masyarakat pada individu. 5). Pengambilan keputusan politik dan pembuatan Undang-undang. 6). Hak-Hak dan kewajiban warganegara. 7).
Peran partai politik dan kelompok kepentingan.
8). Pilihan untuk
partisipasi dalam pengambilan keputusan. 9). Bagaimana mempengaruhi untuk pembuatan kebijakan. 10). Masalah-masalah politik saat ini. b. Menerapkan aspek Sikap/Pendapat (Attitudes/Opinions) adalah proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menuntut keberanian siswa untuk memiliki sikap/pendapat dan komitmen yang berhubungan dengan konsep-konsep demokrasi. Adapun jenis sikap/pendapat yang harus dimiliki oleh siswa dalam penelitian ini meliputi: 1). Perhatian terhadap persoalan-persoalan
sosial
dan
politik.
2).
Identitas
nasional.
3). Menghormati demokrasi. 4). Menuju warganegara yang demokratis. 5). Kepercayaan politik (political confidence). 6). Kemanjuran politik (political efifacy). 7). Disiplin pribadi. 8). Loyalitas.
9). Toleransi dan
11
mengenali
prasangka
sendiri.
10).
Menghormati
orang
lain.
11). Menghargai peradaban bangsa. 12). Nilai-nilai perjuangan bangsa. c. Menerapkan aspek (Intellectual,
Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual
Emotional
And
Spiritual
Intelligence)
adalah
proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun Kecerdasan Intelektual, Spiritual dan Emosional itu dalam penelitian ini berupa keterampilan mengidentifikasikan dan mendeskripsikan, menjelaskan dan menganalisis, mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik
yang meliputi :
1). Mengumpulkan dan menyerap informasi politik melalui beragam media. 2).Pendekatan 3).Keterampilan
kritis
terhadap
berkomunikasi
informasi, (dapat
kebijakan
dan
mengemukakan
berita. alasan,
berargumentasi, dan menyatakan pandangan) 4). Menjelaskan proses, institusi, fungsi, tujuan dll. 5). Mengambil jalan penyelesaian konflik tanpa kekerasan. 6). Mengambil tanggung jawab.
7). Kecakapan menilai.
8). Membuat pilihan, mengambil posisi. d.
Menerapkan aspek Keterampilan Berpartisipasi adalah
proses
pembelajaran
Pendidikan
(Partisipatory
Kewarganegaraan
Skills) yang
dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan
12
dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun keterampilan Berpartisipasi itu dalam penelitian ini berupa keterampilan berinteraksi, memantau, dan mempengaruhi meliputi : 1). Mempengaruhi kebijakan dan
keputusan (membuat petisi dan lobi). 2).
Membangun koalisi dan bekerjasama dengan organisasi. 3). Ambil bagian dalam diskusi publik.
4). Partisipasi dalam proses sosial dan politik
(anggota partai politik, kelompok kepentingan, voting, menulis surat kepada pejabat, demonstrasi 2).
Sketsa Kewarganegaraan . Sketsa adalah gambar yang sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokoknya tanpa detail. (Arsyad, 2002:115) Adapun yang dimaksud dengan sketsa Kewarganegaraan dalam penelitian ini merupakan media visual dan audiovisual yang ditampilkan dalam bentuk gambargambar, tulisan-tulisan, atau video dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian dalam pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan,
berfungsi
untuk
untuk menarik
perhatian, memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta untuk meningkat daya kritis dan kreatif siswa. 3). Karakter Unggul Siswa. Karakter seseorang dapat berkembang manakala terdapat proses organik yang manusiawi, hal ini diungkapkan secara lebih lugas Lickona (1992: 28) menyebutkan bahwa education had two great goals to help people become smart
13
and to help them become good, sehingga karakter yang utuh akan mencakup kemampuan mengetahui hal-hal yang baik, menginginkan kebaikan untuk sesama, dan melakukan kebaikan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. Lebih lanjut Licklona (1992:53) menyebutkan 3 dimensi karakter unggul seeorang yang meliputi : a. Pengetahuan tentang moral (Moral Knowing). Yang dimaksud dengan Moral Knowning dalam penelitian ini memiliki enam unsur, yaitu kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil/menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Keenam unsur adalah komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah kognitif mereka. b. Perasaan/sikap (Moral Loving/feeling) Yang dimaksud dengan Moral Loving atau Moral Feeling dalam penelitian ini
merupakan penguatan aspek emosi iswa untuk menjadi manusia
berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati.
14
c.
Perilaku/tindakan Moral (Moral Acting) Yang dimaksud dengan Moral Acting dalam penelitian ini adalah perwujudan dari Moral Knowing dan Moral Loving/Feeling dalam bentuk Competence, will dan habit.
Tabel 1.1. Penjabaran Variabel X dan Y VARIABEL DIMENSI INDIKATOR ALAT UKUR Pembelajaran Pengetahuan 1. Konsep demokrasi. Di ukur dalam Konsep (Knowledge) 2. Konsep kewarganegaraan pilihan ganda demokratis. Demokrasi Kewarganegaraan dengan 5 dengan Berbasis tentang konsep 3. Memfungsikan demokrasi alterrnatif Sketsa demokrasi (termasuk masyarakat jawaban. Kewarganegaraan (X1) sipil) 4. Pengaruh masyarakat pada (X ) individu. 5. Pengambilan keputusan politik dan pembuatan Undang-undang. 6. Hak-Hak Asasi Manusia dan kewajiban warganegara 7. Peran partai politik dan kelompok kepantingan. 8. Pilihan untuk partisipasi dalam pengambilan keputusan. 9. Bagaimana mempengaruhi untuk pembuatan kebijakan. 10.Masalah-masalah politik saat ini. Sikap/Pendapat 1. Perhatian terhadap Diukur dengan (Attitudes/ persoalan-persoalan sosial menggunakan Opinions) dan politik. instrumen Kewarganegaraan 2. Identitas nasional. skala sikap tentang konsep 3. Menghormati demokrasi. Likert. 4. Menuju warganegara yang demokrasi (X2) demokratis. 5. Kepercayaan politik (political confidence) 6. Kemanjuran politik (political efifacy)
15
Keterampilan Intelektual, Emosional dan Spiritual (Intellectual, emotional and spiritual Intelligence ) Kewarganegaraan tentang konsep demokrasi (X3)
Keterampilan Berpartisipasi
(Partisipatory Skills) Kewarganegaraan tentang konsep demokrasi (X4)
7. Disiplin pribadi. 8. Loyalitas. 9. Toleransi dan mengenali prasangka sendiri. 10. Menghormati orang lain. 11. Menghargai peradaban bangsa. 12. Nilai-nilai perjuangan bangsa. 1. Mengumpulkan dan menyerap informasi politik melalui beragam media. 2. Pendekatan kritis terhadap informasi, kebijakan dan berita. 3. Keterampilan berkomunikasi (dapat mengemukakan alasan, berargumentasi, dan menyatakan pandangan) 4. Menjelaskan proses, institusi, fungsi, tujuan dll. 5. Mengambil jalan penyelesaian konflik tanpa kekerasan 6. Mengambil tanggung jawab. 7. Kecakapan menilai. 8. Membuat pilihan. 1. Mempengaruhi kebijakan dan keputusan (membuat petisi dan lobi). 2. Membangun koalisi dan bekerjasama dengan organisasi 3. Ambil bagian dalam diskusi publik. 4. Partisipasi dalam proses sosial dan politik (anggota partai politik, kelompok kepentingan, voting, menulis surat kepada pejabat, demonstrasi)
Diukur dengan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes )
Diukur dengan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes )
16
Karakter Unggul Siswa (Y)
MORAL KNOWING
MORAL /LOVING FEELING
MORAL ACTION
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
1. Kesadaran moral 2. Pengetahuan tentang nilai-nilai moral 3. Penentuan sudut pandang 4. Logika moral 5. Kemampuan mengambil/ menentukan sikap. 6. Pengenalan diri. 1. Kesadaran akan jati diri 2. Percaya diri 3. Kepekaan terhadap derita orang lain. 4. Cinta kebenaran 5. Pengendalian diri 6. Rendah hati. 1. Competence (Kompetensi) 2. Will (Keinginan) 3. Habit (Kebiasaan)
Diukur dengan menggunakan instrumen skala sikap Likert.
Tujuan penelitian berisi uraian tentang rumusan hasil yang akan dicapai oleh mahasiswa selaku peneliti yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan “mengapa penelitian
dilakukan”.
permasalahan penelitian.
Tujuan
berkaitan
erat
dengan
pokok
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai “ Pengaruh Pembelajaran Konsep Demokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan Terhadap Upaya Membangun Karakter Unggul Siswa SMA “
17
2. Tujuan Khusus. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan
informasi-argumentatif
dan
menguji
hipotesis
serta
mengungkap: a. Ada tidaknya perbedaan pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual, emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)? b. Ada tidaknya perbedaan
pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual
emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)? c. Ada tidaknya
perbedaan antara hasil pre-test dengan post-test
pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual emosional, dan spiritual serta keterampilan menggunakan
berpartisipasi pembelajaran
pada
siswa
konsep
kelas
eksperimen
yang
berbasis
sketsa
demokrasi
kewarganegaraan ? d. Ada tidaknya
perbedaan antara hasil pre-test dengan post-test
pengetahuan, sikap, keterampilan intelektual emosional, dan spiritual serta keterampilan berpartisipasi pada siswa kelas kontrol tanpa perlakuan? e. Ada tidaknya
perbedaan karakter
antara siswa yang menggunakan
pembelajaran konsep demokrasi berbasis sketsa kewarganegaraan dengan yang tanpa perlakuan pada pengukuran akhir (post-test)?
18
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara
keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). a. Secara Teoritis Bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kewarganegaraan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran konsep demokrasi
berbasis sketsa
kewarganegaraan untuk membangun karakter unggul siswa SMA . b. Secara Praktis 1. Memberikan
masukan
kepada
guru,
sebagai
peningkatan
profesionalismenya terutama dalam penerapan pembelajaran konsep demokrasi berbasis sketsa kewarganegaraan. 2. Memberikan masukan kepada guru, bahwa tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran semata, tetapi lebih dari itu, guru harus berupaya membangun karakter unggul siswa. 3. Memberi pemahaman dasar kepada siswa bahwa pembelajaran berbasis sketsa kewarganegaraan akan dapat membantu siswa dalam membentuk karakter unggul yang diharapkan dalam kehidupannya sehari-hari. 4. Memberi masukan pada sekolah dalam merumuskan dan meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, terutama dalam hal pengembangan pembelajaran berbasis sketsa kewarganegaraan. 5. Rencana penelitian ini dapat berguna bagi institusi pendidikan, UPI khususnya Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pencetak guruguru Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dipersiapkan secara
19
profesional untuk lebih peka dan terbuka dalam menerima inovasi pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
selalu
berusaha
meningkatkan kualitas dalam merespon tantangan dan kebutuhan.
E.
Asumsi Penelitian Penelitian ini didasarkan pada asumsi :.
1)
Pembelajaran demokrasi menjadi kebutuhan bagi mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sebab dalam pembelajaran demokrasi menekankan (1) penghargaan terhadap kemampuan, (2) menjunjung tinggi keadilan, (3) menerapkan persamaan kesempatan, dan (4) memperhatikan keragaman peserta didik.
2)
Pembelajaran demokrasi memerlukan sejumlah proses yang secara implisit terjadi dalam peran guru maupun siswa selama proses pembelajaran di kelas yang demokratis dengan mengaitkan persoalan-persolan dari lingkungan sekitar. Seni dalam membelajarkan demokrasi menawarkan sejumlah harapan dan arah untuk membuat kelas menjadi lebih demokratis, menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar dan sumber kehidupan kewarganegaraan. (Couto,1998)
3)
Proses pendidikan demokrasi yang sangat strategis, khususnya untuk generasi mendatang adalah melalui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan education).
di
lingkungan
masyarakat
sekolah
(school
civic
Somantri dalam sapriya ( 2005: 13) menegaskan bahwa
pengorganisasian dan penyajian pendidikan kewarganegaraan hendaknya
20
secara psikologis dan ilmiah di dalam kelas sebagai “laboratorium demokrasi” untuk menumbuhkan “creative dialogue”, sebagai ciri masyarakat demokrasi. 4)
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidak adilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Battistich, dalam musfiroh, 2008:27).
F.
Hipotesis Penelitian Penelitian ini bertolak dari pendapat bahwa “ Pembelajaran Konsep
Demokrasi Berbasis Sketsa Kewarganegaraan Berpengaruh Signifikan Terhadap Upaya Membangun Karakter Unggul Siswa SMA Negeri 1 Manggar” Berdasarkan pemikiran tersebut, telah ditetapkan hipotesis sebagai berikut :
21
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan, sikap,
keterampilan intelektual, emosional dan spiritual
serta keterampilan
berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)? 2. Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
antara
keterampilan intelektual, emosional dan spiritual
pengetahuan,
sikap,
serta keterampilan
berpartisipasi antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)? 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dengan post-test Pengetahuan, Sikap, Keterampilan Intelektual, Emosional Dan Spiritual Serta Keterampilan Berpartisipasi menggunakan
pembelajaran
pada siswa kelas eksperimen yang
konsep
demokrasi
berbasis
sketsa
kewarganegaraan ? 4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dengan post-test Pengetahuan, Sikap, Keterampilan Intelektual, Emosional Dan Spiritual Serta Keterampilan Berpartisipasi
pada siswa kelas kontrol
tanpa perlakuan? 5. Terdapat perbedaan yang signifikan menggunakan
pembelajaran
konsep
karakter demokrasi
antara siswa yang berbasis
sketsa
kewarganegaraan dengan yang tanpa perlakuan pada pengukuran akhir (post-test)?
22
G.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen
dengan desain non-equivalen control groups pre-test post-test
design.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes skala lickert, skala SSHA, kuesioner dan observasi. Analisis terhadap data dilakukan dengan bantuan statistical programme for social sciences (SPSS) for window version 17.
H.
Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1
Manggar Kabupaten Belitung Timur , yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa 113 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang tidak dipilih secara random. Hasil pemilihan secara purposive sampling didapatkan kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 19 orang siswa dan kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 19 orang siswa. Alasan pemilihan SMA Negeri 1 Manggar sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini telah terakreditasi A tetapi masih terdapat keragaman kemampuan belajar dan perilaku pada siswa. Selain itu adanya tantangan yang kompleks dengan ditetapkannya SMA Negeri 1 Manggar sebagai salah satu rintisan sekolah bertaraf internasional dan dalam rangka mewujudkan visi SMA Negeri 1 Manggar yaitu Berprestasi dan berkualitas dalam bidang akademik dan non akademik dengan berlandaskan pada agama dan budaya bangsa secara regional, nasional dan internasional.
23
I.
Paradigma Penelitian Gambar 1.2. Paradigma Penelitian.