BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir disetiap kehidupan daerah, termasuk diantaranya perubahan paradigma pelayanan publik.Paradigma pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, memberikan arah terjadinya perubahan atau pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari paradigmarule government bergeser menjadi good governance. Pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator ( rulegovernment ) harus mengubah pola pikir dan kerjanya yang disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudkan good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, pemerintah daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsipprinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia khusus di Denpasar Bali cendrung berjalan ditempat, sedangkan implikasinya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Penggunaan paradigmarule government atau pendekatan legalitas, saat ini cendrung mengedepankan prosedur, urusan dan kewenangan, dan kurang memperhatikan proses, serta tidak melibatkan stakeholder baik dilingkungan birokrasi, maupun masyarakat yang berkepentingan. Perubahan signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, menunjukan indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan dan disisi lain menunjukkan adanya perubahan sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan menjadi lebih baik. Paradigmagood governance sangat relevean dan menjiwai 1
kebijakan pelayanan publik yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajement pemerintahan, mengubah sikap, mental dan perilaku aparat penyelenggara pelayanan, serta menumbuhkan kepedulian
dan
komitmen
pimpinan
dan
aparat
penyelenggara
dalam
memberikan
pelayanan.Pelaksanaan pelayanan publik yang didasari prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik sangat
ditentukan
oleh
kepedulian
dan
komitmen
pimpinan
daerah
dan
aparat
penyelenggaranya.Pemerintah daerah pada dasarnya mempunyai dua peran yaitu sebagai lembaga penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik.Pelaksanaan kedua peran tersebut harus terintegrasi dengan baik. Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks.Pemerintah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan ( service ), pemberdayaan ( empowerment ), dan pembangunan ( development ). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik. Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan, mulai dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No. 32 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, selanjutnya PP No. 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, kemudian melalui Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu serta Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perijinan terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan pembentukan badan untuk mengurus pelayanan perijinan yang berbentuk badan/kantor.Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara NO. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, dijelaskan bahwa
hakekat
pelayanan
publik
adalah
pemberian
pelayanan
prima
kepada
masyarakat.Penyelenggaraan pelayanan juga harus memiliki standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan kepastian bagi warga penerima pelayanan.
2
Pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan masyarakat luas.Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun menerbitkan perijinan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, usaha, kesejahteraan dan sebagainya. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara yang professional dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, kebutuhan masyarakat menjadi tuntutan dan tanggung jawab pemerintah, dan pemerintah perlu diselenggarakan secara dinamis, tanggap, cepat dan tepat sasaran. Sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat, peran aparatur pemerintah haruslah berfokus kepada pelayanan publik.Pemerintah harus melakukan peningkatan sumber daya aparatur dan memperbaiki kebiasaan dari aparatur yang dilayani oleh masyarakat menjadi aparatur yang melayani masyarakat sehingga kualitas, efisiensi dan profesionalisme seluruh tatanan administrasi pemerintah tercapai.Perbaikan kinerja secara khusus dalam bidang pelayanan menjadi sangatlah penting. Berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang pedomanan umum penyelenggaraan pelayanan publik seperti prosedur pelayanan, persyaratan, kemampuan petugas pelayanan dan kepastian pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kepastian biaya pelayanan, dan kepastian jadwal pelayanan, maka pemerintah memiliki konsekuensi untuk meningkatkan pelayanan dalam sector pelayanan publik. Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan ekonomi dan politik.Pelayanan publik juga merupakan unsur paling penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun. Berkaitan dengan kualitas pelayanan, Gronroos,1990 mendefinisikan pelayanan (service) sebagai suatu aktivitas atau rangkaian aktivitas, terjadi interaksi dengan seseorang atau mesin secara fisik dan penyediaan kepuasaan pelanggan. Pelayanan (service) adalah sesuatu manfaat yang bersifat intangible, yang dibayar langsung atau tidak langsung dan biasanya meliputi komponen fisik besar atau kecil atau teknikal.Kotler dan Bloom, 1990 memberikan definisi pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Gronroos, 1990 memberikan definisi pelayanan sebagai suatu rangkaian aktivitas 3
atau angkaian aktivitas baik yang bersifat intangible nya banyak atau sedikit, berlangsung dalam interaksi antara pelanggan dan pegawai pelayanan dan/atau sumber daya fisik atau barang/atau system penyedia pelayanan, yang disediakan sebagai penyelesaian masalah pelanggan. Konsep kualitas menjadi ukuran keberhasilan organisasi bukan saja organisasi bisnis juga pada organisasi atau institusi pemerintah sebagai lembaga penyedia pelayanan publik. Pemerintah dituntut untuk senantiasa melakukan survey mengenai keinginan dan penilaian masyarakat terhadap pelayanan
yang
diberikan.Terlebih,
kualitas
merupakan
bahasan
yang
penting
dalam
penyelenggaraan pelayanan. Negara dan system pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan warga Negara dalam memperoleh jaminan atas hak-haknya, karenanya peningkatan kualitas pelayanan ( quality of services ) akan menjadi penting. Selain itu, ukuran kualitas pelayanan ditentukan oleh banyak factor yang bersifat intangible( tidak nyata/tidak berwujud) dan memiliki banyak aspek psikologis yang rumit untuk diukur. Idealnya pengukuran kualitas pelayanan dilakukan terhadap dua dimensi yang saling terkait dalam proses pelayanan yakni penilaian kepuasan pelanggan, pada dimensi pengguna layanan/pelanggan ( sercice user ) dan penilaian yang dilakukan pada penyedia pelayanan ( service providers ). Zeuthaml dkk, 1990 mengembangkan service quality gap model kedalam suatu instrument skala pengukuran 10 dimensi yang Pada perkembangannya kesepuluh dimensi ini kemudian disederhanakan menjadi lima dimensi kualitas pelayanan (Zeithaml, 1990 ) yakni : Tangible ( nyata, berwujud ), Reliability ( keandalan ), Responsiveness ( cepat tanggap ), Assurance (jaminan ) dan Emphaty (empati ). Pengukuran kualitas pelayanan dilakukan terhadap dua dimensi yang saling terkait dalam proses pelayanan yakni penilaian kepuasan pada dimensi pengguna layanan/pelanggan ( service users ) dan penilaian yang dilakan pada penyedia pelayanan ( service providers ). Untuk menilai suatu pelayanan mempunyai kualitas yang baik atau tidak, tidak dapat hanya menggunakan standar pelayanan yang ada, tetapi diukur berdasarkan persepsi pelanggan.Pengukuran persepsi kualitas pelayanan dilakukan menggunakan instrument SERVQUAL terhadap dimensi-dimensi pelayanan yang dimiliki.kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari tiga aspek, yaitu sistem pelayanan yang dibangun
4
organisasi penyedia layanan, sumberdaya manusia pemberi pelayanan, strategi pelayanan, serta pelanggan atau pengguna layanan. Ketiga aspek tersebut saling terkait serta berinteraksi satu dengan yang lainnya dan direkatkan oleh suatu budaya organisasi yang diarahkan kepada kebutuhan pelanggan. Berdasarkan latar belakang diatas, menjadi sangat menarik untuk digali lebih lanjut mengenai apakah pelayanan publik khususnya pelayanan pemberian ijin mendirikan bangunan apakah telah memenuhi prinsip efektivitas sebagaimana mestinya dalam institusi pemerintahan. Menurut Nurmandi, 1999,193 secara sederhana efektivitas dapat diartikan sebagai tepat sasaran yang juga lebih diarahkan pada aspek keberhasilan pencapaian tujuan. Maka efektivitas focus pada tingkat pencapaian terhadap tujuan dari organisasi publik. Terminology lain mengenai efektivitas adalah ukuran bagaimana suatu kualitas, suatu output itu dihasilkan melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, kemudian bagaimana mencapai outcome yang diharapkan. Menurut Ridwan, 2009,163, ada beberapa hambatan yang biasanya dikeluhkan masyarakat yang ingin mengurus perijinan yaitu : a. Biaya perijinan 1. Biaya pengurusan ijin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil. Besarnya biaya perijinan sering tidak transparan 2. Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan ijin dank arena adanya pungutan liar. b. Waktu 1. Waktu yang diperlukan mengurus ijin relative lama karena prosesnya yang berbelitbelit 2. Tidak adanya kejelasan kapan ijin diselesaikan 3. Proses perijinan tergantung pada pola birokrasi setempat c. Persyaratan 1. Persyaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh 2. Persyaratan yang diminta secara berulang-ulang untuk berbagai jenis ijin.
5
Dalam kaitannya dengan pelayanan ijin mendirikan bangunan diharapkan praktek pelayanan perijinan tersebut dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan terutama dalam hal penyederhanaan prosedur.Kepemilikan bangunan sering menjadi sengketa publik yang berkepanjangan.Masalah tersebut muncul karena ketiadaan sertifikat ijin mendirikan bangunan, karena sebagian masyarakat merasa prosedur perijinan cukup berbelit-belit serta ketiadaan biaya untuk mengurus ijin tersebut bagi masyarakat kurang mampu.Keresahan itu sebenarnya berujung pada kurangnya sosialisasi tentang ijin mendirikan bangunan ( IMB ), karena IMB adalah merupakan alat pengendali pemanfaatan ruang serta berfungsi sebagai jaminan kepastian hokum atas bangunan tersebut. Berdasarkan data dari website Dinas perijinan Kota Denpasar, rata-rata jumlah pemohon ijin dalam setiap bulannya antara 150 sampai 200 pemohon, namun dari semua pemohon yang masuk tersebut tidak semua permohonan dapat diproses lebih lanjut dengan beragam alasan baik itu berkaitan dengan fungsi maupun lokasi bangunan yang dimohonkan ijin. Dari pihak pemerintah tidak ada target khusus untuk pencaapaian jumlah pemohon IMB, karena Dinas perijinan adalah merupakan badan pemerintah untuk menerapkan aturan tata ruang yang sesuai dengan aturan perda, jika dipasang target dikwartikan aparat akan bekerja untuk memenuhi target dengan mengesampingkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses IMB tersebut. Kota Denpasar adalah sebagai daerah Otonom, dimana dalam pelaksanaan pembangunan masih terkesan belum optimal terutama menyangkut masalah kualitas dan kuantitas sumberdaya aparatur sangat berpengaruh terhadap tujuan pembangunan daerah itu sendiri. Pelaksanaan pembangunan dalam berbagai sector terutama pembangunan mental, sikap aparat dalam melayani sangat diperlukan, dimana para pelaksana tugas dalam pemerintahan punya sikap dan kesadaran akan pentingnya tugas mereka. Bertolak dari hal tersebut diatas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di Kota Denpasar. (Studi penelitian di Kantor Badan Pelayanan Terpadu satu Pintu dan Penanaman Modal, Gedung Graha Sewaka Dharma, Jalan Majapahit Denpasar )
6
1.2. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : a. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap pelayanan publik di Kota Denpasar? b. Implikasi startegi ekonomi pembangunan apakah yang tepat untuk diterapkan Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan publik di Kota Denpasar. b. Untuk mengetahui implikasi strategi ekonomi pembangunan yang tepat diterapkan oleh Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar.
7
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan berbagai manfaat sebagai berikut : a. Bagi Ilmu Pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan yang sifatnya empiris mengenai peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat khususnya masyarakat yang mencari ijin mendirikan bangunan di Kota Denpasar. b. Bagi Penulis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi wahana untuk memperoleh pengetahuan praktis dan empiris di lapangan, disamping pengetahuan teoritis dan konseptual yang telah penulis miliki saat ini. c. Bagi pembaca dapat dijadikan acuan dan masukan dalam penelitian yang lebih lanjut, terutama yang factor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik di Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar. d. Bagi Pemerintah Kota Denpasar, khususnya Kantor Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Dinas Perijinan dapat dijadikan sebagai masukan mengenai faktor-faktor dalam peningkatan kualitas pelayanan publik magi masyarakat Kota Denpasar.
8