BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan sebuah wilayah di Indonesia yang terkenal sebagai daerah tujuan wisata, bahkan merupakan daerah tujuan wisata utama khususnya di Pulau Jawa. Yogyakarta sebagai sebuah daerah istimewa mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Yogyakarta mempunyai beragam objek wisata, diantaranya seperti wisata alam, budaya, sejarah, dan kuliner yang dapat menjadi pilihan wisatawan ketika berkunjung. Menurut survey “2014 Traveller’s Choice” yang dilakukan oleh situs resmi TripAdvisor, Yogyakarta termasuk dalam 10 besar destinasi terpopuler di Indonesia 1. Jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara mengalami perubahan yang positif dari tahun ke tahun. Dalam Statistik Kepariwisataan 2012 yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta, jumlah wisatawan menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu tahun 2008-2012 yaitu tahun 2008 sejumlah 1.284.757 orang, tahun 2009 sejumlah 1.426.057 orang, tahun 2010 sejumlah 1.456.980 orang, tahun 2011 sejumlah 1.607.694 orang, dan tahun 2012 sejumlah 2.360.173 orang. Selama tahun 2013, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta
1
http://www.tripadvisor.co.id/TravelersChoice-Destinations. Diakses pada Sabtu, 6 September 2014 pukul 19:17 WIB. 1
2
mencapai 3.810.000 orang 2. Hal ini membuktikan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta cenderung selalu meningkat hingga tahun 2013. Salah satu aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan dan di sisi lain juga telah menjadi budaya sebagian wisatawan ketika berwisata adalah membeli cinderamata/oleh-oleh. Oleh-oleh biasanya berupa suatu barang yang khas dari suatu daerah tujuan wisata yang dibeli wisatawan ketika berwisata sebagai kenang-kenangan ataupun bukti seseorang telah berkunjung ke daerah wisata tersebut. Toko oleh-oleh merupakan salah satu sektor pendukung terselenggaranya kegiatan wisata baik di negara/tempat asal wisatawan, sepanjang rute transit, maupun di negara/tempat tujuan wisata (Leiper, 1990 via Pitana, 2009: 22). Bentuk dari oleh-oleh dapat beragam mulai dari barang/pernak-pernik khas hingga kuliner. Di Yogyakarta sendiri terdapat beragam bentuk oleh-oleh berupa barang yang khas diantaranya meliputi kain batik, kerajinan tangan, hingga kerajinan perak. Menurut hasil laporan akhir Analisa Karakteristik dan Belanja Wisatawan DIY 2013 (Dinas Pariwisata DIY, 2013: V-29), batik menempati urutan tertinggi sebagai jenis cinderamata yang paling banyak disukai wisatawan nusantara yaitu memperoleh persentase sebesar 33,48%. Peringkat kedua terfavorit adalah kaos yaitu memperoleh persentase sebesar 26,99%, kemudian peringkat ketiga terfavorit disusul oleh lukisan yaitu memperoleh persentase sebesar 15,02%. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
2
http://yogyakarta.bps.go.id/flipbook/2014/Statistik%20Daerah%20Istimewa%20 Yogyakarta%202014/HTML/files/assets/basic-html/page72.html. Diakses pada Rabu, 14 Januari 2015 pukul 11:33 WIB.
3
Tabel 1 Cinderamata yang Diminati Wisatawan Berdasarkan Provinsi Asal
Sumber: Dinas Pariwisata DIY (2013: V-30)
Selain berupa barang, juga terdapat oleh-oleh berbentuk kuliner khas. Seiring dengan perkembangan jaman dan berkembangnya industri kreatif, ragam oleh-oleh di bidang kuliner semakin banyak bermunculan, salah satunya berbentuk cokelat, yaitu Cokelat Monggo yang akan dibahas dalam penelitian ini. Cokelat sebagai produk oleh-oleh khas Yogyakarta merupakan suatu hal yang baru, mengingat cokelat bukanlah makanan asli dari Yogyakarta. Produk cokelat oleh-oleh menjadi produk kuliner yang terkesan lebih modern dibanding makanan khas Yogyakarta lain yang sudah terlebih dahulu menguasai pangsa pasar oleholeh, seperti gudeg atau bakpia yang merupakan makanan tradisional. Sebagai
4
produk yang terbilang cukup baru, diperlukan strategi pemasaran yang efektif dalam menghadapi persaingan bisnis oleh-oleh tersebut. Persaingan produk cokelat semakin ketat dalam kancah bisnis oleh-oleh. Merek cokelat yang mengatasnamakan diri sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta semakin banyak bermunculan, diantaranya seperti Cokelat nDalem, Soklat’e Jogja, Cokelat Sejati Joyo, dan Java Chocolate. Hal ini tentu saja akan menjadi kendala bagi perusahaan produsen Cokelat Monggo yaitu CV Anugrah Mulia apabila tidak diiringi dengan strategi yang efektif di bidang pemasaran. Apalagi produk cokelat sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta belum dapat melampaui ketenaran bakpia maupun gudeg yang sudah terlebih dahulu menguasai pasar oleh-oleh kuliner khas Yogyakarta. Dengan demikian penerapan strategi pemasaran yang efektif pada produk CV Anugrah Mulia yaitu Cokelat Monggo sangat penting demi menguasai persaingan pasar dan mencapai tujuan perusahaan sehingga nantinya dapat menjadi produk oleh-oleh unggulan khas Yogyakarta.
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yang akan dibahas, yaitu bagaimana analisis pemasaran Cokelat Monggo sebagai produk oleh-oleh unggulan khas Yogyakarta?
I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk
5
menganalisis pemasaran Cokelat Monggo sebagai produk oleh-oleh unggulan khas Yogyakarta.
I.4. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pariwisata, dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian mengenai pemasaran produk yang berkaitan dengan industri pariwisata, yaitu produk oleh-oleh khas suatu daerah tujuan wisata, sehingga dapat bersaing di tengah maraknya pertumbuhan industri oleh-oleh.
b. Manfaat praktis Dalam hal praktis hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan acuan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan di bidang kepariwisataan, selain itu juga dapat menjadi rujukan bagi pihak CV Anugrah Mulia sehingga berguna untuk memberikan masukan dan feedback bagi perusahaan dalam meningkatkan
daya
saing
produk
cokelat
Monggo
di
pasaran
serta
mengembangkan produknya menjadi produk oleh-oleh unggulan khas Yogyakarta sebagai salah satu daerah tujuan wisata.
6
I.5. Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Salah satunya adalah penelitian berupa tesis dengan judul “Analisis Pemasaran Bakpia di Kelurahan Gampilan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta” (2006) oleh Yelfiarita. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi dan juga pemasaran industri bakpia sebagai salah satu makanan khas Yogyakarta. Bakpia yang terkenal sebagai oleholeh khas Yogyakarta memerlukan suatu strategi produksi dan pemasaran yang tepat dan efektif, apalagi industri yang dimaksud tergolong ke dalam industri rumahan. Dalam memasarkan produk baik barang ataupun jasa diperlukan suatu strategi, salah satunya adalah strategi pemasaran dengan konsep bauran pemasaran (marketing mix). Penelitian terdahulu mengenai penggunaan konsep bauran pemasaran jasa 7P telah banyak dilakukan, salah satunya oleh Ayla Dewi Anggraini dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran (7P) pada Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Apartemen Fountain Park Jakarta” (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bauran pemasaran 7P pada kepuasan pelanggan dan mengetahui positioning Apartemen Fountain Park. Hasil dari penelitian ini adalah bauran pemasaran 7P berpengaruh sangat signifkan terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian yang berkaitan dengan Cokelat Monggo sendiri pernah dilakukan oleh Patrisia Luki Primaningtyas dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Multikulturalisme dalam Brand Monggo (Analisis Semiotik Brand
7
Cokelat Monggo)” (2014). Penelitian ini mencoba memaparkan mengenai pentingnya melakukan inovasi terhadap konsep brand suatu produk seiring dengan perkembangan dunia industri. Dengan metode semiotik, peneliti mengkaji lebih jauh mengenai keberagaman budaya yang terkandung dalam elemen brand Monggo itu sendiri. Kultur budaya Jawa khususnya Yogyakarta sangat kuat direpresentasikan dalam brand Monggo tersebut. Penelitian yang khususnya berkaitan dengan kemasan Cokelat Monggo juga sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, antara lain oleh Noviana Putri Respati melalui skripsinya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Ketertarikan Pada Desain Kemasan Cokelat Monggo Terhadap Minat Beli Konsumen” (2012). Penelitian ini membahas tentang pengaruh tingkat ketertarikan desain kemasan cokelat Monggo terhadap minat beli. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan menjelaskan pengaruh antar variabel, sedangkan data diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 82 pengunjung pusat oleh-oleh Mirota Batik Yogyakarta. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang mensyaratkan responden yang telah melihat desain kemasan Cokelat Monggo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat ketertarikan pada dimensi visual, praktis dan informasi, desain kemasan cokelat Monggo termasuk ke dalam kategori tinggi. Penelitian lain yang berkaitan dengan Cokelat Monggo, yaitu khususnya berhubungan dengan kafe berjudul “Desain Interior Kafe Monggo di Surabaya Town Square dengan Tema Cokelat” (2010) pernah ditulis oleh Miranti Sari
8
Rahma. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu keberadaan cokelat Monggo yang kurang diketahui keberadaannya di Surabaya mengingat target penjualan Cokelat Monggo lebih kepada para wisatawan lokal maupun mancanegara, sehingga hanya bisa didapatkan di kota-kota wisata seperti Yogyakarta dan Bali, serta Jakarta sebagai kota metropolitan. Melalui masalah tersebut penulis mencoba memaparkan perancangan kafe Cokelat Monggo di Surabaya Town Square untuk nantinya dapat memberikan pengalaman yang berbeda kepada konsumen yang dinamis dalam setiap menikmati cokelat, yaitu dengan informasi berupa media galeri.
I.6. Landasan Teori Menurut UU No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (5) yang dimaksud dengan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanaekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Hari Karyono (1997: 28) menjelaskan supaya suatu daerah tujuan wisata mempunyai daya tarik, di samping harus ada objek dan atraksi wisata, suatu DTW (daerah tujuan wisata) harus mempunyai tiga syarat daya tarik, yaitu sebagai berikut: 1. Ada sesuatu yang bisa dilihat (something to see); 2. Ada sesuatu yang bisa dikerjakan (something to do); dan 3. Ada sesuatu yang bisa dibeli (something to buy). Produk Cokelat Monggo yang akan dibahas dalam penelitian ini termasuk ke dalam unsur something to buy dimana terkait dengan oleh-oleh khas yang dapat
9
dibeli wisatawan sebagai kenang-kenangan ketika mengunjungi daerah tujuan wisata, yaitu Yogyakarta. Selain berbentuk cinderamata barang, oleh-oleh sebagai buah tangan yang dapat dibeli wisatawan bisa juga meliputi kuliner/makanan khas yang menjadi ciri suatu destinasi wisata. Menurut UU No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (6) daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 3, kata “unggul” yang merupakan kata dasar dari “unggulan” mempunyai arti: lebih tinggi (pandai, baik, cakap, kuat, awet, dsb); dan utama (terbaik, terutama). Sedangkan definisi kata “unggulan” merupakan sesuatu yang diunggulkan, sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pemasaran Cokelat Monggo yaitu sebagai produk oleh-oleh unggulan, yang berarti terbaik serta diunggulkan dan menjadi ciri khas Yogyakarta. Dalam mengembangkan Cokelat Monggo menjadi produk oleh-oleh unggulan dan menguasai pasar, diperlukan adanya strategi pemasaran yang efektif. Menurut Kotler dan Armstrong (1997: 3) pemasaran adalah sebuah proses sosial dan manajerial yang dengannya individu-individu dan kelompok-kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan saling mempertukarkan produk-produk dan nilai satu sama lain. Sedangkan 3
http://www.kbbi.web.id/unggul. Diakses pada Sabtu, 6 September 2014 pukul 19:32 WIB.
10
manajemen pemasaran menurut Kotler (1993: 16) adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi, dan distribusi ide-ide, barangbarang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuantujuan individu dan tujuan-tujuan organisasi. Anggraeni (2011: 25) menyebutkan bahwa suatu pemasaran strategi yang modern dapat diterapkan melalui pemasaran STP, yang terdiri dari: Segmentasi (segmenting), penentuan target pasar (targeting), dan memposisikan produk (positioning). Kotler (2012: 73) menjabarkan positioning sebagai “Arranging for a product to occupy a clear, distinctive, and desirable place relative to competing products in the minds of target consumers”. Positioning adalah mengatur produk untuk menempati tempat yang jelas, unik, dan diinginkan dibandingkan dengan produk pesaing pada benak target konsumen. Menurut Cravens, 2009 via Anggraeni, 2011, dengan melakukan strategi positioning sesuai dengan persepsi konsumen, akan menambah nilai perusahaan di mata konsumen dan langkah yang diambil perusahaan akan menjadi tepat sasaran dalam menentukan positioning produk yang diimplementasikan melalui bauran pemasaran sehingga dapat meningkatkan
kepuasan
dan
loyalitas
pelanggan.
Implementasi
strategi
positioning ditempuh dengan melakukan kajian bauran pemasaran. Dalam pemasaran pariwisata, produk menjadi konsep utama sebagai pemberi kepuasan atas keinginan, kebutuhan maupun permintaan pasar. Menurut Kotler, Bowen, dan Makens (2002: 290), manajer pariwisata perlu menempatkan produk pada empat level: produk inti, produk untuk mempermudah, produk
11
pendukung, dan produk gabungan. Berikut merupakan penjelasan dari masingmasing level produk tersebut: 1. Produk inti Merupakan produk yang merupakan jawaban bagi pertanyaan: apa yang sebenarnya dibeli pembeli? Produk inti yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah cokelat, yang merupakan produk inti dari CV Anugrah Mulia sebagai perusahaan Cokelat Monggo. 2. Produk untuk mempermudah Produk untuk mempermudah adalah barang atau jasa yang harus disajikan kepada tamu saat tamu tersebut menggunakan produk inti. Hotel kelas satu misalnya harus memiliki layanan check-in dan check-out, telepon, restoran, dan layanan di bidang busana. 3. Produk pendukung Produk pendukung merupakan produk ekstra yang diadakan untuk menambah nilai produk inti dan membedakannya dari pesaing. Pada hotel dan perusahaan, pusat bisnis atau spa dengan layanan lengkap adalah produk pendukung yang dapat membantu menarik pelanggan ke hotel (Kotler, Bowen, dan Makens, 2002: 291). 4. Produk gabungan Produk gabungan mencakup kemudahan akses, suasana, interaksi pelanggan dengan organisasi jasa, partisipasi pelanggan, dan interaksi antar sesama pelanggan. Kesemua elemen itu bila digabung dengan produk inti, produk untuk mempermudah, dan produk pendukung akan menjadi produk gabungan
12
(Kotler, Bowen, dan Makens, 2002: 292). Dalam penelitian ini, keseluruhan produk yang menjadi produk gabungan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan konsep bauran pemasaran 7P. Dalam bidang pemasaran, konsep pemasaran yang banyak dikenal yaitu bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran merupakan seperangkat variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan dipadukan perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkan di dalam pasar sasaran (Kotler, 1997: 47). Kotler (1997: 47) mengklasifikasikan bauran pemasaran ke dalam 4 kelompok variabel yang dikenal sebagai 4P yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Dalam perkembangannya saat ini 4P tersebut dapat dimodifikasi dengan ditambah berbagai variabel P, sesuai dengan strategi yang disusun untuk mencapai tujuan pemasaran yang diinginkan. Pemasaran Cokelat Monggo sebagai produk oleh-oleh dalam lokasi penelitian yaitu di showroom Kotagede selain mengacu pada strategi penjualan produk inti yaitu berupa cokelat, juga mengacu pada produk gabungan yang didalamnya terdapat produk intangible atau jasa, salah satunya mencakup pelayanan pengunjung. Dengan demikian konsep diatas diperluas dengan variabel yang berhubungan dengan pemasaran jasa sehingga menjadi konsep bauran pemasaran jasa 7P. Variabel-variabel yang ditambahkan yaitu people, process, dan physical evidence (Booms dan Bitner, 1981 via Blythe, 2009: 70). Berikut merupakan deskripsi dari masing-masing variabel tersebut:
13
1. Product (Produk) Produk menurut Kotler dan Armstrong (2012: 75) didefinisikan sebagai “The goods and services combination the company offers to the target market”. Produk merupakan kombinasi barang maupun jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada target pasar. 2. Price (Harga) Harga menurut Kotler dan Armstrong (2012: 76) yaitu “The amount of money costumers must pay to obtain the product”. Harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk. Dalam penetapan harga
diperlukan pertimbangan bagi keuntungan yang didapat
perusahaan, selain itu juga agar nilai suatu produk dapat sesuai dengan persepsi pembeli. 3. Place (Tempat/distribusi) Definisi
menurut
Kotler
dan
Armstrong
(2012:
76)
mengenai
tempat/distribusi adalah “Place includes company activities that make the product available to target consumers”. Tempat meliputi kegiatan perusahaan dalam membuat produk agar tersedia bagi konsumen. 4. Promotion (Promosi) Definisi promosi menurut Kotler dan Armstrong (2012: 76) adalah “Activities that communicate the merits of the product and persuade target customers to buy it”. Promosi merupakan kegiatan yang mengkomunikasikan kebaikan produk dan mempengaruhi target pasar untuk membelinya.
14
5. People (Orang) Zeithaml dan Bitner (1996: 26) mendeskripsikan people sebagai “All human actors who play a part in service delivery and thus influence the buyer’s perceptions; namely, the firm’s personnel, the customer, and other customers in the service environment”. Orang merupakan seluruh pelaku manusia yang mengambil bagian dalam penyampaian jasa dan dengan demikian mempengaruhi persepsi pembeli; yaitu karyawan perusahaan, konsumen, dan konsumen lain di dalam lingkungan jasa tersebut. 6. Process (Proses) Proses menurut Zeithaml dan Bitner (1996: 27) yaitu “The actual procedures, mechanisms, and flow of activities by which the service is deliveredthe service delivery and operating systems”. Proses mengarah pada bagaimana cara perusahaan melayani permintaan konsumen mulai dari pemesanan hingga produk sampai di tangan konsumen. 7. Physical Evidence (Bukti fisik) Bukti fisik menurut Zeithaml dan Bitner (1996: 26) yaitu “The environment in which the service is delivered and where the firm and consumer interact, and any tangible components that facilitate performance or communication of the service”. Bukti fisik merupakan lingkungan dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumen berinteraksi, dan seluruh komponen nyata yang memfasilitasi penyelenggaraan atau komunikasi jasa tersebut. Dibawah ini terdapat jabaran komponen bauran pemasaran 7P yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian:
15
Tabel 2 Komponen Bauran Pemasaran 7P
Sumber: Zeithaml, Bitner, dan Gremler (2009: 25)
16
I.7. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual, dan akurat (Wardiyanta, 2006: 5).
I.7.1. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka dalam rangka menguatkan teori-teori maupun menguatkan analisis untuk mempertegas hasil penelitian. Peneliti melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan topik penelitian menggunakan studi pustaka melalui internet, perpustakaan, dan jurnal ilmiah. Metode wawancara dilakukan dengan perwakilan dari divisi pemasaran, staf showroom dan beberapa pengunjung showroom Cokelat Monggo Kotagede. Wawancara dengan perwakilan dari divisi pemasaran untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pemasaran disesuaikan dengan metode analisis data yang digunakan serta mengenai data-data lain yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian. Wawancara dengan staf showroom Cokelat Monggo Kotagede sebagai pihak yang secara langsung berhadapan dengan konsumen untuk mengetahui halhal yang berkaitan dengan bagaimana pelayanan dilakukan terhadap konsumen. Sedangkan wawancara dengan beberapa pengunjung showroom untuk mengetahui
17
bagaimana aspek pemasaran yang telah diterapkan Cokelat Monggo dipandang dari perspektif konsumen. Penulis melakukan observasi/pengamatan langsung ke kantor perusahaan CV Anugrah Mulia. Metode observasi dilakukan dalam rangka pengumpulan data mengenai lingkungan fisik perusahaan, pengamatan hal-hal yang berkaitan dengan wujud riil dari aspek pemasaran, serta data-data yang dibutuhkan kemudian dalam mendukung penelitian ini. Penulis juga melakukan observasi di showroom pusat Cokelat Monggo Kotagede untuk mengetahui situasi showroom, mengetahui proses produksi, dan mengenal jenis-jenis produk Cokelat Monggo.
I.7.2. Metode Analisis Data Data-data yang telah berhasil dikumpulkan dari hasil wawancara, studi pustaka, dan pengamatan langsung di lapangan akan dikelompokkan sesuai kebutuhan, lalu hasil pengelompokan tersebut akan dihubungkan dengan data-data lainnya menggunakan metode analisis data tertentu. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep marketing mix (bauran pemasaran) 7P. Strategi marketing mix merupakan kombinasi variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi konsumen. Konsep marketing mix yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konsep 7P yang didalamnya meliputi variabel product, price, place, promotion, people, process, dan physical evidence.
18
I.8. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun menjadi empat bab dengan fokus pembahasan yang berbeda pada setiap bab dan diharapkan dapat menjadi satu kesatuan sehingga dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai penelitian yang dilakukan. Bab I adalah pendahuluan, berisi deskripsi alasan penulis dalam pengambilan tema dan lokasi penelitian; Bab II adalah gambaran umum mengenai perusahaan Cokelat Monggo serta deskripsi produk Cokelat Monggo; Bab III adalah pembahasan/isi, berisi analisis mengenai pemasaran Cokelat Monggo sebagai produk oleh-oleh wisata unggulan; dan Bab IV berisi kesimpulan dari serangkaian hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Selain itu juga terdapat saran yang membangun untuk pengembangan pemasaran Cokelat Monggo menjadi produk oleh-oleh unggulan khas Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi nyata sehingga Cokelat Monggo mampu meningkatkan daya saing ditengah ketatnya persaingan bisnis industri oleh-oleh, khususnya produk kuliner cokelat.