BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai bagian dari sebuah perkotaan mempunyai peran sebagai penyedia fasilitas perumahan atau permukiman bagi warga yang bertempat tinggal di kota ini. Selain itu, Kota Yogyakarta memiliki fungsi lain sebagai perkotaan, yaitu penyedia layanan dan jasa yang membutuhkan ruang untuk eksistensinya. Oleh karena itu, kemampuan penyediaan ruang untuk permukiman di area perkotaan Yogyakarta akan berdampingan dengan fungsi lain tersebut, sehingga saat ini daerah bantaran kali pun menjadi ruang yang dimanfaatkan warga sebagai ruang untuk permukiman. Ditambah lagi, adanya perkembangan pembangunan saat ini juga menarik laju urbanisasi warga, sehingga perkembangan permukiman di bantaran kali tidak bisa terelakkan lagi walaupun dengan kondisi dan keterbatasan yang ada sebagai suatu lingkungan permukiman. Yogyakarta memiliki wilayah perkotaan yang melampaui batas administrasi Kota Yogyakarta sendiri. Walaupun Kota Yogyakarta memiliki area khusus yang merupakan pusat kota, tetapi juga memiliki karakteristik yang merupakan gabungan dari urban-rural. Area ini umumnya disebut kampung kota. Sihombing (2004:1) mengatakan bahwa kampung kota adalah suatu permukiman di area perkotaan yang
1
dipengaruhi oleh pasar dan barang-barang komersil. Umumnya, kampung kota mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, sebuah pola komunitas yang kompak, pendidikan yang lebih baik, lebih banyak tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan adanya manajemen kemasyarakatan dibandingkan dengan desa. Penggabungan kota dan kampung dalam kampung kota secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah daerah yang tradisional, penuh kespontanan dan permukiman yang plural di area perkotaan. Secara geografis, Kota Yogyakarta dilewati oleh tiga kali, yaitu kali winongo, kali code dan kali gajahwong. Kali Code adalah kali yang berada tepat di tengah Kota Yogyakarta. Walaupun terletak di tengah kota, di bantaran Kali Code terdapat permukiman yang mencerminkan karakteristik khas warga Yogyakarta yaitu ramah dan memiliki semangat gotong royong. Suasana seperti ini bisa dirasakan ketika berada di kampung. Dengan adanya percampuran karakteristik kekotaan dan kampung di wilayah ini, maka daerah tersebut bisa dikatakan sebagai kampung kota. Sesuai dengan kondisi geografis yang ada, Kota Yogyakarta juga memiliki potensi bencana. Keberadaan kawasan perkotaan Yogyakarta yang berada di antara Gunungapi Merapi dan Samudera Hindia membuat kawasan kota ini memiliki risiko terpapar bencana alam. Khususnya wilayah yang berada di bantaran Kali Code, aliran air di kali ini bisa menjadi potensi banjir bila terjadi hujan lebat dengan intensitas yang tinggi, terlebih jika terjadi setelah letusan gunungapi terjadi. Pada tahun 2010, masyarakat bantaran Kali Code menghadapi lahar hujan yang merupakan bencana
2
lanjutan dari meletusnya Gunungapi Merapi. Masyarakat menghadapi bencana ini secara spontan dan tanpa persiapan. Tidak ada perkiraan bahwa aliran lahar hujan akan meluap dan merusak permukiman di bantaran Kali Code. Rumah-rumah lapis pertama dari kali yang terdekat dengan Kali Code mengalami kerusakan parah. Proses bangkitnya masyarakat bantaran Kali Code dari banjir lahar hujan ini memerlukan waktu bertahun-tahun. Pada tahun 2014, warga telah menempati kembali rumahnya dengan keadaan rumah yang sudah mengalami banyak perbaikan dan cukup layak ditempati. Masyarakat di sekitar Kali Code tidak lepas dari karakteristik kampung kota. Masyarakat mempunyai peran dalam mempertahankan eksistensi permukiman di bantaran Kali Code, terutama ketika bangkit dari keadaan setelah menghadapi banjir lahar hujan yang merusak permukiman warga. Kehidupan dari suatu permukiman tergantung dengan upaya warganya. Pada saat itu, warga dibantu oleh pihak pendukung baik dari segi material maupun non material. Di permukiman bantaran Kali Code juga ditemukan komunitas-komunitas yang berfokus pada perkembangan Kali Code kearah positif. Komunitas tersebut meliputi Code Fest, Gerakan Cinta Code, Forum Masyarakat Code Utara, Kompac. Kemudian, untuk memudahkan semua pihak, komunitas tersebut diwadahi dalam satu payung yaitu Komunitas Pamerti Code. Kampung Jogoyudan adalah salah satu kampung kota yang terletak di tengah kota Yogyakarta. Sebagai sebuah kampung kota, Kampung Jogoyudan memiliki kemudahan akses menuju layanan dan fasilitas kota akan tetapi juga tetap memiliki suasana kampung yaitu komunikasi antar warganya yang akrab dan saling mengetahui 3
satu sama lain. Hal inilah yang membuat permukiman di bantaran Kali Code hidup dengan adanya gotong royong dalam penyediaan fasilitas permukiman bersama, baik dengan bantuan pemerintah atau secara swadaya. Penataan ruang untuk kawasan bantaran Kali Code ini berhubungan dengan PP No 38 tahun 2011 tentang Sungai. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 huruf disebutkan paling sedikit berjarak 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Dari peraturan tersebut, jika dikaitkan dengan rumah warga maka yang paling dekat dengan kali ditemukan tidak berjarak lebih dari satu meter dari tepi luar tanggul. Selain itu, dengan adanya komunitas yang ada di permukiman bantaran Kali Code, sempadan kali tidak ingin dibiarkan kosong. Muncul keinginan untuk membuat nilai dari ruang di bantaran kali ini menjadi lebih baik. Adanya rumah di bantaran sungai dan ditambah sosialisasi untuk menjaga kebersihan kali membuat Kali Code menjadi kali yang berusaha dijaga dan membuat warga sekitar berpikir akan nilai lebih dari kali atau ruang di pinggiran kali bantaran Kali Code ini. Kegiatan yang berlokasi di atau di dekat kali membuat ruang bantaran kali ini menjadi lebih berharga dan hidup. Dari ide-ide yang pernah muncul, Kali Code pernah direncanakan akan menjadi wisata air tengah kota yang menggunakan perahu karet untuk olahraga seperti arung jeram, jogging track. Wisata bantaran kali sangat menarik untuk dikembangkan dikarenakan posisi Kali Code yang berada tepat di tengah kota. Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa kampung di bantaran Kali Code bukanlah sebuah permukiman yang tepat disebut
4
sebagai daerah kumuh melainkan sebuah kampung kota yang akan terus berkembang dengan implementasi ide-ide dari warganya yang inovatif dan positif. Masyarakat bantaran Kali Code sebagai warga kampung kota memiliki karakteristik yang menarik. Seiring dengan kemajuan kota, warganya tetap memiliki unggah ungguh, sopan santun, kerukunan antar warga yang membuat mereka kenal satu sama lain, terutama dalam satu lingkungan RW. Kegiatan-kegiatan bersama antar RW yang membuat keakraban warga meningkat pun sering dilakukan secara berkala di tempat ini. Walaupun dengan keterbatasan ruang yang ada dan kepadatan permukiman yang tinggi, warga tetap memiliki ruang publik untuk memfasilitasi kegiatan sosialnya, dari sebuah balai warga (RW), lapangan bulu tangkis serbaguna atau halaman rumah yang berubah sebagai tempat berbincang-bincang di sore dan malam hari. Dari fakta-fakta ini, didapat bahwa yang membuat permukiman bantaran Kali Code ini hidup adalah adanya aktivitas yang hidup di dalamnya. Dari pembahasan di atas, penulis berusaha untuk mengetengahkan bahwa ada elemen yang penting dalam sebuah permukiman yang mempengaruhi eksistensi dari permukiman itu sendiri, yaitu warga Kampung Jogoyudan. Pada bahasan selanjutnya, warga beberapa kali akan ditulis sebagai komunitas warga. Telah banyak pembahasan mengenai bagaimana ketahanan wilayah dari segi fisik permukiman terhadap bencana secara umum. Penelitian kualitatif maupun kuantitatif yang menghasilkan standar baku pengecekan suatu wilayah tersebut memiliki ketahanan atau tidak pun sudah ada. Akan tetapi, pembahasan mengenai fenomena di suatu potongan wilayah akan menarik
5
apabila manusia di dalamnya memiliki konsep lokal yang khusus menjelaskan bagaimana ketahanan di mata warga setempat. Dengan jarak waktu yang cukup jauh dari waktu terjadinya banjir lahar hujan, yaitu kurang lebih empat tahun dari waktu penelitian dilakukan, diharapkan data yang didapat bisa menunjukkan bagaimana warga berproses dalam membangkitkan kondisi permukimannya. 1.2 Rumusan Masalah
Gambar 1.1 Posisi Kampung Jogoyudan terhadap Kali Code Sumber: Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik dan rekan-rekan, 2011
6
Pada Gambar 1.1, Kampung Jogoyudan adalah wilayah yang dibatasi oleh garis merah. Dari observasi yang dilakukan sebelum pengambilan data di lapangan, didapatkan fakta bahwa sebagai sebuah permukiman, Kampung Jogoyudan termasuk permukiman relatif sederhana, padat penduduk dan tapaknya memiliki kemiringan yang membuat akses menuju permukiman yang ada di dekat kali menjadi terbatas, gang yang sempit hanya memungkinkan motor untuk bisa turun ke bawah. Apabila ada mobil maka akan diparkir di jalan kampung sebelah atas permukiman ini. Setiap gang yang ada di kampung ini berupa tangga yang cukup terjal. Adanya tangga – tangga tersebut membuat kesan kampung ini memiliki akses yang kurang cepat dan nyaman menuju rumah-rumah yang ada di bagian bawah. Selain itu, dengan kondisi yang berdampingan dengan kali tersebut, Kampung Jogoyudan memiliki potensi banjir. Terutama untuk rumah-rumah yang dekat dengan bibir sungai karena topografi Kampung Jogoyudan memiliki cekungan (ledhok). Akan tetapi, Kampung Jogoyudan termasuk permukiman yang terlihat hidup dengan warga yang berkegiatan di dalamnya sehingga walaupun pernah mengalami banjir yang merusak rumah-rumah di bantaran Kali Code ini, permukiman ini tetap diperbaiki dan ditempati. Seperti yang dipublikasikan situs okezone.com pada 7 Desember 20101, Kampung Jogoyudan termasuk kampung yang mengalami kerusakan terparah karena merupakan kampung dengan topografi terendah di bantaran Kali Code. Kemudian, ketika diobservasi tahun 2014, warga yang menjadi korban banjir menempati rumah
7
yang mendapat perbaikan utama di bagian lantai dan ketinggian bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa warga tetap bertahan tinggal di Kampung Jogoyudan walaupun memiliki riwayat lahar hujan yang parah. Apa yang menjadi latar belakang warga untuk bertahan inilah yang menarik untuk dicari tahu lebih lanjut lagi. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini penulis ringkas dalam tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Rumusan Masalah No Masalah/Fakta Observasi 1. - Warga Kampung Jogoyudan bermukim di bantaran Kali Code dan tetap tinggal di sana walaupun sempat terkena bencana lahar hujan yang merusak rumah mereka sebelumnya - Warga Kampung Jogoyudan tetap memulai kembali ke kehidupan seperti sebelum terjadi bencana dan terlihat nyaman tinggal di Kampung Jogoyudan tersebut 2. - Topografi Kampung Jogoyudan yang merupakan kampung terendah di bantaran Kali Code - Tidak semua rumah warga menjadi korban lahar hujan, tetapi semua terlibat dalam proses (evakuasi/relokasi/healing/perbaikan) pasca bencana lahar hujan.
Kata Kunci Pertanyaan Penelitian ketahanan bermukim, warga yang ada di Kampung Jogoyudan, potensi banjir (banjir hidrologis dan luapan lahar hujan) di permukiman mereka, pembentuk ketahanan warga
Lapisan permukiman berdasarkan ketinggian, perbedaan potensi banjir, keterlibatan warga di masing-masing lapisan permukiman
(bersambung)
8
(lanjutan) No Masalah/Fakta Observasi Kata Kunci Pertanyaan penelitian 3. - Kampung Jogoyudan adalah kampung kota Karakter warga, kepemimpinan, yang memiliki kedekatan warga yang khas kearifan lokal, prinsip warga kampung kampung (erat, gotong royong, ramah) kota, kedekatan warga bantaran Kali - Warga dapat bangkit lagi setelah bencana Code lahar hujan yang membuat kerusakan parah di permukiman warga Sumber: Analisis Peneliti, 2015 Kemudian, peneliti menemukan dua RW di Kampung Jogoyudan yang mengalami kerusakan terparah ketika bencana lahar hujan tahun 2010. RW 10 dan 11 mengalami kerusakan yang bisa dilihat dari permukiman yang ada di bantaran sungainya. Selain itu, renovasi dan pembiaran rumah yang beraneka ragam membuat lokasi ini menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Kemudian, setelah wawancara singkat dengan perangkat RW setempat, peneliti memutuskan untuk mengambil satu RW saja untuk diperdalam dalam penelitian, yaitu RW 11. Keputusan ini diambil karena aspek kondisi sosial ekonomi warga dan banyaknya aktivitas di permukiman tersebut. 1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses terbentuknya ketahanan warga RW 11 Kampung Jogoyudan pasca bencana lahar hujan? 2. Bagaimana teori lokal ketahanan bagi warga RW 11 Kampung Jogoyudan? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
9
1. Mengetahui proses terbentuknya ketahanan warga RW 11 Kampung Jogoyudan pasca bencana lahar hujan. 2. Merumuskan teori lokal ketahanan bagi warga RW 11 Kampung Jogoyudan. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai sumbangan dalam ilmu perencanaan permukiman di lahan yang memiliki kerentanan fisik maupun sosial 2. Sebagai sumbangan alternatif penanganan atau peningkatan kualitas permukiman di bantaran kali sehingga kota menjadi tempat yang nyaman untuk hidup dan berkehidupan. 1.6 Batasan Masalah 1.6.1 Fokus Fokus dalam penelitian ini adalah mencari tahu apa yang dilakukan warga ketika permukimannya memiliki kerentanan sebagai tempat tinggal khususnya setelah banjir lahar hujan tahun 2010 dan bagaimana cara masyarakat mengatasi kerentanan tersebut. 1.6.2. Lokus Lokus dalam penelitian ini adalah Kampung Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Untuk memfokuskan dan memperdalam penelitian ini maka dipilihlah RW 11 sebagai lokasi penelitian ini.
10
1.7 Keaslian Penelitian Tabel 1.2 Penelitian yang Serupa No 1.
Judul
Penulis
CommunityTetsuo based Kidokoro approach for improving vurnerable urban space
Tahun
Lokasi
Topik
Bangkok, Manila, Pakistan,
Pendekatan komunitas (warga setempat) yang digunakan sebagai pendekatan untuk memperbaiki ketahanan area perkotaan yang memiliki kerentanan
Metode/Pen -dekatan Studi Kasus
Hasil Penelitian ini membahas tentang permukiman informal di perkotaan. Ada beberapa fase pendekatan yang telah dilewati dalam mengurangi kerentanan permukiman di sana mulai dari bantuan publik, kemudian menjadi swadaya, lalu manajemen urban (yang terkait dengan political will) dan diakhiri dengan manajemen komunitas. Terdapat studi kasus yang bagus di Karachi, dalam orange pilot project, kesadaran masyarakat setempat untuk memperbaiki keadaan permukimannya menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengurangi kerentaan permukiman. Pendekatan berbasis komunitas adalah sebuah kunci dan membutuhkan kapasitas yang baik antara komunitas dan pemerintah lokal dalam bekerja sama dengan pihak lain yang membantu misalnya NGOs, CBOs, dan sektor privat
(bersambung) 11
(lanjutan) No
Judul
Penulis
Tahun
Lokasi
Topik
Metode/Pendekatan Studi Kasus
2.
Community consultation for climate resilient housing: a comparative case study in Vietnam
Tran Tuan 2014 Anh, Tran Van Ghai Phong, Martin Mulenga
Vietnam
Keterlibatan komunitas dalam membentuk permukiman yang tangguh setelah bencana banjir setempat
3.
The transformation of kampung kota: a symbiosys between Kampung and Kota A case study from Jakarta
Antony Sihombing
Jakarta
Penjelasan Studi Kasus mengenai kampung kota di beberapa kampung di kota Jakarta yang memiliki beragam ciri yang kemudian diklasifikasikan oleh peneliti
2004
Hasil a. Ada tiga komponen yang mempengaruhi ketahanan permukiman setelah bencana, yaitu penduduk, sistem, dan institusi. b. Keterlibatan warga dalam kegiatan perbaikan setelah bencana akan membuat ketahanan permukiman lebih baik.
Sejarah Jakarta menunjukkan bahwa Jakarta telah banyak berkembang dan banyak dipengaruhi oleh konsep kotanegara. Walaupun di Jakarta telah banyak kemajuan akan tetapi Jakarta tetap mempunyai kota yang berkembang dan kampung yang masih memiliki spirit dan kearifan lokal, kampung dan kota juga memiliki interdependensi yang kuat. Transformasi struktur kota Jakarta adalah simbiosis antar kampung dan kota.
(bersambung) 12
(lanjutan) No 4.
Judul
Penulis
Modal Sosial Pandhu dalam Gerakan Yuanjaya Lingkungan: Studi Kasus di Kampung Gambiran dan Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta
Tahun
Lokasi
Topik
2015
Yogyakarta
Perbandingan gerakan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Gambiran dan masyarakat Kampung Gondolayu Lor Kota Yogyakarta. Perbedaan capaian dari kedua gerakan lingkungan dipengaruhi oleh modal sosial yang menjadi penentu capaian gerakan lingkungan di kedua kampung.
Metode/Pendekatan Kualitatif
Hasil Modal sosial menjadi penentu capaian gerakan lingkungan di kedua kampung, yakni 1) kepercayaan di Kampung Gambiran sangat tinggi baik secara internal maupun eksternal, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor sangat rendah, 2) jaringan sosial di Kampung Gambiran kuat secara internal dan eksternal, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor sangat lemah, 3) resiprositas, di Kampung Gambiran berupa perubahan kondisi, perilaku dan sosial ekonomi, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor, masyarakat mengejar keuntungan ekonomi dari proyek, 4) konsistensi mematuhi norma dan nilai lingkungan di Kampung Gambiran menjadi pedoman dalam berperilaku, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor tidak memiliki norma dan nilai lingkungan, 5) tindakan yang proaktif, di Kampung Gambiran partisipasi sangat tinggi diiringi inisiatif dan inovasi, baik berupa tenaga, dana, waktu, loyalitas dan lain-lain, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor partisipasi telah jauh menurun dan tanpa inovasi
(bersambung) 13
(lanjutan) No 5.
Judul Arahan Penataan Kawasan Bantaran Kali yang Antisipatif terhadap Bencana Banjir: Studi Kasus Bantaran Kali Code, Kawasan Cokrodirjan, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta
Penulis
Tahun
Zahmi Afrizal 2010
Lokasi Yogyakarta
Metode/Pendekatan Mencari faktor Deduktif pengaruh Kualitatif pemanfaatan ruang dalam kaitannya dengan banjir kawasan untuk pertimbangan dalam penataan dan pengembangan kawasan bantaran sungai di pusat Kota Yogyakarta Topik
Hasil Arahan penataan dan rencana pengembangan kawasan bantaran sungai yang memunculkan karakter kawasan permukiman yang antisipatif terhadap bencana banjir sehingga menciptakan penataan lingkungan kawasan bantaran sungai yang aman dan menjadikan banjir sebagai potensi kawasan.
Sumber : Penulis, 2014 Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pada kespesifikan lokasi yaitu di RW 11 Kampung Jogoyudan Kota Yogyakarta yang berbeda dengan lokasi-lokasi penelitian sebelumnya. Kemudian, topik penelitian ini yang meliputi proses terbentuknya ketahanan dan perumusan teori lokal di RW 11 Kampung Jogoyudan merupakan sudut penelitian yang belum dibahas pada penelitian di atas. Kemudian, jarak waktu antara kejadian bencana dan penelitian selama empat tahun dengan metode fenomenologi diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh dari proses dan teori lokal yang diteliti pada tesis ini.
14
1.8 Kerangka Berpikir
lahar Hujan
rumah bantaran kali
perbaikan rumah, penempatan kembali
Hubungan terbalik antara kerentanan dan keinginan bermukim
Mengetahui hal-hal terkait ketahanan warga dalam hal bermukim di Kampung Jogoyudan
Observasi Lapangan
Wawancara
Data Sekunder
Induksi temuan-temuan di lapangan terkait ketahanan bermukim Tema-tema, konsep
Teori lokal ketahanan warga Kampung Jogoyudan pasca bencana lahar hujan tahun 2010 Gambar 1.2 Kerangka Berpikir Sumber : Peneliti, 2015
15
Pada diagram alir di atas, peneliti menggambarkan proses pembentukan tema, penentuan tema, pengambilan data dan analisis yang akan dilakukan hingga merumuskan teori lokal sebagai akhir penelitian. Ada tiga topik utama yang menjadi dasar dari penelitian ini yaitu mengenai rumah bantaran kali, lahar hujan, dan perbaikan rumah warga pasca bencana hingga waktunya penempatan kembali. Berdasarkan observasi awal, ketiga topik ini mengarah pada adanya hubungan terbalik antara kerentanan dan keinginan bermukim bagi warga di Kampung Jogoyudan khususnya di RW 11. Latar belakang tersebut mengarah pada tujuan untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan ketahanan warga dalam hal bermukim di Kampung Jogoyudan. Kemudian, peneliti melakukan observasi lapangan, wawancara, dan melengkapi data sekunder untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Observasi lapangan dilakukan dengan survey lokasi dan dokumentasi situasi Kampung Jogoyudan. Wawancara dilakukan dengan in-depth interview. Kemudian, data sekunder didapat dari Bappeda Kota Yogyakarta, Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta, BPBD Kota Yogyakarta, Kantor Kecamatan Jetis, dan Kelurahan Gowongan Kota Yogyakarta. Lalu, data yang didapat akan menjadi temuan-temuan lapangan dan diinduksi mengikuti alur penelitian fenomenologi. Selanjutnya, akan menjadi terbentuk tema-tema, konsep-konsep hasil penelitian. Kemudian, dari konsepkonsep yang ada akan terumuskan teori lokal ketahanan warga Kampung Jogoyudan khususnya setelah banjir lahar hujan tahun 2010.
16
1.9 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari enam bab, yaitu: 1. BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, batasan masalah, manfaat, keaslian penelitian, kerangka berfikir, dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Terdiri dari tinjauan pustaka dan definisi istilah khusus. Tinjauan pustaka berisikan teori-teori yang terkait dengan analisis 3. BAB III METODE PENELITIAN Berupa penjelasan tentang metode penelitian yang dipakai oleh peneliti 4. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Terdiri dari deskripsi umum wilayah penelitian, yaitu Kampung Jogoyudan RW 11, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetisharjo, Kota Yogyakarta 5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai ketahanan bermukim warga di permukiman bantaran Kali Code , yaitu Kampung Jogoyudan RW 11. 6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Terdiri dari kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
17