1
BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan ekonomi, pendidikan, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan suatu wilayah. Prasarana jalan merupakan salah satu fasilitas infrastruktur transportasi yang paling strategis, sehingga kondisi prasaran jalan harus terus terpelihara dengan baik agar tingkat pelayanan jalan tetap terjaga. Untuk mempertahankan kondisi jalan tetap baik, diperlukan sistem pengelolaan dan pemeliharaan jalan yang baik dan komprehensif. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kapasitas jalan yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan akan menjaga kualitas jalan dan memperpanjang usia layannya. Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia memiliki panjang jalan nasional sepanjang 38.569,82 km, dimana untuk mendukung kegiatan perekonomiannya, lebih dari 82% angkutan barang dan penumpang bertumpu pada moda jalan (Mulyono A.T, 2013). Jalan Nasional di Indonesia, pengelolaan dan tanggung jawabnya berada di Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Kewenangan penyelenggaraan jalan nasional di Indonesia, baik itu kewenangan dalam pengendalian pelaksanaan konstruksi jalan, operasional, dan pemeliharaan kondisi jalan nasional di tiap Provinsi, dimiliki oleh Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional. Sebagaimana tertuang dalam Permen PU no. 14 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan dilaksanakan Sendiri, Satuan Kerja adalah pihak di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum yang menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dari dana APBN Kementerian Pekerjaan Umum. Satuan Kerja dipimpin oleh seorang kepala Satuan Kerja, yaitu Kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum yang bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum selaku Pengguna Anggaran.
2
Tugas dan tanggung jawab Kepala Satuan Kerja berdasarkan Permen PU no. 14 tahun 2011 antara lain: (1) Mengawasi pelaksanaan anggaran sesuai DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran); (2) Menyampaikan laporan keuangan dan laporan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (3) Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pengadaan barang/jasa; (4) Mengirimkan dokumen laporan hasil pekerjaan konstruksi kepada Sekretaris Jenderal; (5) Memimpin pelaksanaan seluruh rencana kerja yang telah ditetapkan dalam DIPA; (6) Menyusun usulan rencana kerja Satuan Kerja tahunan untuk tahun berikutnya. (7) Bertanggungjawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam DIPA; (8) Bertanggungjawab atas seluruh penerimaan/pengeluaran anggaran Satuan Kerja yang membebani APBN; (9) Bertanggungjawab terhadap realisasi keuangan dan pencapaian output yang telah ditetapkan; (10) Bertanggungjawab terhadap pemeliharaan kekayaan negara. Untuk menjamin terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Undang-Undang no. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Undang-undang ini mewajibkan penyelenggara jalan untuk bekerja secara optimal dalam pemberian pelayanan jalan yang andal dan prima, serta mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung
terselenggaranya
sistem
transportasi
yang
terpadu.
Untuk
mewujudkan amanat undang-undang tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum telah menetapkan visi pembangunan jalan nasional yaitu: “terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial”.
3
Implikasi yang muncul tentang penyelenggaraan jalan adalah bagaimana mewujudkan sistem jaringan jalan yang bermutu, handal, dan berkelanjutan, yang menuju kepada capaian kekuatan konstruksi jalan yang mampu melayani kendaraan sampai umur rencana yang ditetapkan tanpa mengalami kerusakan struktural, agar tercapai perencanaan dan penyelenggaraan jalan yang efektif dan efisien. Untuk mencapai cita-cita tersebut, pemerintah berupaya untuk terus menyediakan jaringan jalan yang handal dan berkelanjutan bagi masyarakat dengan cara menyediakan anggaran untuk penyelenggaraan jalan yang cukup besar setiap tahunnya yang mencakup kegiatan pemeliharaan, peningkatan kapasitas dan pembangunan jalan baru. Namun demikian, upaya pemerintah tersebut belum mampu secara optimal untuk memaksimalkan investasi yang telah dikeluarkan untuk penyelenggaraan jalan dikarenakan masih banyaknya masalah yang dihadapi di lapangan seperti pelanggaran muatan, ketidaksadaran mutu pelaksana pekerjaan, sistem drainase yang buruk, hingga buruknya kerjasama antar instansi yang terkait dengan penyelenggaraan jaringan jalan yang baik. Mulyono (2007) menyatakan bahwa di Indonesia, perkembangan nilai investasi pembangunan jalan dan pertumbuhan lalulintas belum sebanding dengan peningkatan kemantapan jalan. IRI (International Roughness Index) merupakan nilai yang mendiskripsikan kondisi perkerasan jalan, semakin besar nilai IRI pada suatu kondisi jalan, maka semakin buruk kondisi jalan tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Mulyono (2007) menyebutkan bahwa kinerja jalan nasional dan propinsi dari tahun 2002 sampai 2005 menunjukkan bahwa semakin besar nilai investasi tidak berdampak langsung pada penurunan nilai IRI. Dengan kata lain tidak adanya korelasi antara peningkatan investasi penanganan jalan nasional dan propinsi dengan peningkatan kemantapan perkerasan jalan, walaupun dengan standar mutu perkerasan yang sama. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang merupakan tanggung jawab dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III, memiliki jalan nasional sepanjang 554,117 km. Dalam tanggung jawab penyelenggaraan jalannya, jalan nasional di Provinsi Bangka Belitung dibagi menjadi dua wilayah kerja yakni
4
Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional I dan II. Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I (Satker PJN Wilayah I) Bangka Belitung memiliki tanggung jawab penyelenggaraan jalan nasional sepanjang 396,958 km, sedangkan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II (Satker PJN Wilayah II) Bangka Belitung sendiri memiliki tanggung jawab penyelenggaraan jalan nasional sepanjang 157,159 km. Pada Tahun Anggaran 2013, Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II mendapatkan dana pagu anggaran untuk penyelenggaraan jalan sebesar Rp.127.230.034.000,-. Pagu anggaran tersebut sebagian besar merupakan dana untuk paket-paket kontraktual, yakni sebesar Rp.120.944.133.000,-. Sedangkan untuk Tahun Anggaran 2014, Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II mendapatkan dana pagu anggaran untuk penyelenggaraan jalan sebesar Rp.88.536.599.000,- dengan alokasi untuk paket-paket kontraktual sebesar Rp.79.132.200.000,- (e-monitoring Ditjen. Bina Marga, 2014). Proses penyelenggaraan jalan di Indonesia menggunakan metode pelelangan, dimana paket-paket pekerjaan penyelenggaraan jalan di kontrakkan kepada pihak ketiga yakni penyedia jasa (kontraktor), sehingga sebagian besar dana investasi penyelenggaraan jalan nasional diserahkan kepada pihak penyedia jasa. Dana investiasi yang dialokasikan pemerintah untuk penyelenggaraan jalan selalu meningkat tiap tahunnya, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kinerja konstruksi jalan nasional masih belum sesuai dengan standar mutu dan standar teknis yang diharapkan. Mulyono (2013) menyatakan bahwa terdapat enam (6) fenomena proyek penanganan jalan nasional di lapangan yaitu: (1) Intensitas keterlambatan progres proyek terjadi pada bulan Agustus hingga Oktober; keterlambatan hampir 40,0% dari rencana capaian progress; (2) Keterlambatan
progres
memberikan
peluang
penyimpangan
mutu
pelaksanaan pekerjaan jalan; (3) Penyimpangan mutu pelaksanaan merupakan awal terjadinya kegagalan pekerjaan konstruksi bangunan jalan;
5
(4) Kegagalan pekerjaan konstruksi jalan jika dibiarkan maka akan ada peluang terjadinya kegagalan bangunan pasca FHO; (5) Peningkatan dana penanganan konstruksi jalan tidak berbanding lurus dengan peningkatan mutu jalan; (6) Umur pelayanan jalan lebih rendah dari capaian umur rencana yang ditargetkan. Dari fenomena-fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar permasalahan
penyelenggaraan
jalan
nasional
terdapat
di
lapangan.
Ketidaktepatan mutu yang terjadi di lapangan merupakan penyebab utama tidak tercapainya umur rencana jalan. Ketidaktepatan mutu yang sering terjadi di lapangan antara lain pada saat pekerjaan agregat adalah tidak terpenuhinya kedalaman rencana pada saat pekerjaan penghamparan agregat, kualitas material yang tidak sesuai spesifikasi, dan pemadatan agregat yang tidak sempurna. Sedangkan penyimpangan yang sering terjadi pada saat pekerjaan aspal antara lain adalah penyemprotan coat yang tidak merata, hingga penghamparan aspal hot mix tanpa pembersihan lahan eksisting
terlebih dahulu sehingga aspal hasil
pemadatan akan cepat rusak karena tidak melekat sempurna. Kondisi tersebut diperparah dengan pekerjaan pemeliharaan jalan yang seringkali tidak mementingkan mutu dan terkesan asal tidak ada lubang pada jalan. Oleh karenanya proses pengendalian pada saat pelaksanaan dan pemeliharaan jalan merupakan proses yang sangat penting menuju kondisi jalan yang mantap. Proses pengendalian yang ada di Ditjen. Bina Marga terdiri dari aspek pengendalian lapangan (yang dilakukan oleh Satuan Kerja), pengendalian dari pihak Balai dan Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah. Satuan Kerja (pengguna jasa) yang melaksanakan pengendalian di lapangan merupakan aspek terpenting dari pengendalian karena langsung berkaitan dengan pekerjaan di lapangan, hal ini menjadikan kinerja satuan kerja berdampak penting bagi tercapainya mutu jalan yang diharapkan. Kinerja Satuan Kerja yang tidak maksimal akan berdampak signifikan terhadap kualitas mutu jalan, dikarenakan fenomena penyedia jasa di Indonesia
6
yang kurang sadar mutu sehingga memerlukan pengawasan yang ketat. Mulyono (2013) mengemukakan karakteristik pengguna jasa yaitu: (1) Rendahnya kualitas SDM di pihak pengguna jasa berdampak langsung lemahnya pengendalian terhadap kinerja kontraktor (penyedia jasa) di lapangan sehingga mempengaruhi potensi kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan; (2) Pengguna jasa terlalu percaya terhadap pengawas untuk mengendalikan kinerja kontraktor; (3) Perlu upaya rekrutmen SDM yang baru, kaderisasi pembinaan teknis serta pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan sistematis komprehensif baik teknis maupun non-teknis. Sistem pengendalian yang tidak dilaksanakan dengan baik oleh pengguna jasa (satuan kerja) dapat berdampak terhadap terjadinya penyimpangan mutu yang dilakukan penyedia jasa. Pada prakteknya selama ini di lapangan, Satuan Kerja dianggap belum mampu untuk menjalankan fungsi pengendalian pekerjaan konstruksi jalan dengan baik dan benar dikarenakan seringnya terjadi permasalahan dalam pekerjaan di lapangan. Mulyono (2013) menyimpulkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki pihak Satuan Kerja dalam pengendalian pekerjaan dilapangan antara lain: (1) pihak Satuan Kerja kurang mampu melakukan penjadwalan pengendalian yang baik, sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pemeriksaan mendadak di lapangan; (2) selalu terlambat dalam mengambil keputusan ketika terjadi konflik di lapangan; (3) sering terlambat dalam mengambil keputusan untuk menyetujui perubahan desain; (4) tidak mampu memberikan keputusan yang tepat ketika terjadi permasalahan di lapangan karena terlalu percaya kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam mengendalikan kontraktor dan konsultan pengawas; (5) terlalu lama menyetujui rapat dan pelaporan yang berkaitan dengan pengendalian mutu pekerjaan dikarenakan birokrasi yang panjang; (6) tidak tanggap dan kurang cepat dalam mengatasi konflik sosial yang terjadi di lapangan; dan (7) tidak memiliki keberanian untuk melakukan pemutusan kontrak terhadap kontraktor yang melakukan penyimpangan mutu karena pertimbangan non-teknis.
7
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi kinerja satuan kerja terhadap penanganan jalan nasional (studi kasus di Satker PJN. Wilayah II Bangka Belitung) untuk mengetahui sejauh mana kinerja pihak Satuan Kerja tersebut dalam melaksanakan fungsi pengendalian pekerjaan konstruksi jalan. B. Perumusan Masalah Salah satu faktor utama tidak tercapainya mutu pelayanan jalan diakibatkan oleh kurangnya pengendalian pelaksanaan pekerjaan oleh satuan kerja dikarenakan pihak satuan kerja tidak bekerja dengan berbasis pada integrasi SILDACOM. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemahaman terhadap akurasi data hasil survey (Survey)? (2) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemahaman dalam investigasi masalah (Investigation)? (3) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemahaman terhadap desain (Design)? (4) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemeriksaan ulang terhadap ketersediaan lahan (Land Acquisition)? (5) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek relevansi terhadap sasaran program (Action Program)? (6) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pelaksanaan pekerjaan (Construction)? (7) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek operasional pelayanan jalan (Operation)? (8) Bagaimana kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemeliharaan jalan (Maintenance)?
8
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian identifikasi kinerja Satuan Kerja proyek penanganan jalan nasional di wilayah kerja Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Bangka Belitung ini adalah: (1) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemahaman terhadap akurasi data hasil survey (Survey); (2) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja; ditinjau dari aspek pemahaman dalam investigasi masalah (Investigation) (3) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemahaman terhadap desain (Design); (4) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemeriksaan ulang terhadap ketersediaan lahan (Land Acquisition); (5) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek relevansi terhadap sasaran program (Action Program); (6) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pelaksanaan pekerjaan (Construction); (7) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek operasional pelayanan jalan (Operation); (8) Mengidentifikasi kinerja satuan kerja ditinjau dari aspek pemeliharaan jalan (Maintenance). D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian tentang identifikasi kinerja satuan kerja pelaksanaan jalan nasional di wilayah II Bangka Belitung, adalah: (1) Peningkatan
pemahaman
proses
analisis
pemetaan
permasalahan
penyelenggaraan jalan nasional berbasis integrasi SIDLACOM; (2) Peningkatan pemahaman konsep pengambilan keputusan IPA (Importance Performance Analysis). Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian tentang monitoring dan evaluasi satuan kerja pelaksanaan jalan nasional wilayah II Bangka Belitung, adalah:
9
(1) Pedoman monitoring dan evaluasi penilaian kinerja satuan kerja pelaksanaan jalan nasional, khususnya Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Bangka Belitung; (2) Sebagai masukan bagi Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Bangka Belitung dalam mengetahui kinerja yang sudah berjalan dengan baik sekaligus pangkal masalah yang masih perlu pembenahan. E. Batasan Penelitian Penelitian tentang identifikasi kinerja Satuan Kerja terhadap penanganan jalan nasional ini dilaksanakan di wilayah kerja Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Bangka Belitung, dengan batasan-batasan antara lain: (1) Objek penelitian adalah pihak-pihak yang pernah atau sedang bekerjasama secara langsung dengan satuan kerja pelaksanaan jalan nasional wilayah II Bangka Belitung yang antara lain meliputi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kontraktor bidang jalan dan konsultan supervisi yang pernah atau sedang menangani paket pekerjaan jalan nasional di wilayah kerja Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Bangka Belitung; (2) Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden yang telah ditentukan. F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian relevan tentang kinerja Satuan Kerja terhadap penanganan jalan nasional yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya adalah: (1) Ditjen. Bina Marga (2013) melakukan penelitian tentang indikator kinerja penyedia dan pengguna jasa terhadap kegiatan penanganan jalan nasional di Ditbinlak. Wilayah-I. Penelitian ini dilaksanakan sebagai upaya untuk menyusun suatu metode atau pedoman monitoring dan evaluasi indikator kinerja penyedia jasa dan pengguna jasa kegiatan pekerjaan konstruksi bangunan jalan nasional di lingkungan Ditbinlak. Wilayah-I. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui survei lapangan, survei instansional
yang terkait, dan survei
10
wawancara. Penelitian ini menyusun indikator penilaian kinerja pengguna dan penyedia jasa berdasarkan pembobotan hasil survei, kemudian menyusun brainware diagram cara monitoring dan evaluasi untuk menilai kinerja pengguna dan penyedia jasa, yang selanjutnya diubah kedalam bentuk software. (2) Parjo dkk. (2010) melakukan penelitian tentang analisa kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Tugas Pembantuan pemeliharaan jalan dan jembatan nasional. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja satuan kerja terhadap kegiatan pemeliharaan jalan dan jembatan nasional, dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dan sebagai instrumen penelitian digunakan kuesioner. Data yang terkumpul dari hasil kuesioner kemudian dianalisis dengan regresi linier berganda menggunakan program komputer SPSS, untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja satuan kerja perangkat daerah terhadap pemeliharaan jalan dan jembatan nasional. Perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya diatas adalah, penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis penilaian kinerja satuan kerja pelaksanaan jalan nasional dengan cara mengelompokkan pangkal masalah penanganan jalan nasional yang mempengaruhi kinerja satuan kerja. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif, dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Data hasil kuesioner yang dikumpulkan kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) untuk memperoleh peta pangkal masalah kinerja satuan kerja dan menentukan prioritas penanganan untuk meningkatkan kinerja satuan kerja terkait.