BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Didalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan memperoleh pelayanan publik dari aparatur pemerintah, baik berupa pelayanan kebutuhan dasar maupun pelayanan umum yang meliputi : pelayanan administratif, seperti pembuatan akta kelahiran, Paspor, KTP dan lainnya, pelayanan barang, seperti penyedian listrik, air bersih dan lainnya, serta pelayanan jasa, seperti pendidikan dan layanan kesehatan.
Tugas pemerintah yang paling dominan adalah menyediakan barang-barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan (public service), misalnya dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, perkembangan perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan, dan sebagainya Kristiadi (1994). Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN: TAP MPR No. IV/MPR/1999) secara jelas dan tegas telah memberikan arahan di bidang embangunan aparatur negara yaitu agar “mewujudkan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme”. Oleh karena itu dalam penyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat, Pemerintah perlu menyadari fungsi sosial (public service) yang mereka emban dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, serta betapa penting dan strategisnya peran mereka sebagai aparatur negara yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan masyarakat.
1
2
Tetapi disisi lain masyarakat yang berhak mendapatkan pelayanan publik, pada umumnya berada pada posisi yang lemah jika dikaitkan dengan kualitas pelayanan yang mereka terima. Masih sering ditemukan bahwa masyarakat belum dapat menuntut agar apa yang mereka terima sepadan dengan apa yang seharusnya dapat diperoleh. Berkaitan dengan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah seringkali dianggap sebagai cermin dari kualitas birokrasi secara Umum. Oleh sebab itu, pemerintah perlu secara terus menerus melakukan perbaikan pada kualitas pelayanan publik agar dapat menciptakan kepuasan dari masyarakat sebagai penerima pelayanan publik. Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik antara lain dapat dilakukan dengan cara melakukan Identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri. Dalam sektor publik, faktor-faktor kualitas pelayanan yang dinilai tidak cukup hanya menggunakan indikator-indikator yang melekat pada pemerintah saja seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi juga harus dilihat dari indikator-indikator yang melekat pada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan publik dari Pemerintah, seperti Tingkat Kepuasan Masyarakat, Akuntabilitas dan Responsivitas Agus Dwiyanto (2002). Untuk menilai kualitas pelayanan, baik pada Sektor Privat maupun pada Sektor Publik salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan yaitu dengan menggunakan Konsep TERRA Parasuraman, et.al dalam Rambat Lupiyoadi (2001). Berdasarkan konsep tersebut, penilaian terhadap kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara menganalisa terhadap faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, yaitu Tangible (Keberwujudan), Emphaty (Empati), Reliability (Keandalan), Responsivenes (Daya Tanggap), dan faktor Assurance (Jaminan dan Kepastian).
3
Dengan menganalisa terhadap faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dan pengaruhnya terhadap kepuasan masyarakat dalam menerima Pelayanan publik, diharapkan Pemerintah dapat menilai dan mengetahui posisi relatif permasalahan yang dihadapi dalam memberikan pelayanan untuk kemudian memfokuskan pada upaya-upaya perbaikan pada faktor-faktor yang belum sesuai dengan harapan masyarakat, serta tetap selalu berupaya secara berkesinambungan meningkatkan faktor-faktor kualitas pelayanan yang menurut persepsi masyarakat telah cukup memuaskan. Diakui bahwa, didalam praktek penyelenggaraan Pelayanan publik oleh Pemerintah telah banyak upaya-upaya yang telah diambil dalam rangka meningkatkan kualitas Pelayanan publik. Berbagai upaya peningkatan kualitas Pelayanan publik yang telah dilakukan oleh Pemerintah antara lain dengan mengadakan Reformasi di bidang Kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), ketatalaksanaan, pengawasan, dan akuntabilitas serta pengembangan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dilingkungan Departemen Hukum dan HAM misalnya, upaya untuk meningkatkan kualitas Pelayanan publik antara lain pada pelayanan di bidang Keimigrasian, yaitu dengan diterbitkannya Pedoman Umum Penerapan Perkantoran Secara Elektronik (e-Office) Keimigrasian berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH-04.OT.03.01 Tahun 2008 Tanggal 26 Juni 2008, yang meliputi dua (2) aspek pokok, yaitu 1) Aspek fasilitatif, yang memiliki keterkaitan di bidang Kepegawaian, Keuangan, Persuratan, pengarsipan, dan persediaan dokumen keimigrasian, dan yang ke 2) Aspek subtantif, meliputi pemberian, perpanjangan, pembantalan, dan penggantian perizinan keimigrasian di setiap unit atau satuan kerja yang terdiri dari aplikasi visa, aplikasi izin tinggal, dan aplikasi dwi kewarganegaraan. Sedangkan berkaitan dengan pelayanan penerbitan Paspor, telah
4
diterbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesiadi
(SPRI)
berdasarkan
Peraturan
Direktur
Jenderal
Imigrasi
Nomor:
IMI-891.GR.01.10 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008. SOP tersebut diberlakukan diseluruh Kantor Imigrasi, Subdirektorat Dokumen Perjalanan, Subdirektorat Dokumen Perjalanan TKI dan Divisi Keimigrasian pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di seluruh Indonesia. SOP Sistem penerbitan SPRI yang lebih dikenal dengan Sistem e-Passport merupakan bagian dari Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang dibangun di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi Departamen Hukum dan HAM. SIMKIM adalah salah satu instrumen dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja keimigrasian dalam bentuk sistem keimigrasian berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang memenuhi aspek Keakurasian, Kecepatan, Kesederhanaan, Keterbukaan, dan Efisien guna memberikan Jaminan Kepastian dan Kemudahan Pelayanan Keimigrasian sehingga diharapakkan pelayanan Keimigrasian yang diberikan kepada masyarakat dapat memenuhi asas-asas Pelayanan publik yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan Hak, dan Kesembangan Hak dan Kewajiban yang mengacu kepada Kep. MENPAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan publik dan Kep.MENPAN Nomor: PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan publik. Demikian juga secara Normatif, Pemerintah telah banyak meletakkan Pondasi Defenitif sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara Pelayanan publik dalam pengaturan dan pelaksanaan Pelayanan publik dalam rangka mendorong terwujudnya penyelenggaraan Pelayanan publik yang Prima dalam arti memenuhi harapan dan kebutuhan akan pelayanan yang berkualitas melalui konsep “pelayanan prima”.
5
Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan Pemerintah sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas Pelayanan publik, antara lain: 1) Kep.MENPAN Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan publik. 2) Kep.MENPAN Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Ideks Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. 3) Surat Edaran MENPAN Nomor : SE/10/M.PAN/07/2005 tentang Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan publik. Namun demikian dalam implementasinya “nilai luhur” yang terkandung dalam peraturan-peraturan tersebut serta upaya-upaya positif yang telah diambil untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, baik pada tingkat pimpinan Kementerian dan lembaga maupun oleh pimpinan di setiap unit atau satuan kerja masih belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Artinya bahwa di sisi lain harus diakui telah ada upaya-upaya perbaikan terhadap kualitas pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat, tetapi disi lain masih ditemukan faktorfaktor kualitas pelayanan yang berdasarkan persepsi masyarakat belum sepenuhnya memuaskan. Berbagai kelemahan yang dapat diidentifikasi dalam penyelenggaraan Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah antara lain yaitu : (1) Kurang Responsif. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali sangat lambat atau bahkan diabaikan sama sekali; (2) Kurang Informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat; (3) Kurang Terjangkau. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
6
masyarakat; (4) Kurang Koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang berkait satu sama lainnya sering kali Kurang Berkoordinasi; (5) Birokratis. Prosedural dan Berbelit-belit; (6) Lamban Bekerja; (7) Kurang Bertanggung Jawab; (8) Tidak Memberi Rasa Aman; (9) Tidak Mau Disalahkan, jika melakukan kesalahan; dan (10) Tidak Peka, atau bahkan dianggap kurang manusiawi Ismail Muhamad (2002). Fakta lain dilapangan juga banyak menunjukkan bahwa Pelayanan publik oleh Pemerintah di Indonesia kualitasnya masih sangat rendah. Salah satunya indikatornya adalah berdasarkan Kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2004 dan hasil penelitian dari Governance and Desentralization Survey (GDS) Tahun 2002. Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002, masih menemukan tiga masalah penting yang masih banyak terjadi dilapangan dalam penyelenggaraan Pelayanan publik oleh Aparatur Pemerintah. Tiga permasalahan penting dimaksud yaitu: (1) Besarnya Diskriminasi Pelayanan. Penyelenggara Pelayanan publik masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Maraknya fenomena semacam ini sangat memprihatinkan mengingat telah dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, dimana telah dinyatakan secara tegas bahwa Aparatur Negara di dalam menyelenggarakan Pelayanan publik harus ada Kesamaan Pelayanan dan tidak boleh berlaku diskriminatif.
7
(2) Tidak adanya Kepastian Biaya dan Waktu Pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, karena para pengguna jasa Pelayanan publik cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara Pelayanan publik supaya mendapatkan Kepastian dan Kualitas Pelayanan. (3) Rendahnya Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, yang merupakan konsekwensi dari adanya Diskriminasi Pelayanan dan Ketidak Pastian Waktu dan biaya pelayanan. Berkaitan dengan Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2002 tantang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah diberikan amanat untuk melakukan Supervisi terhadap penyelenggaraan pemerintahan termasuk yang berkenaan dengan pelayanan publik. Salah satu yang dilakukan oleh KPK yaitu melalui survei yang menjaring Persepsi Masyarakat Pengguna Pelayanan publik, baik pada instansi pemerintah pusat maupun instansi pemerintah daerah. Survei yang dilakukan oleh KPK dilaksanakan dalam kurun waktu Juni s/d September 2008,
melibatkan
11.268
Responden
pada
40
layanan
Pemerintah
Pusat
(Departemen/Lembaga/BUMN) dan 52 layanan Pemerintah Daerah yang terdiri dari 105 Unit Pelayanan dengan tujuan untuk Mendorong Pembenahan Integritas Pelayanan (termasuk integritas petugas) dalam melaksanakan Tugas dan Wewenangnya dalam memberikan pelayanan publik. Dari pelaksanaan survei terhadap Integritas Layanan Publik pada Instansi pemerintah pusat yang dilakukan oleh KPK diperoleh hasil sebagai berikut:
8
Tabel I.1. Skor Integritas Layanan Publik Instansi Pemerintah Pusat Hasil Survei KPK Tahun 2008 SKOR RATA-RATA NO
URAIAN
1. 2.
Total Integritas Pengalaman Integritas : a. Frekwensi pemberian gratifikasi b. Cara pandang gratifikasi Potensi Integritas : a. Sistem Adaminstrasi, b. Lingkungan Kerja, c. Prilaku Petugas, dan d. Upaya Pencegahan Korupsi
3.
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 5,23
INSTANSI PEMERINTAH PUSAT 6,84
5,37
7,21
37
5,03
5,96
37
PERINGKAT 37
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (2008). Dari Tabel I.1. di atas diketahui bahwa Integritas Layanan (termasuk Integritas Petugas) yang diberikan oleh instansi pemerintah pusat masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, walaupun terdapat indikasi bahwa pada Tahun 2008 telah ada peningkatan Kualitas Pelayanan dibandingkan Tahun 2007. Ini dapat dilihat dari nilai Integritas Layanan sektor publik pada instansi Pemerintah Pusat sudah ada peningkatan, yang semula skor rata-ratanya 5,53 menjadi 6,84. Pencapaian skor tersebut dianggap masih cukup rendah, mengingat negara lain seperti Korea Selatan telah mencapai skor rata-rata Integritas Layanan 9. Penilaian terhadap Integritas Pelayanan oleh pemerintah didasarkan pada dua variabel yakni Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas. Pengalaman Integritas diukur dengan indikator Frekwensi Pemberian Gratifikasi dan Cara Pandang Gratifikasi. Sementara Potensi Integritas diukur dengan indikator seperti Sistem Adaminstrasi, Lingkungan Kerja, Prilaku Petugas, dan Upaya Pencegahan Korupsi.
9
Dalam survei tersebut, Departemen Hukum dan HAM menjadi salah satu dari 40 instansi Pemerintah Pusat yang dinilai Integritas Pelayanannya. Unit layanan yang disurvei terdiri dari 4 (empat) empat unit layanan, yaitu Layanan Fidusia (Jaminan atas Barang Bergerak), Layanan Kenotarisan, Layanan Lembaga Pemasyarakatan, dan Layanan Keimigrasian yang dalam hal ini berupa Layanan Pengurusan Paspor. Hasil yang diperoleh, dari 40 intansi Pemerintah Pusat yang dinilai Departemen Hukum dan HAM menduduki peringkat 37 dengan skor rata-rata nilai Integritas Layanan publik 5,25 atau dibawah rata-rata Integritas Layanan publik Pemerintah Pusat yaitu 6,84. Sedangkan nilai Pengalaman Integritas memperoleh skor 5,34 atau dibawah nilai rata-rata Pengalaman Integritas layanan publik Pemerintah Pusat dengan skor 7,21 serta nilai Potensi Integritas dengan skor 5,03 atau dibawah nilai rata-rata Potensi Integritas Layanan publik Pemerintah Pusat dengan skor 5,96. Berikut skor rata-rata Integritas Pelayanan publik dilingkungan Departemen Hukum dan HAM berdasarkan hasil survei KPK yang diukur berdasarkan persepsi masyarakat : Tabel I.2. Skor Integritas Layanan Publik Depertemen Hukum dan HAM Tahun 2008 NO
UNIT LAYANAN
1.
Layanan Fiducia (Jaminan Atas Barang Bergerak) Layanan Kenotarisan Layanan Lembaga Pemsyarakatan Layanan Pengurusan Paspor Skor Rata-Rata
2. 3. 4.
SKOR TOTAL INTEGRITAS
PENGALAMAN INTEGRITAS
POTENSI INTEGRITAS
PERINGKAT
6,19
6,41
5,67
37
6,81
7,08
6,16
37
2,99
2,3
3,84
37
5,83 5,25
6,12 5,34
5,14 5,03
37
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (2008).
10
Dari Tabel I.2. di atas, diketahui bahwa skor rata-rata Integritas Layanan di Departemen Hukum dan HAM kecuali pada unit layanan Lembaga Pemasyarakatan, secara umum telah memberikan gambaran bahwa masyarakat pengguna jasa layanan telah mendapatkan pelayanan dengan integritas yang semakin baik walau dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Kesimpulan ini diperoleh dari relatif tingginya skor Pengalaman Korupsi, yang berarti Praktek Pemberian Gratifikasi Semangkin Kecil. Namun demikian dari hasil survei tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih memandang adanya berbagai Persyaratan dan Biaya Tambahan sebagai bagain Gratifikasi yang mestinya idak perlu ada. Sedangkan skor rata-rata Potensi Integritas layanan masih Relatif Rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Masyarakat masih merasakan adanya kesulitan dalam Proses Pengaduan terkait permasalahan yang dihadapi, dalam hal ini mekanisme untuk menampung Keluhan/Pengaduan Masyarakat belum berjalan. Disamping itu masyarakat menganggap upaya pencegahan korupsi melalui kampanye Anti Korupsi belum berjalan Optimal. Kampanye Anti Korupsi diperlukan karena Praktek Percaloan dan Pemberian Uang Tambahan masih terjadi. 2) Masyarakat merasakan layanan yang diberikan masih Kurang Adil, artinya masih terdapat Perbedaan Pelayanan terhadap Pengguna Jasa. 3) Masyarakat masih merasakan informasi yang terkait dengan Prosedur, Waktu Pengurusan, dan Biaya yang harus di bayarkan belum disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Disamping itu, masyarakat juga masih merasakan Prosedur Pelaksanaan Pelayanan Relait Tidak Mudah dan Cenderung Kurang Praktis.
11
4) Masyarakat sudah memandang Kebutuhan Kontak dengan Petugas diluar Prosedur Relatif Sangat Kecil. Namun, Penawaran dan Pemberian Gratifikasi sebagai Kebiasaan masih Sangat Umum Terjadi. Jika kita amati salah satu penyebab utama dari ketidakpuasan masyarakat dalam menerima Pelayanan publik (public servent) dari Pemerintah adalah pada sikap sebagian Aparatur Pemerintah kita yang tidak atau kurang memahami peran dan tugasnya sebagai “Pamong Praja (Pemelihara Pemerintahan)”. Budaya yang sudah puluhan tahun melekat pada Aparatur Pemerintah yaitu suka meletakkan dirinya untuk dilayani masyarakat. Pelayanan yang baik akan diberikan jika anggota masyarakat telah memberikan kontribusi pada “Diri Aparat” yang bersangkutan. Pemahaman yang salah inilah yang merupakan salah satu faktor yang telah merusak sistem atau tatanan penyelenggaraan Pelayanan publik sehingga kualitas Pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah masih belum sesuai dengan harapan masyarakat. Selain itu jeleknya pilaku dan gaya manajerial serta lemahnya sistem Pengetahuan dan Keterampilan (kompetensi) Aparatur Pemerintah adalah masalah yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Ini ditambah dengan kecenderungan Birokrat yang egois dan mementingkan diri sendiri, juga sering anti terhadap perubahan dan kritik. Prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian waktu dan biaya yang ditandai masih adanya pungutanpungutan tidak resmi, kurang memadainya profesionalisme petugas pelayanan dan ketidaksadaran Aparatur Pemerintah dalam memahami substansi Pelayanan publik Siagian (1995).
12
Masih banyak daftar panjang lemahnya penyelenggaraan Pelayanan publik oleh Pemerintah. Besarnya struktur organisasi dan banyaknya jumlah pegawai tanpa diimbangi dengan kejelasan tugas-fungsinya, menyimpulkan budaya Birokrasi yang lebih taat pada struktur dari pada tugas dan fungsi. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang cepat dan mudah justru terbelenggu dalam sistem birokrasi yang berbelit-belit akibat struktur yang tidak efektif dan tidak efisien tersebut. Standar pelayanan minimal (SPM) yang sudah dikembangkan oleh unit atau satuan kerja Pelayanan publik masih mengalami hambatan dalam implementasi dan assessment-nya disebabkan oleh karena pedoman penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) yang diterbitkan belum memiliki Kesergaman format antara satu dengan lainnya. Sedangkan tingkat perkembangan masyarakat semangkin menuntut upaya perbaikan Pelayanan publik yang Inovatif, dapat dilakukan secara terus-menerus, bertahap dan berkelanjutan sejalan dengan tingkat kemampuan Keuangan Negara. Sofian Efendi (1995) menyebutkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya kualitas Pelayanan publik di Indonesia antara lain: 1) Konteks Monopolistik Dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara Pelayanan publik Non Pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan tersebut oleh Pemerintah. 2) Tekanan dari Lingkungan Dimana faktor lingkungan amat mempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organisasi publik
13
3) Budaya Patrimonial Dimana budaya organisasi penyelenggara Pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang sering kali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan yang telah ditentukan Oleh sebab itu, untuk mewujudkan penyelenggaraan Pelayanan publik yang berkualitas bukan merupakan hal yang sederhana karena dibutuhkan dukungan baik dari aspek kepemimpinan, perencanaan kinerja, organisasi, manajemen SDM, penganggaran, manajemen analisis dan informasi, manajemen proses, serta selalu mengadakan evaluasi secara berkesinambungan terhadap hasil pencapaian kinerja sebelumnya berikut hambatanhambatan yang masih dihadapi untuk perbaikan-perbaikan di masa mendatang. Untuk itu agar pemerintah dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat diperlukan adanya upaya-upaya perbaikan secara konsisten dan berkesinambungan oleh pemerintah dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi terhadap faktor-faktor kualitas pelayanan yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan masyarakat dalam menerima Pelayanan publik dari Pemerintah antara lain yaitu pelayanan administratif pembuatan Paspor pada kantor Imigrasi di lingkungan Departemen Hukum dan HAM. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk Tesis dengan judul: “ANALISA
TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
KUALITAS
PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PEMOHON PASPOR DI KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN”.
14
I.2. Rumusan Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pengaruh faktor-faktor kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon Paspor di kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan ? 2) Bagaimana pengaruh faktor-faktor kualitas pelayanan secara sendiri-sendiri terhadap kepuasan pemohon Paspor di kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan ?
I.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui dan menganalisa apakah ada pengaruh faktor-faktor kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon Paspor dalam pengurusan Paspor di kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan. 2) Untuk mengetahu faktor-faktor kulaitas pelayanan mana yang paling berpegaruh terhadap kepuasan pemohon Paspor dalam pengurusan Paspor di kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, dalam arti mengetahui tingkat kelemahan/kekurangan masing-masing faktor kualitas pelayanan.
15
I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1) Bagi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan faktor-faktor kualitas pelayaan Pengurusan Paspor yang sesuai dengan harapan pemohon Paspor. 2) Bagi Peneliti, hasil penelitian ini mampu memperdalam pengetahuan dari dunia praktisi yang sangat berharga untuk sinkronkan dengan pengetahuan teoritis yang diperoleh di bangku kuliah. 3) Bagi Akademis, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi untuk kemungkinan dilakukannya penelitian mengenai permasalahan yang sama di waktu-waktu yang akan datang
I.5. Ruang Lingkup Dalam pembahasan Tesis tersebut, Penulis membatasi Ruang Lingkup Pembahasan hanya menyangkut faktor-faktor kualitas pelayanan dan kepuasan pemohon Paspor dalam menerima pelayanan Pengurusan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan.
16
I.6. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran secara jelas dari penulisan Tesis ini, maka penulis memberikan kerangka penulisan yang akan diuraikan seperti di bawah ini. Penulisan Tesis ini terdiri dari lima Bab, dimana masing-masing Bab terdiri dari beberapa Sub Bab. Adapun kerangka penulisan tersebut, antara lain: Bab I :
Pendahuluan Dalam Bab ini, penulis menguraikan Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup, dan Sistematika Penulisan dari penelitian ini.
Bab II :
Landasan Teori Dalam Bab ini menjelaskan teori-teori yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.
Bab III :
Metodologi Penelitian Dalam Bab ini berisi uraian-uraian singkat tentang Kerangka Pemikiran, Model dan Analisis Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, serta Tempat dan Waktu Penelitian.
Bab IV :
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam Bab ini berisi gambaran fakta dan data yang dipakai dari hasil penelitian, bagaimana data tersebut diolah dan dianalisis. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat mengetahui penyebab dari masalah penelitian sehingga dapat mencapai usaha untuk merealisasikan tujuan dari penelitian ini.
17
Bab V :
Kesimpulan Dan Saran Dalam Bab ini berisi kesimpulan, yang merupakan pernyataan singkat yang diambil dari bab hasil analisa dan pembahasan penelitian. Bila hasil tersebut memerlukan saran atau rekomendasi, maka penulis dapat memberikan saransaran yang merupakan sumbangan pemikiran penulis.