BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya terutama dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam interaksi itu pun manusia menciptakan pola-pola tata laku, yang sampai saat ini terus diikuti dan menjadi hukum. Dari sekian banyak kebutuhan manusia, perkawinan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dengan berbagai motif yang melingkupinya, misalnya melakukan perkawinan karena sangat ingin memperoleh keturunan, karena ingin melegalkan hubungan yang sedang dijalani, karena ingin menjadi warga negara suatu negara, karena ingin mencari sensasi, dan alasanalasan lainnya. Lembaga perkawinan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat
UUP),
pada
undang-undang
tersebut
memberikan
pengertian
perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian perkawinan itu dapat dilihat bahwa perkawinan adalah perbuatan hukum yang suci yang harus dilaksanakan tanpa ada tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya bertentangan dari tujuan perkawinan tersebut.
1
2
Selain perkawinan biasa, dalam UUP diatur pula tentang perkawinan campuran sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 UUP yaitu perkawinan yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang - undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena
perbedaan
kewarganegaraan
salah
satu
pihak
berkewarganegaraan Indonesia. Hubungan hukum perkawinan campuran seperti ini tentunya menimbulkan akibat hukum yang berbeda baik terhadap pribadi suami istri, anak dan keturunannya serta akibat terhadap harta benda yang dibawa dan diperoleh sepanjang perkawinan. Akibat hukum terhadap harta kekayaan dari sebuah perkawinan diatur dalam Bab VII UUP tentang harta benda dalam perkawinan, dari Pasal 35 sampai dengan Pasal 37. Ketentuan Pasal 35 UUP menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta bawaan dari masing-masing suami istri sebagai hadiah atau warisan menjadi harta pribadi sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Ketentuan tersebut bersifat terbuka artinya dapat disimpangi oleh para pihak apabila tidak menghendaki akibat perkawinan terhadap harta perkawinan seperti diatur dalam Pasal 35 UUP tersebut. Penyimpangan dapat dilakukan dengan membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan ini diatur dalam Pasal 29 UUP. Sebuah perjanjian perkawinan harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar perjanjian tersebut sah dan dapat memberikan akibat hukum sesuai dengan yang dikehendaki oleh para pembuatnya. Perjanjian perkawinan harus sudah dibuat sebelum atau paling
3
lambat pada waktu perkawinan dilangsungkan dengan bentuk tertulis dan harus disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan dan setelah itu berlaku pula bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut dalam hal dimaksud. Perjanjian perkawinan merupakan cara untuk menyimpangi ketentuan dalam Pasal 35 UUP akan tetapi tidak semua penyimpangan dapat dilakukan. Perjanjian perkawinan tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan, serta perjanjian perkawinan tersebut baru berlaku apabila telah diikuti dengan perkawinan. Perjanjian perkawinan terutama tentang pisah harta memiliki peranan yang sangat penting dalam perkawinan campuran, hal ini dikarenakan ada hak-hak tertentu yang dapat saja hilang akibat adanya perkawinan campuran dan harta yang diperoleh sepanjang perkawinan adalah harta bersama. Misalnya saja Warga Negara Indonesia (selanjutnya disebut WNI) yang melakukan perkawinan dengan Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA) tanpa melakukan perjanjian perkawinan pisah harta dapat kehilangan haknya untuk memiliki suatu Hak Milik atas tanah yang merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA). Hal ini dikarenakan perolehan Hak Milik atas tanah dalam perkawinan campuran tersebut merupakan harta bersama yang dimiliki sebagian oleh WNI dan sebagiannya lagi oleh WNA, sedangkan dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA yang salah satunya mengatur bahwa apabila WNA memperoleh Hak Milik atas tanah wajib melepaskan hak tersebut dalam waktu
4
satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut, apabila tidak maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Permasalahan pun muncul ketika suami/istri yang berkewarganegaraan Indonesia pada saat perkawinan berlangsung membeli Hak Milik atas tanah yang dalam proses pembelian tanah tersebut tidak memerlukan persetujuan dari suami/istrinya yang berkewarganegaraan asing. Peralihan Hak Milik tersebut dapat terjadi karena yang membeli adalah WNI. WNI sesuai dengan prinsip Nasionalitas dapat memiliki hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, tentu dapat memiliki Hak Milik atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA, akan tetapi tanah tersebut telah menjadi objek harta bersama dalam perkawinan campuran, hal ini bertentangan dengan prinsip Nasionalitas karena WNA ikut menguasai tanah dengan status Hak Milik. Konsekuensi yuridis terhadap tanah yang menjadi obyek harta bersama dengan status Hak Milik tersebut telah diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyebutkan bahwa “Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.” Percampuran harta yang terjadi karena perkawinan mewajibkan WNA melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Kekaburan norma yang terjadi di dalam pasal tersebut ialah yang
5
diwajibkan melepaskan Hak Milik adalah suami/istri yang berkewarganegaraan asing, tetapi sebagian tanah Hak Milik yang dimiliki oleh suami/istri yang berkewarganegaraan Indonesia tidak diatur harus dilepaskan atau tidak padahal dalam perkawinan campuran yang tidak didahului dengan perjanjian perkawinan pisah harta maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan, menjadi harta bersama, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UUP. Tidak ada yang dapat memastikan kapan seseorang akan lahir ke dunia dan kapan akan meninggal namun kedua peristiwa hukum tersebut pasti terjadi. Kelahiran dan kematian sangat erat kaitannya dengan hukum waris. Orang yang telah meninggal dunia yang meninggalkan hak dan kewajiban kepada orang yang berhak maka ia adalah pewaris, begitu pula dalam pewarisan di dalam perkawinan campuran, apabila salah seorang meninggal, maka akan ada ahli waris yang ditinggalkan. Fenomena ini dapat diamati pada kasus Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps tentang penetapan ahli waris terkait objek warisan yang berupa tanah Hak Milik yang terletak di Denpasar antara (almarhum) Arief Suryono bin Ismail (WNI) dengan Karin Suryono Wenk binti Johann Wenk (WNA). Adapun peristiwa hukumnya adalah sebagai berikut : 1.
Bahwa perkawinan antara almarhum Arief Suryono bin Ismail dengan Karin Suryono Wenk binti Johann Wenk dilaksanakan pada tanggal 02 Desember 2003
sebagaimana
berdasarkan
kutipan
akta
nikah
nomor
1.141/30/XII/2003 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukun, Malang.
6
2.
Bahwa selama perkawinan, almarhum Arief Suryono bin Ismail telah membeli sebidang tanah beserta bangunan dengan Hak Milik Nomor 6953, seluas 139 M2 (meter persegi), yang terletak di Provinsi Bali, Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Barat, Desa Padangsambian Kaja berdasarkan Akta Jual Beli nomor 493/2011 tertanggal 15 September 2011, yang dibuat di hadapan I Gusti Ngurah Putra Wijaya, SH selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah.
3.
Bahwa almarhum Arief Suryono bin Ismail telah meninggal dunia di Denpasar pada tanggal 13 Juli 2014 sebagaimana berdasarkan Akta Kematian nomor 3573-KM-28102014-0006 yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang pada tanggal 29 Oktober 2014. Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps
adalah penetapan berdasarkan permohonan dari Karin Suryono Wenk binti Johann Wenk yang isi dari penetapan tersebut adalah ditetapkannya almarhum telah meninggal dunia pada tanggal 22 Agustus 2014, ditetapkannya pemohon sebagai ahli waris dari almarhum bersama empat saudara kandung dari almarhum, serta besar bagian masing-masing ahli waris tersebut. Latar belakang pemikiran tesis ini terfokus kepada harta bersama berupa Hak Milik atas tanah sebagai objek pewarisan dalam perkawinan campuran. Tanah yang seharusnya sebagian sudah dilepaskan haknya pada saat perkawinan tersebut masih berlangsung (satu tahun setelah pembelian tanah tersebut atau pada tahun
7
2012) namun tetap menjadi harta warisan pada tahun 2014 dan salah satu ahli waris dari tanah tersebut adalah WNA. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan, yaitu : 1. Apakah mungkin Warga Negara Asing berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps memiliki tanah dengan status Hak Milik? 2. Upaya apakah yang dapat dilakukan Warga Negara Asing sebagai salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah? C. Keaslian Penelitian Sejauh pencarian penulis di kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, judul tesis ini belum pernah dibahas oleh pihak lain, namun untuk perbandingan terkait harta bersama berupa Hak Milik atas tanah dalam perkawinan campuran, maka hasil penelitian sebagai pembanding tesis ini ditemukan antara lain : 1. Tesis atas nama I Wayan Mudita 1 Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Yang Diperoleh Suami Istri Dalam Perkawinan Campuran Di Kabupaten Badung Provinsi Bali, dengan permasalahannya : dalam hal-hal apakah Warga Negara Asing (suami/istri) dalam perkawinan campuran 1 I Wayan Mudita, 2014, Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Yang Diperoleh Suami Istri Dalam Perkawinan Campuran Di Kabupaten Badung Provinsi Bali, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
8
dapat memperoleh Hak Milik atas tanah ditinjau dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA di Kabupaten Badung Provinsi Bali dan bagaimanakah cara pelepasan Hak Milik atas tanah yang diperoleh suami istri dalam perkawinan campuran di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Dari penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa suami atau istri warga negara asing dalam perkawinan campuran dapat memperoleh Hak Milik atas tanah ditinjau dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA adalah dalam keadaankeadaan warga negara asing pasangan perkawinan campuran memperoleh harta bagian berupa harta bersama yang karena perkawinannya putus (putus cerai/putus karena kematian). Suami atau istri warga negara asing yang putus perkawinannya memperoleh bagian harta bersama (gono-gini/guna kaya) berupa tanah dengan status Hak Milik, maka suami atau istri warga negara asing ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan Hak Milik atas tanah yang diperolehnya tersebut (Pasal 21 ayat (3)). Cara pelepasan Hak Milik atas tanah yang diperoleh suami atau istri dalam perkawinan campuran adalah dengan cara memberikan persetujuan kepada suami atau istri yang berkewarganegaraan Indonesia apabila perkawinan itu masih utuh, dan apabila perkawinan campuran itu
sudah putus (cerai
hidup/cerai mati) dengan cara melepaskan tanah itu kepada negara kemudian ia memohon Hak Pakai kepada negara karena orang warga negara asing hanya dapat diberikan hak pakai atas tanah di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Mudita menekankan pada keadaan-keadaan yang memungkinkan suami istri dalam perkawinan
9
campuran mendapatkan Hak Milik atas tanah dan cara pelepasan Hak Milik atas tanah tersebut sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis menekankan pada penyebab WNA tetap menguasai tanah dengan status Hak Milik secara materiil dalam perkawinan campuran lebih dari satu tahun dan upaya yang dapat dilakukan oleh WNA selaku salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah. 2. Tesis atas nama Pio Basuki
2
Mahasiswa Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Tinjauan Tentang Kepemilikan Tanah Dengan Status Hak Milik Bagi Warga Negara Indonesia Yang Melakukan Perkawinan Campuran, dengan permasalahan : bagaimana cara Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran mengatasi kendala Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang tetap ingin menguasai harta berupa Hak Milik atas tanah. Kesimpulannya adalah salah satu responden dalam melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah mendapat saran dari salah seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk melakukan peralihan hak dengan menggunakan kartu identitas dengan status belum kawin yang masih berlaku agar terhindar dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA. Responden lainnya mengajukan permohonan penetapan pengadilan terkait pemisahan harta dan telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri sehingga ketentuan Pasal 21 ayat (3) tidak berlaku lagi bagi responden kedua. Penetapan Pengadilan tersebut hanya baru dapat berlaku di Kantor Urusan Agama sedangkan untuk Kantor 2 Pio Basuki, 2015, Tinjauan Tentang Kepemilikan Tanah Dengan Status Hak Milik Bagi Warga Negara Indonesia Yang Melakukan Perkawinan Campuran, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
10
Catatan Sipil belum dapat menerima suatu penetapan pengadilan terkait pisah harta untuk kemudian dilampirkan pada dokumen perkawinan. Dari penelitian Pio Basuki menekankan pada cara-cara yang dapat dilakukan untuk WNI yang melakukan perkawinan campuran agar dapat tetap memiliki Hak Milik atas tanah, dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis menekankan pada penyebab WNA tetap menguasai tanah dengan status Hak Milik secara materiil dalam perkawinan campuran lebih dari satu tahun dan upaya yang dapat dilakukan oleh WNA selaku salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah. 3. Tesis atas nama I Nyoman Sumardika 3 dengan judul Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Di Kabupaten Badung dan rumusan masalahnya yaitu : bentuk perbuatan hukum apa saja yang dilakukan oleh warga negara asing untuk mengikat warga negara Indonesia dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung. Dari penelitian ini ditemukan bahwa bentuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh warga negara asing untuk mengikat warga negara Indonesia dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung adalah melalui instrumen akta Notaris berupa Akta Sewa Menyewa Tanah, Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Akta Kuasa, Akta Perjanjian Pembaharuan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Akta Perjanjian Pembaharuan Hak Pakai Atas Tanah Hak
3
I Nyoman Sumardika, 2007 Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Di Kabupaten Badung, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
11
Milik, Akta Pengakuan Hutang dengan Jaminan, Akta Pernyataan dan Kuasa, Akta Kuasa Menggunakan dan Mendirikan Bangunan, Akta Kuasa Menyewakan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Kuasa Menjual, Akta Kuasa Roya, dan Akta Perpanjangan Sewa Menyewa. Adapun mengenai bentuk penguasaan tanah oleh warga negara asing di Kabupaten Badung yang berindikasi penyelundupan hukum adalah terjadinya pemilikan semu berkarakter ”Hak Milik Plus” karena secara formal Warga Negara Asing tidak memiliki tanah namun secara material melalui instrumen akta Notaris, Warga Negara Asing dapat menguasai tanah melebihi sifat Hak Milik, misalnya kebal hukum dan tidak hapus karena fungsi sosial tanah. Pada tesis I Nyoman Sumardika menekankan pada perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh warga negara asing untuk mengikat warga negara Indonesia dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung, dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis menekankan pada penyebab WNA tetap menguasai tanah dengan status Hak Milik secara materiil dalam perkawinan campuran lebih dari satu tahun dan upaya yang dapat dilakukan oleh WNA selaku salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, namun apabila di kemudian hari ditemukan karya ilmiah yang serupa maka tesis ini menjadi pelengkap untuk penelitian terdahulu.
12
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti, adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji lebih mendalam penyebab WNA tetap menguasai tanah dengan status Hak Milik secara materiil dalam perkawinan campuran lebih dari satu tahun, dalam hal ini mengambil studi kasus Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps. 2. Menganalisis kesesuaian terhadap asas, norma dan akibat hukum dari kepemilikan harta bersama yang terikat berupa Hak Milik atas tanah oleh WNA lebih dari satu tahun dalam perkawinan campuran dan pewarisan tanah tersebut yang salah satu ahli warisnya adalah WNA, dalam hal ini mengambil Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps. E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis. Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu hukum perkawinan terkait dengan harta bersama dalam perkawinan campuran, dan ilmu hukum agraria khususnya pertanahan yang dalam penelitian ini erat kaitannya dengan Pasal 21 ayat (3) UUPA bagi perkawinan campuran yang memiliki harta bersama berupa tanah.
13
2. Kegunaan praktis Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan ataupun tambahan pengetahuan baru kepada pasangan yang telah melakukan perkawinan campuran maupun yang baru akan melangsungkan perkawinan campuran, para Pejabat Pembuat Akta Tanah yang erat kaitannya dengan pembuatan akta-akta yang berkaitan dengan peralihan ataupun pelepasan Hak Milik atas tanah serta pemerintah tentang akibat dari perkawinan campuran terhadap kepemilikan Hak Milik atas tanah di Indonesia.