BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah “Setiap manusia memiliki kepentingan atau kebutuhan sendirisendiri. Namun dalam pelaksanaanya ia tidak dapat memenuhi semuanya seorang diri”. Hal ini adalah esensi dari hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial atau zoon politicon yang membutuhkan bantuan dari manusia lainnya 1. Hubungan ini telah berlangsung sepanjang sejarah manusia berada di bumi ini dan hubungan ini berkembang seiring waktu menjadi lebih kompleks. Sebagaimana bisa kita lihat perkembangan barter sebagai sarana memenuhi kebutuhan menjadi transaksi perdagangan online pada zaman sekarang. Tetapi pada akhirnya sebagai manapun kompleksnya hubungan antar manusia, semua dilaksanakan berdasarkan teori dasar pemenuhan kebutuhan sebagaimana yang dijelaskan di atas. Hubungan antar manusia terutama hubungan perdagangan adalah salah satu contoh hubungan manusia yang dinamis dan telah berkembang pesat dalam kurun waktu beberapa abad ini. Namun demikian, salah satu hal yang tidak dapat bisa dipisahkan dari perdagangan adalah proses transportasi barang dari penjual ke pembeli dan salah satu metode transportasi yang tertua tetapi sangat vital bagi perdagangan adalah
1
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 3.
1
pengangkutan barang dengan kapal laut. Dalam pelaksanaanya penjual selaku pengirim tidak selamanya melaksanakan proses pengangkutan sendiri saja karena terkadang dianggap tidaklah efektif dan effisien dibandingkan dengan menyewa jasa pihak yang ahli dan bergerak dibidang pengangkutan2. Dalam pelaksanaanya, kegiatan transportasi atau pengangkutan didefiniskan
oleh
HMN.
Purwosutjipto
sebagai
suatu
kegiatan
memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai 3 . Penjelasan tersebut menurut penulis kurang cukup karena guna meningkatkan daya guna dan nilai dari suatu barang pengangkut juga harus memperkirakan faktor waktu yang dapat mempengaruhi daya guna dan nilai barang. Dengan dasar tujuan inilah penjual yang menjadi pihak pengirim mempercayakan pihak pengangkut untuk mengangkut barang pengirim ke tujuan pengirim. Hubungan inilah yang menciptakan suatu hubungan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
2
Dewi Meivisa Harahap, Peranan dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang di Laut (Studi kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hal. 7. 3 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 187.
2
angkutan.4 Definisi hubungan perjanjian pengangkutan kapal laut kemudian diperluas lebih lanjut sebagai perjanjian pengangkutan antara pihak-pihak yang berkepentingan yang melahirkan hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan 5 . Dari definisi ini bisa kita temukan bahwa dalam perjanjian pengangkutan laut, hubungan yang terjadi tidak hanya sesederhana antara pengirim dan pengangkut, tetapi juga menyangkut para pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap proses pengangkutan ini. Adapun alasan kenapa pengangkutan dengan kapal laut masih digunakan hingga masa ini meskipun ada sarana pengangkutan lainnya seperti pengangkutan darat dengan kereta atau udara dengan pesawat adalah tidak lain karena faktor-faktor kelebihan yang diberikan pengangkutan dengan kapal laut dibanding pengangkutan dengan moda transportasi lainnya. Adapun keuntungan pengangkutan dengan kapal laut adalah sebagai berikut:6 1. Biaya angkut lebih murah (Ekonomis) dikarenakan: a. Tractive effort (usaha atau daya tarik) yang dibutuhkan untuk menggerakan benda yang berada di atas air adalah relatif lebih kecil (kurang), sehingga ongkos bahan bakar dan tenaga penggerak yang dibutuhkanya adalah lebih kecil pula. 4
HMN. Purwosutjipto, Op. cit, Hal. 2 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Darat, Laut dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal. 20 6 Tuti Triyanti Gondhokusumo, Pengangkutan Melalui Laut I, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1982, hal. 5. 5
3
b. Pada umumnya tidak ada atau hampir tidak ada biayabiaya pemeliharaan serta biaya capital untuk pembuatan jalan melalui air sehingga tidak menjadi beban bagi usaha pengangkutan melalui air. 2. Daya tampung dan daya angkut dengan kapal laut jauh lebih besar dibandingkan pengangkutan dengan metode lainnya. Dikarenakan bidang pengangkutan dengan kapal laut bergerak di pengangkutan dengan skala internasional, jumlah barang angkut yang besar, jumlah transaksi yang sangat banyak, jangka waktu perjalanan yang lama dan menggunakan peralatan-peralatan berat maka pengangkutan dengan kapal laut menjadi salah satu sarana pengangkutan yang sangat kompleks. Kompleksitas ini menjadi bertambah karena jumlah barang yang besar atau banyak diangkut dalam kurun waktu yang cukup lama maka kapal laut juga merupakan
“gudang
berjalan”
dengan
resiko
tersendiri.
Hal
ini
membutuhkan kordinasi yang sangat baik diantara para pihak. Oleh karena itu guna mempermudah pengkordinasian antara para pihak, pengangkutan dengan kapal laut banyak menggunakan dokumen-dokumen dalam pelaksanaanya. Dokumen-dokumen dalam pengangkutan kapal laut tidak hanya berisi tentang jumlah barang, tujuan kapal dan hal-hal yang bersifat teknis. Namun juga membahas mengenai pembatasan-pembatasan tanggung jawab pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian pengangkutan terhadap barang yang diangkut dan mempermudah penyelesaian permasalahan diantaranya.
4
Dokumen inti dalam pengangkutan dengan kapal laut pada umumnya adalah kontrak perjanjian pengangkutan atau “carter-partai” antara pengirim dengan pengangkut. Tetapi guna mendukung dan memperlancar proses pengiriman barang maka selain carter-partai, digunakan juga dokumen-dokumen lainnya guna mendukung proses pengiriman barang berjalan lancar.Dokumen-dokumen lainnya selain kontrak pengangkutan disebut Shipping Document ini memiliki fungsi untuk: I.
Melindungi Muatan Kapal
Dokumen
ini
berfungsi
untuk
melindungi
muatan
sejak
dipersiapkan untuk dimuat ke dalam kapal di pelabuhan pemuatannya, sampai muatan itu diserahkan kepada pemiliknya atau mereka yang berhak atas penerimaan barang di pelabuhan II.
Menyatakan Hak Milik
Dokumen ini juga berfungsi untuk menyatakan hak milik atas barang yang diangkut oleh kapal serta hak-hak lain yang timbul sebagai akibat dari pengangkutan.7
Dalam penulisan ini penulis ingin membahas mengenai salah satu dokumen pengangkutan kapal laut yaitu dokumen Bill of Lading (B/L) atau yang dikenal sebagai konosemen. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 506 KUHD, Konosemen adalah akta bertanggal dalam mana pengangkut 7
Drs. F.D.C. Sudjatmiko, Pokok-Pokok Pelayaran Niaga Edisi Kedua, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985, Hal. 92.
5
menerangkan bahwa dia telah menerima barang-barang tertentu dengan alamat tertentu pula, selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada seorang tertentu (Penerima), dengan disertai syarat-syarat untuk penyerahan barang-barang itu. Penggunaan dokumen Bill of Lading sangatlah penting dalam pengangkutan dengan kapal laut. Bentuk dokumen ini dimulai pada akhir abad ke-11 dimana perdagangan antara pelabuhan-pelabuhan di Mediterania mulai tumbuh dengan pesat. Bentuk pertama dari dokumen Bill of Lading dibuat dengan tujuan memberikan kepastian diantara para pedagang yang melaksanakan pengiriman barang. Jaminan bagi para pedagang pada masa itu awalnya hanya berupa catatan yang berisi daftar barang yang diangkut, tetapi hal itu dirasa kurang untuk memberikan kepastian bagi para pedagang. Maka ditambahkanlah pencatatan atas kapal yang mengangkut barang tersebut oleh Mualim I kapal (Ship’s Mate).8 Pada masa itu bentuk prototip dari dokumen Bill of Lading masih berupa surat yang berisi pernyataan saja berikut jumlah barang. Prototip tersebut masih belum memiliki kekuatan sebagai dokumen yang memiliki kekuatan atas kepemilikan barang yang tercatat dan juga sebagai dokumen yang dapat diperjualbelikan dan dipindahtangankan kepemilikannya.9 Kelebihan dokumen konosemen atau Bill of Ladingdibanding dengan surat terima biasa adalah surat konosemen atau bill of lading dapat diperjualbelikan dan dipindahtangankan dengan mudah sertadokumen 8
Mclaughlin, The Evolution Of The Ocean Bill Of Lading, Yale L.J., Hal.548, 550. Mclaughlin, op. cit, p. 557
9
6
tersebut mempunyai sifat kebendaan (Droit de Suite,- Zaaksgevolg) atas barang yang tercatat di dalamnya.
10
Itulah alasan mengapa banyak
pengusaha lebih menyukai konosemen daripada bentuk surat tanda terima. Kekuatan konosemen sebagai Shipping Document juga sangat besar bahkan ketentuan dan prasyarat dalam konosemen bisa lebih spesifik dibandingkan kontrak pengangkutan. Dalam bukunya H.M.N. Purwosutjipto menjelaskan bahwa konosemen atau Bill of Lading memiliki peran penting dalam perjanjian pengangkutan antara pengirim dan pengangkut. Dalam prakteknya apabila isi daripada kontrak pengangkutan dengan konosemen berbeda, maka yang akan digunakan adalah konosemen dengan dasar bahwa kedua belah pihak dalam kontrak pengangkutan sudah sepakat dan merubah ketentuan yang tercantum dalam konosemen, karena konosemen dibuat setelah pembuatan kontrak pengangkutan11. Sehingga dari sini bisa kita lihat kekuatan konosemen mengikat baik pengirim dengan pengangkut. Namun dalam prakteknya kondisi pengangkutan di lapangan terkadang berbeda dengan apa yang telah disepakati di dalam carter-partai atau dokumen lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan di laut selama perjalanan, keadaan kestabilan politik dan ekonomi di pelabuhan perantara, keadaan keamanan laut selama perjalanan, keadaan overmacht dan keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi proses pengangkutan
barang.
Dalam
prakteknya
10
keadaan-keadaan
yang
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat, Penerbit Djambatan, 1983, Hal. 207 11 HMN. Purwosutjipto, Op. cit, Hal. 221.
7
mempengaruhi proses pengiriman ini dapat mempengaruhi kualitas dan nilai dari barang yang diangkut. Dalam kondisi ini terkadang salah satu pihak, baik pihak pengirim atau pihak ketiga seperti penerima barang akan meminta pihak pengangkut untuk mengirim barang ke tempat yang dikehendakinya dengan tujuan untuk mengurangi penurunan nilai barang dan/atau mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran biaya teknis dan biaya awak kapal selama kapal tersebut tertunda. Alasan ini sangat wajar meningat biaya yang dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan juga tidak sedikit. Namun, dalam prosesnya pengiriman yang dikehendaki biasanya akan berbeda dengan apa yang dikehendaki sebagaimana yang tercantum dalam carter-partai atau dalam konosemen, sehingga dalam melaksanakannya pihak yang menuntut pengiriman ke tempat lain tersebut akan menggunakan suatu surat yang disebut surat pengampunan atau letter of indemnity. Surat yang dikenal sebagai letter of indemnityini adalah suatu surat tertulis yang dikirimkan kepada pihak pengangkut dengan isi yang menyatakan untuk menghilangkan dan mengambil tanggung jawab dari pihak pengangkut atas penerbitan konosemen bersih untuk pengiriman, dimana pada faktanya pengiriman atau barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang dicantumkan dalam konosemen12.
12
Prof. William Tetley, Q.C., Letters of Indemnity At Shipment And Letters Of Guarantee At Discharge, McGill University, 2004, Hal. 3, Sumber: http://www.mcgill.ca/files/maritimelaw/letters.pdf
8
Dengan penggunaan letter of indemnitymaka pihak pengangkut dapat mengangkut barang yang diangkut ke tempat yang dikehendaki oleh penerbit letter of indemnitydengan jaminan bahwa tindakannya akan ditanggung oleh penerbit letter of indemnity. Namun dalam kenyataannya dengan adanya letter of indemnitytidak merubah ketentuan carter-partai dan konosemen antara pengangkut dan pengirim, sehingga pengirim masih dapat menuntut pihak pengangkut atas tindakanya tersebut dan pengangkut tidak dapat berdalih atas dasar penerimaan letter of indemnity karena letter of indemnitytidak mengikat pengirim dan pengangkut. Pengangkut hanya bisa meminta pertanggungjawaban kepada pihak penerbit letter of indemnity saja atas kerugian dari hasil tuntutan. Penggunaan letter of indemnitydalam bidang pengangkutan laut sebenarnya banyak dikritik oleh ahli hukum dan instansi hukum yang menangani kasus pengangkutan laut di skala internasional, salah satunya adalah inggris sebagai negara pionir yang mengembangkan bidang pengangkutan kapal laut dalam kurun waktu beberapa abad. Inggris telah mengkritik penggunaan letter of indemnitysejak tahun 1928 dimana dalam kasus United Baltic Corp. v. Dundee Perth & London S ahli hukum Wright J mengatakan bahwa penggunaan konosemen “bersih”(Clean Bill of Leading) pada saat barang sebenarnya dalam keadaan rusak atau berbeda dengan
ketentuan
konosemen
yang
diperjanjikan
sangatlah
tidak
bertanggung jawab. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan diantara para
9
pihak dan bagi pihak yang melakukannya juga akan menerima masalah baru sendiri. Namun hingga saat ini letter of indemnitykadang-kadang masih digunakan dalam dunia pengangkutan laut. Walaupun isu letter of indemnity ini masih terbilang jarang dibahas dan ditemui di Indonesia, Penulis merasa bahwa letter of indemnitymerupakan salah satu isu yang harus dibahas dan diatur di Indonesia mengingat bahwa pada dasarnya bidang pengangkutan laut berkorelasi antara satu negara dengan yang lain sehingga suatu hal yang terjadi di negara lain kemungkinan bisa terjadi di Indonesia. Sehingga dalam penulisan ini penulis akan berusaha menjabarkan apa itu letter of indemnity dan bagaimana tanggung jawab para pihak dalam kondisi digunakanya letter of indemnity dalam suatu pengangkutan.
B.
Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu: 1.
Bagaimana dampak penggunaan letter of indemnity terhadap konosemen dan dampaknya terhadap tanggung jawab kepada para pihak dan bagaimana pengaturan penggunaanya menurut konvensi internasional?
2.
Bagaimana praktek pengunaan letter of indemnity dalam pengangkutan laut di Indonesia serta perspektif hukum Indonesia terhadap penggunaan letter of indemnity?
10
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Tujuan Objektif: Adapun penulisan ini dilaksanakan guna mencapai tujuan yaitu: a. Penulisan ini dilaksanakan guna menjelaskan penggunaan dan letter of indemnity atau surat pembebasan tanggung jawab dalam pengangkutan laut terhadap hubungannya kepada para pihak dan tanggung jawab yang ada dalam pengangkutan laut baik secara internasional maupun nasional. b. Penulisan ini juga dilaksanakan guna mengetahui persepektif hukum indonesia dalam kaitan penggunaan letter of indemnity dan juga mengetahui bagaimana praktek penggunaan letter of indemnity di Indonesia.
2.
Tujuan Subjektif: Penulisan
ini
dilaksanakan
guna
memenuhi
syarat
untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum ada penelitian dan penulisan yang mengkaji tentang penggunaan letter of
11
indemnitydalam pengangkutan dengan kapal laut. Namun, setelah penulis melakukan penelusuran lebih lanjut, ditemukan beberapa penelitian dan penulisan yang membahas dan mengangkat mengenai konosemen dan pengangkutan dengan kapal laut, di antaranya: 1.
ABDILLAH SINAGA untuk penulisan hukum untuk Universitas Sumatera Utara dengan judul “Aspek Hukum Konosemen dan Fungsinya Dalam Pengangkutan Laut”. Adapun rumusan masalah yang dapat dilihat dari penulisan tersebut adalah: a)
Siapa yang berhak menerbitkan konosemen dalam suatu pengangkutan laut?
b)
Bagaimana kekuatan hukum dari tiap-tiap lembaran konosemen yang diterbitkan?
c)
Bagaimana
kaitan
konosemen
terhadap
pertanggungjawaban pengangkut dalam penyelesaian ganti rugi. d)
Hal-hal apa saja yang mungkin sering timbul dalam konosemen?
2.
PROF. WILLIAM TETLEY, Q.C. pada tahun 2004 untuk penulisan hukum untuk Mcgill University berjudul “Letters of Indemnity at Shipment and Letters of Guarantee at Discharge”. Adapun rumusan masalah yang dapat dilihat dari penulisan tersebut adalah:
12
a)
Bagaimana persepsi hukum eropa kontinental, hukum anglo saxon, dan hukum hague visby kepada pengunaan letters of indemnity?
b)
Bagaimana hubungan letter of indemnity dengan pihak ketiga?
c)
Apakah penggunaan letter of indemnity diperbolehkan?
Dari semua penelitian yang telah disebutkan di atas, penelitian yang dilakukan oleh penulis ini berbeda. Perbedaan yang ada di dalam penulisan ini adalah penulis membahas mengenai pengaplikasian letter of indemnity dan tanggung jawabnya di Indonesia, serta terdapat perbandingan mengenai perbandingan terhadap pengaturan letter Internasional
of
indemnity antara konvensi-konvensi
danperaturan-peraturan
negara
lain
dengan
peraturan
Indonesia. Walaupun kalau ada kesamaan adalah penulis menggunakan sumber-sumber hukum yang dipakai dan dibahas oleh penulis diatas untuk menjadi acuan serta perbandingan terhadap materi yang dibahas oleh penulis. Sehingga, dengan demikian penelitian ini adalah asli hasil karya dari penulis sendiri
E.
Manfaat Penelitian Penulis berharap agar hasil penulisan ini dapat berguna baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis: 1.
Manfaat Akademis:
13
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu hukum dan hukum dagang pada umumnya serta hukum pengangkutan dengan kapal laut pada khususnya. Penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan bagi penelitan-penelitian di bidang ilmu hukum selanjutnya. 2.
Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam
penggunaan
letter of
indemnitydalam
pengangkutan kapal laut serta dalam pengaturan mengenai tanggung jawab pihak-pihak pengangkutan dengan kapal laut dalam penggunaan letter of indemnity.
14