BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kebutuhan dasar rakyat, terutama bidang kesehatan sudah selayaknya
menjadi perhatian utama pemerintah. Akses memperoleh penanganan kesehatan yang mudah, ramah dan terjangkau bagi rakyat menjadi poin yang penting. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok kesehatan Bab I Pasal 1 yaitu “ Tiap-tiap warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah”. Menyadari bahwa akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah hak semua rakyat, pada 2004 pemerintah dan DPR menyepakati Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Kehadiran UU BPJS menjadi harapan baru bagi masyarakat terutama di bidang kesehatan (Kompas,28 Mei 2013). Program ini akan mulai diujicobakan pada Januari 2014. Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional akan meningkatkan kebutuhan obat 2-3 kali lipat dari sebelumnya (Kompas, 8 November 2013). Karena dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen strategis dari segi biaya, hal ini disebabkan biaya obat yang lebih dari 60 % dari biaya pelayanan
1
kesehatan (Spillane, 2010). Dengan kondisi ini, terbuka peluang meningkatkan pendapatan dengan memenuhi kebutuhan obat-obatan yang meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam program BPJSKesehatan ini, sebagian besar akan menggunakan obat generik. Obat generik adalah nama obat yang sama dengan zat aktif berkhasiat yang dikandungnya, dan telah habis masa patennya sehingga harganya terjangkau. Obat generik dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau menjadi pilihan yang tepat dalam pelaksanaan program BPJS-Kesehatan. Indofarma mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun pengembangan pangsa pasar. Untuk pasar obat generik, Indofarma menempati ranking ke 2 dari 141 manufaktur dengan market share sebesar 17%. Nilai total pasar obat generik sendiri sekitar Rp 4,1 triliun dari total pasar obat di Q3 pada tahun 2013 sebesar Rp 51,6 triliun. Ini menandakan bahwa produk obat generik hanya menempati 8% dari total produk obat-obatan yang beredar di Indonesia. Pertumbuhan pasar farmasi pada kisaran 12-13%, untuk obat generik di kisaran 20% sebagai akibat dimulainya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014. SJSN ini diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap individu yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Berbagai perusahaan farmasi di Indonesia juga melakukan berbagai langkah dalam menyikapi hal ini untuk dapat memenuhi meningkatnya
2
permintaan obat-obatan karena mulai beroperasinya BPJS. Di tahap awal program BPJS kesehatan,pemerintah akan menggelontorkan dana Rp15,9 triliun dariAPBN untuk memberikan subsidi asuransi kesehatan dari 86 jutawarga miskin. Potensi pertumbuhan pasar obat generik dan alatkesehatan sendiri diperkirakan mencapai Rp9,2 triliun seiring peningkatan permintaan dengan adanya program SJSN.Sebagian besar obat-obatan yang digunakan adalahobat generik yang tercantum dalam Formularium Nasional(Fornas), maka penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) meningkat karena adanya program SJSN tersebut. Dua perusahaan BUMN yang fokus dalam memproduksi dan mendistribusikan obat generik adalah PT.Kimia Farma Tbk dan PT. Indofarma Tbk. Perusahaan diharapkan mampu memproduksi obat dengan biaya yang rendah dengan rentang produk yang lengkap dan mempunyai kemampuan pasokan dalam jumlah besar serta mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia dengan tetap memperhatikan aspek keekonomian.Kondisi kinerja keuangan yang sehat merupakan syarat mutlak dalam menjamin peran penting kedua perusahaan pada program ini. Resmi ( 2002 ) menyatakan kinerja perusahaan juga akan menentukan harga saham perusahaan yang ada di pasar modal. Hingga 2015, emiten sektor farmasi dinilai masih menunjukkan tren positif karena didorong oleh tingginya permintaan obat setiap tahun yang didukung dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia. Bahkan sejumlah produsen terutama yang melantai di Bursa Efek
3
Indonesia (BEI) mengantisipasi terbentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 2014 yang akan mendorong permintaan obat-obatan (Bisnis Indonesia, 16 Januari 2013). Pada tahun 2012, bisnis farmasi bernilai Rp 87 triliun dengan pertumbuhan rata-rata 12-13 % per tahun. Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan meningkatkan pertumbuhan 13-14 % per tahun (Kompas, 8 November 2013). PT Kimia Farma (Pesero) Tbk (KAEF) menargetkan kontribusi penjualan obat generik meningkat 128,5 % dari Rp 350 miliar menjadi Rp 800 miliar tahun ini (2014) seiring dengan pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)-kesehatan.Laba bersih KAEF diproyeksikan tumbuh 17,06 % menjadi Rp 247 miliar di tahun 2014, dari target tahun lalu sebesar Rp 211 miliar (Bisnis Indonesia, 10 Januari 2014). PT Indofarma (Pesero) Tbk menargetkan pertumbuhan penjualan obat generik sebesar 17 % menjadi Rp 715 miliar dengan beroperasinya BPJSKesehatan tahun 2014 . Perusahaan akan menginvestasikan dana sebesar Rp 140 miliar untuk membangun pabrik dan membeli alat-alat baru(Bisnis Indonesia, 10 Januari 2014).Emiten akan menyuplai obat generik untuk mendukung program pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Peningkatan kebutuhan obat-obatan, mendorong perseroan harus meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan tersebut. 4
PT Kimia Farma dan PT Indofarma, menaikkan anggaran belanja modal secara signifikan tahun 2013 untuk ekspansi produksi guna mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 2014.Belanja modal Indofarma tahun ini (2013) naik 90 % dibanding tahun lalu, sementara belanja modal Kimia Farma meningkat hingga 300 %. Alokasi belanja modal tahun ini difokuskan pada upaya peningkatan kapasitas produksi obat generik hingga mencapai 6,9 miliar tablet per tahun pada akhir 2013. (Indonesiapharmacommunity.blogspot.com, diunduh 21 Juni 2013).
Gambar 1.1 Pertumbuhan dan Pangsa Obat Generik Prospek pertumbuhan obat generik masih sangat besar. Total penjualan farmasi tahun 2012, jenis obat resep bermerek menguasai 89,06 % pangsa pasar, sedangkan jenis obat generik hanya menguasai 10,94 %. Namun dari segi pertumbuhan obat generik tumbuh 48,44% dibanding obat resep bermerek yang hanya tumbuh 10,54 % di tahun 2012 (Gambar 1.1). Artinya produk
5
generik masih berpotensi untuk tumbuh lebih tinggi lagi di tahun-tahun mendatang. Maksud dan tujuan pendirian BUMN diantaranya adalah mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak (UU No.13 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara, huruf b dan c).Sebagai perusahaan terbuka dan juga BUMN, PT.Kimia Farma Tbk dan PT. Indofarma Tbk berusaha untuk melakukan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan turut melaksanakan serta menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional khususnya bidang kesehatan. Perusahaan akan menyediakan produk dan layanan yang berkualitas yang terjangkau masyarakat luas. Produk berkualitas dan harga terjangkau menjadi dilematis bagi perusahaan BUMN. Di satu sisi perusahaan dituntut menciptakan laba, namun di sisi lain misi sosial pemerintah terhadap rakyat harus tetap dijaga. Kinerja keuangan BUMN sektor farmasi menunjukkan tren peningkatan (Tabel 1.1). Diberlakukannya BPJS-Kesehatan pada tahun 2014, akan
meningkatkan
permintaan obat-obatan generik dalam jumlah cukup besar. BUMN sektor farmasi diharapkan dapat merespon positif kondisi ini.
6
Tabel 1.1. Kinerja Keuangan BUMN Sektor Farmasi Tahun 2005-2010
Uraian 2005 2006 2,240.05 2,548.07 Total Aset Total Ekuitas 1,556.99 1,665.88 Total Penjualan 2,934.17 3,832.05 Total Laba Bersih 117.77 145.21 Sumber : Renstra Kemen BUMN 2012-2014
2007 3,147.97 1,828.23 4,384.24 180.03
2008 3,342.45 2,017.96 4,989.10 198.81
2009 3,545.96 2,289.36 5,162.11 282.31
2010 3,962.22 2,644.85 5,442.01 396.94
Bahan baku obat nasional lebih dari 90 % berasal dari impor yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar mata uang. Ketergantungan pada bahan baku impor sangat merugikan bisnis farmasi, terutama saat mata uang rupiah terdepresiasi. Kenaikan BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) di tahun 2013 sangat membebani keuangan perusahaan. Perubahan upah minimal provinsi (UMP) juga turut meningkatkan biaya dalam produksi proses produksi. Walaupun
biaya produksi meningkat,
perusahaan tidak dapat
menaikkan harga jual obat generik yang dihasilkan. Pemerintah sangat berkepentingan dalam mengatur harga obat generik agar tetap terjangkau masyarakat. Penetapan SK Menkes No. 092/II/2012 mengatur tentang harga eceran tertinggi (HET) obat generik. Keputusan menteri kesehatan ini akan menekan pendapatan perusahaan yang memproduksi obat generik. Situasi dilematis yang dihadapi kedua perusahaan Farmasi BUMN dalam menjalankan peran sebagai pencetak laba dan mengemban misi
7
pemerintah dalam meningkatkan tingkat kesehatan rakyat terutama dalam BPJS kesehatan,menarik untuk diketahui. Bisnis yang berkembang ditunjukkan dengan kinerja keuangan perusahaan yang baik. Demikian juga dengan harapan investor pada nilai perusahaan yang dicerminkan pada harga saham PT Kimia Farma (KAEF) dan PT Indofarma (INAF) sebagai perusahaan terbuka, tentunya akan meningkat pula. Untuk itu penulis memilih judul “ANALISIS
NILAI
WAJAR
PERUSAHAAN
BUMN
FARMASI
SEHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN BPJS-KESEHATAN (STUDI KASUS PADA PT.KIMIA FARMA Tbk DAN PT. INDO FARMA Tbk)” 1.2.
Rumusan Masalah Sebagai perusahaan terbuka PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma
Tbk dituntut meningkatkan kesejahteraan pemegang sahamnya dengan meningkatkan laba. Dan sebagai perusahaan BUMN, PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan dari segi bisnis perusahaan yaitu penetapan harga eceran tertinggi obat generik. Dalam menyongsong BPJS-Kesehatan 2014, kedua perusahaan berupaya mengantisipasi peningkatan kebutuhan obat-obatan yang akan mencapai 2-3 kali lipat. Untuk itu diperlukan kinerja keuangan yang mumpuni dan tetap memenuhi harapan investor sebagai pemegang sahamnya.
8
Dari uraian di atas maka yang menjadi perumusan permasalahan adalah: Bagaimana sebenarnya nilai wajar perusahaan PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk sehubungan dengan pelaksanaan BPJS-Kesehatan.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini pertanyaan penelitian adalah :
1. Berapa nilai wajar perusahaanPT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk sehubungan dengan pelaksanaan BPJS-Kesehatan? 2. Apakah program BPJS-Kesehatan akan meningkatkan nilai wajar perusahaanPT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk? 1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan penulisan tesis ini adalah : Menganalisis nilai wajar perusahaan PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbksehubungan dengan pelaksanaan BPJS-Kesehatan.
1.5.
Manfaat Penelitian Tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca
sebagai berikut : 1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penilaian nilai perusahaan.
9
2. Para pengambil keputusan di PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk dapat menggunakan hasil analisis ini dalam menentukan strategi di masa datang untuk meningkatkan kinerja keuangannya. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah sebagai regulator dalam menentukan kebijakan tentang perusahaan BUMN, khususnya sektor farmasi. 1.6.
Batasan Penelitian Pada penelitian ini objek yang dikaji adalah perusahaan BUMN sektor
farmasi yaitu : PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk. Objek ini dipilih karena BUMN farmasi menyangkut hajat hidup orang banyak, yang secara khusus sektor farmasi sangat berperan dalam bidang kesehatan yaitu produksi dan distribusi obat-batan kepada masyarakat di seluruh Indonesia. PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk sangat fokus dalam memproduksi obat generik. Obat generik akan banyak digunakan dalam program BPJS-Kesahatan yang dilaksanakan pada tahun 2014. Hal yang dikaji meliputi penilaian kedua perusahaan dengan dan tanpa pelaksanaan BPJS Kesehatan. Periode yang waktu yang digunakan selama 5 tahun yaitu 2009-2013.
10
1.7.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab landasan teori ini dibahas tentang landasan teori tentangkonsep dan teori yang mendukung penelitian ini dan bisa membantu dalam menjawab pertanyaan penelitian. BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Dalam bab III dibahas tentang informasi tentang perusahaan yang menjadi obyek penelitian yaitu PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk sebagai dua BUMN sektor farmasi yang sangat fokus dalam produksi dan distribusi obat-obatan generik. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Bab IV membahas tentang metodologi penelitian , pengumpulan data dan metode analsis data.
11
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan tahap-tahap dalam penilaian nilai
perusahaan
dengan analisis fundamental. Analisis yang dilakukan adalah makro ekonomi, analisis industri dan analisis perusahaan sebagai obyek penelitian. Kemudian dibuat proyeksi laporan keuangan dengan dasar asumsi-asumsi dari analisis perusahaan. Proyeksi laporan keuangan kemudian dibuat penilaian perusahaan dengan metode free cash flow to the firm (FCFF). BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN Dalam babkesimpulan dan saran ini akan dijelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian dan saran bagi pembaca.
12