BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perubahan telah menjadi suatu kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi dan merupakan salah satu aspek yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi selain dapat meningkatkan kinerja, juga dapat meningkatkan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan (Robbins, 2008). Penyebab perubahan yang terus menerus dapat dikarenakan laju perkembangan global yang pesat, resiko bisnis yang baru ditemukan, kesempatan yang mengairahkan, inovasi dan sistem kepemimpinan yang baru (Madsen, Miller & John, 2005). Ada beberapa faktor yang menyebabkan organisasi melakukan perubahan yaitu, perubahan teknologi terus meningkat, persaingan yang intensif dan globalisasi, tuntutan pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis (Hussey, 2000; Zulkarnain & Hadiyani, 2014). Setiap perubahan yang terjadi harus dicermati karena keefektifan suatu organisasi tergantung pada sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2008). Lebih lanjut Robbins (2008) menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada
16 Universitas Sumatera Utara
struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia. Fenomena perubahan berlaku terutama untuk organisasi dan kehidupan didalamnya. Kelangsungan hidup, eksistensi dan pertumbuhan masyarakat untuk melakukan inovasi, re-organisasi, pengenalan teknologi baru, perubahan metode, prosedur dan praktik (Thoha, 1983). Karyawan yang kinerjanya rendah dan tidak produktif cenderung menolak perubahan karena kekhawatiran perubahan dapat menimbulkan ketidakpastian dan berdampak negatif terhadap kelangsungan masa depannya (Senge, Smithson & Lewis, 2000). Penolakan atau resistensi karyawan terhadap perubahan merupakan salah satu faktor yang dilaporkan paling sering menyebabkan perubahan organisasi gagal (Kotter & Cohen, 2002). Kesiapan individu untuk berubah merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan organisasi untuk melakukan perubahan (Berneth, 2004; Madsen, 2005). Kesiapan berubah merefleksikan keyakinan, sikap dan intensi perilaku terhadap usaha perubahan (Desplaces, 2005). Organisasi yang akan melakukan perubahan
sangat
memerlukan
dukungan
karyawan
yang
terbuka
dan
mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah ( Eby, Adams, Russel & Gaby, 2000). Apabila karyawan tidak siap maka mereka tidak mampu mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang terjadi. Ketidaksiapan karyawan tersebut akan membawa dampak negatif bagi perubahan organisasi (Desplaces, 2005). Holt (2007) menjelaskan kesiapan untuk berubah adalah hal yang perlu ditinjau sebelum melakukan perubahan organisasi. Kesiapan untuk berubah menjadi faktor penting dalam menciptakan kesuksesan perubahan (Armenakis,
17 Universitas Sumatera Utara
1993) hal ini dapat ditunjukkan bahwa ketika perubahan dilakukan akan muncul dua sikap yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif ditunjukan dengan adanya kesiapan untuk
berubah dan sikap negatif ditunjukan dengan adanya
penolakan terhadap perubahan. Kesiapan untuk berubah merefleksikan keyakinan, sikap, dan sejauh mana organisasi memerlukan perubahan. Kesiapan merupakan suatu tanda kognitif untuk memilih antara tingkah laku menahan (resistensi) dan mendukung usaha perubahan. Untuk mengurangi resistensi anggota organisasi maka perlu dibentuk kesiapan untuk berubah (Madsen, Miller & John, 2005) Untuk meraih keberhasilan dalam mengelola perubahan organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan pada perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga perubahan organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya menciptakan organisasi yang lebih adaptif dan fleksibel. Demikian juga halnya jika kebiasaan manusia dan budaya organisasinya tidak diubah, perubahan organisasi tidak akan berhasil (Klandermans & Van Vuuren, Hartley, Probst,2003, Chirumbolo, 2005). Perubahan organisasi tidak akan berhasil tanpa mengubah individunya. Mengelola perubahan organisasi sesungguhnya adalah mengelola karyawan yang terlibat dalam proses perubahan organisasi karena karyawan merupakan sumber dan alat dalam perubahan (Smith, 1997). Pentingnya peran karyawan dalam proses perubahan, maka karyawan perlu dipersiapkan agar lebih terbuka terhadap perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Jika karyawan tidak siap untuk berubah maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan akan merasa kesulitan
dengan
kecepatan
perubahan
organisasi
yang
sedang
terjadi
18 Universitas Sumatera Utara
(Hanpachern, Morgan & Griego, 1998). Kesiapan berubah merupakan dasar apakah karyawan akan menolak atau mengadopsi perubahan (Holt, Armenakis, Field, & Harris, 2007). Kesiapan berubah dapat diperoleh melalui usaha proaktif agen perubahan dengan cara mempengaruhi keyakinan, sikap dan perilaku target perubahan untuk meningkatkan motivasi mereka untuk berubah (Applebaum & Wohl, 1999). Untuk
mempersiapkan
karyawan
agar
siap
berubah,
diperlukan
pemahaman mengenai cara-cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kesiapan untuk berubah. Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh organisasi yaitu membentuk kesiapan karyawan untuk berubah dan menyelesaikan masalah resistensi untuk berubah (Cummings & Worley, 1997). Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan perubahan, organisasi harus senantiasa berada dalam keadaan yang siap untuk berubah. Namun kesiapan organisasi untuk berubah juga perlu didukung oleh karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik, dan siap untuk berubah (Eby, 2000). Beberapa
peneliti
menyatakan
bahwa
karyawan
yang
terbuka,
mempersiapkan diri dengan baik, dan siap untuk berubah dapat mendukung kesiapan organisasi untuk berubah (Madsen 2005; Eby, Adams, Russell, & Gaby, 2000). Kesiapan untuk berubah merupakan faktor penting bagi kesuksesan usaha untuk perubahan (Berneh, 2004; Madsen, 2005). Apabila karyawan tidak siap untuk berubah, maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang sedang terjadi (Hanpachern, Morgan, & Griego, 1998, Ciliana & Mansoer, 2008).
19 Universitas Sumatera Utara
Kesiapan individu untuk berubah merupakan sebuah sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh proses, konteks, dan individu yang terlibat didalam suatu perubahan, yang merefleksikan sejauh mana kecenderungan individu untuk menyetujui, menerima dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini (Holt, Armenakis, Field, & Harris, 2007, Ciliana & Mansoer, 2008). Dengan job involvement dari karyawan, akan dapat mendorong peningkatan work value, bahkan kesuksesan organisasi dalam melakukan perubahan (Robbins, 2008). Cascio (2003) mengemukakan bahwa keterlibatan secara penuh terhadap pekerjaan membuat karyawan akan menciptakan kinerja yang baik dan akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya karena hal ini dianggap penting. Karyawan akan lebih merasa puas dan senang jika bisa menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaannya Job involvement dalam sebuah organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan organisasi (Steers,1997). Karyawan dengan tingkat job involvement yang tinggi dengan kuat aktif mengaitkan dirinya ke jenis pekerjaan yang dilakukannya dan benar-benar antusias dalam pengerjaannya. Karyawan yang aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya menunjukkan kemauan dan keinginan karyawan untuk ikut terlibat langsung dalam pekerjaan. Ketika karyawan mempunyai job involvement yang rendah maka dia akan menjadi seseorang yang hadir secara fisik tapi secara mental absen. Ketika seorang
20 Universitas Sumatera Utara
karyawan sepenuhnya terlibat dalam karyanya, energi dan fokus yang ditujukan langsung pada keterlibatannya (Woodward & Buchholz, 1987) Job involvement dapat menunjukkan secara signifikan integrasi karyawan terhadap perusahaan, karena semakin menyatu dengan pekerjaannya karyawan akan lebih melibatkan diri dan menghabiskan waktu lebih banyak dalam pekerjaannya (Yekty, 2006). Hal ini dapat terlihat dari karyawan jarang datang terlambat,
bersedia
untuk
kerja
lembur,
melakukan
inovasi
terhadap
perusahaannya, berperilaku positif dalam pekerjaannya, kreatif, semangat dalam setiap program dan kegiatan perusahaan dan bangga menjadi bagian dari perusahaaan. Karyawan menjadi aset organisasi dan tidak akan mungkin berpikir meninggalkan organisasi ketika mempunyai job involvement yang tinggi sedangkan job involvement yang rendah menambah perasaan karyawan dari keterasingan dalam organisasi atau perasaan adanya pemisahan antara apa yang dilihat karyawan sebagai kehidupan dan pekerjaan yang mereka lakukan (Hafer & Martin, 2006; Akinbobola, 2011) Studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan adanya hubungan antara job involvement dengan kesiapan individu untuk berubah (Yoon & Thye, 2002; Zangaro, 2001). Studi yang dilakukan Madsen (2005) menunjukkan bahwa job involvement dalam organisasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi, memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif, individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi akan memiliki keterlibatan yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannnya (Ciliana & Mansoer, 2008).
21 Universitas Sumatera Utara
Ketidakpastian merupakan salah satu hal yang mempengaruhi sikap individu terhadap perubahan. Untuk itu dalam menghadapi ketidakpastian setiap individu memiliki cara yang berbeda dan dipengaruhi oleh work value (Hofstede, 1980). Salah satu dimensi work value adalah penghindaran ketidakpastian, ketakutan
terhadap
ketidakpastian
ini
membuat
seseorang
memiliki
kecenderungan untuk menolak perubahan. Berdasarkan hal tersebut tidak semua individu mau menerima perubahan, karena mereka menganggap bahwa ketidakpastian dapat mengancam hidup mereka. Setiap perubahaan pada awalnya mendatangkan ketidakpastian. (Judson, 2000). Salah satu cara untuk menjalankan perubahan adalah dengan menanamkan work value yang baru, yang dapat menjadi sebuah katalis untuk memberi “ warna baru “ pada manajemen perusahaan. Dengan adanya warna baru dalam perusahaan tersebut maka karyawan tersebut dapat mengadaptasi kebijakan-kebijakan perubahan yang biasanya di bawa oleh manajemen baru (Kasali, 2007). Work value dapat merefleksikan tujuan utama dari kepuasan kerja bukan hanya pekerjaan yang mereka lakukan sekarang tetapi untuk potensi kerja di masa depan (Malka & Chatman, 2003). Nilai merupakan satu petunjuk ke arah kesejahteraan setiap individu. Nilai yang digunakan ditempat kerja merupakan work value bersama, yaitu komponen penting dari setiap hubungan kerja. Work value yang positif dapat mempengaruhi sikap dan pandangan individu terhadap sesuatu tindakan. Work value merujuk pada sikap individu terhadap kerja dan berkaitan dengan makna yang diberikan oleh individu terhadap kerjanya (Hofstede, 1980). Work value penting karena mempengaruhi perilaku organisasi, performa kerja, produktifitas dan komitmen
22 Universitas Sumatera Utara
organisasi. Kecemerlangan organisasi sangat tergantung pada work value individu dalam organisasi. Work value yang dimiliki individu akan menentukan prestasi kerjanya. Prestasi kerja yang cemerlang merupakan hasil daripada work value yang positif dan akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi (Hofstede, 1980). Work value merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu organisasi karena kecemerlangan sebuah organisasi sangat bergantung pada work value individu. Work value merujuk pada sikap individu terhadap kerja dan berkaitan dengan makna yang diberikan oleh individu terhadap kerja. (Kinicki dan Kreiner 2008) Keterbukaan pada perubahan akan menghasilkan work value
yang
tercermin dari semangat kerja yang berbeda dari yang sebelumnya, perbedaan itu akan menjadi faktor penentu keberhasilan dan keunggulan perusahaan di masa depan karena keterbukaan terhadap hal-hal yang baru adalah modal awal yang penting dalam sebuah proses perubahan (Kasali, 2007). Setiap perusahaan yang unggul sangat jelas selalu menjunjung work value yang tercermin dalam perilaku kerja mereka, work value sebagai dasar semangat dan pengerak dan juga faktor tunggal dalam merespon dan memasuki dimensi perubahan organisasi (Peters, 2009). Tahun 2013 adalah tahun bersejarah bagi perusahaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Melalui perundingan yang panjang, pengalihan PT. Inalum dari PMA ke BUMN akhirnya tercapai. Direncanakan bahwa seluruh saham akan menjadi milik negara Indonesia. Jadi perusahaan yang tadinya Penanaman modal asing (PMA) berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara
23 Universitas Sumatera Utara
(www.inalum.co.id). Sejalan dengan hal ini telah dimulai menyesuaikan hal-hal yang berkaitan dengan perubahan status tersebut, dan akan dilaksanakan secara bersama-sama, bertahap dan terukur dan akan disesuaikan dengan budaya dan nilai korporasi PT Inalum, antara lain memelihara operasional PLTA dan pabrik peleburan
Aluminium yang aman,
stabil dan berwawasan lingkungan,
memprioritaskan pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan yang produktif, sinergi dengan kebijakan pembangunan pemerintah dan kebutuhan masyarakat dengan tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan pemangku amanah
lokal
dan
nasional
guna
mendukung
operasional
perusahaan
(inspirasibangsa.com). Pengalihan Inalum dari PMA menjadi BUMN sudah dipastikan ada perubahan manajemen dan etos kerja dari suasana Jepang menjadi suasana BUMN.
B. Kerangka Berpikir
JOB INVOLVEMENT 1. Performance self-esteem contingency. 2. Psychological identification. KESIAPAN BERUBAH 1. Appropriatness. 2. Change Specific Efficacy. 3. Management Support. 4. Personal benefit.
WORK VALUE 1. Intrinsik 2. Kenyamanan. 3. Keuangan. 4. Hubungan dengan rekan kerja. 5. Karir. 6. Sumber daya.
rekan-
24 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT. Inalum yang tengah dalam masa transisi perubahan dari PMA ke BUMN
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji peranan job involvement dan work value
terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT
Inalum (Persero)
D. Perumusan Masalah “ Apakah job involvement dan work value memiliki peranan yang signifikan terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT Inalum ( Persero )?”
E. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis : 1. Memberikan referensi kepada pihak manajemen terlebih HRD, agar mereka dapat memberikan pengarahan maupun pelatihan kepada karyawan perihal
pentingnya job involvement dan
work value
terhadap kesiapan berubah yang direncanakan maupun yang sedang terjadi dalam organisasi. .
25 Universitas Sumatera Utara
Manfaat Praktis : 1. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh job involvement terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero). 2. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero). 3. Setelah dilakukan pengukuran akan diketahui apakah ada pengaruh job involvement dan work value terhadap kesiapan berubah pada karyawan PT.Inalum (Persero).
F. Sistimatika Penulisan Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, kerangka berpikir, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang yang menjadi objek penelitian. Landasan teori yang diuraikan adalah mengenai job involvement, work value dan kesiapan berubah, pengaruh
job
involvement terhadap kesiapan berubah, pengaruh work value terhadap kesiapan berubah, pengaruh job involvement 26 Universitas Sumatera Utara
dan work value terhadap kesiapan berubah. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian
sebagai jawaban
sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh
job involvement dan work value
terhadap
kesiapan berubah. BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengambilan data, uji validitas, uji reliabilitas, uji coba alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data
BAB IV
HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil penelitian yang disertai analisa data dan pembahasan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab
ini
menguraikan
permasalahan
yang
kesimpulan
diungkapkan
sebagai
jawaban
berdasarkan
hasil
penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran prktis dan saran teoritis.
27 Universitas Sumatera Utara