BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman mempunyai peran dan posisi strategis karena tidak hanya membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil, dan finansial serta sarana dan prasarana. Kebijakan satu atap menuntut MA untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Perubahan kondisi yang mengharuskan MA untuk secara cepat menyesuaikan diri adalah gerakan Reformasi Birokrasi Nasional. Reformasi Birokrasi (RB) merupakan upaya pemerintah untuk mencapai tata kelola dengan melakukan pembaharuan yang mendasar di bidang organisasi dan SDM serta bertujuan untuk mengubah pola pikir dan budaya kerja di lingkungan K/L dan Pemda. Tantangan terberat bagi MA sebagai proyek percontohan RB adalah bahwa MA diharapkan mengikuti arahan RB dan dapat menjadi contoh bagi K/L yang berhasil melaksanakan RB (Cetak Biru Pembaharuan Peradilan, 2010). Guna membangun organisasi yang sesuai dengan perubahan lingkungan tersebut, MA melakukan restrukturisasi organisasi sehingga membutuhkan dukungan SDM yang handal dan kompeten. Seluruh pegawai peradilan dituntut
1
untuk dapat terlibat dan loyal dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi. Diperlukan usaha untuk mengelola SDM guna meningkatkan komitmen pegawai di lingkungan peradilan. Pengadilan Tinggi Yogyakarta sebagai salah satu satuan kerja di bawah MA yang membawahi lima Pengadilan Negeri (PN) se-Wilayah Yogyakarta juga menghadapi tantangan yang sama. Keterlibatan dan loyalitas dalam hal ini erat kaitannnya dengan komitmen pegawai terhadap organisasinya, yang acapkali menjadi isu hangat. Pegawai yang kurang loyal dan terlibat penuh dalam organisasi akan berdampak negatif. Fenomena yang terjadi berdasarkan observasi, tidak sedikit pegawai yang membolos pada jam kerja dan adanya pegawai yang enggan melaksanakan tugasnya dengan beragam alasan sehingga membebani rekan kerjanya. Dalam situasi seperti ini, komitmen organisasional menjadi penting. Komitmen organisasional dianggap penting karena komitmen organisasional adalah suatu kekuatan yang mengikat seorang individu untuk suatu tindakan yang relevan dengan satu atau lebih tujuan (Meyer et al., 2002). Luthans (1995) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Menurut Ivancevich et al., (2005) dalam Putra (2007), komitmen organisasional merupakan suatu identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang dinyatakan oleh seorang karyawan dalam organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasional sering diartikan sebagai sikap keterikatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya.
2
Meyer & Allen dalam Luthans (1995) menjelaskan bahwa komitmen organisasional memiliki tiga komponen, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuan, dan komitmen normatif. Komitmen afektif, berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai terhadap organisasi. Komitmen kontinuan, komitmen berdasarkan pertimbangan pegawai tentang kerugian ditanggung apabila meninggalkan organisasi. Komitmen normatif, komitmen yang didasarkan pada perasaan pegawai tentang kewajiban untuk tetap bertahan di organisasi.
Penelitian
ini
menggunakan
ketiga
komponen
komitmen
organisasional tersebut sebagai variabel dependen. Penelitian-penelitian pada komitmen organisasional pun semakin luas. Kepemimpinan transformasional menjadi salah satu perhatian dalam organisasi sebagai faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai moral pengikutnya dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang etika dan dapat menyalurkan energi serta sumber daya guna mereformasi instansinya (Burn, 1978 dalam Yukl, 2011). Menurut Bass (1990), kepemimpinan transformasional terjadi ketika pemimpin mampu meningkatkan ketertarikan pegawainya terhadap organisasi. Karakteristik gaya kepemimpinan transformasional yang efektif adalah menunjukkan perilaku karismatik,
memunculkan
motivasi
inspirasional,
memberikan
stimulasi
intelektual dan memperlakukan karyawan dengan memberi perhatian terhadap individu. Oleh sebab itu, Bass (1990) membagi kepemimpinan transformasional menjadi empat dimensi, yaitu pengaruh idealis, perhatian individual, motivasi inspirasional, dan stimulasi intelektual.
3
Seorang
pemimpin
yang
mampu
melakukan
gaya
kepemimpinan
transformasional maka akan memotivasi pegawainya untuk bekerja dengan baik sehingga meningkatkan komitmen organisasional pegawai terhadap organisasinya. Dalam beberapa penelitian menemukan bahwa adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional pada komitmen organisasional (Simon, 1994; Bycio et al., 1995 dalam Jain & Duggal, 2015; Bono & Judge, 2003; Bushra et al., 2011). Berdasarkan Avolio et al. (2004), kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi komitmen afektif pengikutnya, yaitu dengan menekankan hubungan antar usaha pengikutnya dengan tujuan yang dicapai dan mempratekkan perilaku yang visi, misi dan tujuan organisasi. Brown (2003) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional (relations-oriented) akan meningkatkan keinginan bawahan untuk tetap tinggal bekerja di suatu perusahaan atau mendorong timbulnya komitmen afektif bawahan dan bawahan merasa memiliki kewajiban untuk tetap bekerja di perusahaan (komitmen normatif).
Selain kepemimpinan transformasional, penyebab yang mendorong pegawai untuk meningkatkan komitmen organisasional adalah kepuasan kerja. Hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional telah diuji dan menunjukkan hubungan positif dan signifikan (Gunlu et al., 2010; Azeem et al., 2014). Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan individu (Kreitner & Kinicki, 2011). Menurut Locke dalam Luthans (1995) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan berdasarkan penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Suatu organisasi yang ingin mewujudkan
4
tujuannya maka sebaiknya meningkatkan kepuasan kerja pegawai dan menciptakan lingkungan kerja yang tepat (Alizedah et al., 2012). Tsai & Huang (2008) meneliti hubungan antara aspek kepuasan kerja terhadap ketiga dimensi komitmen organisasional. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa kelima aspek kepuasan kerja (pengawasan, rekan sekerja, gaji, promosi, dan pekerjaan itu sendiri) masing-masing mempunyai pengaruh terhadap komitmen organisasional. Kepuasan kerja yang tinggi terhadap gaji maka akan meningkatkan komitmen kontinuan pegawai dan kepuasan terhadap pengawas berpengaruh positif pada komitmen normatif sedangkan aspek pekerjaan dan pengawas berpengaruh positif terhadap komitmen afektif. Pembahasan tentang komitmen organisasi menjadi topik yang menarik bagi peneliti. MA saat ini membutuhkan komitmen organisasional pegawai guna mencapai
tujuan
organisasi.
Mengingat
pentingnya
kepemimpinan
transformasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional, penelitian ini menguji pengaruh positif kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional, baik komitmen afektif, komitmen kontinuan, maupun komitmen normatif.
1.2 Rumusan Masalah Komitmen pegawai diperlukan oleh suatu organisasi untuk tetap bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Situasi yang terjadi saat ini menuntut Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya untuk melaksanakan
5
penataan kembali struktur organisasi sehingga mampu meningkatkan kinerja dan kualitas peradilan. Komitmen
organisasional
menjadi
landasan
penting
dalam
rangka
mensukseskan restrukturisasi organisasi di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Terbentuknya komitmen organisasional tidak lepas dari peranan pemimpin
di
setiap
peradilan.
Seorang
pemimpin
diharapkan
mampu
mempengaruhi bawahannya untuk bekerja dengan baik guna mencapai tujuan organisasi. Pemimpin juga mampu memberikan motivasi, kepercayaan, tanggung jawab yang dapat menumbuhkan komitmen pegawai terhadap organisasi. Selain gaya kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja juga mengambil bagian yang tidak kalah penting. Pada saat kepuasan kerja seorang pegawai meningkat, maka pada saat itu pula komitmen organisasional akan meningkat juga (Kreitner dan Kinicki, 2011). Oleh karena itu, perlu diuji dan dianalisis pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional baik komitmen afektif, komitmen kontinuan, maupun komitmen normatif pada pegawai Pengadilan Negeri di wilayah Yogyakarta.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen
afektif
pada
pegawai
Pengadilan
Negeri
se-wilayah
Yogyakarta?
6
2. Apakah kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen afektif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta? 3. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen kontinuan pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta? 4. Apakah kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen kontinuan pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta? 5. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen normatif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta? 6. Apakah kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen normatif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menguji
dan
menganalisis
pengaruh
positif
kepemimpinan
transfomasional terhadap komitmen afektif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. 2. Menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja positif terhadap komitmen afektif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta.
7
3. Menguji
dan
menganalisis
pengaruh
positif
kepemimpinan
transfomasional terhadap komitmen kontinuan pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. 4. Menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja positif terhadap komitmen kontinuan pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. 5. Menguji
dan
menganalisis
pengaruh
positif
kepemimpinan
transfomasional terhadap komitmen normatif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. 6. Menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja positif terhadap komitmen normatif pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membantu peneliti lain, khususnya di bidang
manajemen
dalam
memahami
teori
kepemimpinan
transformasional dan kepuasan kerja dalam hubungannya dengan komitmen organisasional, yang meliputi komitmen afektif, komitmen kontinuan, dan komitmen normatif pegawai negeri agar mereka dapat melakukan penelitian serupa tetapi dengan variabel dan objek berbeda. 2. Secara praktis, hasil penelitian dapat memberikan kontribusi kepada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya mendapatkan
8
pemahanan mengenai pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional, yang pada akhirnya dapat digunakan dapat mengelola sumber daya manusia dan menetapkan kebijakan baru yang lebih baik dalam rangka meningkatkan komitmen organisasional.
1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Ruang lingkup yang disebutkan dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pada pegawai Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sedangkan variabel terikatnya adalah komitmen organisasional yang terdiri atas komitmen afektif, komitmen kontinuan, dan komitmen normatif. Batasan penelitiannya adalah : 1. Penelitian ini mengambil subjek hanya dari sampel responden di kalangan pegawai Pengadilan Negeri di wilayah Yogyakarta. 2. Penelitian ini dibatasi hanya untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja pada komitmen organisasional (komitmen afektif, komitmen kontinuan, dan komitmen normatif) pegawai di Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta.
9
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, dan keaslian penelitian untuk memberikan gambaran umum tentang tujuan dilakukannya penelitian. b. Tinjauan Pustaka Bab ini berisi uraian tinjauan pustaka yang diperoleh dari berbagai buku dan jurnal yang telah dipublikasikan yang dapat mendukung penelitian serta pengembangan hipotesis yang akan diuji. c. Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan, jumlah sampel yang digunakan, pengembangan instrumen penelitian, dan teknik uji statistik untuk menguji hipotesis. d. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab ini menguraikan tentang gambaran umum organisasi, tugas, visi dan misi, struktur organisasi, dan kondisi responden di Pengadilan Negeri se-wilayah Yogyakarta. e. Analisis Data Bab analisis data ini memaparkan hasil-hasil penelitian yang diolah dari data melalui uji statistik yang telah diuraikan pada bab metode penelitian.
10
f. Penutup Bab ini berisi kesimpulan yang mencakup seluruh materi pembahasan, implikasi hasil penelitian terhadap praktek di organisasi, serta saran yang dilakukan bagi penelitian selanjutnya.
11