1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Luas lahan rawa gambut di Indonesia 20,6 juta ha (52,6% dari dunia). Luas tersebut 5,77 juta ha (27,8%) terdapat di Kalimantan. Luas lahan rawa gambut di Kalimantan Tengah 52,18% dari total luas lahan rawa gambut di Kalimantan (Wahyunto et al., 2005). Hutan rawa gambut berfungsi menyimpan karbon, mempengaruhi iklim global dan hidrologi, serta melindungi bermacammacam spesies flora fauna endemik dan terancam punah (Yule, 2010). Eksistensi ekosistem rawa gambut semakin terancam. Hutan rawa gambut di Kalimantan mengalami kerusakan lebih dari 2% / tahun. Sekitar enam juta hektar hutan rawa gambut dikonversi untuk penanaman kelapa sawit sampai tahun 2020 (Harrison et al., 2009). Kerusakan hutan rawa gambut terjadi karena tidak memperhatikan karakteristik ekosistem, eksploitasi berlebihan, pembakaran, konversi, pembuatan pengairan tanpa diperhitungkan dengan baik, kurangnya kesadaran dan pengertian masyarakat akan fungsi manfaat hutan rawa gambut, masih lemahnya penegakan hukum (law enforcement), kebijakan dan pengelolaan hutan rawa gambut (Daryono et al., 2009). Lahan gambut seluas 10 juta hektar di Sumatera dan Kalimantan sebagian besar sudah terdegradasi (Olbrei, 2013). Pada saat ini, pengelolaan hutan rawa gambut yang terdegradasi di Kalimantan Tengah belum optimal karena adanya perombakan ekosistem asli menjadi ekosistem buatan dengan mengintroduksi jenis-jenis bukan asli hutan rawa gambut. Upaya untuk menahan kerusakan hutan adalah melakukan
2
rehabilitasi dan pengembangan jenis asli rawa gambut. Menurut Yule (2010), rehabilitasi lahan rawa gambut dengan cara menanam kembali
tanaman
indigenous bernilai komersial seperti Dyera lowii, Alstonia pneumatophora, dan Garcinia sp. Menurut Daryono et al. (2009), jenis-jenis khas rawa gambut dan bernilai komersial yang lain adalah Ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (Shorea testymania, Shorea pauchiflora), Belangeran (Shorea belangeran), Kapur naga (Calophyllum macrosarpum), Nyatoh (Pallaquium Sp.), Alau (Dacrydium elatum), Damar (Agathis bornensis), Prupuk (Lopopethalum multinervium), dan Punak (Tetramerista glabra). Pengelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan suatu spesies dari aspek konservasi, stabilitas lingkungan, sosial budaya, ekonomi, fungsi ekologi, tingkat resiko, dan keutamaan spesial misalnya penghasil getah dan kayu. Tumbuhan D. lowii merupakan salah satu jenis endemik rawa gambut dan termasuk pohon multiguna yang memenuhi kriteria tersebut. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), D. lowii termasuk kategori rentan (vulnerable) karena sedang menghadapi resiko kepunahan alami yang tinggi disebabkan habitat hilang dan eksploitasi berlebihan (Middleton, 2007; Anonim, 2010). Tumbuhan D. lowii menghasilkan getah yang merupakan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) unggulan Kalimantan Tengah berdasar Permenhut nomor 21/2009. Tumbuhan tersebut mampu tumbuh baik pada kondisi lahan gambut terdegradasi dengan tingkat kerusakan yang ekstrim di kawasan bekas proyek lahan gambut sejuta hektar (Barkah, 2006).
3
Getah D. lowii disebut juga Pontianac, Dead Borneo atau Gutta-gum dipertimbangkan sebagai pengganti karet (Hevea Sp.). Resistensi resin D. lowii menuju ke sifat larutan alkali, sehingga digunakan sebagai bahan pelapis untuk semen, cat, dan untuk perekat kertas. Getah D. lowii juga digunakan untuk bahan isolasi dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan beston, celluloid, dan linoleum. Pada saat ini getah D. lowii digunakan untuk bahan dasar pembuatan permen karet dan dan campuran ban mobil. Kayu D. lowii dapat digunakan untuk papan, plafon, peti, ukiran, moulding, meja gambar, tusuk gigi, bahan pembuatan pensil (William, 1963) dan sebagai komponen instrumen akuistik seperti biola dan gitar (Sedik et al., 2010). Berdasar hal tersebut, D. lowii merupakan jenis endemik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai jenis unggulan Kalimantan Tengah dalam pengelolaan hutan rawa gambut supaya kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin. Upaya pembangunan hutan D. lowii pada masa mendatang perlu didukung dengan program pemuliaan jangka panjang dan jangka pendek yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas getah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengembangan jenis asli dalam pengelolaan kawasan rawa gambut tersebut sehingga ke depan lebih baik.
1.2. Perumusan Masalah Permintaan getah D. lowii terus meningkat, namun produksinya cenderung menurun sejak tahun 2004. Program pemuliaan umumnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Tumbuhan D. lowii menghasilkan getah yang
4
bernilai ekonomi, sehingga program pemuliaannya ditujukan untuk meningkatkan produktivita getah. Skema alur program pemuliaan jangka panjang untuk jenisjenis penghasil HHBK berupa getah khususnya pada D. lowii disajikan pada Gambar 1.1. Perbedaan dengan program pemuliaan lain adalah pada tahap populasi dasar dilakukan seleksi kuantitas dan kualitas getah untuk membangun populasi pemuliaan generasi pertama dan seterusnya. Pada tahap populasi eksternal juga dilakukan seleksi kuantitas dan kualitas getah untuk membangun populasi infusi. Dengan demikian perlu dirancang kriteria standar untuk seleksi mengenai kuantitas dan kualitas getah D. lowii.
D. lowii Hasil pola pita gel didukung data pengamatan morfologi organ vegetatif dan generatif
Populasi Infusi
Hampangen
Parahangan
Sebangau
Selat Nusa
Satu populasi hutan tanaman Palangka Raya
Populasi Dasar
-Uji provenans Seleksi kualitas -Uji keturunan dan kuantitas -Uji klon getah -Uji multilokasi
Menentukan provenans
Empat populasi hutan alam
persilangan
Populasi Pemuliaan (Generasi I)
Seleksi kualitas dan kuantitas getah
Konservasi sumberdaya genetik Keragaman genetik dalam dan antar populasi serta hubungannya dengan sebaran D.lowii
Sistem perkawinan di hutan tanaman
Populasi Perbanyakan (Kebun benih generasi I) Seleksi
Populasi Produksi (tanaman komersial)
Populasi eksternal
Populasi Pemuliaan (Generasi II) dan seterusnya dan seterusnya
Perbanyakan materi genetik unggul secara vegetatif melalui kultur embriogenesis somatik yang dapat diterapkan pada masa mendatang
Gambar 1.1 Skema alur program pemuliaan D. lowii jangka panjang yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas getah Keterangan: Garis kotak yang tercetak biru merupakan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.
5
Rangkaian program pemuliaan seperti pada Gambar 1.1 sudah dilakukan dalam penelitian ini, tetapi terdapat kendala berupa keterbatasan jumlah induk pohon yang menghasilkan benih di populasi hutan alam rawa gambut. Dengan demikian penentuan provenans, uji provenans dan uji keturunan tidak dapat dilakukan. Uji provenans pada masa mendatang perlu dilakukan pada jarak geografi penyebaran D. lowii yang lebih luas, misalnya populasi dari Sumatra dan Serawak. Penelitian yang dapat memenuhi standar akademik dalam waktu studi terbatas menjadi pertimbangan mengenai program pemuliaan D. lowii yang dapat dilakukan yaitu program pemuliaan jangka pendek. Research question dalam penelitian ini adalah program pemuliaan jangka pendek apakah yang dapat menjadi data base untuk program pemuliaan jangka panjang pada D. lowii. Program pemuliaan jangka pendek yang pertama adalah keragaman genetik D. lowii di Kalimantan Tengah. Tumbuhan D. lowii merupakan pohon endemik rawa gambut yang termasuk kategori rentan (vulnerable), tetapi penyebarannya luas di Kalimantan Tengah. Dengan dmikian populasi D. lowii yang tersisa perlu dikaji dan dibuktikan seberapa besar keragaman genetiknya. Menurut Na’iem (2001), keragaman genetik menempati posisi kunci dalam program pemuliaan tanaman, karena optimalisasi atau maksimalisasi perolehan genetik pada sifat-sifat tertentu dapat dicapai bila tersedia cukup peluang untuk melakukan seleksi gen dalam upaya mendapatkan sifat yang diinginkan. Kesuksesan program pemuliaan pohon pada suatu jenis, dimulai dari basis genetik luas dan menggunakan strategi pemuliaan yang peduli pada upaya konservasi
6
terhadap sifat-sifat potensi yang telah tersedia di dalam populasi. Semakin luas basis genetik yang dilibatkan dalam program pemuliaan suatu spesies, semakin besar peluang untuk mendapatkan perolehan genetik (genetic gain) dan sifat yang diinginkan. Menurut Hamrick et al. (1992), pengetahuan tentang tingkat dan distribusi keragaman genetik merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk mengelola dan melindungi suatu spesies tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk kelestarian di masa mendatang. Program pemuliaan kedua adalah sistem perkawinan D. lowii. Sistem perkawinan (mating system) merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana variasi genetik terdistribusi di antara populasi dan antar individu dalam populasi tersebut serta berdampak langsung pada pemeliharaan variasi genetik jangka panjang. Pola perkawinan dapat mempengaruhi tingkat dan dinamika diversitas genetik (Lemes et al., 2007). Sistem perkawinan D. lowii perlu diketahui apakah mempunyai kecenderungan outcrossing atau inbreeding. Pada saat pengunduhan benih apakah masih ada harapan mendapatkan benih hasil perkawinan silang atau sebaliknya berasal dari perkawinan inbreeding. Bila benih dari perkawinan inbreeding maka saat pengambilan sampel harus hati-hati karena terdapat peluang yang besar benih tersebut sebagai hasil dari depresi inbreeding. Penelitian mengenai sistem perkawinan direncanakan pada satu populasi D. lowii di hutan alam rawa gambut, tetapi terdapat kendala yaitu sulit mendapatkan 10 (sepuluh) pohon induk yang berbunga dan berbuah secara serentak. Dengan demikian penelitian sistem perkawinan dilakukan di hutan tanaman D. lowii.
7
Program pemuliaan yang ketiga adalah persiapan metode perbanyakan materi genetik unggul skala besar, efektif dan efisien untuk membangun populasi produksi. Keberadaan D. lowii di alam mengalami berbagai gangguan akibat kerusakan hutan rawa gambut. Tumbuhan D. lowii harus diselamatkan, dijaga dan dilakukan konservasi dengan cara dibudidayakan. Pohon tersebut di hutan rawa gambut berukuran sangat tinggi dan besar, biji masak sangat mudah terbang, dan lokasi sulit dijangkau menjadi kendala untuk mendapatkan biji dalam jumlah besar. Selain itu biji bersifat rekalsitran. Dengan demikian diperlukan teknik propagasi secara vegetatif yang tepat dan efisien untuk memproduksi seedling dalam jumlah besar dan mempersingkat waktu pemuliaan. Embriogenesis somatik dapat menjadi alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Costanza & McCard (2009), embrio somatik secara genetik identik dengan embrio zigotik, dapat diproduksi dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Penguasaan metode mikropropagasi melalui embriogenesis somatik diharapkan dapat menghasilkan bibit yang berkualitas untuk skala besar. Berdasar uraian tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimana keragaman genetik di dalam dan di antara populasi D. lowii dengan penanda isozim serta bagaimana hubungan keragaman genetik dengan sebarannya di Kalimantan Tengah. 2. Bagaimana
proporsi
nilai
penyerbukan
silang
(outcrossing)
penyerbukan sendiri (selfing) pada D. lowii di hutan tanaman.
dan
8
3. Apakah dengan teknik kultur in vitro D. lowii dapat diperbanyak melalui embriogenesis somatik dengan menggunakan berbagai macam eksplan.
1.3.
Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh William (1963) antara lain: distribusi,
regenerasi, serangan hama dan nama perdagangan D. lowii. Selain itu juga diteliti mengenai metode penyadapan, produksi getah dengan metode sadap berbeda, metode koagulasi getah, dan kegunaan getah D. lowii (William, 1963). Rotinsulu et al. (2008) melakukan penelitian mengenai teknik budidaya D. lowii. Penelitian mengenai serangan penyakit daun pada jelutung darat (Dyera costulata) dan jelutung rawa (Dyera lowii) di Sumatra Selatan telah diteliti oleh Utami et al. (2008). Wahyudi (2010) melakukan penelitian mengenai teknik penyadapan getah D. lowii yang efektif dan ramah lingkungan untuk menghasilkan lateks bermutu tinggi. Penelitian mengenai asosiasi jamur mikoriza arbuskula (JMA) dengan perepat (Combretocarpus rotundatus Miq) dan jelutung (Dyera lowii) di lahan gambut telah diteliti oleh Burhanuddin (2011) Lima jenis isolat JMA terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan semai perepat dan D. lowii di rumah kaca dari parameter pengamatan yang diukur, yakni tinggi, diameter, jumlah daun, berat kering pucuk dan serapan P tanaman. Salah satu jenis isolat JMA efektif meningkatkan pertumbuhan semai perepat dan D. lowii adalah Glomus Sp. Penelitian mengenai program pemuliaan pada pohon hutan penghasil HHBK telah diterapkan pada Gaharu dan Pinus. Program pemuliaan pohon Gaharu dilakukan dengan mengadakan seleksi terhadap pohon penghasil gaharu
9
yang dapat berasosiasi dengan isolat yang tepat pada tapak yang sesuai (clonalisolat-site-maching). Selain itu terdapat 7 hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan Gaharu unggul, yaitu: jenis tanaman yang potensial, fisiologi tanaman, teknik silvikultur, tapak yang sesuai, isolat yang efektif, teknik inokulasi yang baik dan metode kuantifikasi gaharu. Ketujuh hal tersebut harus diarahkan untuk menghasilkan kombinasi klon gaharu dan isolatnya yang mampu menghasilkan gaharu dengan aromatik tertentu dan mempunyai kualitas tinggi (Leksono, 2012). Penelitian mengenai program pemuliaan Pinus sebagai berikut. Variasi genetik produksi getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese telah dilakukan oleh Leksono (1994). Muslimin (2012) telah melakukan penelitian mengenai variasi genetik produksi getah uji keturunan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese di KPH Banyumas Barat. Penelitian mengenai Pinus bocor getah dan upaya peningkatan produksi getah Pinus di Perum Perhutani telah dilakukan oleh Purwanta et al., 2010). Santoso (2010) telah melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu dan produktivitas penyadapan getah Pinus. Penelitian mengenai interaksi genotipe dengan lingkungan pada famili P. merkusii bergetah banyak di berbagai tapak digunakan untuk menentukan strategi pemuliaan. Pada Hevea brasiliensis, sasaran program pemuliaan dimulai tahun 1985 hingga saat ini. Tujuan pemuliaan untuk menghasilkan klon-klon unggul sebagai penghasil lateks dan klon-klon yang memiliki potensi sebagai penghasil latekskayu (Aidi & Lasminingsih, 2001). Berdasarkan kemampuan klon menghasilkan lateks dan volume kayu (biomassa non-lateks), maka klon unggul diklasifikasikan
10
menjadi tiga tipe (Azwar dan Suhendry, 1998 dalam Aidi & Lasminingsih, 2001) yaitu:
Tipe I. Klon penghasil lateks, yang memiliki ciri potensi hasil lateks sangat tinggi dan potensi hasil kayu sedang
Tipe 2. Klon penghasil lateks-kayu, yang memiliki ciri potensi hasil lateks tinggi dan potensi basil kayu juga tinggi
Tipe 3. Klon penghasil kayu, yang memiliki ciri potensi hasil lateks sedang, dan potensi hasil kayu sangat tinggi
Dari hasil seleksi dan evaluasi pengujian lanjutan klon pada berbagai lokasi, maka telah dipilih sejumlah klon harapan yang berpotensi cukup baik sebagai penghasil lateks-kayu (klon tipe-2). Penelitian ini menghasilkan informasi baru berupa program pemuliaan D. lowii terdiri atas tiga penelitian yaitu studi keragaman genetik dan sistem perkawinan dengan menggunakan penanda isozim serta mikropropagasi melalui teknik kultur in vitro untuk menghasilkan embrio somatik. Hasil penelitian ini sangat diperlukan untuk mendukung program pemuliaan selanjutnya dan upaya pembangunan hutan tanaman D. lowii pada masa mendatang.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah mengkaji program pemuliaan D. lowii yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas HHBK berupa getah sehingga dapat diterapkan dalam pembangunan hutan tanaman di rawa gambut pada masa mendatang. Untuk mencapai tujuan jangka panjang
11
tersebut diperlukan beberapa penelitian dengan tujuan jangka pendek sebagai berikut. a. Menganalisis tingkat keragaman genetik D. lowii di dalam dan di antara populasi serta menjelaskan hubungan keragaman genetik dengan sebarannya di Kalimantan Tengah. b. Menaksir tingkat perkawinan silang (outcrossing) dan perkawinan sendiri (selfing) pada D. lowii di hutan tanaman untuk menentukan kebijakan strategi konservasi genetik dan kelayakan hutan tanaman tersebut sebagai sumber benih. c. Mengkaji teknik mikropropagasi melalui kultur in vitro dari berbagai macam eksplan pada tumbuhan tersebut untuk menghasilkan embrio somatik.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian program pemuliaan mengenai keragaman genetik, sistem perkawinan dan mikropropagasi pada D. lowii berguna dalam upaya pengembangan jenis asli sehingga pengelolaan kawasan rawa gambut tersebut sehingga ke depan lebih baik. Secara khusus hal-hal yang bermanfaat antara lain: a. Tingkat keragaman genetik di dalam dan antar populasi serta hubungan kekerabatan D. lowii berguna dalam menentukan strategi dan manajemen sumberdaya genetik di masa mendatang. b. Untuk menentukan pusat keragaman genetik D. lowii dan populasi yang secara genetik menurun di Kalimantan Tengah.
12
c. Sistem perkawinan D. lowii di hutan tanaman berguna dalam mendukung program pemuliaan, khususnya dalam menentukan kebijakan manajemen sumberdaya genetik dan pola penanaman. d. Untuk menentukan apakah hutan tanaman yang diteliti telah memenuhi syarat sebagai sumber benih berdasar keragaman genetik dan sistem perkawinan pada D. lowii. e. Teknik mikropropagasi melalui kultur in vitro yang mempunyai potensi menghasilkan embrio somatik berguna untuk mendukung program pemuliaan dalam hal perbanyakan materi genetik unggul skala besar.