BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengamanatkan bahwa pelayanan Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) :“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dengan amanat tersebut maka pemerintah wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhikebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) juga telah menetapkan bahwa kesehatan merupakan investasi, hak, dan kewajiban setiap manusia sebagai masyarakat dunia, dimana kutipan tersebut tertuang dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disingkat dengan (UUD NRI) dan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang disingkat dengan (UUK), menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan
terhadap
kesehatannya,
dan
setiap
negara
bertanggungjawab untuk mengatur pelaksanaannya agar terpenuhi hak hidup sehat bagi setiap penduduknya termasuk untuk masyarakat miskin dan yang tidak mampu.
Universitas Sumatera Utara
Kepentingan
publik
harus
dilaksanakan
oleh
pemerintah
sebagai
penyelenggara Negara dengan melalui berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak terutama dibidang kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak di butuhkan oleh masyarakat oleh karena itu pelaksanaan kesehatan di Indonesia sangat penting untuk dilaksanakan dengan tujuan agar mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia dalam perwujudan jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini penerapan desentralisasi dalam bidang kesehatan di Indonesia memberi ruang yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi kesehatan, dalam hal ini pelayanan kesehatan di daerah, harus dilaksanakan secara menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga diharapkan pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena memperpendek rantai demokrasi dan atau melahirkan kebijakan kesehatan yang lebih representatif dengan kebutuhan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
tertentu termasuk dalam pengalokasian dana bahkan dengan melibatkan masyarakatnya sebagai salah satu potensi lokal yang dapat dieksplorasi sumber dayanya baik dari segi tenaga maupun pikiran. Namun sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kalangan masyarakat yang berasal dari kelas ekonomi menengah kebawah yang tentu saja rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan seperti terbatasnya akses untuk mendapatkan fasilitas layanan kesehatan. Hal tersebut berdampak bagi kehidupan masyarakat itu sendiri seperti rendah nya kemampuan akses mayarakat terhadap pelayanan kesehatan, rendahnya upaya pencegahan penyakit dan perilaku hidup sehat dikalangan masyarakat, rendahnya pengetahuan tentang berbagai gejala dan jenis penyakit, rendahnya kualitas lingkungan dan ketidak merataan penyebaran tenaga kesehatan. Maka dari itu dibentuk suatu program pelayanan kesehatan oleh pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakat terutama yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini program tersebut bernama Kartu Indonesia Sehat yang dikerluarkan oleh Presiden Joko Widodo. Program Kartu Indonesia Sehat(KIS) sebagai suatu sistem perlindungan sosial untuk menjamin masyarakat yang tergolong miskin agar dapat memenuhi kebutuhan dasar layak yang akan sangat menentukan kualitas hidup warga negara. Kartu Indonesia Sehat akan menyediakan layanan kesehatan dan jaminan pendapatan kepada masyarakat miskin di saat mengalami risiko hidup; sakit, melahirkan, dipecat dari pekerjaan, kecelakaan dalam bekerja serta risiko lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Kartu Indonesia Sehat diarahkan agar setiap penduduk dapat terhindar dari risiko hidup dan dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak sehingga terwujudlah kesejahteraan bersama. Sebagaimana yang tercantum dalam Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 terutama pada Pasal 28 (ayat 3) dan Pasal 34 (ayat 2) mengamanatkan bahwa “Jaminan Sosial adalah hak setiap warga negara” dan “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu”. Berdasarkan landasan konstitusi tersebut maka Presiden Joko Widodo melalu Nawacita mengeluarkan Program Kartu Indonesia Sehat yang diperuntukkan untuk masyarakat yg tergolong di dalam kategori miskin. Jika melihat ide dasar Kartu Indonesia Sehat(KIS), Predisen Joko Widodo menegaskan bahwa KIS dengan BPJS Kesehatan tidak bisa dipertentangkan, karena ini satu kesatuan sistemik. (Surapaty (2014) menambahkan bahwa KIS merupakan kartu peserta Jaminan Kesehatan yang berlaku secara nasional dalam kerangka SJSN. Sehingga semua penduduk wajib menjadi peserta dengan membayar iuran. Bagi warga fakir, miskin dan tidak mampu, iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Secara regulatif, Kartu Indonesia Sehat (KIS) berkaitan dan sejalan dengan amanat: a) Pasal 15 Ayat (1) UU Nomor 40/2004 tentang SJSN bahwa “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya”;
Universitas Sumatera Utara
b) Pasal 13 Huruf (a) UU Nomor 24/2011 tentang BPJS bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk “memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta”; c) Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 101/2011 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan bahwa “BPJS kesehatan wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta Jaminan Kesehatan yang telah didaftarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan”. Di dalam Kartu Indonesia Sehat terdapat dua pendekatan, yaitu kuantitas dan kualitas. Dari segi kuantitas, ada tambahan peserta PBI yang saat ini tercatat dalam program JKN yang jumlahnya sekitar 86,4 juta. Jika sebelumnya penyandang masalah kesejahteraan keluarga (PMKS) belum terdaftar dalam peserta PBI, dengan KIS ini akan dikaver. Sementara dari segi kualitas, KIS mengintegrasikan layanan preventif, promotif, diagnosis dini di dalam skim yanag ada di Kementerian Kesehatan.
Prosedur pelayanan kesehatan peserta KIS
disesuaikan dengan prosedur yang selama ini diterapkan dalam program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, yaitu berdasarkan sistem rujukan berjenjang, sesuai dengan indikasi medis, serta tidak ada batasan umur. Terdapat 19.682 fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik, dokter prakter perorangan, optik dsb) dan 1.574 rumah sakit se-Indonesia, termasuk 620 rumah sakit swasta, yang siap melayani peserta KIS. Di kota Medan, Kartu Indonesia Sehat sendiri sudah sering dibagikan, dan pihak Kecamatan dibantu Kelurahan yang bertugas untuk membagikan kepada warganya yang kurang mampu agar mendapatkan KIS sebagai upaya untuk
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu, sebagaimana yang penulis dapati dalam artikel online tentang pembagian KIS yaitu: “Sebanyak 1.473 Kartu Indonesia Sehat (KIS) dibagikan pada sejumlah warga Kota Medan, terutama yang kurang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan. Pj Walikota Medan yang diwakilkan oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat (Askesmas) Setdakot Medan, Erwin Lubis. Dia mengatakan, dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan, pihaknya menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. “Untuk itu saya berharap agar kartu ini terdistribusi secara ketat dan tepat pada sasarannya yakni keluarga tidak mampu yang ada di Kota Medan. Dengan demikian mereka dapat menjangkau akses terhadap pelayanan kesehatan jika dibutuhkan,”kata Erwin sembari menjelaskan secara keseluruhan ada sebanyak 83.375 KIS yang direncanakan akan dikeluarkan untuk warga Kota Medan. Berdasarkan hal tersebut, Erwin meminta kepada camat beserta jajarannya dan pihak BPJS Kesehatan untuk mendata secara seksama. Masyarakat yang kurang mampu yang harus benar-benar mendapatkan KIS. “Saya tidak ingin kita salah mendata, sehingga KIS yang diberikan ini salah sasaran. Pesannya kepada media.” (http://sumut.pojoksatu.id/2016/02/04/puluhan-warga-medan-kecewakartu-indonesia-sehat-dicoret-tanpa-pemberitahuan/ di akses pada 27 Maret 2016 pukul 20.30 wib)
Kemudian di dalam proses implementasinya, program Kartu Indonesia Sehat juga mengalami yang namanya masalah-masalah yang membuat program ini tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien, hal ini diperkuat oleh temuan penulis di salah satu berita online yang memuat tentang tidak tepatnya masyarakat kota Medan terkhusus Kecamatan Medan Barat yang mendapatkan KIS dan juga kurangnya pelayanan kesehatan di tingkat Posyandu, Puskesmas Kecamatan Medan Barat, seperti yang tertuang di DNA Berita :
Universitas Sumatera Utara
“Banyaknya warga miskin yang tidak mendapatkan BPJS gratis dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), membuat warga resah. Warga meminta Pemerintah Kota Medan benar-benar melakukan pendataan ulang masyarakat miskin dan tidak mampu sehingga program tersebut tepat sasaran. Usulan warga ini mengemuka dalam reses III Tahun 2015, Anggota DPRD Medan H.Rajudin Sagala, S.Pd.I yang dilaksanakam di Jl. Sekata Gg. Alfalah Kelurahan Karang Berombak Kec. Medan Barat, Rabu 2 Desember 2015. Amir Husen, warga Jl. Karya Dame Gg. Pribadi Kelurahan Karang Berombak Kec. Medan Barat mengatakan, "Kami meminta pemerintah untuk segera mendata ulang masyarakat Kota Medan yang betul-betul berhak layak menerima BPJS/KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang ditanggung oleh pemerintah yang selama ini mereka menerima Askeskin, Jamkesmas, atau Medan Sehat," Hal yang sama juga diminta warga lainnya Budi Raharjo, warga Jl. Karsa Kelurahan Karang Berombak Kec. Medan Barat. "Masalah banyaknya warga miskin belum menerima BPJS/KIS masyarakat meminta pemerintah untuk segera mendata ulang masyarakat Kota Medan yang betul-betul berhak layak menerima BPJS/KIS," jelasnya. Warga juga meminta Pemerintah meningkatkan layanan kesehatan masyarakat di Posyandu dan kegiatan lainnya sehingga masyarakat bisa benar-benar hidupnya merasa layak. "Pelayanan Kesehatan juga kami minta ditingkatkan mulai dari posyandu, puskesmas dan kebersihan lingkungan dengan menggerakkan dan mengajak warga untuk gotong royong bersama yang langsung diarahkan oleh aparat pemerintah di tingkat lingkungan (Kepling setempat)," jelasnya. Terkait permasalahan warga ini, Anggota DPRD Medan Rajudin Sagala menyampaikan terimakasihnya atas partisipasi warga untuk menyampaikam permasalahan yang ada di masyarakat. "Kita sangat berharap pemerintah bisa memberikan solusi atas persoalan masyarakat. Persoalan BPJS, KIS, KIP dan sejenisnya akan menjadi perhatian dan akan disampaikan dalam rapat paripurna langsung kepada Pemko Medan,"jelasnya.(dna/mdn) (http://www.dnaberita.com/berita-11927warga-desak-pemko-data-ulang-warga-penerima-bpjskis.html/di akses pada tanggal 27 Maret 2016 pukul 22.00 wib) Efektivitas yang pada dasarnya merupakan hubungan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan, dimana semakin besar hasil yang dicapai daripada yang diharapkan, semakin efektif kegiatan, program dan kebijakan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Pada dasarnya juga berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat Di Puskesmas Kecamatan Medan Barat Kota Medan” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan di jawab melalui penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional pada Puskesmas Medan Barat”? 1.3. Tujuan Penelitian Dalam sebuah kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuandari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat di Puskesmas Medan Barat didalam mendukung program Jaminan Sosial Nasional. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang di hadapi di dalam implementasi program Kartu Indonesia Sehat di Puskesmas Medan Barat. 1.4. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1.
Secara
subjektif,
penelitian
diharapkan
bermanfaat
untuk
melatih,
meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan
Universitas Sumatera Utara
metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazana ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai Efektivitas pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat di masyarakat. 2. Secara Praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi terkait mengenai Efektivitas pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat di masyarakat. Penelitian ini juga diharapakan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan kepada kemajuan institusi. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah. 4. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepeda peneliti yang hendak melakaukan penelitian yang bahannya sama di masa mendatang. 1.5 Kerangka Teori Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2005 : 55)
Universitas Sumatera Utara
1.5.1
EFEKTIVITAS
1.5.1.1 Pengertian Efektivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) dapat diartikan dapat membawa hasil, berhasil guna, serta dapat pula berarti mulai berlaku. Seorang praktisi ahli mendefenisikan efektivitas sebagai pencapaian sasaran yang telah disepakati secara bersama serta tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas ( Tampubolon, 2008:175). Hidayat menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Sondang P. Siagian juga menjelaskan bahwa efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Abdurahman efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Menurut kamus administrasi efektif adalah berhasil guna/tepat guna. Efektif adalah pencapaian sasaran mengenai suasana dagang dan kemungkinan membuat laba/keuntungan. Efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
perbuatan. Pekerjaan yang efesien adalah hasil
yang dicapai
dengan
penghamburan pikiran, tenaga, waktu, ruang, dan benda. Dalam pengertian teoritis dan praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapaian hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Efektivitas berfokus kepada outcome (hasil) dari suatu program atau kegiatan, yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi. Efektivitas dijabarkan berdasarkan kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang langka dan berharga secara sepandai mungkin dalam usahanya men gejar tujuan operasi dan operasionalnya. Efektivitas dan efisiensi adalah dua hal yang berbeda. Efektivitas adalah melakukan hal yang benar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Efesiensi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara benar. Dalam hal ini efektivitas suatu program dapat menimbulkan sasaran atau tujuan yang telah disepakati bersama dapat terwujud dan dilaksanakan dengan baik maupun tidak. Efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
telah ditetapkan sebelumnya secara komprehensif. Efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokok atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dari beberapa definisi efektivitas diatas dapat ditarik benang merah bahwa pada dasarnya efektivitas merupakan hubungan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Semakin besar hasil yang dicapai daripada yang diharapkan, semakin efektif kegiatan, program dan kebijakan tersebut. 1.5.1.2 Ukuran Efektivitas Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat dapat menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978:77), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai. b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan. e. Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
Universitas Sumatera Utara
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Selanjutnya Steers dalam Tangkilisan (2005:141), mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: produktivitas, kemampuan adaptasi kerja, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya. Sedangkan Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1. Pencapaian Tujuan Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu dan sasaran yang merupakan target konkrit. 2. Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. 3. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan
Universitas Sumatera Utara
pengisian tenaga kerja. Pada penelitian ini, peneliti dalam mengukur efektivitas program menggunakan ukuran efektivitas program menurut Sutrisno (2007:125-126) yang terdiri dari: 1. Pemahaman Program Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana masyarakat dapat memahami program Kartu Indonesia Sehat. Melalui program maka segala bentuk
rencana
akan
lebih
terorganisir
dan
lebih
mudah
untuk
dioperasionalkan. Dengan memperhatikan kelompok sasaran maka suatu program dapat dikatakan efektif atau tidak. 2. Tepat Sasaran Yaitu bagaimana kesesuaian program-program Kartu Indonesia Sehat yang dirancang oleh pejabat atau pengelola kepada kelompok sasaran. Dalam indikator ini peneliti mencoba untuk mengukur sejauhmana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas program Kartu Indonesia Sehat ini adalah masyarakat. Dengan demikian, indikator ini mencoba untuk mengukur bagaimana kesesuaian program-program yang telah dibuat kepada kelompok sasaran. 3. Tepat Waktu Yaitu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui penggunaan waktu dalam pelaksanaan progam Kartu Indonesia Sehat, apakah sesuai dengan jadwal yang
Universitas Sumatera Utara
sudah dirancang atau tidak. Dengan waktu yang tepat maka program tersebut akan lebih efektif. 4. Tercapainya Tujuan Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah tujuan dari dibentuknya program Kartu Indonesia Sehat sudah tercapai atau belum mengingat program Kartu Indonesia Sehat di Puskesmas Sei Agul Kec.Medan Barat tersebut sudah dilaksanakan sejak tahun 2015. Pencapaian tujuan juga dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target. Sehingga suatu program dapat dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 5. Perubahan Nyata Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apa saja dan bagaimana bentuk perubahan nyata (khususnya mengenai pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin) sebelum dan sesudah adanya program Kartu Indonesia Sehat. Sehingga dapat diukur sejauhmana program Kartu Indonesia Sehat tersebut memberikan suatu efek atau dampak serta perubahan nyata bagi masyarakat. 1.5.1.3 Pendekatan Efektifitas Efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi karena konsep tersebut mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya (Lubis dan Huseini, 1987: 55). Pendekatan terhadap efektivitas dilakukan dengan bagian yang berbeda, dimana organisasi mendapatkan input berupa berbagai macam sumber darilingkungannya. Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
dan proses internal yang terjadi dalam perusahaan mengu bah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektivitas terdiri dari: 1. Pendekatan Sasaran Pendekatan sasaran (goal approach) ini mencoba mengukur sejauh mana suatu organisasi berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang perlu diperhatikan dalam pengukuran efektifitas ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Dan memusatkan perhatian terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Secara sederhana output atau dapat disebut sebagai keluaran adalah hasil dari perubahan yang dilakukan terhadap data atau informasi yang diberikan kepada input (Hedwig, 2004 :1). Pendekatan sasaran dapat direalisasikan apabila organisasimampu melakukan pendekatan kepada warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapaiyaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial. Menurut Lubis dan Huseini (1989 : 104), terdapat dua jenis sasaran yaitu operative goals (sasaran aktual) dan official goals (sasaran resmi). Sasaran resmi bukanlah salah satu tujuan atau sasaran yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan arah tindakan dan pengukuran kinerja. Sasaran aktual dianggap sebagai sasaran yang menunjukkan apa yang sebenarnya diinginkan dari tujuan
Universitas Sumatera Utara
yang ingin dicapai (Lubis dan Huseini, 1989: 104-105). Sasaran aktual dapat diartikan sebagai keadaan yang ingin dicapai dalam jangka waktu yang lebih pendek dariutbuijsuan (L efektivitas
dalam
dan Huseini, 1989: 105). Indikator pencapaian
pendekatan
sasaran
diantaranya
efisiensi
organisasi,
produktifitas tinggi, keuntungan yang maksimal, pertumbuhan organisasi, stabilitas organisasi, dan kesejahteraan karyawan. 2. Pendekatan Sumber Pendekatan Sumber (system resource approach) mengukur efektivitas melalui keberhasilan organisasi dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan. Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumbersumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya. Pendekatan sumber mengukur efektivitas dari sisi input,
yaitu dengan
mengukur keberhasilan organisasi dalam usaha memperoleh berbagai sumber yang dibutuhkan guna mencapai kinerja yang baik. Secara sederhana dalam teori sistem, input diartikan sebagai bagian awal berupa masukan dan bermanfaat untuk
Universitas Sumatera Utara
menyediakan kebutuhan operasi atau kegiatan proses (Schoderbek dkk, 1985:13). Sementara itu, Azwar (1996 : 23) mendefinisikan input sebagai perangkat administrasi berupa tenaga kerja, dana, sarana dan metoda atau dikenal dengan istilah sumber, tata cara dan kesanggupan. Pendekatan sumber yang menitikberatkan pada input yang didapat memandang bahwa organisasi mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungan karena dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input bagi organisasi, sedangkan output yang dihasilkan juga akan dilemparkan ke lingkungan. Sejumlah faktor yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas dengan pendekatan sumber adalah: 1. kemampuan
organisasi
untuk
memanfaatkan
lingkungan
untuk
memperoleh berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi. 2. kemampuan para pengambil keputusan dalam organisasi untuk meninterpretasikan sifat-sifat lingkungan yang tepat. 3. kemampuan organisasi untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan sumber sumber yang berhasil diperoleh. 4. kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasionalnya sehari-hari. 5. kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Secara sederhana dalam pendekatan sumber, faktor yang dapat mengukur efektivitas dilihat dari interaksi sumber daya yang dimiliki dengan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Sumber daya memiliki peranan yang penting dalam pendekatan sumber. Jenis sumber daya dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sarana yang tersedia. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terpenting dalam keberlangsungan suatu kegiatan. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, maka semakin meningkat pula efektivitas, efisiensi dan produktivitas kegiatan (Atmanti, 2005 : 31). Oleh karena itu, sumber daya manusia memiliki peranan yang mendasar dan utama sebagai pengelola input, memproses segala
sumber daya (masukan) menjadi output yang dihasilkan.
“Tanpa adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya” (Praningrum, 2002 : 158). Sementara itu, sumber daya sarana merupakan segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama dan/atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, serta dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja (Moenir, 1992 : 119). Jika sarana dikaitkan dengan prasarana dapat dimaknai sebagai seperangkat alat yang dapat digunakan dalam suatu proses kegiatan baik sebagai alat pembantu maupun alat utama yang digunakan untuk mencapai tujuan. 3. Pendekatan Proses Pendekatan Proses (internal process approach) menganggap efektivitas sebagai efisien dan kondisi kesehatan dari suatu organisasi. Proses merupakan operasi atau perkembangan alami yang berlangsung secara kontinu yang ditandai oleh sederetan perubahan kecil yang berurutan dengan cara yang relatif tetap dan menuju ke sesuatu hasil atau keadaan tertentu (Hedwig, 2004 : 1). Pada organisasi
Universitas Sumatera Utara
yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagianbagian
yang ada
berjalan
secara
terkoordinasi.
Pendekatan
ini
tidak
memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program secara terkoordinir dengan baik kepada warga binaan (Cunningham, 1978:635) Berbagai komponen yang dapat menunjukkan efektivitas organisasi berdasarkan pendekatan ini adalah : 1. perhatian atasan terhadap karyawan. 2. kerja sama, dan loyalitas kelompok kerja. 3. saling percaya dan komunikasi antara karyawan dengan pimpinan. 4. desentralisasi dalam pengambilan keputusan. 5. adanya komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar dalam organisasi. 6. adanya usaha dari setiap individu atau keseluruhan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. 7. bagian-bagian organisasi bekerja sama dengan baik dan konflik yang terjadi selalu diselesaikan dengan acuan kepentingan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
INPUT
PROSES
OUTPUT
SUMBER
(Mengubah input menjadi output melalui kegiatan dan proses internal)
PRODUK/JASA
Pendekatan Sumber
Pendekatan Proses
Pendekatan Sasaran
Gambar 1.1. Pengukuran Efektivitas dan Pendekatan Efektivitas Sumber : Lubis dan Huseini (1987 : 99)
Sedangkan menurut Gibson (1984:38), mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu: 1. Pendekatan Tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas
Universitas Sumatera Utara
pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem. 2. Pendekatan Teori Sistem. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-prosespengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok, atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: a. Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan–proseskeluaran,bukan keluaran yang sederhana, dan b. Kriteria efektivitas harus mencerminkanhubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasiitu berada. Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen. c. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya. 3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan
Universitas Sumatera Utara
individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini juga memungkinkan mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem
guna
memperoleh
pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi. Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi: 1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang popular digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan, dan lain sebagainya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dikenal dengan Management By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem. Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya. Mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pendekatan konstituensi-strategis. Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. 4. Pendekatan nilai-nilai bersaing. Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masingmasing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada. 1.5.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi. Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: 1. Masalah kesahihan susunan. Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari yang kongkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel - variabel tersebut bersama - sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh. 2. Masalah stabilitas kerja. Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada
Universitas Sumatera Utara
waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan dan tekanan-tekanan ekstern. 3. Masalah perspektif waktu. Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu. 4. Masalah kriteria ganda. Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak. 5. Masalah ketelitian pengukuran. Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jadi, berbicar amengenai pengukuran efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan masalah tersebut, orang harus
Universitas Sumatera Utara
berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang menyesatkan dalam proses analisis. 6. Masalah kemungkinan generalisasi. Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi, pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari. 7. Masalah relevansi teori. Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori - teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita dalam memahami proses, struktur dan tingkah laku organisasi, maka mereka kurang bernilai pandang dari sudut teoritis. 8. Masalah tingkat analisis. Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada sedikit integrasi antar model makro dengan apayang dapat kita sebut model mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64). .
Universitas Sumatera Utara
1.5.2
PELAKSANAAN
1.5.2.1 Pengertian Pelaksanaan Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguhsungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang. Faktor-faktor yang dapat menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut: a.
Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan
dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan;
b.
Sumber daya, dalam hal ini meliputi empat komponen yaitu
terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan; c.
Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap program
khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program;
d.
Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operating Procedures), yang
mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.
Universitas Sumatera Utara
Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu: a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan;
b. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program perubahan dan peningkatan;
c. Unsur pelaksanaan baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses implementasi tersebut. 1.5.3
PROGRAM
1.5.3.1 Pengertian Program Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu: 1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program. 2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.
Universitas Sumatera Utara
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik. Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai: 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan. 3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Strategi pelaksanaan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. “A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives” (suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan. Salah satu model implementasi program yakni model yan diungkapkan oleh David C. Korten. Model ini memakai pendekatan proses pembelajaran dan lebih dikenal dengan model kesesuaian implementasi program. Model kesesuaian Korten digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM
Output
Pemanfaatan
Tugas
Kebutuhan Kompetensi Tuntutan
Organisasi
Putusan
Sumber: Haedar Akib dan Antonius Tarigan (2000: 12) Gambar 1.2. Model Kesesuaian Implementasi Program Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program, dan kelompok sasaran program. Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program (Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2000: 12).
Universitas Sumatera Utara
1.5.4
PELAYANAN PUBLIK
1.5.4.1.
Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, dan mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang, artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan kelompok organisasi (Sianipar, 1998), sedangkan publik dapat diartikan sebagai masyarakat atau rakyat (Ahmad, Ainur Rohman 2010:25). Moenir (2000) mengemukakan bahwa pelayanan itu adalah: 1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan yakni pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan. 2. Memperoleh pelayanan secara wajar, yaitu pelayanan tanpa disertai katakata yang bernada meminta sesuatu kepada pihak yang dilayani dengan alasan apapun. 3. Memperoleh perlakuan yang sama dalam pelayanan, yaitu tanpa pilih kasih dimana aturan dan prosedur diterapkan sama. 4. Memperoleh perlakuan yang jujur dan terus terang. Ini menyangkut keterbukaan pihak yang melayani, seperti jika ada masalah yang dihadapi dalam pemberian pelayanan sebaiknya dikemukakan terus terang. Jurnal Ilmu Administrasi 2, (2008:138).
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang
No.
25
Tahun
2009
tentang
Pelayanan
Publik
mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik. Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas –fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya (Ahmad, Ainur Rohman 2010:3). Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga
Universitas Sumatera Utara
negara dan penduduk atau suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggaranya adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun badan usaha milik negara (BUMN) yang menyelenggarakan pelayanan publik. Penerimaan pelayanan publik adalah orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memilki hak, dan kewajiban terhadp suatu pelayanan publik. Standar pelayanannya didasarkan atas ketentuan yang berisi norma, pedoman dan kesepakatan mengenai kulitas pelayanan, sarana dan prasarana yang dirumuskan secara bersama-sama antara penyelenggara
pelayanan publik, penerima
pelayanan dan pihak yang
berkepentingan. 1.5.4.2
Unsur-unsur pokok pelayanan publik
Menurut Moenir (2001: 13), pelayanan publik harus mengandung unsurunsur dasar sebagai berikut: 1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak; 2.
Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan
kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektivitas;
Universitas Sumatera Utara
3. dapat
Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi
keamanan, kenyamanan,
kepastian
hukum
yang dapat
dipertanggungjawabkan; 4.
Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah
terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakan. 1.5.4.3 Asas Pelayanan Publik MenurutPasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Adapun asas-asas pelayanan publik adalah: a.
Kepentingan
umum,
yaitu
Pemberian
pelayanan
tidakboleh
mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan. b.
Kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan pelayanan. c.
Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku,
ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. d.
Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus
sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan. e.
Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi
yang sesuai dengan bidang tugas.
Universitas Sumatera Utara
f.
Partisipatif,
yaitu
Peningkatan
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil. h.
Keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. i.
Akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. j.
Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian
kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan. k.
Ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan
tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan. l.
Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis
pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. 1.5.5
Pelayanan Kesehatan
1.5.5.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini ditentukan oleh : 1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi. 2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya. Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu : 1.
Pelayanan kedokteran Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan
utamanya
untuk
menyembuhkan
penyakit
dan
memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga. 2.
Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya
Universitas Sumatera Utara
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat. 1.5.5.2
Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah : 1.
Tersedia dan berkesinambungan Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan
oleh
masyarakat
tidak
sulit
ditemukan,
serta
keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. 2.
Dapat diterima dan wajar Pelayanan kesehatan harus dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3.
Mudah dicapai Pelayanan kesehatan harus mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud di sini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4.
Mudah dijangkau
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan harus mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. 5.
Bermutu Pelayanan kesehatan harus bermutu (quality), pengertian mutu yang dimaksud di sini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dimana di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditentukan.
1.5.5.3
Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu : 1.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada
Universitas Sumatera Utara
umunya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas. 2.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
3.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis.
1.5.5.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku
Universitas Sumatera Utara
pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara sedang berkembang sangat bervariasi (Ilyas, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: 1.
Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan alasan antara lain : a. Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. b. Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. c. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya tidak simpatik, judes dan tidak ramah. d. Takut dokter, takut disuntik jarum dan karena biaya mahal.
2.
Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dpat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak diperlukan.
3.
Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun.
Universitas Sumatera Utara
4.
Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.
5.
Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
6.
Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarkan oleh dokter praktek (private medicine). (Notoatmodjo, 2007). Menurut Anderson (2009), ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari
pelayanan kesehatan yaitu : 1.
Mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia
2.
Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang
ada 3. 1.5.6
Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. KARTU INDONESIA SEHAT
1.5.6.1 Pengertian Kartu Indonesia Sehat Kartu Indonesia Sehat merupakan program baru dari Pemerintah Baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk melanjutkan Program JKN dari Pemerintah sebelumnya. Latar belakang munculnya kartu Indonesia sehat (KIS) karena untuk memenuhi kemaslahatan/hajat hidup orang banyak sehingga patut kita dukung dan realisasikan. KIS memberikan jaminan pada pemegangnya untuk mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin terhadap kesehatan. KIS akan diberikan kepada anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga tidak menggeser Sistem JKN. Kartu Indonesia Sehat (KIS) merupakan: 1. Program untuk percepatan kepesertaan semesta Jaminan Kesehatan yang sejalan dengan SJSN. Dengan KIS, Jaminan Kesehatan universal coverage dapat diwujudkan dalam tempo cepat dan tidak harus menunggu sampai 2019. 2. Kartu Indonesia Sehat merupakan pelaksanaan dari amanat beberapa regulasi terkait dengan kewajiban penyelenggara Jaminan Kesehatan dalam memberikan identitas tunggal kepada peserta dan anggota keluarganya. 3. Pemenuhan hak–hak penduduk untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan yang merupakan hak dasar. 4. Kartu Indonesia Sehat merupakan program penyempurnaan pelaksanaan SJSN bidang Jaminan Kesehatan agar sejalan dengan SJSN sehingga tidak akan ada lagi tumpang–tindih kewenangan bidang regulasi, pengawasan dan penyelenggaraan. Harapannya, antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, DJSN, Pemerintah Daerah dan BPJS Kesehatan berjalan sesuai role–nya. Secara programatik, dengan KIS, seluruh program Jaminan Kesehatan dapat diintegrasikan ke dalam SJSN – BPJS Kesehatan. Yang menarik dari program ini yaitu untuk PMKS, iuran premi BPJS Kesehatan sebesar Rp 19.225 per orang per bulan itu ditanggung oleh Kemensos, sedangkan iuran premi bagi 2,2 juta bayi menjadi tanggungan Kemenkes dimana
Universitas Sumatera Utara
iuran ini akan masuk dalam skema PBI dan menambahkan jumlah peserta PBI yang menjadi tanggungan pemerintah selama ini atau sebanyak 86,4 juta orang. Secara regulatif, KIS berkaitan dan sejalan dengan amanat: a) Pasal 15 Ayat (1) UU Nomor 40/2004 tentang SJSN bahwa “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya”; b) Pasal 13 Huruf (a) UU Nomor 24/2011 tentang BPJS bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk “memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta”; c) Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 101/2011 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan bahwa “BPJS kesehatan wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta Jaminan Kesehatan yang telah didaftarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan”. Di dalam KIS sendiri terdapat dua pendekatan, yaitu kuantitas dan kualitas. Dari segi kuantitas, ada tambahan peserta PBI yang saat ini tercatat dalam program JKN yang jumlahnya sekitar 86,4 juta. Jika sebelumnya penyandang masalah kesejahteraan keluarga (PMKS) belum terdaftar dalam peserta PBI, dengan KIS ini akan dimasukkan sebagai peserta PBI. Sementara dari segi kualitas, KIS mengintegrasikan layanan preventif, promotif, diagnosis dini di dalam skim yanag ada di Kementerian Kesehatan. Prosedur pelayanan kesehatan peserta KIS disesuaikan dengan prosedur yang selama ini diterapkan
dalam
program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, yaitu berdasarkan sistem rujukan berjenjang, sesuai dengan indikasi medis, serta tidak ada batasan umur. Terdapat
Universitas Sumatera Utara
19.682 fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik, dokter prakter perorangan, optik dsb) dan 1.574 rumah sakit se-Indonesia, termasuk 620 rumah sakit swasta, yang siap melayani peserta KIS. KIS memperluas cakupan baik secara kuantitas maupun kualitas pada sistem jaminan kesehatan yang sudah ada. BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan kesehatan siap menjalankan dan menerima peserta KIS. KIS diperuntukan bagi penduduk Indonesia, khususnya fakir miskin dan tidak mampu serta iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Penerima KIS diprioritaskan untuk masyarakat pra-sejahtera yang belum terkaver dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam program JKN. Diperkirakan ada 4,5 juta penduduk pra-sejahtera RI, yang merupakan kepala dan anggota keluarga dari 1 juta keluarga kurang mampu yang akan mendapat KIS. Adapun pemegang kartu JKN-BPJS Kesehatan yang lama tidak perlu khawatir karena kartu tersebut masih berlaku. Singkat uraian, KIS merupakan kartu yang memuat identitas peserta Jaminan Kesehatan, unik dan bernomor tunggal yang diperuntukkan kepada semua penduduk Indonesia sebagai alat untuk mendapatkan program Jaminan Kesehatan dan pelayanannya. KIS dikeluarkan oleh pemerintah melalui BPJS Kesehatan sebagai lembaga nirlaba yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan semesta bagi semua warga. 1.5.6.2 Manfaat Kartu Indonesia Sehat Peserta dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang di berikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan programkartu Indonesia sehat. Manfaat program KIS adalah sebagai Berikut :
Universitas Sumatera Utara
A. Pelayanan Kesehatan Tingat Pertama : 1.Rawat jalan tingkat pertama ( RJTP) dan 2.Rawat inap tingkat pertama ( RITP) B. pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan : 1.Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) 2.Rawat jalan Lanjutan (spesialistik) 3.Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) di kelas III 4.Rawat Inap Kelas Khusus (ICU/ICCU/NICU/PICU) C. Pelayanan Gawat Darurat (emergency) D. Pelayanan Transportasi Rujukan E. Pelayanan obat Generik dan atau Formularium Obat RS F. Penunjang Diagnosis G. Pelayanan Persalinan H. Tindakan Medis Operatif dan Non Operatif I. Pelayanan yang tidak di tanggung: 1. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur 2. Pelayanan akosmetik (scaling,bedah plastic dll) 3. Ketidaksuburban 4. Medical check up (pap smear dll) 5. Susu formula dan makanan tambahan 6. Pengobatan alternatif (tusuk jarum dll) 7. Pecandu narkotika 8.Sakit akibat percobaan bunuh diri
Universitas Sumatera Utara
9. Alat bantu ( kursi roda, kruk, kaca mata, gigi palsu) 10. Khitan tanpa indikasi medis 11.Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis 12. Bencana alam
1.6
Defenisi Konsep Konsep
merupakan
istilah
dan
defenisi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan secara abstrak, kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006:33). Untuk memberikan batasan yang jelas mengenai penelitian ini, penulis mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Efektivitas merupakan hubungan antara
output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas bisa diukur jika sudah terdapat hasil atau pencapaian dari berbagai kegiatan atau program yang dilakukan. 2.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Dengan kata lain pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
3.
Program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
5.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).
6.
Kartu Indonesia Sehat merupakan pelaksanaan dari amanat beberapa regulasi terkait
dengan kewajiban penyelenggara
Jaminan Kesehatan dalam
memberikan identitas tunggal kepada peserta dan anggota keluarganya. Kartu Indonesia Sehat yang merupakan perluasan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diluncurkan sebelumnya dan dikelola oleh BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014. I.7
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan segala
keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut: BAB I:
PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II:
METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB III:
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.
BAB IV:
PENYAJIAN DATA Bab ini berisi hasil wawancara dari berbagai informan yang telah di kumpul dalam bentuk data yang akan dianalisis oleh penulis.
BAB V:
ANALISA DATA Bab ini berisi tentang uraian data-data yang akan diperoleh setelah melaksanakan penelitian.
BAB VI:
PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara