Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah fungsi ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Fungsi ekonomi sumber daya hutan adalah sebagai sumber pakan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan dan manfaat lainnya. Fungsi ekologis antara lain sebagai penyerap karbondioksida (carbon sequester) dan gas-gas beracun lainnya, melindungi dari gas-gas akibat adanya efek rumah kaca hutan, menjaga keseimbangan sumber daya air sepanjang musim, dan juga pencipta iklim mikro yang sesuai untuk berbagai kehidupan hayati.
Pendahuluan 1
Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
Fungsi sosial ekosistem hutan berupa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang ada di hutan akan tetapi juga masyarakat di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka ragam budaya masyarakat akibat interaksi manusia dengan alam yang memungkinkan munculnya teknologi tepat guna setempat, bahasa, jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya. Pulau Bintan dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Lingga seperti Pulau Singkep, Pulau Lingga, Pulau Sebangka, dan beberapa pulau lainnya memiliki posisi strategis bagi perkembangan Asia Tenggara. Kawasan ini terletak di jalur perlintasan perdagangan ramai yang menghubungkan beberapa negara. Posisi strategis ini membutuhkan kondisi ekosistem dan daya dukung kehidupan manusia yang sehat. Mengingat fungsi strategis hutan bagi penyangga kehidupan manusia, maka ekosistem hutan di kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga berperan sangat penting untuk mendukung pembangunan yang pesat. Sehingga kelangsungan peran strategis kepulauan ini akan sangat ditentukan oleh keberadaan ekosistem hutannya. Penyediaan lingkungan yang sehat dan nyaman merupakan faktor pendukung proses kehidupan manusia di kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga. Penyediaan Air, udara dan lingkungan yang sehat merupakan faktor-faktor utama pendukung keberlangsungan kehidupan manusia. Beberapa kriteria lingkungan hidup yang baik bagi kehidupan manusia adalah tersedianya sumber air yang sehat, layak untuk dikonsumsi, terdapat habitat hunian yang sehat, dan tersedia udara yang segar dan sehat. Selain itu, juga untuk keperluan lingkungan lainnya, seperti tersedianya lahan pertanian yang layak untuk aneka usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan gatra usaha lain. Memiliki ekosistem hutan yang sehat adalah cara paling murah dan sederhana untuk menyediakan lingkungan yang ideal bagi kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga. Kondisi ekosistem yang baik akan menciptakan ekosistem yang baik pula dalam suatu keseluruhan ekosistem lingkungan kehidupan di Pulau Bintan dan Kepulauan Lingga. Salah satu contoh yang penting adalah peran hutan bagi penyediaan air di kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan. Dinamika kota ini sebagai buffer Singapura akan terhenti apabila supply air bersih tidak lagi dapat disediakan oleh hutan di Pulau Bintan.
Pendahuluan 2
Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
Proses penyediaan ekosistem hutan yang baik tidak terlepas dari berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaannya. Fenomena menyusutnya kawasan hutan, dan degradasi akibat konversi lahan jelas akan memberi dampak buruk bagi kelestarian ekosistem. Hal ini juga terjadi di kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga. Dua faktor utama penyebab kemunduran ini adalah jumlah penduduk yang meningkat secara cepat dari waktu ke waktu disertai dengan intensitas pembangunan yang terus meningkat di Pulau Bintan dan Pulau Lingga. Hal tersebut yang menjadi landasan bagi penataan pemanfaatan hutan pulau-pulau tersebut (Telepta,2001). Pulau-pulau kecil seperti halnya Pulau Bintan dan pulau-pulau di Kabupaten Lingga memiliki keunikan dan keunggulan dari segi keaslian, keragaman dan kekhasan sumber daya alam dan ekosistem. Akan tetapi kawasan ini juga memiliki banyak permasalahan
dari segi keterbatasan sumber daya alam khususnya air
bersih, kondisi sosial ekonomi penduduk, isolasi daerah, ancaman bencana alam, keterbatasan infrastruktur dan kelembangaan. Potensi pulau-pulau kecil sering kurang mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah dan swasta dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat karena pertimbangan-pertimbangan perspektif ekonomi yang kurang menguntungkan (Telepta,2001) Beberapa
peneliti
seperti
halnya
Dahuri
(1998),
Sugandhy
(1998),
Yudhohusodo (1998), Sriwidjoko (1998), Solomon,S.M. dan Forbes, D.L. (1999); mengidentifikasi masalah-masalah yang ada pada pulau-pulau kecil sebagai akibat kondisi biogeofisik pulau-pulau tersebut adalah keberadaan penduduk maupun ekosistem alam pulau tersebut dan beberapa masalah yang utama adalah : 1. Secara ekologis pulau-pulau kecil amat rentan terhadap pemanasan global, angin topan dan gelombang tsunami. Erosi pesisir disebabkan kombinasi faktor-faktor tersebut terbukti sangat progresif dalam mengurangi garis pantai kepulauan kecil. Akibatnya adalah penurunan jumlah makhluk hidup, hewan-hewan maupun penduduk yang mendiami pulau tersebut. 2. Pulau-pulau kecil diketahui memiliki sejumlah spesies-spesies endemik dan keanekaragaman hayati yang tipikal yang bernilai tinggi, apabila terjadi perubahan lingkungan pada daerah tersebut, maka akan sangat mengancam keberadaan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologisnya. 3. Untuk pulau kecil yang letaknya jauh dari pusat pertumbuhan, pembangunannya tersendat akibat sulitnya transportasi dan SDM. Pulau ini tetap bisa dikembangkan akan tetapi diperlukan biaya yang lebih besar untuk pengembangannya.
Pendahuluan 3
Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
4. Pulau-pulau kecil memiliki daerah tangkapan air yang sangat terbatas sehingga ketersediaan air tawar merupakan hal yang memprihatinkan. Untuk kegiatan pengembangan seperti pariwisata, industri dan listrik tenaga air akan sangat terbatas. 5. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum terintegrasi dengan pengelolaan daerah pesisir. Hal lain yang sering menjadi masalah adalah keterbatasan pemerintah daerah dan kurangnya dana untuk mengembangkan pulau-pulau sekitarnya. 6. Sampai saat ini belum ada klasifikasi menyangkut keadaan biofisik, sosial ekonomi terhadap pulau-pulau kecil yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan atas alokasi sumber daya alam agar lebih efektif.
Adanya beberapa perubahan tersebut akan memberi dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap biota dan habitatnya. Apabila kerusakan lingkungan terus terjadi maka flora dan fauna akan terancam dan terus menurun yang selanjutnya akan mengurangi keanekaragaman hayati pada pulau-pulau kecil tersebut. Bila hal ini terjadi maka pada suatu saat pulau-pulau tersebut tidak akan layak untuk dihuni. Oleh karena itu harus ada perencanaan yang baik untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan di pulau-pulau tersebut. Kegiatan ORIENTASI PRA REKONSTRUKSI KAWASAN HUTAN DI PULAU BINTAN DAN KABUPATEN LINGGA dalam rangka mengetahui tentang kondisi luasan, tata batas kawasan hutan sehingga dapat diketahui luas potensi riil setiap tipe hutan, potensi keanekaragaman hayati, penaksiran keadaan kualitas tipe hutan (kesehatan hutan), penaksiran tingkatan kehidupan vegetasi setiap tipe hutan (tingkatan pioneer, perkembangan dan klimaks), kemungkinan konversi untuk tataguna lahan lainnya. Atau berkaitan dengan fungsi tataguna lahan lainnya (pertanian, perkebunan, pariwisata alam, pemukiman, dan kaitannya terkini. Dengan adanya pemahaman potensi ini diharapkan segala aspek pemanfaatan ekosistem sumber daya hutan tetap dapat dipertanggungjawabkan kelestariannya. Kelestarian ini haruslah terjadi secara simultan dan integrative. Meskipun suatu sumber daya hutan itu ditujukan untuk fungsi produksi, fungsi fungsi perlindungan harus tetap ada, demikian juga sebaliknya. Pengetahuan tentang potensi ekosistem sumber daya hutan secara riil, jelas akan bermanfaat untuk mendukung pengembangan pembangunan di segala bidang di kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga. Oleh karena itu kajian ini perlu
Pendahuluan 4
Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
dilaksanakan, untuk sedini mungkin mencegah terjadinya proses degradasi ekosistem sumber daya hutan dengan metode dan proses yang benar. Keterkaitan semua pihak dalam pengelolaan sumber daya hutan diharapkan dapat memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kepentingan bersama dan untuk generasi mendatang. Terlebih kawasan Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga merupakan kawasan strategis sebagai pusat perdagangan, industri di kawasan Asia Tenggara. Tentusaja hal ini akan berdampak pada daya dukung lingkungan pulau-pulau kecil tersebut. Kepulauan Riau secara biogeografis merupakan formasi geologis yang terjadi berjutajuta tahun silam, sehingga membentuk isolasi geografis yang unik. Keterisolasian ini akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut serta dapat juga membentuk kehidupan unik. Hal inilah yang menyebabkan tingkat keendemikan spesies di pulau-pulau kecil memiliki proporsi yang tinggi dibandingkan dengan pulau kontinent. Kebudayaan yang muncul sebagai pengaruh geografis juga menentukan masa depan ekosistem di pulau-pulau tersebut.
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan Berkaitan dengan ketersediaan dana anggaran pada Tahun Anggaran 2006 ini, lingkup pekerjaan difokuskan pada:
1. Cakupan Substansi Menyangkut potensi tipe hutan yang ada dan persebaran lokasinya (luasanya) di Pulau Bintan, Lingga dan Singkep. Dari hasil informasi sekunder dan primer yang didapatkan,
guna
memprediksi
kecenderungan
yang
terjadi,
konteks
permasalahannya dan pemanfaatan yang memungkinkan dalam kaitannya dengan upaya pengembangan wilayah Pulau Bintan, Lingga dan Singkep 2. Cakupan Areal Keseluruhan kawasan administratif yang ada di Pulau Bintan, Lingga dan Singkep. 3. Cakupan Temporal Kejadian perkembangan tahun terakhir dan tahun-tahun sebelumnya diharapkan mencakup proses kejadian pada kawasan-kawasan hutan di Pulau Bintan, Lingga dan Singkep. Hal ini bermanfaat untuk menggambarkan prospek kehidupan wilayah pulau-pulau tersebut yang bakal mempengaruhi tata kelola sumber daya hutan yang ada.
Pendahuluan 5
Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
4. Cakupan Kedalaman Studi Atas ketentuan besaran dana yang dialokasikan, kedalaman studi berada pada amatan kualitatif terhadap eksistensi, kecenderungan perkembangan dan prospek masa depan, ditunjang dengan amatan kuantitatif tentang besaran jenis yang ada, luasan areal, sebaran lokasi, dan usaha-usaha yang dilakukan terkait potensinya yang ada pada saat ini. Sebagai catatan, perlu ditekankan bahwa pada studi kali ini tidak dilakukan pengukuran yang bersifat eksploratif tentang potensi besaran produksi tegakan hutan dan yang bertalian dengan detail pengusahaan hutan.
1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud: Maksud kegiatan Orientasi pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga adalah untuk menyusun arahan pengelolaan hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga 1.3.2. Tujuan: 1. Mengukur dan memetakan kawasan hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga. 2. Memetakan wilayah-wilayah hutan sesuai potensi dan rehabilitasinya. 3. Mengetahui cara penanganan konservasi dan rehabilitasi kawasan mangrove yang tingkat kerusakannya makin kritis akibat penebangan dan peruntukan lain seperti perumahan, tambak ataupun industri. 4. Untuk mengambil tindakan dalam penataan ekosistem hutan berkaitan dengan sumberdaya alam lainnya (misal dengan pertambangan, pemukiman, pertanian, perikanan, kepariwisataan, dan pengembangan wilayah). 5. Tindakan pengelolaan ekosistem hutan dalam berbagai keperluan pembangunan. 6. Rencana penataan dan pemanfaatan ekosistem sumberdaya hutan yang berkelanjutan, baik pemanfaatan maupun sumberdayanya.
1.4. Output Hasil utama yang di harapkan dalam kegiatan ini adalah laporan berisikan: 1. Data dan peta tentang luas serta sebaran kawasan hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga 2. Arahan pengelolaan kawasan hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga.
Pendahuluan 6