BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
1.1.1. Karakteristik kota tepian pantai Menurut laporan dari UNESCO mengenai lingkungan hidup dan pembangunan di kawasan pesisir dan di pulau-pulau kecil (Coastal Regions and Small Islands - CSI), “Sekitar 60% dari populasi dunia saat ini berdiam di kawasan selebar 60 km dari pantai dan diperkirakan akan meningkat menjadi 75% pada tahun 2025, dan 85% pada 2050. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sendiri menyebutkan bahwa sejumlah 166 kota di Indonesia berada di tepi air (waterfront)”. Kota dengan posisi berada di tepian air (waterfront), khususnya tepian pantai/ laut, memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga berpotensi menjadi penggerak pengembangan wilayah lokal maupun nasional. Bahkan secara historis menunjukan bahwa wilayah tepian pantai telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena kondisi fisik dan geografis yang dimilikinya cenderung berperan sebagai titik pertumbuhan dan juga sebagai pintu gerbang aktivitas kawasan, baik aktivitas ekonomi, sosial, maupun budaya yang berorientasi lautan dan daratan. Karakteristik dari kota tepian pantai adalah open access dan juga multifungsi sehingga pemanfaatannya digunakan untuk beragam aktivitas yang kemudian menciptakan fungsi yang beranekaragam, karena kawasan ini bersifat dinamis serta kepemilikan laut merupakan aset umum (common property).
1
2
Kawasan tepian pantai sendiri rawan akan friksi dan ketidakseimbangan, ini disebabkan peranan dari lingkungan tepian pantai sebagai tempat bertemunya pendatang dari berbagai daerah, kawasan tepian pantai menjadi mosaik sosial dan budaya. Industrilisasi, perkantoran, perdagangan dan jasa, maupun lingkungan permukiman nelayan merupakan fungsi/ aktivitas tipikal dari skenario penataan ruang tepian pantai yang terlihat di berbagai pusat kota di Indonesia. Batasan bagi publik dalam mengakses kawasan pantai terjadi karena adanya privatisasi kegiatan (baik itu melalui larangan langsung maupun tidak) mengakibatkan terabaikannya hak masyarakat untuk melihat lautnya sendiri. Karena, pantai dan laut adalah salah satu dari kekayaan alam yang dapat diakses oleh masyarakat secara bebas. Sesuai peraturan dalam tata ruang (UU No.26/2007), pantai termasuk dalam salah satu ruang terbuka yang harus bisa diakses publik. Penguasaan wilayah pesisir dan pulau-pula kecil oleh sebagian pengusaha seringkali meminggirkan kepentingan publik, masyarakat sulit mendapat akses masuk. Melalui UU No. 1 Tahun 2014 perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 20 ayat 1 UU ini menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib memfasilitasi pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan kepada masyarakat lokal dan masyarakat tradisional. Pada ayat 2 lantas disebutkan bahwa izin pemanfaatan ruang dan sumber daya pesisir dan pulau kecil tersebut terbatas pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun dalam bagian penjelasan, yang dimaksud "akses publik" adalah akses masyarakat untuk memanfaatkan sempadan pantai
3
dalam menghadapi bencana pesisir, akses masyarakat menuju pantai dalam menikmati keindahan alam, dan akses nelayan dan pembudidaya ikan dalam kegiatan perikanan. Termasuk akses publik juga adalah akses untuk mendapatkan air minum atau air bersih, akses pelayanan rakyat, dan akses masyarakat untuk kegiatan keagamaan dan adat pantai. 1.1.2. Zona I pesisir perkotaan Balikpapan Kota Balikpapan memiliki nilai strategis dan kondisi geoekonomi yang menawarkan daya tarik di berbagai lingkup kehidupan, kota ini memiliki basis ekonomi berupa perdagangan dan jasa, selain basis utamanya pada pengelolaan minyak bumi, gas, dan distribusi batu bara yang dikelola oleh perusahaan nasional maupun multinasional. Intensitas tinggi aktivitas ekonomi berdampak pada naiknya kebutuhan akan hunian, ruang ritel, fasilitas hiburan, maupun kebutuhan perhotelan yang mendukung Balikpapan sebagai Kota MICE. Sektor properti berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Balikpapan yang mencapai 9,03% tahun 2013, sektor ini menempati posisi atas dalam realisasi investasi dan menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi kota.
Gambar 1.1. Zona I Pesisir Pantai Kota Balikpapan Sumber: RDTR Kec. Balikpapan Kota 2012
Pusat Kota Balikpapan terletak di Kecamatan Balikpapan Kota dan Balikpapan Selatan yang merupakan kawasan pusat perdagangan & jasa,
4
perkantoran, serta permukiman perkotaan yang tumbuh secara linier di sepanjang jalan utama kota dengan pemanfaatan utama potensi pantai dan pelabuhan sebagai pintu gerbang transisi penumpang maupun barang yang keluar masuk Kota Balikpapan. Dengan potensi yang dimiliki Balikpapan serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi kota, menyebabkan pergerakan penduduk semakin kuat dan cenderung menuju kawasan pusat kota ini yaitu Kec. Balikpapan Selatan dan Balikpapan Kota, sebagian Balikpapan Barat dan sebagian Balikpapan Tengah.
Gambar 1.2. Pusat Kota Balikpapan berhadapan langsung dengan Selat Makassar Sumber: Skyscrapercity, Sub-forum Kota Balikpapan, diakses 2014
Kawasan pusat kota bersinggungan langsung terhadap pantai atau menghadap Selat Makassar, BWK (Bagian Wilyah Kota) di Zona I pesisir meliputi kawasan Kelurahan Prapatan, Telaga Sari, Klandasan Ulu, Klandasan Ilir, Damai, Damai Bahagia, Sungai Nangka, dan Sepinggan Raya dengan fungsi kegiatan utama yaitu sebagai kawasan pemerintahan skala kota, perkantoran pemerintah, perkantoran swasta, perdagangan & jasa, pariwisata pantai & sejarah, transportasi (laut dan udara) skala nasional & internasional, industri pertamina, kawasan militer, dan kawasan permukiman perkotaan (nelayan dan swadaya). 1.1.3. Permasalahan di tepian pantai perkotaan (urban waterfront) Permasalahan kawasan tepian pantai terjadi seiring padatnya aktivitas masyarakat, baik yang terkait lalu lintas, transportasi, infrastruktur, maupun tata
5
guna lahan yang tidak sesuai ketentuan. Selain itu masalah serius lainnya disebabkan tidak adanya pedoman operasional bagi pengendalian pertumbuhan di sepanjang tepian pantai. Beberapa pedoman yang ada (RTRW/ RDTRK) dirasakan masih terlalu umum dan belum secara konseptual meletakkan landasan pemanfaatan dan pengembangan kawasan tepian pantai. Akibatnya adalah pengembangan kegiatan di atas pantai dan di darat tidak terintegrasi secara baik. Lebih lanjut pemerintah kota harus menghadapi berbagai permasalahan seperti: (Sumber: Laporan Final RTRW 2005-2015) 1.
Pemanfaatan lahan yang tidak efisien (tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya) ditinjau dari kontribusinya terhadap ekonomi kota. Inefisiensi penggunaan lahan ini terutama terjadi pada daerah pusat kota.
2.
Penguasan lahan tepi pantai oleh perorangan membatasi akses warga kota ke pantai, sehingga terjadi penguasaan sumber daya strategis oleh sebagian kecil kelompok masyarakat. Hal ini terjadi hampir di sepanjang lahan tepi pantai. Rusaknya atmosfir dan budaya permukiman tepi pantai yang memiliki kekhasan tersendiri di Balikpapan, serta hilangya kesempatan untuk memanfaatkan potensi kawasan tepi pantai sebagai generator ekonomi kota. Kecenderungan yang ada menjadikan pantai sebagai daerah belakang (tempat pembuangan) sehingga degradasi kualitas lingkungan maupun visual (estetika), peruntukan sebagaian besar lahan kawasan tepi pantai bagi kegiatan industri tanpa diikuti pedoman pengaturan yang lebih rinci/ operasional akan menyebabkan timbulnya masalah lingkungan (polusi dan degradasi estetika kota).
6
3.
Di dalam melakukan pembangunan ataupun investasi pada kawasan tepian pantai, terdapat batasan dimana para developer tetap yakin bahwa memberikan fasilitas umum masih akan membuat pembangunan (proyek) tetap layak secara finansial/ investasi. Semakin banyaknya fasilitas yang diminta baik itu oleh masyarakat maupun pemerintah, apakah itu berbentuk perbaikan infrastruktur, tatanan lansekap untuk akses publik, perumahan yang terjangkau, menyebabkan developer akan berpikir untuk menutup kembali investasi yang ditanam dengan biaya-biaya (pemasukan) lainnya. Hal tersebut memicu komersialisasi lahan pesisir dengan nilai tinggi, menutup akses publik menikmati pantai secara bebas dan terbuka. Tujuan utama dari penelitian tesis ini ialah permasalahan akses publik
terhadap pantai di perkotaan (urban waterfront), lebih spesifiknya ialah penting dan bermaknanya akses publik tersebut dalam menikmati keindahan laut. Yang dimaksud dengan akses publik ini ialah dimana orang-orang dapat terdorong untuk menggunakan kawasan pantai kota dan merasa nyaman dalam penggunaannya. Dalam melakukan penelitian ini melihat pada kemampuan penyelenggara pemerintahan dalam mangatur tatanan ruang tepian pantai pusat kota sesuai dengan skala insani yaitu membuat masyarakat setempat merasa diperhitungkan, keserasian lingkungan fisik dengan kebutuhan penduduk dari berbagai lapisan sosial. Penelitian ini melihat pada proses perubahan ruang yang terjadi (transformasi) pada kawasan tepian pantai pusat kota (urban waterfront) di dalam penyediaan akses publik menuju pantai demi kepentingan umum agar dapat
7
menikmati keindahan laut. Balikpapan merupakan salah satu kota pantai di Indonesia, Kota ini memiliki beragam kebijakan dan strategi yang termuat di dalam RTRW maupun RDTRK dalam konsep penataan kawasan tepian pantainya, sehingga pemilihan kota ini sebagai salah satu studi kasus untuk melihat tindakan pemerintah di dalam penataan kawasan pantai kota, bagaimana hambatan akses publik terhadap pantai dapat diatasi, bagaimana proses perizinan dari pemerintah dapat meningkatkan ataupun mengurangi pentingnya akses publik ini, sehingga keindahan pantai dapat diakses dan dinikmati secara langsung oleh masyarakat dan menghindari mengkotak-kotakan persil kawasan tepian pantai di dalam kepemilikan pribadi. 1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diutarakan pada latar belakang, maka dapat dibuatnya suatu identifikasi permasalahan, dimana masalah yang ada dilihat, diperkirakan, dan diuraikan serta dijelaskan pokok masalah yang sebenarnya. 1.
Penguasaan
wilayah
tepian
pantai
oleh
sebagian
pihak
seringkali
meminggirkan kepentingan publik, masyarakat tidak diberi akses masuk. 2.
Permasalahan tepian pantai perkotaan dengan kompleksitas fungsi kegiatan memberikan batasan terhadap akses publik menuju pantai. 1.3
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah sebelumnya, maka fokus pengamatan di dalam proses penelitian ini nantinya adalah Bagaimana kondisi akses publik menuju pantai di tengah dinamika pembangunan pantai perkotaan Balikpapan?
8
1.4.
Pembatasan Masalah
Batasan pada penelitian ini untuk memberikan arah yang tepat pada tujuan dan sasaran penelitian. Pembatasan ini meliputi fokus dan lokus penelitian, mengingat begitu luasnya ruang lingkup pembahasan tentang akses publik menuju pantai maka fokus penelitian terbatas pada : 1.
Sejarah pembangunan tepian pantai perkotaan Balikpapan dari tahun 1932 hingga tahun 2014
2.
Kondisi terbatasnya akses publik menuju tepian pantai dan faktor pengaruh. 1.5.
Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kondisi akses publik menuju pantai di tengah dinamika pembangunan tepian pantai perkotaan Balikpapan. Adapun sasaran penelitian ini adalah: 1.
Menjelaskan zonasi kegiatan di tepian pantai perkotaan dari tahun 1932 hingga tahun 2014.
2.
Menjelaskan kondisi terbatasnya akses publik menuju tepian pantai dan faktor yang mempengaruhi. 1.6
Manfaat Penilitian
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Untuk kepentingan ilmu pengetahuan; yakni sebagai upaya pengkayaan terhadap konsep-konsep akses publik menuju tepian pantai. Khususnya menyangkut
konsep pembentukan pola ruang kawasan yang terdapat di
tepian pantai perkotaan.
9
2.
Untuk kepentingan perencanaan dan perancangan, yakni sebagai masukan bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan lingkungan tepian pantai perkotaan dalam melakukan pembenahan berdasarkan karakteristik Kota bersangkutan tanpa mengesampingkan hak masyarakat pengguna.
3.
Untuk kepentingan masyarakan pengguna, yakni memberikan suatu solusi tatanan kawasan baru sesuai karakter lokal masyarakat penghuni dan memberikan kenyamanan hidup di perkotaan. 1.7.
Keaslian Penelitian
Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan pesisir belum ada yang dilakukan dengan fokus pada kajian akses publik terhadap kawasan tepian pantai perkotaan dan lokus penelitian ini berlokasi di Kota Balikpapan. Penelitian ini asli dan dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu penelitian ini berbeda dari segi fokus, lokus, dan modus (metode) penelitian yang digunakan, untuk selengkapnya akan dijelaskan pada tabel 1.1. 1.8.
Kerangka Penelitian
Kerangka pemikiran penelitian berangkat dari latar belakang yang terdiri dari kondisi lingkungan tepian pantai, permasalahan pembangunan di tepian pantai, dan terbatasnya akses publik terhadap ruang pantainya. Merumuskan sejarah pembangunan yang berlangsung di tepian pantai serta permasalahan terbatasnya akeses publik menuju pantai sehingga dari sintesis masalah disimpulkan yaitu kondisi akses publik menuju pantai di tengah dinamika pembangunan tepian pantai perkotaan Balikpapan, selengkapnya lihat gambar 1.3.
Tabel 1.1 Daftar penelitian pengembangan kawasan pesisir Peneliti
Tahun
Fokus
Telaah
Metode
Lokasi
Keterangan
Raditya A. Tridipta
2012
Pengendalian pemanfaatan kawasan pesisir teluk Kendari
Mendeskripsikan hubungan antara perkembangan permukiman, dampaknya serta pengendalian pemanfaatan pada kawasan teluk Kendari
Penelitian deduktif kualitatif plus kuantitatif dengan penelaahan secara deskriptif
Kawasan pesisir teluk Kendari
Perbedaan fokus dan lokus
Erwen Jamaris
2010
Kajian kebijakan Pemerintah terhadap bantaran sungai pada lokasi strategis di pusat kota
Mendeskripsikan distorsi kebijakan antara kelemahan proses pembangunan dan adanya pengabaian terhadap rencana tata ruang pada pelaksanaan komplek perdagangan WTC
Penelitian kualitatif dengan penekanan pada penelaahan desriptif secara induktif
Bantaran sungai Batanghari, Kota Jambi
Perbedaan fokus dan lokus
Irvan Abd Rachman
2008
Kemitraaan antara pemerintah dan swasta dalam reklamasi pantai di kota Ternate
Mendokumentasikan dan menjelaskan proses kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam reklamasi pantai kota Ternate.
Penelitan deskriptif dengan metode kualitatif menekankan pada penelitian studi kasus
Kota Ternate
Perbedaan Fokus dan lokus
Yufita Feibe Lengkey
2009
Proses Perencanaan dan Pembangungan Reklamasi Pantai di Kota Manado
Mendeskripsikan proses perencanaan dan pembangunan reklamasi di kota Manado.
Studi Kasus dengan pendekatatan eksploratif (exploratory research)
Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara
Perbedaan Fokus dan lokus
Sumber: Perpustakaan MPKD UGM Yogyakarta, 2014
10
11
POTENSI
LATAR BELAKANG
KONDISI
Pengembangan ruang tepian pantai sebagai kawasan rekreatif bagi masyarakat kota yang dapat dinikmati setiap lapis elemen masyarakat tanpa adanya intimidasi dan diskriminasi. Peran para aktor pelaksana akan menciptakan tatanan ruang pesisir yang dinamis dan humanis.
Perkembangan Balikpapan yang semakin maju menuntut penggunaan ruang yang tinggi. Pusat kota di tepian pantai padat dengan beragam fungsi kegiatan, masyarakat semakin tidak menyadari hak penggunaan tepian pantai dikarenakan terbatasnya akses.
Fungsi kegiatan seperti industri, komersil, permukiman, militer, dan wisata alam memadati kawasan pusat kota di Jl. Jend. Sudirman. Bangunan-bangunan yang ada secara tidak langsung menutup akses publik terhadap penggunaan ruang di kawasan tepian pantai.
IDENTIFIKASI MASALAH 1. 2.
Penguasaan wilayah tepian pantai oleh sebagian pihak seringkali meminggirkan kepentingan publik, masyarakat tidak diberi akses masuk. Permasalahan tepian pantai perkotaan dengan kompleksitas fungsi kegiatan memberikan batasan terhadap akses publik menuju pantai. PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana kondisi akses publik menuju pantai di tengah dinamika pembangunan pantai perkotaan Balikpapan?
PEMBATASAN MASALAH 1. Sejarah pembangunan tepian pantai perkotaan Balikpapan dari th. 1932 hingga th. 2014. 2. Kondisi terbatasnya akses publik menuju pantai dan faktor yang berpengaruh. TUJUAN PENELITIAN Mengkaji kondisi akses publik menuju pantai di tengah dinamika pembangunan tepian pantai perkotaan Balikpapan. SASARAN PENELITIAN 1. 2.
Menjelaskan zonasi kegiatan di tepian pantai perkotaan dari th. 1932 hingga th 2014. Menjelaskan kondisi terbatasnya akses publik menuju tepian pantai dan faktor yang mempengaruhi.
PENGGUNAAN LAHAN DI TEPIAN
AKSES PUBLIK DI TEPIAN PANTAI
ZONASI KEGIATAN DI TEPIAN
PANTAI PERKOTAAN
PERKOTAAN
PANTAI PERKOTAAN
KESIMPULAN KONDISI AKSES PUBLIK MENUJU PANTAI DI TENGAH DINAMIKA PEMBANGUNAN TEPIAN PANTAI PERKOTAAN BALIKPAPAN
Gambar 1.3. Kerangka penelitian Sumber: Hasil analisis, 2015