BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan
anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut belum saling mengenal satu sama lain dan tanpa melewati proses pacaran seperti yang lumrah atau lazim terjadi pada dewasa ini. Padahal sejatinya dalam memilih pasangan hidup untuk hidup bersama dalam ikatan pernikahan diperlukan pengenalan dan rasa saling menyukai. Membina sebuah rumah tangga pastinya memiliki tujuan paling tidak agar kehidupan mereka menjadi bahagia. Pernikahan di Indonesia sendiri sudah diatur dan dilaksanakan menurut Undangundang pernikahan No.1 tahun 1974 ( http:// library.gunadarma.ac.id/repository/ view/8294/penyesuaian-perkawinan-pada-pasangan-yang-menikah-tanpa-prosespacaran-taaruf.html). Di zaman sekarang hampir semua anak tidak ada lagi yang mau dijodohkan oleh orang tuanya dengan alasan apapun, mereka lebih senang memilih pasangannya sendiri dengan melakukan proses pacaran. Kebebasan memilih pasangan yang didasarkan pada rasa cinta telah menjadi norma dalam dunia barat (Broude,1994; Ingoldsby,1995). Laily Hanifa, seorang peneliti dari Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (dalam Bung Syarif, 2011), melakukan penelitian tentang pacaran dengan melibatkan responden yang berjumlah 30 orang. Semua responden mendefinisikan pacaran sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling 1
2
menyukai atau berkomitmen dan kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan masa penjajakan mencari pasangan hidup. Dari hasil penelitiannya, ia menarik kesimpulan bahwa pacaran tidak selalu berakhir dengan pernikahan karena hanya sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan. Lanjutnya, pacaran itu lekat dengan apa yang namanya hubungan seksual bukan hanya sebatas membicarakan masalah, tukar pikiran, jalan bersama, lalu pegangan tangan, membelai rambut, tetapi termasuk ciuman bibir. Pacaran sendiri merupakan budaya dari barat, namun dewasa ini pacaran telah dilakukan oleh orang-orang timur sebelum mereka melangkah ke jenjang pernikahan. Menurut sebagian kalangan, pacaran bukan merupakan budaya nenek moyang kita, namun budaya asing yang penyebarannya berlangsung sangat cepat. Pacaran telah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat kita. Budaya ini telah menjadi kebiasaan baru yang menggeser pola pergaulan sebelumnya, hampir semua orang melakukannya karena sebagian orang menganggap pacaran sebagai sesuatu yang lazim untuk dipraktikan. Pada dasarnya tujuan menikah sendiri adalah untuk dapat meneruskan keturunan dari manusia itu sendiri. Tentu dengan menikahi orang yang dianggap memiliki keturuan yang baiklah yang akan dipilih. Menurut Benokraitis (1996), pacaran merupakan proses awal menuju pernikahan atau dengan kata lain pacaran merupakan sarana dalam memilih pasangan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup. Hasil
penelitian
Ardhianita
(http://eprints.undip.ac.id/24792/1/
jurnal_MYA_WURYANDARI_M2A003044.pdf)
mengungkapkan
bahwa
kepuasan pernikahan pasangan yang menikah tanpa pacaran berada pada nilai yang
3
lebih tinggi dibandingkan pasangan yang menikah dengan pacaran. Lebih jauh lagi, Saafa (2006) mengungkap bahwa pacaran justru memberi dampak negatif terhadap kepuasan pernikahan yang pada akhirnya membuat pernikahan tidak stabil. Menurutnya, orang yang berpacaran cenderung menampilkan diri di depan pacarnya tidak secara apa adanya. Banyak hal dari sisi karakter dan kepribadian yang ditampilkan jauh dari realitas yang sesungguhnya. Beberapa penelitian selanjutnya kemudian membantah asumsi bahwa pacaran bukanlah satu-satunya media untuk mengenal lebih jauh calon pasangan. Selain pacaran, proses pencarian pasangan hidup bisa dilakukan melalui ta’aruf. Proses mencari pasangan hidup sendiri bukan hanya dengan pacaran, melainkan ada pula dengan cara ta’aruf. Tentu saja proses ini hanya dilakukan bagi orang-orang yang bergama Islam. Proses ta’aruf sendiri biasanya berlangsung dengan sangat singkat, hal ini berbeda sekali dengan proses pacaran yang waktunya tidak ditentukan. Jika dalam sehari-hari kita sering mendengar kata ”mak comblang” maka dalam proses ta’aruf biasanya memiliki mediator, yang berarti dalam hal ini mediator merupakan orang yang dekat dan mengetahui tentang orang tersebut. Pacaran ataupun ta’aruf pada intinya merupakan proses untuk mendapatkan pasangan hidup yang cocok. Hanya saja, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan. Pacaran membutuhkan waktu yang lama bahkan hingga bertahun-tahun, sementara waktu ta’aruf yang dibutuhkan dalam prosesnya umumnya jauh lebih singkat dari masa pacaran, berkisar antara satu hingga tiga bulan, namun tidak menutup kemungkinan proses ini bisa berlangsung lebih lama.
4
Proses perkenalan dan pertemuan dalam pacaran berbeda dengan ta’aruf. Pasangan yang berpacaran dapat bertemu berdua saja tanpa didampingi mediator. Hal ini sudah merupakan hal lazim di tengah masyarakat dimana pasangan dapat melakukan serangkaian aktivitas bersama hanya berdua saja. Berkembang dan matangnya organ-organ biologis pada masa dewasa membuat kecenderungan untuk berdekatan secara fisik dengan lawan jenis sulit dihindarkan, apalagi ketika dua orang berlawanan jenis bertemu hanya berdua saja tanpa ada yang mendampingi. Hal inilah yang bisa membelokkan tujuan awal pacaran, dari ingin mengenal pasangan lebih baik menjadi cenderung mengarah pada perbuatan-perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan agama. Sekalipun pacaran dan ta’aruf memiliki tujuan yang sama, yaitu penjajakan dalam menyeleksi pasangan hidup namun pada prosesnya tetap saja berbeda. Jika pada umumnya orang yang berpacaran dalam jangka waktu yang panjang untuk lebih mengetahui lebih detail mengenai calon pasangan hidupnya, sementara bagi orang yang melakukan proses ta’aruf hanya dengan waktu yang singkat saja untuk mengenal calon pasangan hidupnya. Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga merupakan awal dari terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak (Papalia & Old, 1998). Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin meneliti tentang kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan proses pacaran dan proses ta'aruf tersebut. Selain itu, jika pada
5
proses sebelum menuju pernikahannya saja sudah berbeda maka apakah akan ada perbedaan pada kepuasan pernikahan yang telah dijalani itu sendiri. 1.2.
Rumusan Masalah Dalam hal ini peneliti memiliki rumusan masalah yang akan mengungkap
mengenai kepuasan pernikahan pasangan yang menikah dengan proses pacaran dan proses ta’aruf yaitu adakah perbedaan kepuasan pernikahan antara pasangan yang menikah dengan proses pacaran dan proses ta’aruf ? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kepuasan
pernikahan pada pasangan yang menikah dengan proses pacaran dan proses ta’ruf. 1.4.
Manfaat dan Kegunaan Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai tingkat kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan proses pacaran dan proses ta’ruf pada masyarakat luas, terutama bagi yang belum menikah. Sedangkan kegunaan dari penelitian adalah : 1.
Aspek teoritis, dapat menambah dan memperkaya hasil penelitian dalam bidang psikologi yang telah ada terutama dalam ruang lingkup kepuasan pernikahan.
2.
Aspek praktis, diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai perbedaan tingkat kepuasan pernikahan dengan menjalani proses yang berbeda sebelum menuju pernikahan.
6
1.5. BAB I
Sistematika Penulisan Berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Mengemukakan dengan jelas, ringkas dan padat mengenai kajian pustaka yang terkait dengan masalah yang diteliti, kerangka pemikiran, dan hipotesis. BAB III Berisikan tentang objek penelitian, metode, variable penelitian, alat ukur penelitian, subjek penelitian, prosedur
penelitian, teknik pengambilan
data. BAB IV Berisikan gambaran umum subjek, hasil uji validitas, hasil uji reliabilitas, analisis dan hasil pembahasan penelitian. BAB V Penutup, berisikan kesimpulan, diskusi dan saran.