BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejak dulu cerita anak banyak digunakan oleh orang tua untuk menyampaikan pesan moral kepada anak-anaknya. Di masa lalu, orang tua menceritakan kepada anak-anaknya kisah-kisah yang didengarnya dari mulut ke mulut. Seiring dengan perkembangan zaman, cerita anak kemudian banyak dijumpai dalam bentuk buku atau komik. Sugihastuti (2013) mengemukakan bahwa cerita anak adalah cerita karya orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak, yang dalam proses penciptaannya pengarang mengimajinasikan suatu kehidupan masa kanak-kanak yang sudah dilewatinya. Isi ceritanya mencerminkan sikap, watak, dan perilaku anak-anak. Cerita anak, baik karya asli Indonesia, maupun terjemahan, mencakup rentang umur pembaca yang beragam, mulai rentang 3-5 tahun, 6-9 tahun, dan 1012 tahun (bahkan 13 dan 14) tahun. Adapun bentuknya bermacam-macam, baik serial, cerita bergambar, maupun cerpen. Tema cerita anak juga beragam, mulai dari persahabatan, lingkungan, kemandirian anak, dan lain-lain. Sifatnya juga beragam. Dari segi sifatnya, cerita anak dalam sastra modern terdiri atas: cerita keajaiban, cerita fantasi, dan cerita fiksi ilmu pengetahuan. Cerita keajaiban, yakni cerita sihir dan peri yang gaib, yang biasanya melibatkan pula unsur percintaan dan petualangan. Contoh: Cinderella, Puteri Salju, Puteri Tidur, Tiga Keinginan, dan lain-lain. Cerita fantasi, yaitu cerita yang menggambarkan dunia yang tidak 1
2
nyata; dunia yang dibuat sangat mirip dengan kenyataan dan menceritakan hal-hal aneh; dan menggambarkan suasana yang asing dan peristiwa-peristiwa yang sukar diterima akal. Macam-macamnya adalah: fantasi binatang, fantasi mainan dan boneka, fantasi dunia liliput, fantasi tentang alam gaib, dan fantasi tipu daya waktu. Cerita fiksi ilmu pengetahuan, yakni cerita dengan unsur fantasi yang didasarkan pada hipotesis tentang ramalan yang masuk akal berdasarkan pengetahuan, teori, dan spekulasi ilmiah, misalnya cerita tentang petualangan di planet lain, makhluk luar angkasa, dan sejenisnya. (Denny Iskandar 2012:5) Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Denny Iskandar diatas, cerita anak bisa merupakan cerita fiksi atau rekaan maupun kisah nyata atau realita. Cerita fiksi biasanya menggambarkan suasana yang asing dan peristiwa yang sukar diterima akal. Contoh cerita fiksi antara lain; Cinderella, Puteri Salju, fantasi binatang, fantasi mainan dan boneka, dan fantasi dunia liliput. Hemi & Hendy (via Pamangsah : 2008) menyatakan bahwa cerita fiksi adalah cerita rekaan yang berdasarkan angan-angan atau fantasi, bukan berdasarkan fakta atau kejadian yang sesungguhnya dan hanya berdasarkan rekaan pengarang saja.1 Berdasarkan penjelasan cerita anak dan cerita fiksi oleh para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa cerita anak merupakan cerita yang dibuat oleh orang dewasa yang ditujukan oleh anak-anak yang isinya merupakan sikap, perilaku anak yang ceritanya bisa fiktif belaka maupun realita.
1
http://pamangsah.blogspot.com/2008/12/cerita-fiksi.html
3
Cerita anak memiliki banyak manfaat, di antara lain: mengasah daya pikir, kreatifitas dan imajinasi anak. Cerita anak juga bermanfaat untuk memperkaya kosa kata anak. Kegiatan membacakan cerita untuk anak sangat memiliki efek positif dalam mengembangkan imajinasi anak.2 Buku Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi adalah kumpulan cerita fiksi anak dari Jepang. Cerita berjudul “Shinobi Yorukage” karya Hamano Etsuhiro merupakan salah satu cerita fiksi yang terdapat dalam buku tersebut. Cerita Shinobi Yorukage menceritakan pengalaman misterius seorang anak bernama Mamoru saat malam hari. Pengalaman misterius itu terkait dengan masa lalunya. Setiap malam hari, pintu kamar Mamoru terbuka dengan sendirinya. Pada hari pertama dan kedua Mamoru mengira bahwa penyebab pintunya terbuka dengan sendirinya adalah angin. Tetapi pada malam hari ketiga, pintu kamarnya terbuka lagi dan dia melihat dua mata bercahaya. Kejadian pintu terbuka ini berlangsung selama 4 hari. Di hari kelima, Mamoru membuat gambar dan kakaknya membuat boneka. Mereka meletakkannya di pintu masuk. Hari berikutnya, gambar dan boneka itu menghilang. Mulai hari itu Mamoru tidak dihantui lagi. Shinobi Yorukage dapat disimpulkan sebagai sebuah cerita fiksi. Dalam cerita Shinobi Yorukage terdapat bagian-bagian kisah yang dapat mendorong pembaca untuk berpikir imajinatif. Bagian-bagian cerita tersebut diantaranya adalah pada kisah tentang Mamoru yang memikirkan penyebab pintu kamarnya terbuka di tengah malam. Kisah tersebut memunculkan imajinasi tentang
2
http://www.anneahira.com/kesehatan-anak-cerita-anak.htm
4
penyebab terbukanya pintu yang juga sangat menarik pembaca untuk melanjutkan membacanya. Cerita anak yang mendorong anak untuk berpikir imajinatif dapat mengasah daya pikir dan kreatifitas anak. Kisah dalam cerita yang dapat menggugah para pembaca, mengasah daya pikir, serta kreatifitas khususnya anakanak inilah membuat penulis tertarik untuk menerjemahkan cerita berjudul “Shinobi Yorukage” dari buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi”. Terjemahan cerita tersebut diharapkan dapat menambah koleksi terjemahan cerita anak dari Jepang yang bersifat fiktif. Selain itu, penulis berharap cerita Shinobi Yorukage dapat mengembangkan daya imajinasi anak karena dalam cerita tersebut anak dituntut untuk berpikir menebak alur cerita. Terjemahan yang diharapkan dari tugas akhir ini adalah terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca yang mengerti bahasa Jepang maupun tidak. Selain cerita yang imajinatif, dalam cerita ini ada hal yang menarik lainnya. Dalam cerita “Shinobi Yorukage” dari buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi” ini ditemukan sebanyak 11 buah giongo. Bentuk dari giongo ini bermacammacam. Misalnya kachi-kachi, koton, nii-nii, dll. Kata-kata tersebut merupakan kata yang menunjukkan suara tiruan bunyi. Kata-kata yang dinyatakan dengan bunyi seperti suara tertawa orang, suara tangis, suara burung, binatang buas, serangga, dan sebagainya, berbagai macam bunyi benda yang keluar secara buatan, bunyi gema, dan sebagainya disebut giongo. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Harimukti Kridalaksana dalam bukunya Kamus Linguistik, istilah giongo ini dalam bahasa Indonesia
5
maupun bahasa Inggris biasa dikenal dengan nama onomatopoeia atau onomatope. Onomatoepia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pembuatan nama-nama. Onomatope adalah penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda perbuatan itu; misalnya bekokok, suara dengung, deru, aum, cicit, dan sebagainya. (Peni Lestari 2006:2) Giongo merupakan salah satu aspek bahasa Jepang yang menarik bagi pembelajar bahasa Jepang yang berbahasa ibu Indonesia. Namun karena jumlahnya yang begitu banyak sementara padanannya dalam bahasa Indonesia sangat terbatas, kadang-kadang giongo ini menjadi salah satu kendala pada saat belajar bahasa Jepang. (Sudjianto dan Ahmad Dahidi 2004:5). Kendala tersebut juga dirasakan pada proses terjemahan untuk mendapatkan padanan kata yang tepat. Dalam tugas akhir ini penulis akan membahas tentang padanan kata giongo dalam bahasa Indonesia. Adanya pembahasan mengenai padanan kata giongo yang terdapat dalam cerita Shinobi Yorukage ke dalam bahasa Indonesia inilah diharapkan, akan mempermudah pembaca untuk lebih memahami isi cerita. Harapan penulis, hasil terjemahan dalam tugas akhir ini dapat dijadikan reverensi cerita anak bagi pembaca khususnya anak-anak. Dengan membaca cerita ini, anak-anak dapat memperoleh pengalaman baru yang belum pernah mereka alami. Disamping itu, penulis juga membahas tentang padanan kata giongo pada cerita terjemahan ini ke dalam bahasa Indonesia agar pembaca lebih mudah memahami apa isi dari hasil terjemahan ini.
6
1.2 Pokok Pembahasan Pokok pembahasan yang diambil dari cerita Shinobi Yorukage dalam buku Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi pada tugas akhir ini meliputi: 1.
Menerjemahkan cerita “Shinobi Yorukage” dalam buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi” dari bahasa Jepang sebagai bahasa sumber ke dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat.
2.
Memberikan penjelasan tentang padanan kata giongo pada cerita “Shinobi Yorukage” dalam buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi” dalam bahasa Indonesia, berdasarkan konteks cerita.
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan yang akan penulis sampaikan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1.
Menyajikan terjemahan cerita “Shinobi Yorukage” dalam buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi” dari bahasa Jepang sebagai bahasa sumber ke dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga pembaca yang bisa maupun yang tidak bisa bahasa Jepangpun akan mengetahui isi cerita.
2.
Menyajikan padanan kata giongo pada cerita “Shinobi Yorukage” dalam buku “Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi” ke dalam bahasa Indonesia agar pembaca mudah memahami isi hasil terjemahan.
7
1.4 Landasan Teori 1.4.1 Definisi penerjemahan Setiap individu mungkin akan mengartikan penerjemahan dengan cara dan pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini terkait dari sudut pandang individu tersebut mendefinisikannya dan tentunya disertai dengan ilmu dan pengalamannya. Banyak para ahli teori terjemahan yang telah mengemukakan definisi penerjemahan. Salah satunya yaitu Eugee A. Nida dan Charles R. Taiber, dalam buku mereka The Theory and Practice o Translation (via Widyamartaya, 1989:11), memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut: Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Definisi ini bisa diartikan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya. 1.4.2 Langkah-langkah menerjemahkan Penulis dalam menerjemahkan Shinobi Yorukage akan menerapkan langkah-langkah dalam menerjemahkan dari Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul “A Survey of Translation Theory” (via Widyamartaya, 1989: 15-18). Dr. Ronald H. Bathgate mengemukakan tujuh langkah dari proses penerjemahan sebagai berikut: a. Tuning (Penjajagan)
8
Menjajagi bahan yang akan diterjemahkan agar selaras dengan bahasa yang diterjemahkan dalam hal makna dan gayanya. b. Analysis (Penguraian) Menguraikan setiap kalimat yang terdapat dalam bahasa sumber menjadi satuan-satuan berupa kata atau frase, untuk menentukan hubungan sintaksis dari unsur kalimat tersebut. c. Understanding (Pemahaman) Memahami bagaimana isi yang terkandung dalam cerita tersebut dengan menangkap gagasan utama tiap paragraf (alinea) dan ide-ide pendukung dan pengembangnya, serta menangkap hubungan gagasan satu sama lain dalam tiap paragraf dan antar paragraf. Selain itu perlu menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diterjemahkan dan harus benar-benar memahami bahasa sumbernya. Ilmu pengetahuan yang akan diterjemahkan harus diterjemahkan sebagaimana yang telah ditulis oleh pengarang. d. Terminology (Peristilahan) Mencari padanan istilah-istilah, ungkapan-ungkapan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang tepat cermat, dan selaras. e. Restructuring (Perakitan) Menerjemahkan secara tepat makna dan gaya bahasa sumber agar susunan kalimat bahasa sasaran selaras dengan bahasa sumber. f. Checking (Pengecekan) Memeriksa kembali kesalahan-kesalahan dalam penulisan kata dan pemakaian tanda baca. Selain itu bertanya kepada orang lain untuk
9
mengecek dan menyarankan perubahan-perubahan. Memperbaiki susunansusunan kalimat untuk menghasilkan kalimat yang lebih efekif. g. Discussion (Pembicaraan) Mendiskusikan
hasil
terjemahan,
baik
menyangkut
isi
maupun
menyangkut bahasanya kepada orang lain yang dianggap lebih mengerti tentang bahasa sumber maupun bahasa sasaran. 1.4.3 Metode menerjemahkan Menurut Newmak (via Djuharie, 2004: 18-20) mengemukakan bahwa metode terjemahan berasas penekanan penggunaan bahasa, baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran. Newmark mengklasifikasikan metode ini ke dalam delapan macam: a. Menerjemahkan kata demi kata Motede terjemahan ini susunan kata dalam kalimat dipertahankan dan kosakatanya diterjemahkan satu demi satu, dengan arti yang paling umum, tanpa mempertimbangkan konteks. b. Penerjemahan harfiah Dalam terjemahan ini, konstruksi tata bahasa diubah sedekat mungkin dengan
padanannya
dalam
bahasa
sasaran,
tetapi
kata-katanya
diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks. Ini digunakan dalam proses awal penerjemahan untuk menunjukkan masalah yang harus dipecahkan.
10
c. Penerjemahan setia Penerjemahan setia berusaha menghasilkan makna kontekstual yang tepat pada teks asal dengan keterbatasan struktur tata bahasa bahasa sumber. Penerjemahan diusahakan agar betul-betul setia pada maksud dan realisasi teks dari buku bahasa sumber. Jadi cara ini cenderung untuk sejauh mungkin mempertahanan atau setia pada isi dan bentuk bahasa sumber. d. Penerjemahan sematik Penerjemahan sematik berbeda dari penerjemahan setia hanya karena penerjemahan semantik lebih mempertahankan nilai estetika (bunyi yang indah dan alamiah) teks bahasa sumber dan menyesuaikan ‘makna’ bilamana perlu supaya irama kata, penggunaan dan pengulangan kata tidak mengganggu dalam versi terjemahan. Perbedaan antara penerjemahan ‘setia’ dengan penerjemahan ‘semantik’ adalah bahwa yang pertama tidak menyesuaikan diri dan dogmatik, sedangkan yang kedua lebih lentur dan membolehkan kreatifitas dengan tak mengikuti 100% kesetiaan pada teks bahasa sumber. e. Adaptasi Ini merupakan bentuk penerjemahan yang paling “bebas” dan terutama digunakan dalam penerjemahan drama (komedi) dan puisi. Tema dan karakter, dan alur biasanya dipertahankan, tetapi kultur bahasa sumber diubah ke dalam kultur bahasa sasaran dan teksnya ditulis kembali.
11
f. Penerjemahan bebas Penerjemahan ini merupakan parafrase yang jauh lebih panjang dari bahan aslinya, yang juga disebut ‘penerjemahan intra bahasa’, sering bertele-tele, berlebihan dan bahkan bukan terjemahan sama sekali. g. Penerjemahan idiomatis Penerjemahan idiomatis mereproduksi ‘pesan’ asli tetapi cenderung mengubah nuansa arti dengan lebih banyak menggunakan bahasa seharihari (kolokual) dan idiom yang tidak ada dalam bahasa sumber. h. Penerjemahan komunikatif Penerjemahan komunikatif berusaha mengalihkan makna kontekstual yang tepat dari teks bahasa sumber sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya mudah diterima dan dapat dipahami oleh pembaca. Penulis akan menerapkan metode komunikatif dalam menerjemahkan cerita anak Shinobi Yorukage dalam buku Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi. Dalam metode komunikatif ini pembaca merupakan sasaran utama. Terjemahan Shinobi Yorukage dalam buku Kimochi ga Ukiukisuru Hanashi ditujukan khusus untuk anak-anak, sehingga metode komunikatif ini paling efektif digunakan karena isi dan bahasanya mudah dipahami oleh pembaca.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari empat bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pokok pembahasan, tujuan
12
penulisan, definisi penerjemahan, langkah-langkah menerjemahkan, metode menerjemahkan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi hasil terjemahan yang terdiri dari teks asli, terjemahan per kalimat, teks terjemahan secara utuh. Bab ketiga berisi pengertian giongo dan padanan kata giongo pada cerita Shinobi Yorukage dalam bahasa Indonesia berdasarkan pada konteks cerita dan bab terakhir adalah penutup.