1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dewasa ini pariwisata dinilai oleh banyak orang sebagai suatu aspek
pembangunan yang sangat penting, khususnya bagi daerah-daerah tertentu yang secara alamiah tidak mempunyai sumber daya alam yang banyak atau cukup. Untuk itulah orang melirik sektor parawisata sebagai salah alternatif yang dapat dikembangkan untuk membantu perkembangan pembangunan di suatu daerah (Pendit, 2006:217). Pariwisata
merupakan alternatif yang dapat digali dan
kembangkan, berdasarkan sumber alam dan sosial budaya yang ada, namun tergantung daerah masing-masing upaya menggali potensi daerahnya sehingga dapat dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata. Menurut Spillane (dalam Warpani, 2007: 63) secara umum pariwisata dikembangkan sebagai suatu industri. Tujuan utama pengembangan sebagai suatu industri sebenarnya adalah untuk menghasilkan dan meningkatkan perolehan devisa. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang dalam proses pembangunan memang tidak diingkari lagi sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pelaksanaan pembangunan nasional. Indonesia telah mencanangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara sebelumnya sampai sekarang pembangunan
ini tentang pariwisata. Merumuskan
sasaran
pariwisata pada dasarnya adalah meningkatkan status pariwisata
dari sub sektor pembangunan menjadi sektor pembangunan andalan yang mampu menggiatkan perekonomian dan sektor–sektor lain yang terkait. Agar apa yang
2
diinginkan dapat dicapai dan berhasil dengan baik, perlu adanya suatu perencanaan terpadu dan pengelolaan yang professional dengan menempatkan sebagai bagian yang terintegrasi dalam keseluruhan industri dan dapat berfungsi sistem pembangunan nasional (Pendit, 2006:12). Dewasa ini di Indonesia, pariwisata diperlakukan sebagai suatu industri dan diharapkan dapat berfungsi sebagai katalisator pembangunan serta dapat menunjang pembangunan berkelanjutan. Namun dalam perjalanannya terjadi halhal yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengembangan itu sendiri. Hal yang merugikan itu adalah dampak negatif yang membahayakan secara umumnya, selain dampak positif yang memang sangat memberikan manfaat dan keuntungan bagi kita semua (Pitana, 2005:110). Sambas sebagai salah satu daerah pembangunan tentunya tidak dapat melepaskan diri efek pengembangan dan pembangunan bidang kepariwisataan. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan bagian dari aspek pembangunan dan merupakan potensi daerah yang harus dijaga, dilestarikan dan dikembangkan sehingga ia dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk masa sekarang dan akan datang (Warpani, 2007:63). Potensi wisata di Kabupaten Sambas cukup banyak dan menarik tidak jauh berbeda halnya dengan daerah-daerah lainnya di Nusantara yang kaya dengan sumber daya baik alam seperti pantai, hutan, dan danau maupun budaya seperti tari tradisional raddat dan jappin, kain tenun, antar ajong, tappong tawar, zikir nazam dan lain-lain. Namun secara riil semua potensi tersebut masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk
3
mengusahakannya secara profesional. Hal tersebut sebabkan banyak faktor baik internal maupun eksternalnya. Untuk itu harus
ada usaha untuk mencermati
masalah potensi wisata ini secara serius. Ini penting agar objek-objek wisata yang ada tersebut tidak terbiar begitu saja dan dikelola semaunya saja oleh masyarakat untuk mendatangkan keuntungan dan
tidak memperhatikan keberlangsungan
alam dan akibatnya pada masa akan datang. Berdasarkan kenyataan sekarang ini perkembangan pariwisata di Kabupaten
Sambas masih belum optimal, khususnya wisata alam ( pantai atau
danau) hal ini terlihat dari banyaknya destinasi wisata hanya diusahakan begitu saja oleh masyarakat tampa adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai sehingga hasilnya tidak banyak memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat dan pemerintah. Di samping itu, Kabupaten Sambas juga banyak mempunyai situs-situs sejarah dan bernilai religius. Situs-situs ini sering dan ramai dikunjungi oleh masyarakat pada waktu-waktu tertentu seperti makam-makam Raja
Sambas,
Keraton Alwatzikhoebillah di Sambas, Masjid Jami’, makam keramat Paloh, makam keramat Lumbang, dan lain-lain. Tujuan mereka berkunjung ke tempat tersebut tentunya bermacam-macam sesuai dengan niat dan kebutuhannya masing. Pemerintah Kabupaten Sambas dengan kebijakannya untuk membangun Sambas telah lama mencanangkan program pembangunan komprehensif. Hal ini dapat dilihat dari motto pembangunan
Kabupaten Sambas yang berbunyi “
Sambas yang Tertib, Ekonomis, Religius, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serta Sosial”. Program ini sebenarnya sudah menunjukkan dan memungkinkan untuk
4
menjadikan
Sambas dengan unsur-unsur sosial budaya dan alam setempatnya
yang bersejarah dan nuansa agama dan kepercayaan sebagai destinasi wisata . Diharapkan Sambas dapat menuju kearah pengembangan pembangunan yang berkelanjutan dan berbasiskan partisipasi masyarakat ideal dan spiritual. Upaya penggalian potensi wisata di Kabupaten upaya awal untuk mengembangkan
Sambas merupakan
Sambas sebagai destinasi wisata budaya
dan alam adalah sangat tepat karena berdasarkan keberadaan tempat-tempat besejarah utama dan terkenal berada di pusat kota dan beberapa tempat lainnya di Sambas seperti peninggalan budaya Keraton Kabupaten Sambas, masjid Jami’ dan makam kerabat raja-raja Sambas dan makam keramat. Peninggalan budaya yang lainnya berada di luar Kota Sambas seperti Paloh, Lumbang, Piantus dan Sebedang. Objek peninggalan budaya ini ramai dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan domestik pada waktu waktu tertentu. Wisatawan yang
datang
berkunjung tidak hanya berasal dari daerah sekitar Sambas tapi juga dari daerah luar Sambas. Berdasarkan kenyataan tersebut potensi ini sangat mendukung bagi upaya pengembangan suatu bentuk wisata alternatif atau wisata minat khusus yaitu wisata sejarah. Berkunjung ke suatu tempat khusus sudah menjadi fenomena tersendiri yang unik bagi masyarakat tidak hanya Indonesia tetapi di seluruh dunia. Di Jakarta fenomena ini sudah dilakukan secara tradisional dari waktu ke waktu sampai sekarang, seperti mengunjungi keraton, masjid yang bersejarah dan terkenal yang memiliki arsitektur bagus atau memiliki kegiatan yang unik, serta mengunjungi lembaga/institusi Islam, seperti pondok pesantren, makam wali dan
5
sebagainya. Aktivitas seperti ini sudah sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Upaya pelestarian dan pemeliharaan objek-objek peninggalan budaya sebagai objek wisata dan destinasi wisata di Kabupaten Sambas ini merupakan upaya baru dalam menghilangkan kejenuhan pada aktivitas wisata konvensional yang selama ini telah berlangsung lama pada tempat-tempat tujuan wisata pantai (wisata alam). Tempat yang menjadi objek wisata keraton di antaranya Keraton Kerajaan Alwatzikhoebillah
Sambas, Masjid Jami’ Sambas , makam raja-raja
Sambas. Keraton Alwatzikhoebillah
Sambas merupakan salah satu daya tarik
wisata khususnya wisata sejarah di Kabupaten Sambas. Objek wisata keraton banyak dikunjungi oleh orang baik yang datang dari dalam maupun dari luar daerah bahkan wisatawan asing, walaupun dari segi intensitasnya masih sangat kecil dan jarang. Namun pada waktu tertentu situs sejarah ini memang banyak didatangi pengunjung dari berbagai daerah. Banyaknya wisatawan berkunjung ke keraton Alwatzikhoebillah dari dulu sampai sekarang adalah hal yang wajar dan biasa. Hal ini dikarenakan Keraton Alwatzikhoebillah merupakan salah satu peninggalan bersejarah dan menjadi lambang kebesaran dan kejayaan kerajaan Islam di kabupaten pada suatu masa dahulu. Berangkat dari hal tersebut maka diperlukan
upaya untuk menjaga keberlanjutan dan kelestarian peninggalan
sejarah. Selain itu daerah Sambas juga mempunyai daya tarik budaya adat dan tradisi serta kesenian lokal masyarakatnya yang berbeda dengan daerah lain, yang
6
jika digali dan dikemas dengan baik akan dapat menambah daya tarik bagi para wisatawan baik dalam maupun luar negeri untuk datang berkunjung ke Sambas. Apalagi dengan basis agama Islam yang dipadukan dengan kepercayaankepercayaan adat istiadat lokal yang masih dipegang kuat oleh sebagian masyarakat setempat, akan menjadi atraksi yang menarik dan semakin menambah daya tarik tersendiri. Pengembangan wisata di Sambas akan memberikan manfaat baik secara ekonomi,
lingkungan, sosial budaya kepada pemerintah dan
masyarakat Sambas. Wisata Sejarah termasuk bentuk wisata minat khusus yang hingga saat ini pengembangan masih kurang mendapat perhatian, padahal banyak sekali wilayah-wilayah di Indonesia termasuk di Kabupaten Sambas mempunyai peninggalan sejarah, tempat-tempat peribadatan, dan bangunan-bangunan kuno yang tidak ternilai harganya salah satunya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Ia merupakan asset sangat potensial untuk dikelola dan dikembangkan dengan lebih baik sehingga nanti akan memberi manfaat yang besar tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga pemerintah daerah setempat. Wisata sejarah merupakan salah satu cara untuk mengenalkan situs-situs sejarah yang ada dan pernah ada di Kabupaten Sambas kepada pihak luar. Ini diharapkan dapat menarik wisatawan lokal maupun luar untuk datang ke Sambas. Hal ini akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai efek pengadaan dari kepariwisataan. Fenomena real lainnya di lapangan yang menarik adalah ramainya kunjungan wisatawan yang datang berkunjung, apalagi pada hari-hari tertentu
7
seperti hari besar Islam Idul fitri dan Adh, kemudian masih kentalnya minat wisatawan berkunjung karena motif religius dan sakralitas keraton atau karena hal-hal tertentu yang bersifat mistis, kepercayaan wisatawan terhadap barang atau benda keraton yang sampai sekarang masih dipercayai menyimpan kemampuan magis/mistis dan sebagainya, menurut peneliti merupakan fenomena yang menarik dan unik. Hal-hal inilah yanng menjadi salah satu alasan ketertarikan peneliti untuk mengkaji dan mengungkapkan fenomena itu serta bagaimana kaitannya dengan upaya pelestarian Keraton. Di samping itu upaya untuk menjaga dan melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan benda-benda peninggalan sejarah sudah termakan waktu dan semakin tua, apabila tidak diambil tindakan upaya-upaya penyelamatan tidak menutup kemungkinan akan musnah dan hilang dari peradaban masyarakat. Berangkat dari fenomena tersebut tanggung jawab semua elemen masyarakat Sambas baik itu Pemerintah/Pemerintah Kabupaten sebagai penguasa dan pengambil kebijakan di daerah, masyarakat secara umum (yang tinggal tinggal di sekitar keraton maupun para wisatawan ) maupun pihak pengurus keraton sangat diharapkan ikut berperan dan terlibat baik langsung atau tidak lanssung dalam upaya penjagaan, pemeliharaan dan perawatan keraton sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian objek peninggalan tersebut terjaga, terpelihara, lestari dan dapat dinikmati oleh generasi akan datang khususnya di Kabupaten Sambas dan Nusantara pada umumnya.
8
1.2
Rumusan Masalah. Rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apa saja potensi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai daya
tarik wisata sejarah di Sambas ? 2. Faktor-faktor yang mendorong wisatawan mengunjungi objek
wisata sejarah Keraton Alwatzikhoebillah Sambas di Sambas? 3. Bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan
melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai daya tarik wisata sejarah di Sambas? 1.3
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini dapat digolongkan menjadi tujuan umum dan khusus adalah :
1.3.1. Tujuan Umum. Secara umum tujuan penelitian adalah mengetahui peran serta dan upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai daya tarik wisata sejarah di Kabupaten Sambas sehingga berguna untuk pengembangan model wisata tepat dan cocok sesuai dengan potensi yang ada di daerah pada masa akan datang. 1.3.2 Tujuan Khusus. 1. Mengidentifikasi potensi Keraton Alwatzikhoebillah sebagai daya
tarik wisata sejarah di Kabupaten Sambas.
9
2. Mengkaji faktor-faktor yang mendorong wisatawan berkunjung ke
Keraton Alwatzikhoebillah di Kabupaten Sambas. 3. Mengetahui upaya pemerintah kabupaten dan masyarakat dalam
menjaga dan melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata sejarah di Kabupaten Sambas. 1.4
Manfaat Penelitian. Penelitian yang telah dilakukan ini diharapkan nantinya dapat memberikan
manfaat baik secara ademis dan praktis. 1.4.1 Manfaat Akademis. Penelitian ini adalah penerapan teori-teori yang ada di lapangan, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata sejarah serta menambah wawasan tentang eksistensi warisan budaya di tengah arus dinamika perkembangan dan pembangunan masyarakat sekarang ini. 1.4.2 Manfaat Praktis. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaaat dan pentingnya pelestarian budaya sehingga
diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap khazanah atau peninggalan sosial budaya di daerah Sambas khususnya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Bagi pemerintah daerah penelitian ini diharapkan menjadi masukan instansi terkait
khususnya Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata
10
Kabupaten Sambas
dalam mengembangkan peninggalan budaya dan sejarah
khususnya Keraton
Kerajaan
Sambas sebagai
daya tarik wisata sejarah.
Sehingga dapat menentukan kebijakan dan strategi
mengembangkan
Kota
Sambas menjadi destinasi wisata berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat. Sektor ini jika dikembangkan secara optimal akan dapat meningkatkan perkembangan pembangunan daerah Sambas pada umumnya dan perekonomian masyarakat pada khususnya serta sebagai upaya melestarikan sejarah sosial budaya masyarakat Sambas di masa akan datang.
BAB II
11
KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka Beberapa penelitian sebelumnya yang dianggap berkaitan dengan
penelitian pelestarian keraton ini diantaranya adalah: Menurut Nurul Sri Hardiyanti (2005) dalam ”Studi Perkembangan dan Pelestarian Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta” bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan kawasan Keraton Surakarta dari tahun 17452004, serta mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala dilaksanakannya kegiatan pelestarian. Hasilnya adalah secara fisik, perkembangan Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta mengacu pada suatu konsep tata ruang yang terus dipertahankan. Pengaruh perubahan politik, ekonomi, dan sosial menyebabkan adanya perubahan fungsi bangunan dan lingkungan dalam kawasan; namun kegiatan budaya keraton masih terus dilestarikan dan dikembangkan. Faktor yang menjadi kendala dilaksanakannya
kegiatan pelestarian kawasan,
diantaranya adalah faktor fisik, faktor politik, faktor ekonomi, dan faktor sosial (www.geogle.com. 15-2-11). Agus Purnama (2009) dengan topik penelitian “Pelestarian Kawasan Istana Kesultanan Bima di Kota Bima”, menyimpulkan kawasan Istana Kesultanan Bima bercirikan bekas kota kerajaan Islam, Sosial budaya masyarakat Bima masih memiliki potensi berupa kesenian tradisional, tradisi, dan nilai-nilai kepercayaan yang masih bertahan sampai dengan sekarang dan kondisi fisik
12
bangunan kuno bersejarah pada kawasan dengan tingkat kerusakan ringan dan umumnya fungsi bangunan tidak mengalami perubahan fungsi. Perubahan kawasan istana Kesultanan Bima dipengaruhi oleh aspek fisik pada lingkungan istana telah dibangun bangunan-bangunan baru dengan aspek sosial budaya. Penduduk daerah Bima semula terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan bangsawan, menengah dan budak, setelah masa kesultanan berakhir pengolongan status sosial masyarakat sudah tidak berlaku lagi. Aspek politik, perubahan sistem pemerintahan menyebabkan penggunaan lahan di lingkungan istana berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dan aspek ekonomi, setelah masa kesultanan berakhir beberapa keluarga istana dan bekas pejabat kesultanan kehilangan sumber pendapatannya, yakni sawah adat dikelolah oleh Yayasan Islam Kabupaten Bima. Arah pelestarian kawasan istana Kesultanan Bima dilakukan dengan pelestarian kawasan, metode pelestarian yakni preservasi dan adaptasi/revitalisasi. Pelestarian bangunan kuno-bersejarah, dilakukan dengan metode pelestarian yakni preservasi dan konservasi. Arahan pengembangan potensi citra kawasan dilakukan dengan memadukan aktivitas dan fungsi fungsi yang ada supaya saling mendukung dan tidak saling mengganggu dengan optimalisasi citra kawasan melalui penguatan karakter lokal (www.geogle.com. 15-2-11). Relevansinya dengan penelitian ini dapat dilihat dari sudut persamaan dan perbedaan. Persamaannya antara lain sama-sama membahas masalah pelestarian keraton kaitannya dengan upaya pengembangan daya tarik wisata peninggalan budaya, jenis penelitian yang digunakan juga sama-sama bersifat kualitatif, serta
13
teknik pengumpulan data yang menggunakan teknik observasi dan wawancara. Sedangkan perbedaannya adalah
objek penelitian yaitu Keraton Sambas dan
permasalahnya yaitu segi potensi, motivasi kunjungan dan peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelestarian. 2.2.
Konsep
2.2.1 Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah. Kata pelestarian berasal dari kata lestari, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 921) diartikan sebagai ‘ tetap seperti keadaan semula tidak berubah, kekal. Kata pelestarian berarti hal-ihwal pengawetan (sumber daya alam, budaya, dsb) agar terjamin kehidupannya sepanjang masa. Jika dikaitkan dengan kontek kebudayaan ada pemahaman yang berbeda dan berlawanan, dimana dalam perngertian umum kebudayaan diartikan tumbuh dan berkembang secara dinamis (cepat atau lambat) sesuai dengan perkembangan manusia pendukungnya. Adapun ”keraton”
menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008: 745)artinya rumah besar dan bagus tempat tinggal raja; istana raja. Keraton yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tempat tinggal raja dan keluarga selama masa pemerintahannya. Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah adalah upaya menjaga dan melestarikan keberadaan tempat atau rumah tinggal keluarga kerajaan Alwatzikhoebillah
Sambas supaya tetap terjaga keberadaannya sebagai salah
satu peninggalan budaya bersejarah dan daya tarik wisata di Kabupaten Sambas. Peninggalan bersejarah ini diharapkan dapat dinikmati tidak hanya pada masa sekarang tetapi juga oleh generasi yang akan datang di masa depan.
14
Indonesia keberadaan bangunan-bangunan bersejarah merupakan hal yang sangat bermanfaat dan menguntungkan karena dapat menjadi daya tarik wisata misalnya keraton, gedung bersejarah, rumah adat, situs sejarah, batu menhir, candi makam tua dan bersejarah dan lain-lain. Sebagian wisatawan ada yang berkunjung karena adanya ikatan emosional, hubungan keluarga atau korp dengan almarhum, kenangan masa lalu (nostalgia) melihat kembali palagan tempat bertempur masa lalu dan sebagainya. Selanjutnya agar situs tersebut tetap ada dan terjaga perlu adanya upaya pelestarian. Warpani (2007: 54) menjelaskan ada empat cara pendekatan untuk melindungi dan menggunakan bangunan bersejarah yakni: a.
Preservasi yaitu pemanfaatan dan perlindungan struktur yang ada
dan semua artefak. b.
Restorasi yaitu perbaikan struktur dan semua artefak dengan cara
mengganti dengan bagian yang hilang namun tetap menjaga keserasian secara keseluruhan. c.
Rekreasi yaitu
membuat struktur baru atau artefak yang sama
(salinan dengan yang aslinya) sebagai penganti yang hilang, rusak atau sangat ringkik. d.
Adaptasi yaitu memperbaiki sebagian struktur, tetapi dengan cara
mengganti dengan yang lain agar dapat lebih sempurna. Tindakan lain pelestarian adalah konservasi Djasponi (dalam Najib, 2008 ) adalah suatu tindakan pelestarian yang diambil untuk memelihara dan mengawetkan suatu benda dengan memanfaatkan teknologi modern sebagai upaya
15
untuk menghambat proses kerusakan dan pelapukan lebih lanjut yang diakibatkan oleh alam, proses kimiawi, dan micro-organism, sehingga life time suatu benda dapat diperpanjang. (http://arkeologi.web.id/articles/wacana-arkeologi/30-wisatapilgrimage-upaya-preservasi-sumberdaya-arkeologi-yang-dimanfaatkan-sebagaiobjek-wisata?showall=1 10-1-11). Setiap cara tersebut harus sesuai dengan maksud perlindungan atau pelestarian bangunan bersejarah, karena perlakuan tersebut dapat menurunkan nilai kesejarahan bangunan tersebut bila dilakukan agar benda atau bangunan itu tetap saja kelihatan apa adanya atau utuh. Bahkan acap kali suatu temuan peninggalan sejarah sebaiknya ditampilkan apa adanya seperti saat ditemukan, dan selanjutnya dijaga agar tidak bertambah rusak. 2.2.2 Daya Tarik Wisata. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 poin 5 dijelaskan yang dimaksud dengan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (Tunggal, 2009:2). Gunn dalam Warpani (2007:45-46) menyatakan daya tarik wisata adalah “ sesuatu” yang ada di lokasi destinasi/tujuan pariwisata yang tidak hanya menawarkan/menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan tetapi juga menjadi magnet
penarik seseorang untuk melakukan perjalanan. Selanjutnya
Warpani menyatakan daya tarik wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat,
16
dilakukan, dibeli atau dapat dinikmati pada suatu destinasi pariwisata. Pitana (2009:68-78) dalam sumber lain mengelompokkan sumber daya pengembangan pariwisata secara umum dapat berupa sumber daya alam, sumber daya budaya, sumber daya minat khusus dan sumber daya manusia. Kabupaten Sambas mempunyai berbagai macam potensi wisata cukup banyak dan menarik seperti halnya daerah-daerah lain di Nusantara yang kaya dengan sumber daya baik alam seperti air terjun Riam Sicagat, pantai Silimpai, pantai Jawai, pantai Lestari, pantai Polaria, Danau Sebedang, Pantai Tanjung Batu, Gua Alam Santok dan lain-lain. Daya tarik wisata sosial budaya seperti Keraton Sambas, Masjid Jami’ Sambas, Makam-Makam Sultan Sambas, Alo’ Galing, Tanjidor, Lomba Sampan Bidar, Antar Ajong, Tari Jappin, Tari Radat Sambas, Barongsai, Tari Dayak dan sebagainya. 2.2.3
Wisata Sejarah Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:1382) arti sejarah adalah 1
asal-usul (keturunan) silsilah; 2 kejadian dan peristiwa yg benar-benar terjadi pada masa lampau; 3 pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yg benarbenar terjadi di masa lampau. Pengertian wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau seklompok orang mengunjungi tempat tertentu secara suka rela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan utnuk mencari nafkah (Warpani, 2007:7). Jadi Wisata Sejarah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah perjalanan atau kunjungan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok baik itu wisatawan lokal maupun manca negara ke tempat-tempat yang dikaitkan
17
sejarah, peninggalan, kenangan tentang peristiwa dan kejadian yg benar-benar terjadi di masa lampau pada masa lampau, baik itu
dengan tujuan belajar,
nosltalgia, mengisi waktu luang berlibur, ataupun yang lainnya. 2.2.4
Potensi Wisata Potensi objek wisata adalah suatu asset yang dimiliki oleh suatu daerah
tujuan wisata atau objek wisata yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tidak mengenyampingkan aspek sosial budaya. Pengertian ini bila dikaitkan dengan penelitian ini yang dimaksud dengan objek wisata adalah dalam konsep ini adalah semua asset daya tarik wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Sambas yang bersifat fisik (panorama, bangunan bersejarah) atau yang bersifat non fisik (kesenian tradisional, sistem nilai keagamaan, sistem sosial dan kelembagaan masyarakatnya). Kata “potensi” objek wisata alam dan istilah “potensial objek wisata merupakan kata yang sering dikembangkan menjadi kata yang sering digunakan. Untuk memahami apa kata potensi dan potensial itu, Alwi, et al (2002:890) memberi definisi bahwa potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk bisa dikembangkan, kekuatan, kemampuan, kesanggupan, dan daya. Kata potensial berarti mempunyai potensi (kemampuan , kekuatan dan kesanggupan). Selanjutnya Soekadijo (2000:52) mengemukakan yang dimaksud disini adalah alam fisik, fauna, dan floranya. Potensi alam adalah segala yang ada di langit dan di bumi tempat segala tempat kehidupan lingkungan yang memiliki kemampuan/kesanggupan yang kemungkinan untuk dikembangkan.
18
Menurut Ko. (2001:40) perkembangan selanjutnya potensi alam untuk dijadikan objek wisata dan potensinya harus ditentukan secara komprehensif dan holistik oleh suatu tim terpadu. Harus ada pendekatan lintas sektoral, multi dan interdisipliner. Potensi kepariwisataan diartikan sebagai modal atau asset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dieksploitasikan untuk kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum di dalamnya perhatian terhadap aspek-aspek sosial dan budaya. Dalam pustaka kepariwisataan diidentifikasikan bahwa manifestasi dari potensi wisata segala atraksi yang dimiliki oleh suatu wilayah atau secara riilnya objek wisata, jadi secara kongkritnya potensi wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi andalan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Selain itu faktor-faktor mendasar lain yang mendorong orang melakukan perjalanan wisata adalah daya tarik yang dimiliki oleh suatu destinasi. Warpani (2007:50-54) menyatakan daya tarik wisata dapat dikategorikan dalam kelompok yaitu: a.
Potensi alam yang berdasarkan pada kondisi lingkungan alam.
b.
Potensi budaya yang berdasarkan aktivitas manusia dan hasil
karyanya. c.
Potensi manusia dengan dasar bahwa manusia selain objek juga
subjek. Ini berarti potensi wisata merupakan segala sesuatu yang terdapat
di
destinasi wisata. Destinasi wisata adalah daerah atau tempat karena aktraksinya,
19
situasinya dengan hubungan lalu lintas dan fasilitas kepariwisataan menyebabkan tempat atau daerah itu menjadi objek kunjungan wisatawan (Pendit, 1994:63) Pengembangan potensi suatu daerah tujuan wisata akan selalu memperhitungkan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak. Mengembangkan destinasi wisata akan timbul dampak negatif dan positif untuk itu perlu adanya perencanaan yang tepat dalam mengembangkan kepariwasataan di suatu daerah, tujuannya adalah meminimalisasi dampak negatif dan mengoptimalisasikan dampak positip karena itu diperlukan kontrol terpadu dari setiap unsur yang terlibat. 2.3
Landasan Teori. Untuk melakukan kajian terhadap masalah penelitian maka perlu beberapa
teori yang dianggap relevan sebagai landasannya. Berdasarkan teori-teori itu diharapkan penelitian ini akan lebih terarah sesuai dengan apa yang diinginkan dari permasalahan yang dibahas. Teori itu di antaranya adalah teori pelestarian budaya, teori motivasi, dan teori partisipasi.
2.3.1 Teori Motivasi. Salah satu hal yang menyebabkan orang-orang melakukan sesuatu adalah karena adanya dorongan yang menggerakkannya atau yang disebut dengan motif. Motivasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.
20
Salah satu teori mendasar tentang motivasi adalah teori kebutuhan dasar yang dikemukakan oleh Maslow (Yoeti,2006:36). Menurut Maslow pada asasnya manusia mempunyai 5 (lima) tingkat kebutuhan dasar yaitu : a. Psychological Needs yaitu kebutuhan dasar atau fundamental bagi
kehidupan manusia seperti kebutuhan untuk makan, minum, pakaian tidur, biologis/seks dan tampat tinggal. b. Safety Needs yaitu kebutuhan manusia untuk mendapatkan rasa aman
(security) and perlindungan (protection) dalam masyarakat modern termasuk jaminan terhadap tersedianya barang ekonomi (economic security). c. Belonging and Love Needs yaitu kebutuhan manusia akan rasa kasih
sayang, mencintai dan dicintai. Kebutuhan seperti ini menjadikan seseorang individu untuk dihargai dan diterima dalam lingkungan tertentu. d. Esteem Needs yaitu kebutuhan untuk memiliki status atau reputasi dalam
masyarakat dan lingkungan. e.Self-Actualisation Needs yaitu kebutuhan untuk mencari self-fulfilment dan
self
expression.
Dalam
arti
seseorang
berkesempatan
untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan yang lebih nyata. MacIntosh (1986:61) mengatakan pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi berapa hal. Motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut :
21
a. Physical Motivations
Motivasi yang bersifat fisik atau fisologis diantaranya untuk rekreasi, kesehatan, kenyamanan, dan berpartisipasi dalam kegiatan olah raga b. Cultural Motivations
Motivasi budaya adalah keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (monumen bersejarah) c. Interpersonal Motivations
Motivasi bersifat sosial seperti pengunjungi keluarga dan teman, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (nilai prestise),
melakukan
ziarah,
pelarian
dari
situasi-situasi
yang
membosankan dan seterusnya. d. Status and Prestige Motivations
Motivasi karena fantasi, yaitu adanya fantasi bahwa daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan egoenhancement yang memberikan kepuasan psikologi. Berkaitan dengan wisata Soekadijo (2000:38) membuat penjabaran sejumlah subkelas motif wisata dan tipe aktivitasnya yaitu: a. Motif bersenang-senang atau bertamasya yaitu motif untuk mendapatkan
pengalaman sebanyak-banyaknya, mendengar atau menikmati apa saja. b. Motif rekreasi yaitu motif untuk kegiatan-kegiatan berupa oleh raga,
tamasya atau sekadar bersantai menikmati hari libur.
22
c. Motif kebudayaan yaitu motif dalam wisata kebudayaan dimana orang
tidak hanya menyaksikan dan menikmati atraksi tapi juga mengadakan penelitian terhadap lingkungan setempat. d.
Wisata olah raga merupakan pariwisata dimana wisatawan mengadakan perjalanan wisata karena motif olah raga, baik untuk melakukan olah raga atau hanya menyaksikannya.
e.Wisata bisnis yang mengambil bentuk kunjungan, pertemuan, pameran
yang membuat kontak dalam aktivitas menjadi hubungan bisnis yang lebih baik. f. Wisata
konvensi bentuknya berupa pertemuan-pertemuan berskala
nasional, global untuk membicarakan suatu masalah tertentu yang diselengarakan secara rutin oleh suatu organisasi profesi. g. Motif spiritual merupakan tipe wisata yang tertua. Sebelum orang
mengadakan perjalanan untuk rekreasi dan bisnis orang sudah mengadakan
perjalanan
untuk
berziarah
atau
untuk
keperluan
keagamaan lainya. Wisata ziarah merupakan bagian dari aktivitas wisata spiritual ini. h. Motif interpersonal yaitu suatu aktivitas perjalanan wisata yang didorong
oleh keinginan untuk bertemu orang lain. i. Motif kesehatan yaitu suatu bentuk perjalanan wisata yang berorientasi
pada penyembuhan dari suatu penyakit. Yoeti (2006:179) menambahkan bahwa ada beberapa alasan yang paling menonjol, mengapa orang melakukan wisata antara lain: kesehatan, kesenangan,
23
olah raga, agama, kebudayaan, hobby, konferensi, seminar, pendidikan, dan sebagainya. Pitana (2005:60) menyebutkan motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu sendiri (instrinsic motivation) dan faktor ekternal (exstrinsic motivation). Secara intrisik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow tentang hiraki kebutuhan dimulai dari kebutuhan fisikologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan perstis, dan kebutuhan akan aktualitas diri tetap dijadikan dasar untuk meneliti motivasi. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh faktor–faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga, dan situasi kerja, yang terinternalisasi dan kemudian
berkembang
menjadi
kebutuhan
psikologis
dari
perspektif
fungsionalisme. Motivasi wisata untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan harmoni di masyarakat, sehingga pariwisata dapat di pandang sebagai salah satu bentuk terapi sosial. Berdasarkan perspektif sosial–action theory, motivasi sangat penting karena melihat prilaku wisatawan secara individual di dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas. Itu merupakan faktor pendorong yang sangat kuat membuat banyak orang melakukan perjalanan wisata agar mendapatkan suasana baru. Kaelani (2004:29-32) menyebutkan berbagai motivasi yang mendorong keberanian, tekad, dan keinginan orang-orang yang mengadakan perjalanan antara lain:
24
a.
Kebutuhan praktis dalam politik dan perdagangan.
b.
Perasaan ingin tahu dan memperluas wawasan
c.
Dorongan keagamaan
d.
Dorongan kebutuhan kesehatan
Berkaitan dengan hal tersebut motivasi orang melakukan wisata ke tempat-tempat bersejarah/suci/keramat juga tidak terlepas dari salah satu motifmotif yang sebutkan di atas sebagai faktor yang pendorongnya. 2.3.2
Teori Pelestarian Budaya. Pembangunan
nasional
yang
menyeluruh
berkesinambungan
dan
berkeseimbangan konsep pelestarian budaya merupakan upaya regenerasi bangsa yang perlu dicermati pemahamannya lebih mendasar dalam kehidupan nyata, tidak hanya menjadi jargon dalam lingkup budaya dan pembangunan nasional. Dengan demikian pergantian generasi tua ke generasi muda dapat diselaraskan dengan upaya pelestarian budaya dan generasi muda akan lebih punya kesadaran kritis dan bisa ikut serta berperan dan bertanggung jawab bagi pelestarian budaya itu sendiri. Kebudayaan memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan kepariwisataan. Berkembangnya pariwisata
masyarakat akan
semakin menyadari, pentingnya kebudayaan baik sebagai identitiy maker maupun sebagai potensi dalam pembangunan ekonomi. Pelestarian warisan budaya mencakup budaya fisik maupun warisan budaya yang hidup (Pitana, 2001: 96). Masih menurut Pitana banyak temuan-temuan di lapangan yang kini menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring dengan kemajuan
25
kebudayaan.
Modernitas justru memberi inspirasi proses tradisionalisasi.
Pengembangan potensi sebagai objek wisata diharapkan lebih memacu kreativitas kebudayaan, termasuk usaha-usaha pelestarian budaya setempat atau lokal. Herskovits (dalam Widja, 1993:46) menyatakan bahwa “…no living culture
is static”. Pernyataan ini tentu bermakna kontrakdiktif, karena kata
pelestarian mengacu kepada kondisi tetap seperti sediakala, sementara sifat dasar kebudayaan cenderung mengalami dinamika. Paradok dalam kehidupan budaya ini tercermin dalam konsep “ continuity and change” (kesinambungan dan perubahan) seperti yang dikemukakan oleh Herskovits dalam Selo Soemarwarto (1997: 15) tentang karakteristrik budaya yaitu: “ (1) culture is universal in man”s experience, yet each local or regional manifestation it is unique. (2) cultur is stable, yet culture is also dynamic, and manifest continous and constant change. (3) cultur fills and largerly determines the course of our lives, yet rarely instrudes into conscious throught”. Lebih lanjut Herskovits mengatakan “ culture change can be studied only as part of the problem of cultural stability; cultural stability can be understood when change is measured against conservation”
Perubahan budaya harus senantiasa berjalan seiring dengan pelestarian suatu budaya,karena di dalamnya memiliki keadaan lestari sekaligus juga keadaan yang senantiasa berubah. Penting disadari bahwa masalah pelestarian dan perubahan bersifat relatif dan tidak mutlak, sebab di dalamnya senantiasa unsur yang berubah. Sebaliknya budaya yang hanya mengandung unsur dinamis, yang senantiasa berubah, karena dalam kebudayaan akan selalu dijumpai unsur-unsur yang ingin tetap bertahan dan lestari (Widja, 1993:48)
26
Sebagian besar tempat yang menjadi tujuan wisata mempunyai nilai kearkeologi-an. Dampak yang diakibatkan dari pemanfaatan objek arkeologi sebagai objek wisata adalah resiko kerusakan bila terjadi over-load (kelebihan beban) terhadap carrying capacity (daya dukung) dari objek arkeologi tersebut. Karenanya perlu ada pengelolaan yang cermat dan baik terhadap objek arkeologi yang dimanfaatkan sebagai objek wisata. Pengelolaan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun juga menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai pemilik secara 'historis' turun temurun objek wisata yang dimaksud. Pengelolaan yang melibatkan peran serta masyarakat diharapkan mampu memunculkan dampak preservasi terhadap objek yang dimaksud, secara berkelanjutan karena adanya sence of belonging (rasa ikut memilik) dalam masyarakat setempat. Kaitannya dengan penelitian ini, pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah adalah untuk kepentingan di masa depan yaitu perencanaan dan pengembangan potensi wisata Kabupaten Sambas sebagai destinasi wisata, dengan tetap memperhatikan keberadaan aspek sosial budaya lokal saat itu. Hal ini sudah berkaitan dengan hal yang akan, sedang dan sudah terjadi proses perubahan ataupun usaha pelestarian budaya sehingga teori ini relevan sebagai landasan dalam penelitian. 2.3.3 Teori Partisipasi Teori partisipasi bertitik tolak dari suatu pendekatan partisipasi masyarakat lokal yang dikemukakan oleh Coh Cornea dan Brando dalam Darmayanti (2009: 25), partisipasi masyarakat lokal digambarkan memberi peluang kepada setiap
27
orang terlibat langsung berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan pembangunan. Wewenang pada orang untuk memobilisasi kemampuan mereka menjadi pemeran sosial dan bukan objek pasif, membuat keputusan dan melakukan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan
yang
mempengaruhi
kehidupan
secara
individu
atau
berkelompok. Malhotra menambahkan partisipasi rakyat dimaksudkan partisipasi sendiri menurut kehendak sendiri
secara suka rela, partisipasi terjadi secara
spontan atau digerakkan dan tidak dipaksa. Rakyat melakukan partisipasi dengan kesadaran penuh karena secara individu wajib bertanggung jawab melakukan aktivitas dan kegiatan secara bersama-sama di masyarakat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama. Menurut Pretty dan Guitj dalam Mikkelsen (2001: 63) bahwa pendekatan pembangunan partisipatoris harus dimulai dari orang-orang yang paling mengetahui
tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Kemudian Jameison,
dalam Mikkelsen, 2001:63) menyatakan munculnya paradigma pembangunan parsipatoris mengindikasikan
adanya dua perspektif, yaitu (1) penglibatan
masyarakat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh; (2) membuat umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan Menurut Jules Pretty (dalam Mowforth & Munt, 2000:245) ada tujuh karakteristik (tipologi) partisipasi sebagai berikut:
28
1.
Partisipasi manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang
lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat seolah-olah dilibatkan dan diberi kedudukan dalam organisasi resmi, namun mereka tidak dipilih dan tidak memiliki kekuatan. 2.
Partisipasi pasif. Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang
sedang terjadi dan telah terjadi, namun sifatnya hanya sepihak, tampa memperhatikan tanggapan masyarakat dan hanya terbatas dikalangan tertentu saja. 3.
Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara
berkonsultasi, melakukan dengar pendapat dan orang luar hanya mendengarkan, menganalisis masalah dan pemecahannya. Namun belum ada peluang untuk membuat keputusan bersama. Para professional tidak berkewajiban
untuk
memasukkan
pandangan
masyarkat
untuk
ditindaklanjuti. 4.
Partisipasi
insentif.
Masyarakat
berpartisipasi
dengan
menyumbangkan tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan, baik berupa uang atau materi lainnya. Mereka tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen yang dilakukan, akibatnya tidak menguasai teknologi dan tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan tersebut setelah insentif dihentikan. 5.
Partisipasi fungsional. Partisipasi yang diawasi oleh kelompok luar
sebagai sarana untuk mencapai tujuan, terutama untuk mengurangi
29
pembiayaan. Mayarakat dapat berpartisipasi dengan bentuk kelompokkelompok untuk mencapai tujuan proyek. Keterlibatan masyarakat di sini secara interaktif dan terlibat langsung dalam pengambilan keputusan namun cenderung setelah keputusan dibuat oleh kelompok luar. Istilah lainnya masyarakat masih berpartisipasi demi melayani kepentingan orang luar. 6.
Partisipasi
interaktif.
Masyarakat
berperan
dalam
analisis
perencanaaan kegiatan, pembentukan dan penguatan kelembagaan setempat. Partisipasi dipandang sebagai hak, dan bukan cara untuk mencapai tujuan semata. Mereka memiliki peran mengontrol keputusan dan menentukan seberapa besar sumber daya yang tersedia dapat digunakan, serta memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. 7.
Mandiri (self mobilization) masyarakat berpartisipasi dengan cara
mengambil
inisiatif
secara
bebas
untuk
mengubah
system,
mengembangkan kontak dengan lembaga lain untuk mendapatkan bantuan, dukungan teknis dan sumber daya yang ada/digunakan. Kemandirian ini akan berkembang jika pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) memberi dukungan (Riyastiti, 2010:22-24). 2.4
Model Penelitian. Alur pikir yang melandasi penelitian ini bersumber dari
fenomena
riil di lapangan. Berangkat dari keberadaan situs sejarah yang sangat terkenal di Kabupaten Sambas yaitu Keraton Alwatzikhoebillah. Peninggalan bersejarah ini
30
adalah lambang dari kemegahan dan kejayaan kerajaan
Sambas pada jaman
pemerintahannya dahulu. Situs sejarah ini memang sudah lama menjadi objek yang menarik minat masyarakat lokal maupun luar untuk selalu datang berkunjung/berziarah ke sana. Walaupun situs sejarah yang erat kaitannya dengan nilai sejarah dan agama banyak dikunjungi namun masih belum ada usaha untuk mengelolanya secara lebih baik, sampai sekarang pengelolannya masih bersifat alamiah apa adanya. Jika dibiarkan selamanya maka tidak menutup kemungkinan suatu waktu nanti situs sejarah ini akan rusak bahkan musnah. Berangkat dari fenomena ini perlu adanya upaya menjaga dan melestarikannya. Penelitian ini berusaha
mengkaji dan menggali informasi mengenai potensi Keraton
Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata, faktor-faktor yang mendorong orang berkunjung serta bagaimana upaya dan peran pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan melestarikannya. Hasil penelitian ini diharapkan
menjawab
permasalahan yang dibahas, sehingga dapat memberikan solusi dalam memecahkan masalah yang ada sehingga ada kontribusi positif bagi pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung untuk menetapkan langkah berikutnya yang tepat dalam mengelola dan mengembangkan daya tarik wisata sejarah ke arah yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah daerah maupun wisatawan itu sendiri. Secara sederhana model penelitian sebagai berikut. (Lihat Gambar 2.1)
31
Kepariwisataan Kab. Sambas
Keraton Alwatzikhoebillahhh
Kunjungan Wisatawan
Pelestarian Keraton Alwatzikoebillah Sambas sebagai Daya Tarik Wisata Sejarah di Sambas Kabupaten Sambas
Potensi Wisata Sejarah
Konsep: - Pelestarian Keraton - Daya Tarik Wisata - Potensi Wisata - Wisata Sejarah
Faktor Pendorong Kunjungan Wisatawan Upaya Pemkab dan Masyarakat
Teori: - Pelestarian Budaya - Motivasi - Partisipasi
32
HASIL
REKOMENDASI
Gambar 2.1. Model Penelitian Keterangan: : Menunjukkan hubungan relasi pengaruh : Menunjukkan hubungan timbal balik.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Rancangan penelitian Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang
hal yang digunakan dalam penelitian. Penelitian tentang
pelestarian Keraton
Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata sejarah ini menggunakan pendekatan kualitatif
untuk mendapatkan penjelasan secara deskriptif, serta interpretatif
dengan teknik pengumpulan data yang berupa observasi (pengamatan langsung), wawancara dan studi dokumentasi. Menurut Nawawi (2007:174), pendekatan
33
kualitatif merupakan pendekatan yang bersifat atau sebagaimana adanya, dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan.) Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan/menggambarkan/melukiskan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat (Kusmayadi, 2000:29). Menurut Nazir
metode deskriptif adalah studi untuk
menemukan fakta dengan interprestasi yang tepat (Nazir, 1999:63). 3.2.
Lokasi Penelitian Penelitian tentang pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai
daya tarik wisata sejarah yang berbasis masyarakat lokal berlokasi di desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat.
Keraton Alwatzikhoebillah Sambas terletak di tepi Muara Ulakan simpang tiga pertemuan sungai Sambas Kecil, Subah, Teberau. (Lihat Gambar 3.1)
34
Keraton Alwatzikhoebillah Sambas
(Sumber: BAPPEDA Kabupaten Sambas)
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Sambas
35
Keraton Alwatzikhoebillah Sambas
(Sumber: BAPPEDA Kabupaten Sambas)
Gambar 3.2 Peta Kecamatan Sambas
3.3.
Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data kualitatif yaitu data yang berbentuk kalimat atau uraian dan data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka (Nawawi, 2007:103). Data kualitatif ini mencakup informasi yang berkaitan dengan data tentang kota Sambas, data potensi sosial budaya Keraton Alwatzikhoebillah, data tentang faktor-faktor yang
36
mendorong kunjungan wisata serta peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah. Data kuantitatif yaitu jenis data yang berbentuk angka-angka seperti jumlah sarana prasarana pendukung pariwisata, batas wilayah, jumlah penduduk
dan sebagainya di Kabupaten
Sambas. 3.3.2 Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua macam sumber data yaitu data primer dan data sekunder. 1. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil survei, observasi, wawancara, atau angket yang disebarkan untuk mengetahui dan
mendapatkan
data
menyangkut
pengetahuan,
pandangan,
pengetahuan dan tanggapan responden. Data primer adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni yang asli informasi dari tangan pertama atau responden (Wardiyanta, 2006:28). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para informan yaitu tokohtokoh yang dipilih untuk memberikan data diantaranya Kepala Dinas Pariwisata Sambas, aparat Desa Dalam Kaum, pemuka agama, pengurus keraton dan ahli keluarga keraton serta informan lain yang terkait dan mengetahui masalah yang diteliti. Responden yaitu wisatawan datang berkunjung ke keraton.
37
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang bersumber bibliografis dan dokumentasi yaitu data yang berasal dari bahan kepustakaan, baik berupa ensiklopedi, buku, artikel karya ilmiah dan data yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah diperoleh dari sumber tidak langsung yang telah ada atau data yang diperoleh dari dokumen dan arsip resmi (Moleong, 2010:159). Sumber data sekunder pada penelitian meliputi berbagai informasi dari dokumen seperti bukubuku, situs internet, jurnal dan sebagainya, serta data yang diperoleh dari Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Sambas. 3.4
Teknik Penentuan Informan dan Responden Menurut Koentjaraningrat (1993:130) menyatakan ada dua perbedaan
yang mempunyai arti penting dalam menyeleksi individu untuk dijadikan subyek wawancara yaitu : (1) informan adalah subyek wawancara yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk memberikan informasi yang berkenaan dengan penelitian dan (2) responden subyek wawancara yanhg dapat memberikan keterangan diri pribadi, pendirian atau pandangan yang penting untuk penyusunan sampel representatif. Teknik penentuan informan penelitian ini dilakukan dengan cara snowball sampling (pertama dipilih satu atau dua tetapi karena merasa data belum cukup maka peneliti mencari lagi informan yang dipandang lebih tahu begitu seterusnya) (Sugiyono,2007:86). Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun atau orang lain yang
38
memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Peneliti menentukan sendiri informan/responden berdasarkan atas pertimbangan bahwa informan mempunyai kemampuan yang andal dan terpercaya untuk memberikan informasi atau data tentang upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Informan tersebut adalah Kepala Dinas Pariwisata Sambas sebanyak 1 (satu) orang, Aparat Desa sebanyak 1 (satu) orang Dalam Kaum, pemuka Agama sebanyak 1(satu) orang, pengurus keraton 1(satu), ahli keluarga keraton 1 (satu) orang dan anggota masyarakat orang. Responden adalah orang yang diwawancarai untuk mendapatkan pendapat atau persepsi mereka tentang
upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah
Sambas. Mereka adalah wisatawan yang datang berkunjung ke keraton dan secara umum hampir seluruhnya adalah masyarakat lokal dan luar Kabupaten Sambas jumlahnya sebanyak 15 orang. Teknik pengambilan sampelnya dengan menggunakan cara aksidental sampling yaitu respondennya tidak ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian, tetapi ditentukan secara kebetulan bertemu dengan peneliti di lapangan dan dijadikan sampel bila orang itu dipandang tepat sebagai sumber data (Sugiyono, 2007:84).
3.5
Alat Pengumpulan Data Sugiyono (2007:59) menyatakan dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrument/alat penelitian terpenting
adalah peneliti itu sendiri. Untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa alat bantu berupa pedoman wawancara, ditunjang beberapa alat bantu lain seperti
39
alat tulis untuk mencatat informasi baik secara manual maupun elektronik. Alat ini digunakan untuk mengarahkan pertanyaan yang diajukan kepada informan agar dapat menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian. Nawawi (2007:9)
menyatakan
pedoman
wawancara
dipakai
untuk
menghindari
kemandegan wawancara akibat kehabisan bahan pertanyaan. Alat perekam gambar berupa tustel atau kamera dipakai untuk memperoleh data observasi dan foto-foto sebagai pelengkap dokumentasi. 3.6
Teknik/Metode Pengumpulan Data Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan data diantaranya yaitu : 1. Observasi langsung yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap subyek dan obyek wisata
mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan penelitian. Instrumen yang dipakai adalah pedoman observasi mengenai hal-hal yang diobservasi di lapangan/objek penelitian. Observasi merupakan metode yang digunakan untuk menunjang penelitian kualitatif. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat dan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian (Nasution, 2004:31).
Tujuannya agar
peneliti memperoleh gambaran yang jelas tentang objek penelitian. 2. Wawancara yaitu mengumpulkan informasi melalui pertanyaanpertanyaan terstruktur atau tidak terstruktur yang diajukan kepada informan. Mereka adalah pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan dengan penelitian
baik instansi pemerintah, pemuka masyarakat,
40
pengurus dan keluarga keraton. Digunakan untuk keterangan-keterangan dengan bertanya informan atau responden. Penelitian
mengumpulkan
secara langsung kepada
ini menggunakan wawancara
terbuka, dengan garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan. Peneliti melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan penelitian untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dengan mengajukan pertanyaan agar lebih terarah pada penelitian. 3. Dokumentasi yaitu dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian. Informasi diperoleh melalui literatur-literatur, dokumen dan laporan ilmiah baik dalam bentuk cetak maupun elektronik (akses internet) berkaitan dengan Keraton Alwatzikhoebillah, dokumen yang bersumber dari Desa, Kecamatan, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten, Pemerintah Kabupaten dan semua surat
keterangan yang terkait
dengan penelitian. 3.7
Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2010:244) analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
41
Teknik analisis data penelitian ini bersifat kualitatif, deskriptif dan interpretatif karena data berupa kata-kata/keterangan. Seluruh data diperoleh dari berbagai sumber baik hasil dari observasi, wawancara atau studi dokumentasi, ditranskripsikan dalam bentuk tulisan dan pendeskripsian ini bersifat interpretatif (Moleong, 2010:114). Data perolehan hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara kualitatif
dengan interpretatip yaitu dengan melalui beberapa proses seperti:
verifikasi data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Interpretasi dan penafsiran adalah penjelasan yang terperinci tentang arti yang sebenarnya dari materi yang dipaparkan, dan merupakan aspek dari analisis. 3.8
Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data penelitian ini dilakukan secara kualitatif
melalui penyampaian dalam bentuk verbal dengan menggunakan teknik deskriftif interpretatif artinya hasil analisis dipaparkan dan diinterpretasikan sesuai dengan teori dan kerangka pemikiran yang berlaku umum. Secara formal data dalam penelitian disajikan dalam bentuk matrik, gambar dan lainnya, sedangkan secara informal data disajikan dalam bentuk naratif. Berdasarkan penyajian diperoleh gambaran yang jelas dan mendalam tentang penelitian yang dilakukan.
42
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Lokasi Penelitian Penelitian tentang pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai
daya tarik wisata Sejarah yang berbasis masyarakat lokal di desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Objek penelitian ini meliputi komplek Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang terdiri dari Keraton Alwatzikhoebillah, Masjid Jami’ Sambas, Makam Raja-Raja Sambas. Lokasinya terletak tepat di tepian Muara Ulakan simpang tiga pertemuan sungai Sambas Kecil, sungai Subah, sungai Teberau desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas. Kota Sambas merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat bagian sebelah utara. Jarak antara Kota Sambas dari ibukota Provinsi Pontianak cukup jauh lebih kurang 225 km dengan waktu tempuh lebih kurang 5 jam perjalanan menggunakan kendaraan darat seperti bis umum antar kota atau mobil pribadi. Sementara ini perjalanan ke Sambas hanya dapat lakukan lewat perjalanan darat melalui jalan propinsi yang menghubungkan kota Sambas ke ibukota provinsi dan kota-kota lainnya seperti Mempawah, Pinyuh, Sungai Duri, Singkawang, Selakau dan Pemangkat. Secara administratif Sambas belum memiliki batas-batas definitif karena sampai sekarang ia hanya berstatus ibukota kecamatan. Tetapi secara tidak tertulis, masyarakat Sambas memberi batasan wilayah Kota Sambas adalah 14 desa yang disebut Benua Kota. (Lihat Gambar 4.1).
43
44
44
45
Menurut batasan tradisional ini kota Sambas memiliki luas sekitar 16.364 Ha, sangat luas bila dibandingkan dengan luas Kota Administratif Singkawang yang hanya sekitar 6.000 Ha saja. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar dari wilayah ke 14 desa yang masuk dalam wilayah Benua Kota merupakan kawasan non urban (www.sambas.go.id). 4.2.
Kondisi Umum
4.2.1 Sejarah Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas pada masa pemerintahan Belanda merupakan daerah Afdelling van Singkawang. Setelah perang dunia ke-2 status Kabupaten Sambas berubah menjadi Afdelling Administratif terbagi menjadi yaitu: a.
Daerah Kesultanan Sambas meliputi Onderafdelling Singkawang, Bengkayang, Pemangkat dan Sambas dengan sebutan kewedanan.
b.
Daerah Kerajaan/Penembahan Mempawah.
c.
Daerah Kerajaan (Kesultanan) Pontianak dan sebagian daerahnya adalah Mandor.
Setelah perang dunia ke-2 berakhir daerah ini berubah menjadi daerah otonom Sambas dengan ibukota Singkawang yang terdiri dari (empat) kewedanan yaitu: a.
Kewedanan Singkawang
b.
Kewedanan Pemangkat
c.
Kewedanan Sambas
d.
Kewedanan Bengkayang
46
Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang penetapan Undang-undang Darurat Nomor 3 tahun 1953
tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II di Kalimantan Barat (LNRI Nomor 72 tahun 1959 Tambahan LNRI Nomor 1820), Pembentukan Kabupten Sambas mulai terealisir dan sejak tahun 1963 sistem kewedanan mulai dihapuskan sehingga wilayah Pemerintahan Kabupaten Sambas berubah menjadi 15 wilayah kecamatan dan pada tahun 1988 berubah menjadi 19 (Sembilan belas) kecamatan yang 2(dua) kecamatan diantaranya merupakan daerah Pemerintahan Kota Administratif Singkawang. Kemudian terbit Undang-undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang pembentukan daerah tingkat II Bengkayang maka kedudukan pusat Pemerintahan Kabupaten Sambas
pindah dari kota Singkawang ke kota Sambas, sehingga
wilayah Kabupaten Sambas hanya tinggal 9 (sembilan) kecamatan saja. Selanjutnya
pada tahun
2007
Wilayah
Kabupaten Sambas telah
dimekarkan menjadi 19 (Sembilan belas) kecamatan dengan 3 (tiga) kecamatan baru yaitu: a.
Kecamatan Tangaran di Teluk Keramat pemekaran dari kecamatan Teluk keramat Sambas.
b.
Kecamatan Selakau Timur di Selakau hasil dari pemekaran kecamatan Pemangkat.
c.
Kecamatan Salatiga di Pemangkat juga merupakan pemekaran dari kecamatan Pemangkat.
Demikian data yang didapat dari Biro Pusata Statistik Kabupaten Sambas. (BPS Kabupaten Sambas, 2010:25-27).
47
4.2.2 Geografis Menurut
data yang dipaparkan oleh Biro Pusat Statistik Kabupaten
Sambas (2010:3) bahwa jika dilihat dari letak geografisnya maka Kabupaten Sambas terletak di bagian pantai barat paling Utara dari wilayah propinsi Kalimantan Barat atau di antara 2º08’ Lintang Utara serta 0º33’ Lintang Utara dan 108º39’ Bujur Timur. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Sambas : a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Malaysia Timur (Sarawak) dan laut Natuna
b.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang
c.
Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Serawak
d.
Sebelah Barat Berbatasan dengan Laut Natuna.
Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2 atau 639.570 ha (4,36% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat), ia merupakan wilayah Kabupaten yang terletak pada bagian pantai Barat paling Utara dari wilayah propinsi Kalimantan Barat. Selain itu kabupten ini juga mempunyai panjang pantai ± 128,5 km dan panjang perbatasan negara ± 97 km. Daerah Pemerintahan Kabupaten Sambas pada tahun 2008 terbagi menjadi 19 Kecamatan, Wilayah Administratif Sambas meliputi 19 (Tahun 2008) Kecamatan yaitu Kecamatan Sambas, Kecamatan Sebawi, Kecamatan Tebas, Kecamatan Semparuk, Kecamatan Pemangkat, Kecamatan Salatiga, Kecamatan
48
Selakau, Kecamatan Selakau Timur, Kecamatan Tekarang, Kecamatan Jawai, Kecamatan Jawai Selatan, Kecamatan Sajad, Kecamatan Sejangkung, Kecamatan Paloh, Kecamatan Teluk Keramat, Kecamatan Tangaran, Kecamatan Subah dan Kecamatan Sajingan Besar, mencakup Desa-Desa yang secara keseluruhan berjumlah 183 Desa serta 1 UPT. Kecamatan yang paling luas daerahnya dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas adalah Kecamatan Sajingan Besar 1,391,20 km2 atau 21,75 persen, sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Tekarang dengan luas sebesar 83,16 km2 atau 1,30 persen dari luas wilayah Kabupaten Berdasarkan angka hasil proyeksi pendataan penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Sambas pada tahun 2009 sekitar 496.464 Jiwa. Kepadatan penduduk sekitar 78 jiwa per kilometer persegi atau 2.699 Jiwa per desa. Jika diamati maka persoalan krusial yang sangat mendesak bagi daerah Kabupaten Sambas adalah hal sangat berkaitan masalah masih minimnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang mampu untuk mengelola pembangunan di daerah yang potensinya amat besar ini, karena daerah yang luas dengan potensi yang besar tampa disertai dengan adanya sumber daya manusia yang mendukung dan memadai baik secara kualitas maupun kuantitas sudah tentu tidak akan banyak memberi manfaat bagi pengembangan dan pembangunan daerah Kabupaten Sambas kearah yang lebih baik dan maju dimasa depan (BPS Kabupaten Sambas, 2010: 57) Kecamatan Sambas terletak pada garis Lintang Utara 1º 11¹ 20” - 1º 24¹ 48” dan Garis Bujur Timur 109º 09¹ 16” - 109º 26¹ 23” . Luas Kecamatan
49
Sambas secara keseluruhan adalah 246,56 Km2 merupakan 0,64 % dari luas Kabupaten Sambas secara keseluruhan. Secara administratif wilayah Kecamatan Sambas dibatasi oleh : a.
Sebelah Utara berbatasan dengan
: Kecamatan Teluk Keramat dan
Kecamatan Sejangkung b.
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Subah
c.
Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Sebawi
d.
Sebelah Timur berbatasan dengan
: Kecamatan Subah
(BPS Kabupaten Sambas, 2010:3). Pemerintahan Desa Kecamatan Sambas terdiri dari 18 desa dengan 58 dusun, 96 RW, dan 221 RT. Jumlah penduduk Kecamatan Sambas sampai bulan Pebuari 2011 adalah 44.467 jiwa dengan kepadatan penduduk 175 .km/jiwa dan tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata. Komposisi dari jumlah tersebut terdiri dari 22.333 penduduk perempuan dan 22.134 penduduk laki-laki ( Monografi Kecamatan Sambas Maret 2011).
4.2.3
Sarana Penunjang Wisata Daerah Pembangunan
kepariwisataan
diarahkan
pada
peningkatan
peran
pariwisata dalam kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan
daerah,
upaya
yang
dilakukan
pemerintah
adalah
melalui
pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan yang ada di daerah masing-masing di Indonesia termasuk Kabupaten Sambas.
50
Saat ini setidaknya terdapat 37 objek wisata di Kabuten Sambas yang terdiri dari objek wisata alam dan situs budaya. Potensi
yang besar ini
sesungguhnya akan berdampak cukup besar bagi perkembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Sambas apabila dikelola dan dikembangkan dengan professional (BPS Kabupaten Sambas, 2010:229). Pariwisata tidak dapat dipisahkan dari sarana akomodasi selama seorang/sekelommpok wisawatan lokal maupun manca negara melakukan perjalanan wisatanya. Perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan lebih dari 24 jam tentunya memerlukan sarana yang dibutuhkan seperti tempat istirahat/tidur, mandi, makan dan lain sebagainya. Tempat-tempat tersebut harus memenuhi syarat kebersihan/kesehatan, kenyamanan, dan memiliki tingkat akses tinggi ke lokasi daya tarik wisata. Karena itu sebelum wisatawan melanjutkan perjalanannya menuju objek wisata sebagai destinasi terakhir, diperlukan sarana yang sifatnya untuk sementara dapat menampung wisatawan berupa hotel atau penginapan. Secara umum di Kabupaten Sambas pada tahun 2007 jumlah akomodasi, kamar dan tempat tidur mengalami sedikit peningkatan. Jumlah akomodasi pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 26 unit sedangkan jumlah kamar mencapai 324 unit jumlah tempat tidur 569 unit, atau masing-masing mengalami peningkatan sebesar 0,61 persen dan 9,39 persen dibanding tahun 2006. Namun di sisi lain, tingkat penghunian kamar hotel mengalami sedikit penurunan dari 49,52 persen menjadi 48,69 persen pada tahun 2007 sedangkan rata-rata lama tamu asing dan
51
tamu domestic pada tahun 2007 tercatat sebesar 1,72 hari dan 1,33 hari (BPS Kabupaten Sambas, 2010:229-230). Bidang usaha lain yang sangat erat kaitannya sarana akomodasi adalah rumah makan. Setiap hotel selalu menyediakan satu atau beberapa rumah makan dengan tampilan dan sajian khas sesuai dengan karakter kebangsaan tertentu dan gaya masing-masing. Walaupun kenyataannya banyak tamu hotel yang memilih mencari makanan khas daerah di luar hotel. Berkaitan dengan hal tersebut berikut ini beberapa sarana akomodasi yang ada di Kabupaten Sambas. a. Rumah Makan
Berdasarkan data yang ada pada Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas 2011, secara keseluruhan sarana akomodasi seperti rumah makan yang terdaftar
dan permanen masih
sedikit jumlahnya. Secara keseluruhan berjumlah 27 buah rumah makan yang tersebar di beberapa kota atau tempat di kabupaten seperti Sambas, Pemangkat, Tebas, Teluk Keramat, dan Jawai. Adapun rumah makan yang tidak terdaftar juga ada. Khusus kota Sambas sebelumnya berdasarkan data Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas 2004, jumlah rumah makan yang ada di kota Sambas hanya berjumlah 8 buah. Namun berdasarkan data terbaru Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata 2011 bahwa sarana akomodasi rumah makan telah
mengalami peningkatan dengan dibukanya
beberapa rumah makan baru sebanyak 7 buah sehingga seluruhnya berjumlah 15
52
buah. Jumlah ini tidak termasuk pedagang-pedagang makanan atau warungwarung makan tradisional seperti kantin Wulan, kantin Perahu, Kantin Bedar, Café Rambi
dan lain sebagainya. Sarana akomodasi rumah makan di Kota
Sambas dapat kita lihat berikut ini (Lihat Table 4.1) b. Hotel/Penginapan
Tidak jauh berbeda dengan keberadaan sarana akomodasi lainnya, sarana hotel/penginapan juga mengalami pertambahan selama beberapa tahun terakhir ini sejalan dengan perkembangan di Kota Sambas. Berdasarkan data Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas 2004 jumlah Hotel/penginapan yang ada di Sambas hanya berjumlah 8 buah hotel/penginapan. Tetapi berdasarkan data terbaru Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan
Pariwisata
Kabupaten
Sambas
2011,
secara
keseluruhan
sarana
hotel/penginapan di Kabupaten Sambas semuanya berjumlah 25 buah yang tersebar di beberapa kota atau tempat seperti Sambas, Pemangkat, Tebas, Teluk Keramat, Sebawi dan Jawai. Secara khusus di Kota Sambas pertambahan jumlah sarana akomodasi hotel/penginapan dalam beberapa tahun terakhir ini tidak terlalu banyak jumlahnya hanya beberapa buah lebih kurang 12 buah, sedangkan dipihak lain ada beberapa penginapan yang sudah tidak lagi berfungsi atau beralih fungsi bahkan ada yang tutup sama sekali.
53
Tabel 4.1 Data Rumah Makan/Café No.
Nama Tempat
Nama Pemilik
Alamat
1.
R.M Ade I
Syaiful Azmi
Jln. Keramat Sambas
2.
R.M Surya Minang
Ismail
Jln. Keramat Sambas
3.
R.M Restu Bundo
Rusman
Jln. Keramat Sambas
4.
R.M Sari Rezeki
Mukhorib
Jln. G. Hamzah Sambas
5.
R.M Sederhana
Masiah
Jln. G. Hamzah Sambas
6.
R.M M. Sattim
Saswati. MS
Jln. G. Hamzah Sambas
7.
Café Negri Nikmat
Prahasbudi
Jln. G. Hamzah Sambas
8.
R.M Khansa
Hamzah
Jln. Tsafioedin Sambas
9.
R.M Damosa
Hjh. Yusida
Jln. G. Hamzah Sambas
10.
R.M Bundo Kanduang
Bustaman
Jln. Tabrani Sambas
11.
R.M Ade II
Syaiful Azmi
Jln. Tabrani Sambas
12.
RM Elok
Rusman
Jln. Tabrani Sambas
13.
RM Lie Phin
Lie Phin
Jln. Tabrani Sambas
14.
RM Bakmi Raos
Nursida
Jln. Tabrani Sambas
(Sumber : Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Sambas 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan untuk kriteria hotel atau penginapan yang ada hampir semuanya masih dalam tarap biasa dan belum masuk dalam kategori yang mewah. Data terbaru dari Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas tahun 2011 tentang jumlah hotel atau penginapan yang ada di Kota Sambas. (Lihat Tabel 4.2).
54
Tabel 4.2 Data Hotel / Penginapan No.
Nama Hotel
Nama Pemilik
Alamat
1.
Losmen SARI I
Haryadi Suud
Dsn. Tanjung Bugis
2.
Losmen SARI II
Haryadi Suud
Dsn. Tanjung Bugis
3.
Peng. SEDERHANA
Masi’ah Zakaria
Jln. G. Hamzah Sambas
4.
Peng. OMEGA
Hendri Tan
Jln. G. Hamzah Sambas
5.
Peng. REZEKI
Mukhorib
Jln. G. Hamzah Sambas
6.
Hotel LINSAY
A. Kadir. H. Azis
Jln. Stasiun Bis Sambas
7.
Hotel PARADES
A. Kadir. H. Azis
Jln. G. Hamzah Sambas
8.
Hotel PANTURA JAYA
A. Kadir. H. Azis
Jln. G. Hamzah Sambas
9.
Hotel WELLA I
Deni Oscar
Jln. Stasiun Sambas
10.
Hotel WELLA II
Deni Oscar
Jln. Lorong Sambas
11.
Hotel WELLA III
Deni Oscar
Jln. Lorong Sambas
12.
Hotel Bahagia Sambas
Drs.M Jayadi
Jln. Suka Ramai Sambas
(Sumber : Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Sambas 2011)
4.3
Gambaran Umum Objek Penelitian
4.3.1 Sejarah Berdirinya Kesultanan Islam Sambas Untuk mengetahui sejarah Kerajaan Sambas secara menyeluruh terlebih dahulu kita melihat ke belakang yaitu sejarah Kerajaan Brunai Darussalam. Kerajaan Sambas mempunyai
hubungan kekeluargaan yang
sangat erat dengan Kerajaan Brunai Darussalam, hal ini dikarenakan Raden Sulaiman sebagai pendiri Kerajaan Islam Sambas berasal dari keturunan keluarga Kerajaan Brunai Darussalam.
55
Jika kita lihat ke belakang maka sejarah Kesultanan Sambas adalah sebuah kerajaan kesultanan besar di Kalimantan maupun Nusantara Indonesia. Nama dan kejayaan Sambas sesungguhnya tidak hanya dimulai dari Sultan Muhammad Shafiyyuddin I (1631-1668 M).sejak abad ke 13 Masehi sudah ada kekuasaan raja-raja Sambas. Pada masa awal sejarah Sambas, sejak negeri Sambas disebut “Negeri Kebenaran” dan kemudian berkuasa raja-raja keturunan Majapahit sampai Ratu Sepudak dan Ratu Kesuma Yuda. Periode tahun 1300-1631 M para penguasa disebut Raja atau Ratu dan kekuasaaannya di sebut Kerajaan karena itu periode awal sejarah Sambas dinamakan Raja dan Kerajaan. Namun ketika Raja Tengah Raden Sulaiman
dan
mengembangkan agama Islam di Sambas, pimpinan
kekuasaan disebut Sultan dan wilayah kekuasaannya disebut Kesultanan (Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah Sambas, 2001: 7). Bermula dari Kerajaan Brunai Darussalam, dimana pada masa itu kerajaan Brunai diperintah oleh Sulthan Saiful Rijal (1533 – 1581 M). Sulthan Saiful Rijal
mempunyai 3 (tiga) orang putra masing – masing bernama
Pangeran Shah Brunai, Pangeran Muhammad Hasan dan Pangeran Muhammad. Setelah Sulthan Saiful Rijal wafat digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Shah Brunai (1581 –1582 M). Sulthan Shah Brunai tidak mempunyai zuriat, setelah wafat digantikan oleh saudaranya yang bernama Pangeran Muhammad Hasan (1582 – 1598 M). Adik Pangeran Muhammad diangkat
sebagai
pangeran
bendahara.
Sulthan
Muhammad
Hasan
mempunyai 3 orang putra bernama Pangeran Abdul Jalilul Akbar, Pangeran
56
Raja Tengah dan Pangeran Muhammad Ali. Keturunan Raja Tengah inilah yang menurunkan Raja–raja di Kerajaan Sambas Islam (Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, 2007: 1). Menurut sejarahnya kejadian ini terjadi pada abad ke–16 . Ketika itu Raja Tengah menjadi Sulthan di Serawak dengan gelar Sulthan Ibrahim Ali Omar Shah pada tahun 1599 M. Kemudian baginda pun melantik empat orang pembesar kerajaan yang akan menjalankan roda pemerintahan, masing–masing bergelar Datok Petinggi Seri Setia, Datok Shah Bandar Indera Wangsa, Datok Amar Seri Diraja dan Datok Temenggung Laila Wangsa. Setelah roda pemerintahan sudah berjalan normal maka timbul keinginanya untuk berlayar ke negeri Johor bertemu dengan bibinya Raja Bunda yang merupakan Permaisuri Sulthan johor yang bernama Sulthan Abdul Jalil. Ketika beliau mengunjungi bibinya di Johor (Permaisuri Sulthan Johor).
Sepulangnya
dari Johor
beliau dihantam oleh badai sehingga
terdampar di Sukadana. Ketika itu Sukadana diperintah oleh Penembahan Giri Mustika, setelah masuk Islam kemudian bergelar Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. Kemudian Raja Tengah oleh Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. dikawinkan dengan adiknya bernama Putri Surya Kesuma. Dari hasil perkawinannya beliau dikaruniai 3 orang putra bernama Raden Sulaiman (dilahirkan pada hari Rabu 10 Syawal 1009 H ), Raden Badarudin, Raden Abdul Wahab, dan dua orang putri bernama Raden Rasmi Puri dan Raden Ratnawati.
57
Selama tinggal di Sukadana Raja Tengah tidak teringat dihatinya untuk pulang ke Serawak, tetapi sebaliknya teringat dihatinya untuk meninjau negeri Sambas lebih dekat lagi (berita tentang negeri Sambas diketahui dari cerita bibinya) yang terkenal dengan sumber emas dan tentang adilnya pemerintahan Negeri Sambas, yang diperintah oleh Ratu Sepudak karena pada masa itu Negeri Sambas tunduk dibawah kekuasaan Kesulthanan Johor). Setelah mendapat persetujuan dari Sulthan, berangkatlah Raja Tengah ke Sambas dengan diikuti oleh pengiringnya sebanyak
40 buah perahu dengan senjata lengkap. Tidak
berapa lama akhirnya sampailah mereka di sungai Sambas Besar dan berlabuh di sebuah tempat dan membangun pemukiman di situ. Tempat tersebut akhirnya diberi nama Kota Bangun. Jauh sebelum Sultan Raja Tengah datang dari Brunai ke Tanjungpura dan akhirnya ke Sambas, di Sambas telah berdiri Kerajaan Hindu yang diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Beliau adalah seorang raja yang adil dan bijaksana berasal dari keturunan Bantara Majapahit dari pulau Jawa yang masih menganut agama Hindu. Saat Ratu Sepudak berkuasa
pusat
pemerintahannya terletak di Kota Lama kira-kira 36 km dari kota Sambas sekarang tepatnya adalah
di Benua Bantanan-Tempapan Kecamatan Teluk
Keramat. Masa itu Raja-raja Sambas disebut dengan gelar Ratu seperti gelar rajaraja di Majapahit (Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak, 1997: 15 dan 24). Kedatangan Raja Tengah disambut baik oleh Ratu Sepudak, mereka diijinkan mendirikan pemukiman di Kota Bangun. Disinilah Raja Tengah mulai
58
menyiarkan Agama Islam sampai akhirnya Kota Bangun menjadi semakin ramai bahkan sampai menjadi pusat penyebaran agama Islam pada waktu itu. Tidak lama setelah kedatangan Raja Tengah beserta rombongan yang bermukim di Kota Bangun dan menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan Kota Lama, Ratu Sepudak pun mangkat. Untuk menggantikannya menjadi Raja diangkatlah menantunya yang bernama Pangeran Prabu Kencana menjadi Raja dengan gelar Ratu Anum Kesuma Yudha. Ini disebabkan karena Ratu Sepudak hanya mempunyai dua orang putri masing–masing bernama Raden Mas Ayu Anom dinikahkannya dengan Pangeran Prabu Kencana yang merupakan keponakannya sendiri dan akhirnya diangkat menjadi Raja dengan gelar Ratu Anum Kesuma Yudha. Anak yang bungsu bernama Raden Mas Ayu Bungsu, pada waktu itu masih belum bersuami kemudian dinikahkan dengan putra Raja Tengah yaitu Raden Sulaiman. Setelah itu Raden Sulaiman diangkat menjadi wazir kedua dalam pemerintahan Kerajaan Sambas di Kota Lama (Fahmi, 2009:5). Menurut sumber asal disebutkan tidak lama setelah Raden Sulaiman dikaruniai seorang putra yang diberi nama Raden Bima, Raja Tengah berlayar pulang kembali ke Serawak, dan wafat karena dibunuh oleh orangnya sendiri yang tidak menginginkannya kembali ke Serawak lagi, dan jenazah beliaupun dimakamkan Kampong Sentubong Sarawak Malaysia Timur (Fahmi, 2009: 6).. Sistem pemerintahan negeri Sambas pada masa itu adalah menurut adat istiadat kerajaan yang sudah turun-menurun dimana orang besar negeri bekerja dibawah perintah Raja. Sistematikanya Pangeran Mangkurat (Adik Ratu Anom Kesumayuda) sebagai wazir pertama diberi tugas mengurus
59
Perbendaharaan Negeri dan mewakili Raja apabila Raja sakit atau berhalangan hadir dalam suatu upacara resmi kerajaan. Sedangkan Raden Sulaiman sebagai wazir Kedua diberi tugas mengurus pekerjaan di luar Istana
seperti
menjaga sungai , membuat perahu memperbaiki kota dan
beliau dibantu oleh tiga orang menteri bernama Kiyai Dipasari, Kiyai Dipanegara dan Kiyai Setia Bakti. Beberapa tahun kemudian setelah penobatan Ratu Anom Kesumayuda menjadi raja, timbullah perselisihan diantara Pangeran Mangkurat dengan Raden Sulaiman. Akibat dari perselisihan tersebut menyebabkan terbunuhnya seorang menteri Raden Sulaiman yang bernama Kiyai Setia Bakti oleh Pangeran Mangkurat. Untuk menghindari agar jangan sampai terjadi perang saudara, maka Raden Sulaiman beserta keluarga dan pengikut–pengikutnya pergi meninggalkan negeri menuju ke Kota Bangun. Berita keluarnya Raden Sulaiman dari Kota Lama terdengar oleh para Petinggi Bantilan, Segerunding dan Nagur. Berangkatlah para Petinggi itu untuk menghadap Raden Sulaiman serta mengajaknya pindah ke Simpang Sungai Subah, Sampai di Kota Bandir akhirnya mereka berhenti dan mendirikan negeri di kota itu. Kurang
lebih
tiga
tahun
lamanya
Raden
Sulaiman
bersama
keluarganya menetap di kota Bandir. Kemudian ia berkeinginan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Simpang Sungai Teberau tepatnya di Lubuk Madung. Di Lubuk Madung inilah
melalui musyawarah keluarga,
maka pada hari Senin tanggal 10 Zulhijjah 1040 H bertepatan dengan 9 Juli
60
1631 M Raden Sulaiman dinobatkan sebagai Sulthan pertama di kerajaan Sambas Islam dengan gelar Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. I demikian pula adiknya Raden Abdul Wahab digelar sebagai Pangeran Bendahara (Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, 2007: 3). Kesultanan Sambas menurut naskah Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 H. Belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas tentang tahun Masehi berdirinya. Machrus Effendy menyebutkan sekitar tahun 1612. Al-Marhum Mawardi Rivai di dalam berbagai tulisan menyebutkan bahwa berdirinya Kesultanan Sambas adalah pada tahun 1622 dan sumber lainnya yaitu seorang sejarawan Melayu Awang Al-sufri dari Brunai 1931. Menurut keterangan dalam Al-Munjid pada daftar konversi tahun Hijriyyah dengan tahun Masehi disebutkan tahun 1027 H bertepatan dengan tahun1617 M, tahun 1061H bersamaan dengan tahun 1650 M. Dari konversi di atas dapat disimpulkan bahwa tahun 1040H bersamaan dengan tahun 1630 M (Musa, 2003: 35-36). Secara berturut–turut Kerajaan Kesultanan Islam Sambas telah diperintah oleh keturunan Sultan Sambas mulai dari sultan pertama sampai sultan yang terakhir. Walupun tidak berurutan sesuai dengan tanggal lahirnya namun sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu siapa yang lebih layak dan mampu untuk menjadi Sultan. Nama dan Tahun memerintah dapat kita lihat pada susunan berikut : 1. Raden Sulaiman bergelar Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. memerintah, 10 Zulhijjah 1040 H - 10 Muharam 1080 H
I
61
2. Raden Bima bergelar Sulthan Muhammad Tajuddin memerintah, 11 Muharam 1080 H - 1 Syafar 1120 H 3. Raden Milian
bergelar Sulthan Umar Aqamaddin I, memerintah
2
Syafar 1120 H - 2 Rabiulawal 1145 H 4. Raden Bungsu bergelar Sulthan Abubakar Kamaluddin, memerintah 3 Rabiul Awal 1145 H - 8 Rajab 1175 H 5. Raden Jama’ bergelar Yang dipertuan Sulthan Umar Aqamaddin II, memerintah 9 Rajab 1175 H – 10 Zulqaidah 1216 H. 6. Raden Gayung bergelar Sulthan Muda Ahmad , memerintah 12 Rabiul Awal 1201
– 15 Ramadhan 1207 H .
7. Raden Mantri bergelar Sulthan Abubakar Tajuddin I , memerintah 12 Zulqaidah 1216 H – 20 Ramadhan 1229 H. 8. Raden Pasu bergelar Sulthan Muhammad Ali Shafiyyuddin.
I ,
memerintah 1 Muharram 1231 H – 2 Muharram 1244 H. 9. Raden Sumba bergelar Sulthan Usman Kamaluddin /Wakil Sulthan, memerintah 2 Muharram 1244 H – 7 Ramadhan 1247 H. 10. Raden Semar bergelar Sulthan Umar Aqamaddin III/Wakil Sulthan, memerintah Ramadhan 1247 – 1 Muharram 1263 H 11. Raden Ishak bergelar Sulthan Abubakar Tajuddin II , memerintah 10 Zulhijjah 1264 H – 3 Ramadhan 1306 H.
62
12. Raden Toko’ bergelar Sulthan Umar Kamaluddin/Wakil Sulthan, memerintah10 Mei 1853 M – 6 Agustus 1866 M 13. Raden Afifuddin bergelar Sulthan Muhammad Shafiyyuddin II , memerintah 6 Agustus 1866 M – 4 Desember 1922 M. 14. Raden Muhammad Aryadiningrat bergelar Sulthan Muhammad Ali Shafiyyuddin.
II/Wakil Sulthan, memerintah 4 Desember 1922 – 9
Oktober 1926 15. Raden Muhammad Mulia Ibrahim bergelar Sulthan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiyyuddin. , memerintah 2 Mei 1931 M - 1943 M. 16. Raden Muhammad Taufiq bergelar Pangeran Ratu Muhammad Taufiq memerintah dari tahun1943M – 1984 M. 17. Raden Winata Kusuma bergelar Pangeran Ratu Winata Kusuma memerintah tahun 2000 M – 2008 bertepatan 1 Febuari 1429 H (Muslimah, 2005: 65). 18. Raden Muhammad Tarhan bergelar Pangeran Ratu. Setelah Sulthan Muhammad Mulia Ibrahim Wafat pada tahun 1943, waktu itu putra beliau masih berumur 12 tahun dan terlalu muda untuk diangkat menjadi seorang Sulthan. Pemerintah Jepang mengangkat Raden Muhammad Taufik sebagai Putra Mahkota dengan gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas pemerintahan, pemerintah tentara Jepang tanggal 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945 membentuk Majelis Kesulthanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari :
63
a. Kenkarikan yang berkedudukan di Singkawang sebagai Penasehat b. Demang kota Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua c. Raden Ismail dan Raden Hasnan sebagai anggota.
Ketika tentara Jepang menyerah kalah tanpa syarat kepada Sekutu bulan Aguatus 1945 kemudian oleh Gubernur Jenderal Belanda DR.H. J. Van Mook dengan perantaraan Sulthan Hamid II, pada tanggal 20 Februari 1946 dibentuk dan dilantik sebuah Majelis Kesulthanan Sambas yaitu Besteuur Commisi, setelah diadakan seleksi dan tes kelayakan siapa yang layak untuk menduduki jabatan sementara menunggu Pangeran Ratu Muhammad Taufik dewasa akhirnya terbentuklah susunan kepengurusan sebagai berikut : 1. Raden Muchsin Panji Anom digelar Pangeran Temenggung Jaya Kesuma ,
sebagai Ketua. 2. Raden Hasnan Panji Kesuma digelar Pangeran Laksamana sebagai Wakil
Ketua. 3. Urai Nurdin digelar Pangeran Paku Negara sebagai anggota. 4. Haji Muhammad Basyiuni Imran Maharaja Imam Kerajaan Sambas
sebagai penasehat. Selama hidupnya keberadaan Istana Alwatzikhoebillah Sambas mengalami stagnasi perubahan yang sangat mendasar yaitu di bahwa yang semula keberadaan Istana Alwatzikhoebillah Sambas sebagai pusat pemerintahan tidak lagi bersinar seperti dimasa Ayahndanya, Istana Kelihatan suram dan tidak bermaya, karena tidak mendapat biaya perawatan dari pemerintah pada masa itu. Pangeran Ratu Muhammad Taufiq wafat pada tanggal 3 Juni 1984 akibat kecelakaan dijalan raya.
64
Sampai tahun 2000 Istana Alwatzikhoebillah baru mempunyai seorang Putra Mahkota dengan digelarnya Raden Winata Kesuma menjadi Pangeran Ratu. Hal ini dikarenakan banyaknya permintaan dan dukungan dari rakyat ( masyarakat Sambas) akhirnya Raden Winata Kesuma dinobatkan menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu pada hari Sabtu, 15 Juli 2000. Penggelaran itu adalah dalam rangka menyambung kebiasaan Adat Istiadat yang terputus dan sebagai khazanah budaya yang perlu dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut di masa mendatang. Kira-kira tujuh tahun menjadi Pangeran Ratu, Raden Winata mendapat serangan sakit jantung tak lama kemudian beliau meninggal dunia. Sesuai dengan kebiasaan adat istiadat yang berlaku di Istana Alwatzikhoebillah apabila seorang raja meninggal dunia maka pelantikan putranya sebagai pewaris tahta dilakukan sebagai Putra Mahkota di depan jenazah orang tuanya sebelum jenazah dikebumikan. Oleh karena itu dinobatkanlah Raden Muhammad Tarhan sebagai Pangeran Ratu tanggal 2 Pebuari 2008 yang saat itu beliau baru berumur lebih kurang 12 Tahun. Tujuan penobatan ini adalah agar tidak terjadi kekosongan dalam organisasi Kerajaan Sambas (Fahmi, 2009: 50-62). 4.3.2 Deskripsi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Keraton dalam bahasa Indonesia adalah istana yang berarti tempat tinggal raja dan ratu. Pengertian keraton dari segi fungsional adalah sebuah istana yang mempunyai arti keagamaan, filsafat dan budaya. Jadi keraton berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan.
65
Pengertian keraton dari segi fisik adalah suatu komplek yang merupakan suatu sistem yang terdiri dari sekian banyak subsistem menjadi suatu kesatuan yang harmonis, utuh, anggun dan mempesona serta masing-masing subsistem tersebut mengandung nilai yang multi dimensi, simbolis dan sakral (Muslimah, 2005:65). Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang ada sekarang terdiri dari beberapa bagian bangunan yaitu: a.
Bagian paling depan tepat di pinggir sungai terdapat sebuah tangga jembatan biasa yang disebut dengan seteher atau dermaga atau tambatan tempat singgahan sampan atau perahu dan kendaraan air yang banyak di sungai Sambas. (Lihat Gambar 4.2)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.2 Seteher/dermaga singgahan sampan atau perahu b. Gerbang Segi Delapan (Pintu Gerbang Pertama).
66
Naik ke daratan di pinggir sungai terdapat sebuah jalan masuk ke halaman Istana. Namun sebelum masuk melalui sebuah gerbang pintu masuk ke halaman Istana yang dinamakan gerbang Segi Delapan. Pintu masuk gerbang bersegi delapan jauhnya dari pinggir sungai kurang lebih 30 meter. Gerbang bersegi delapan bertingkat dua itu dahulu digunakan, bagian bawah untuk tempat penjaga dan tempat istirahat rakyat yang berkunjung ke istana sebelum memasuki halaman istana. Bagian atas adalah tempat untuk mengatur penjagaan dan apabila ada keramaian maka ia dipergunakan untuk menabuh gamelan dan alat-alat kesenian. Arti dari segi delapan adalah delapan penjuru mata angin, dan sebagai mengenang jasa pendiri keraton yang ada sekarang adalah Sultan Muhammad Syafiuddin II. Atap bangunan berbentuk segi empat sebagai simbol bagi Sultan agar selalu mengikuti dan meneladani 4 (empat) sifat utama/akhlakulkarimah Rasullulah saw yakni Siddiq (Benar), Amanah (Kepercayaan), Tabligh (Menyampaikan) dan Fathonah (Sempurna). (Lihat Gambar 4.3)
67
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.3 Gerbang Segi Delapan Keraton (Pintu Gerbang Pertama) c. Alun-Alun Keraton.
Setelah melalui pintu gerbang pertama terdapat halamann yang cukup luas sebelum memasuki pintu gerbang ke dua dan berada tepat di hadapan keraton. Terdapat sebuah tiang bendera di tengah halaman, fungisnya untuk menaikan bendera kesultanan yang berwarna kuning emas setiap hari besar pada zaman dulu. Tiang yang bertopang empat yang berarti Sultan dibantu oleh empat orang pembantu yang disebut wazir. Di bawah tiang bendera terdapat 3 buah meriam kuno hadiah dari tentara Inggris tahun 1813 menghargai kepahlawanan putera Pangeran Anom melawan Inggris. Salah satunya disebut Si Gantar Alam. Disamping kiri masuk, tidak jauh dari tiang bendera terdapat pohon kayu putih yang ditanam atas perintah sultan dan Panglima Daud dan Panglima Bakar untuk mengenang peristiwa selesai perang Sungkung pada tahun 1883. (Lihat Gambar 4.4)
68
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.4 Alun-Alun Keraton Alwatzikhoebillah Sambas d. Balai Paseban.
Bangunan ini mencontoh bangunan rumah kediaman/regent/Bupati di pulau Jawa pada masa pemerintahan Belanda yaitu menyerupai Pendopo. Luas bangunan ini berukuran panjang 8.2 M dan lebar 4.4 M. Bangunan ini ada dua buah terletak disebelah kanan dan kiri alun-alun istana. Ia digunakan sebagai tempat tamu istirahat sebelum menghadap sultan atau biasa juga dipergunakan untuk pertunjukan wayang atau pameran. (Lihat Gambar 4.5)
69
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.5 Balai Paseban e. Pintu Gerbang Kedua
Pintu gerbang ada dua yaitu pintu gerbang pertama dan kedua. Pintu gerbang kedua berukuran panjang 7.14 M dan lebar 4.14 M bertingkat dua. Bagian paling bawah digunakan untuk pengawal istana bertugas bergantian selama 24 jam. Tingkat atas dipergunakan untuk keluarga istana dan Sultan beristirahat menyaksikan hiburan rakyat yang ada pada masa itu. Dengan demikian sultan berserta kerabatnya dapat menyaksikan acara hiburan rakyat dari atas gerbang seperti acara lomba sampan bidar di Muare Ulakan sungai Sambas. selain itu
sultan dapat melihat secara menyeluruh keadaan
lingkungan keraton dan sekitarnya. (Lihat Gambar 4.6)
70
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.6 Pintu Gerbang Kedua Keraton f.
Bangunan Istana (Balai Rung Sri) Di bagian depan luar bangunan Istana Sultan (Balai Rung Sri) terdapat beberapa simbol Kesultanan Sambas yaitu 1.
Lambang yang bertuliskan “Alwatzikhoebillah”
artinya secara
bahasa “Berpegang Teguh Kepada Allah”(Yunus, 1989: 491). 2.
Dibagian atas lambang terdapat dua ekor binatang laut yang mirip
“Kuda laut berekor” yang disebut juga “Unduk-unduk” atau ikan elang laut (Ronggo, 1991:21). Lambang ini adalah simbol kekuatan kerajaaan Sambas ada pada angkatan lautnya. 3.
Di sebelah atas tulisan yang diapit oleh binatang laut terdapat
Angka Sembilan yang melambangkan bahwa keraton dibangun oleh sultan yang ke Sembilan yaitu Sultan Mulia Ibrahim Shafiyyuddin. .
71
4.
Kemudian pada bagian puncak terdapat Bintang bersegi 13 yang
mempunyai makna rukun 13 dalam sholat lima waktu. (Lihat Gambar 4.7)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.7 Bangunan Istana (Balai Rung Sri) Di bagian dalam Balai Rung Sri terdapat banyak barang peninggalan kerajaan diantaranya seperti lambang Kesultanan bertuliskan Arab Melayu dan lambang kesultanan yang bertuliskan “Sultan Van Sambas tanggal 15 Juli 1933 M yaitu tanggal permulaan pembangunan oleh Sultan Muhammad Mulia Ibrahim. Bagian tengah terdapat gambar
jantung yang bertuliskan
“Alwatzikhoebillah”. Jantung melambangkan pusat peredaran pemerintahan harus dengan niat karena Allah, gambar payung berarti pelindung rakyat, gambar pedang berarti kedaulatan yang kuat perjuangan rakyat, gambar padi berarti kemakmuran, serta gambar bunga dan kapas berarti keharuman, keadilan, cinta dan kasih. Keseluruhan gambar dipegang oleh tangan yang
72
melambangkan sultan yang diatasnya terdapat mahkota sebagai lambang kekuasaan dan kebesaran Sultan Sambas. (Lihat Gambar 4.8a).
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.8a Lambang Kesultanan Keraton Sambas Ruangan ini digunakan untuk menerima tamu keraton serta ada dua set kursi terbuat dari kayu ulin. Selain itu ada juga foto silsilah Sultan Muhammad Shafiyyuddin.
II, pangeran Adi Pati Achmad, bendahara Sri
Maha Raja Muhammad Tayyib, Raden Sandri raja Ningrat, serta lukisan sultan Muhammad Ibrahim. (Lihat Gambar 4.8b dan 4.9c). Balai Rung Sri memiliki lima ruang kamar yang digunakan menyimpan benda-benda peninggalan Sultan Sambas seperti: tempat tidur peninggalan sultan Muhammad Mulya Ibrahim, perangkat pakaian kebesaran yang dipakai pada acara tertentu dan resmi kerajaan, lampu kuno, yang terbuat dari bahan kaca dan tembaga, seperangkat peralatan pendukung kesenian
73
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.8b Bagian Sisi Kanan dalam Ruang Balai Rung Sri
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.8c Bagian Sisi Kiri dalam Ruang Balai Rung Sri wayang kulit, buku tua tulisan Sultan Muhammad Shafiyyuddin II yang berisi silsilah raja-raja dan sejarah kerajaan sambas peninggalan Sultan Murhum Ali
74
(Murhum Anum), meja batu, bunga getar, puan yang biasa digunakan oleh kerabat kerajaan untuk acara perkawinan. g. Bangunan Site Museum.
Bangunan ini terletak di sebelah kanan Balai Rung Sri yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka peninggalan Kesultanan Sambas diantaranya tempat duduk sultan, keris nobat, lembing emas dan beberapa benda peninggalan bersejarah lainnya. (Lihat Gambar 4.9)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.9 Bangunan Site Museum h. Bangunan Paviliun.
Bangunan ini difungsikan untuk tempat tinggal oleh para kerabat raja/ keraton yang kebetulan masih berada dan tinggal di dalam lingkungan sekitar keraton. Mereka sekaligus bertugas sebagai penjaga dan juru pelihara keraton jika ada yang tamu yang berkunjung ke Keraton. (Lihat Gambar 4.10)
75
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.10 Bangunan Pavilliun i.
Kolam Pemandian. Sisi lain dari lokasi keraton adalah adanya sebuah kolam tempat pemandian. Asalnya kolam pemandian adalah tempat mandi para kerabat raja. Lokasinya tepat belakang keraton sebelah kanan site museum terdapat kolam tempat pemandian yang dibuat untuk pemandian putri dan kerabat diraja. Kolam ini berukuran lebih kurang panjang 8 M dan lebar 4 M. Kolam mini sampai sekarang masih ada sampai sekarang. Awalnya kondisinya sangat tidak begitu baik karena tidak terawat dan dijaga dengan baik. Walaupun kondisinya kurang baik namun sampai sekarang keberadaan kolam ini masih sangat diperlukan oleh orang-orang tertentu karena masih banyak mereka yang datang dari jauh berbagai daerah ke keraton hanya untuk mendapatkan air dari kolam ini baik dengan cara
76
mandi atau mengambil air kolam dalam satu wadah untuk dibawa pulang. Sebagian mereka masih mempercayai bahwa air kolam keraton mempunyai khasiat secara spiritual atau magis untuk suatu. Beberapa tahun kemudian terjadi pemugaran terhadap keraton dan hampir semua lokasi di keraton mendapat perhatian untuk direnovasi termasuk kolam pemandian keluarga keraajaan ini. Berdasarkan observasi peneliti sampai sekarang masih banyak wisatawan yang memanfaatkan air kolam pemandian untuk tujuan tertentu (Lihat Gambar 4.11)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.11 Kolam Pemandian j.
Menara air. Menara ini tepat berada di belakang pavilium. Gunanya untuk menampung air diwaktu musim hujan dan mengalirkannya kebangunan keraton. Menara ini mempunyai ketinggian kira-kira 10 M dari permukaan
77
tanah. Sekarang menara air ini digunakan untuk menampung air yang disedot dari kran leding PDAM dengan mesin. (Lihat Gambar 4.12)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011)
Gambar 4.12 Menara Air Keraton Sekarang ini di samping kolam pemandian keluarga keturunan keraton terdapat
toko cenderamata/artshop kecil sederhana yang diusahakan oleh salah
satu kerabat keraton. Gunanya adalah untuk
menjual beberapa souvenir
berhubungan dengan keraton buku tentang kerajaan Sambas, Kaos, sepatu, keramik, foto Sultan, kain tenun dan sebagainya. Keberadaan artshop sebenarnya sangat penting karena dapat menjadi wahana untuk memperkenalkan nilai-nilai dan karya seni lokal lewat berbagai
78
karya seni dan intelektual dari potensi-potensi local agar dapat diketahui oleh wisatawan yang berrkunjung ke keraton (Lihat Gambar 4.13).
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.13 Artshop Keraton
79
Di alun-alun Keraton terdapat beberapa kursi kayu tempat wisatawan bersantai di bawah tanaman pohon-pohon. Kemudian tepian sungai dibangun tempat peranginan sebanyak 2 buah tempat orang-orang bersantai menikmati keindahan pemandangan persimpangan sungai sambas. (Lihat Gambar 4.14)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.14 Tempat Peranginan di Tepian Muare Ulakan 4.3.3 Mesjid Agung Jami’ Sultan Shafiyyuddin Sambas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu informan yaitu juru kunci Masjid Bapak H. Rasyidi beliau menjelaskan bahwa “Seperti kebiasaannya kerajaan-kerajaan di nusantara sebuah bangunan keraton atau istana raja selalu berdekatan bangunannya dengan sebuah masjid, ini mengandung makna filosofis bahwa seorang raja atau sultan selain ia seorang pemimpin rakyat dan kerajaan tetapi juga seorang pemimpin agama atau seorang yang taat dan patuh menjalankan syariat agama yang khususnya syari’at agama Islam yang merupakan anutan dan keyakinan Raja dan dasar pemerintahan kerajaan“(Petikan hasil wawancara, 5 Maret 2011).
80
Komplek Keraton Alwatzikhoebillah terdapat bangunan Mesjid Agung Jami' Sultan Muhammad Shafiyyuddin yang megah dan bersejarah serta mempunyai arti dan simbolik dari Sultan Muhammad Shafiyyuddin II dan Sultan yang memerintah Kerajaan Sambas. Jumlah tiang tengah Mesjid
semuanya
berjumlah delapan batang tiang. Ini merupakan simbol yang mempunyai makna bahwa pendirinya adalah Sultan ke-8 atau Sultan ke-14 garis Kesultanan Kerajaan Sambas. Mesjid Jami’ terletak di dekat bangunan Keraton Sambas karenanya mesjid ini biasa disebut Mesjid Keraton. (Lihat Gambar 4.15)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.15 Masjid Agung Jami’ Sultan Muhammad Shafiyyuddin. II Bangunan Mesjid Jami’ ini berusia ± 100 tahun. Atap Mesjid bertingkat tiga. Pendopo serambi masuk yang terletak di bagian utara. Modal pertama dari bangunan mesjid berasal dari rumah kediaman keluarga Sultan Umar Akamuddin III di Desa Tanjung Rengas. Kini Mesjid Jami' Sambas telah berusia 126 tahun dan tetap berdiri megah karena adanya panitia pemeliharaan masyarakat. Mesjid
81
berlantai dua ini didalamnya merupakan bundaran artistik dari kayu belian serta terdapat sebuah mimbar Khotbah kecil di bagian depan ruang mesjid. Dahulu sebuah bedug besar di Mesjid sebagai alat pemberitahuan sholat. Setelah pengeras suara digunakan untuk azan sehingga bedug mesjid tidak lagi digunakan. Mimbar antik untuk khatib terbuat dari kayu berwarna merah ukiran keemasan kabarnya berasal dari Palembang, dipersembahkan para pelaut dan pedagang kepada Sultan. (Lihat Gambar 4.16).
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.16 Mimbar Mesjid Agung Jami’ Sultan Muhammad Shafiyyuddin II Di bagian dalam mesjid terdapat pula sebuah bendi atau bejana besar dari keramik, di sudut belakang mesjid. Dahulu bejana keramik dipergunakan menampung air bersih untuk wudhu. Konon Bendi kuno itu adalah hadiah dari Sultan Brunei
82
Darussalam yang bernama Sultan Muhyiddin kepada Sultan Muhammad Tajuddin I ketika berkunjung ke Brunei dan dilantik sebagai Sultan Anom. Kemudian dibagian luar bangunan pada atas mihrab Mesjid Jami’ tergantung sebuah papan bertuliskan ayat suci Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 18 yang berbunyi :
ﺁﻣﻥ ﺑﺎ َﻣْن ﷲ ِجَد َﻣَسﺎ يَْعُمُر إِنَّمﺎ
ﷲ
"Innama Ya’muruu Masaajidallaahu Man Aamana Billahi" yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia yaitu “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orangorang yang beriman kepada Allah” (Asyarie, 2003:133). (Lihat Gambar 4.17 )
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.17 Bagian Depan Masjid Agung Jami’ Sultan Muhammad Syafiyyuddin II 4.3.4
Makam Kesultanan Sambas.
83
Selanjutnya area lain dari keraton ini adalah Makam Sultan Muhammad Syafiuddin II.
Komplek makam ini mempunyai cungkup yang sangat besar
(makam besar) dibangun dari tiang bekas istana desa Tanjung Ranggas. Komplek Makam Kesultanan Sambas ini dibangun tahun 1904. Ia
merupakan tempat
bersejarah yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal khususnya masyarakat Kabupaten Sambas yang berdomisili di sekitar Keraton Sambas maupun manca negara seperti Brunai Darussalam. (Lihat Gambar 4.19)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti 2011) Gambar 4.19 Makam Kerabat Sultan Sambas Berdasarkan informasi juru kunci makam kerajaan diketahui
pertama kali
dimakamkan dalam komplek makam ini adalah Permaisuri Sultan. Di dalam Cungkup ini terdapat makam-makam keluarga sultan yang jumlahnya kurang lebih sebanyak 44 buah makam. Selain itu di sekitarnya terdapat makam-makam antara lain: makam Ibunda Sultan Ratu Sabar, Ir. Sucitro yang membangun jembatan beton di Sambas tahun 1939 dan makam Bupati Sambas ke-11 Drs. Saidi A.S. Cungkup makam besar ini berukuran 20
84
meter panjang dan 17,5 meter lebar. Di dalam cungkup itu terdapat cungkup khusus untuk makam Sultan dan permaisuri yang ukurannya kurang lebih panjang 9,5 meter dan lebar 7,5 meter. Kemudian Makam Sultan Abu Bakar Makam Sultan Abu Bakar Tajuddin II. Komplek makam ini terdapat dua makam yaitu makam Sultan sendiri bersama istri. Komplek ini dibangun tahun 1883 dan dipugar tahun 1985 dengan mengunakan biaya dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Barat.
85
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Potensi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas Sebagai Daya Tarik Wisata Sejarah. Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai peninggalan bersejarah mempunyai sumber daya budaya yang potensial dan dapat dijadikan sebagai asset untuk menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Kekayaan sumber daya tersebut berkaitan dengan arsitektur kawasan, budaya Melayu Sambas, nilai- nilai sosial budaya pendiri keraton dan sejarahnya merupakan hal yang sangat menonjol. Berikut ini sumber daya budaya berupa sejarah dan nilai-nilai sosial budaya yang terkandung pada Keraton Alwatzikhoebillah Sambas.
5.1.1. Arsitektur Keraton Alwatzikhoebillah Sambas Keraton Alwatzikhoebillah Sambas merupakan peningalan bersejarah Kesultanan Sambas yang dibangun oleh salah seorang dari Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Sambas.
Bangunan ini terletak
di tepian Muara
Ulakan simpang tiga pertemuan Sungai Sambas kecil, Sungai Subah, Sungai Teberau, sekarang di Desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas. Istana Kesultanan Sambas (1632) didirikan oleh Raden Bima gelar Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas ke-2.
86
Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang ada sekarang, dibangun oleh Sultan Muhammad Mulia Ibrahim tahun 1933 dan ditempati 6 juli 1935. Biaya pembangunan Istana Sambas ini menghabiskan dana sebesar 65.000 Golden. Dana ini berasal dari bantuan kredit Kutai di Kalimantan Timur. Pembangunan Istana/keraton kerajaan Sambas dilaksanakan oleh pemborong
keturunan
Tionghoa bernama Tjin Nyuk dari Pontianak. Bangunan Istana berukuran panjang 9,50 meter
dan berukuran lebar 8,05 meter.
Luas bangunan ini adalah
1.013,73M² dengan luas tanah 15.300 M. Konstruksinya terdiri dari atap kayu sirap, lantai panggung kayu ulin, pondasi beton dan di kelilingi tembok beton. mempunyai gaya arsitektur Eropa dan China. Berkaitan dengan arsitektur ini bebrapa orang wisatawan luar daerah Kabupaten Sambas ketika diwawancarai mengatakan kedatangannya ke keraton karena ingin mengetahui kondisi fisik keraton secara langsung sehingga dapat membuat perbandingan kekhasannya jika suatu berkeunjung ke keraton-keraton lain yang ada di nusantara. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara dengan pak Kus Lesmono kepala bagian pemasaran Farmasi salah seorang seorang wisatawan yang berasal dari Jakarta ketika berkunjung ke keraton menyatakan: ………………..Selain itu saya juga bisa membuat perbandingan hasil budaya dan karakteristik dari keraton sambas jika dibandingkan dengan keraton lain di pulau Jawa seperti keraton Surakarta ataupun keraton yogya kebetulan sudah beberapa kali berkunjung ke keraton tersebut.(Petikan wawancara tanggal 14 Maret 2011 ). Artinya kedatangan waisatawan ini ke keraton tidak hanya semata-mata berkunjung biasa, tetapi sekaligus untuk mengetahui lebih jauh tentang arsitektur dan seni bangunan keraton sambas. Sehingga dapat membandingkannya dengan
87
arsitektur- arsitektur keraton lain yang ada di nusantara seperti keraton Solo, keraton Surakarta atau yang lainnya. MacIntosh menggolongkan motif seperti ini ke dalam kelompok Cultural Motivations/motivasi budaya yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (monumen bersejarah) (MacIntosh 1986:61).
5.1.2
Keraton Alwatzikhoebillah Sebagai Perjuangan Masyarakat Sambas.
Lambang Sejarah dan Nilai-Nilai
Berdiri dan berkembangnya Kesultanan Sambas dari awal sampai akhirnya memang
tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai sejarah perjuangan baik oleh
pendirinya Raden Sulaiman sebagai Sultan Pertama yang memerintah Kerajaaan Sambas maupun sultan-sultan selanjutnya sebagai penerus Kesultanan Sambas, termasuk masa penjajahan. Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan nilai sejarah perjuangan yang terjadi selama periode pemerintahan Kesultanan Sambas. Masa pemerintahan Sri Paduka Baginda Yang Dipertuan Sulthan Umar Aqamaddin II telah terjadi beberapa peristiwa penting yang menggangu stabilitas keamanan Kerajaan Sambas yaitu: a. Terjadi pemberontakan perkumpulan tambang emas Kongsi Cina yang
berpusat di Lumar, Lara dan Monterado di daerah Distrik Bengkayang. b. Terjadinya pertikaian dengan Kerajaan Mempawah mengenai tapal batas
kerajaan, tetapi semuanya dapat diselesaikan oleh Sri Paduka Sulthan dengan tidak menimbulkan korban dan pertumpahan darah antara kedua belah pihak.
88
c. Kerajaan Sambas diserang oleh Kerajaan Siak yang dipimpin oleh Raja Said
Ali Bin Usman pada tahun 1204 H. Adapun tujuannya menyerang Kerajaan Sambas karena ingin menguasai bahan galian emas yang berlimpah di daerah Kerajaan Sambas. Dua tahun lamanya mereka berperang ingin menguasai Kerajaan Sambas, tetapi karena pertahanan Kerajaan Sambas yang dipimpin oleh Sulthan Muda Ahmad (Raden Gayung) terlalu kuat untuk ditembus, maka kemenangan berada dipihak Kerajaan Sambas. Berikutnya pada masa pemerintahan Sulthan Abubakar Tadjudin I ada beberapa kejadian–kejadian sejarah penting yang terjadi seperti: a.
Kerajaan Sambas kembali diserang oleh Kerajaan Siak Inderapura dibawah pimpinan Raja Ismail, terjadi pertempuran yang sengit diantara kedua belah pihak sehingga banyak memakan korban jiwa. Menurut riwayatnya seorang Panglima Siak yang gagah berani bernama Panglima Aru berhari–hari lamanya bertempur dengan seorang panglima dari Kerajaaan Sambas bernama Lawang Tendi namun ia kalah..
b. Pemberontakan Kongsi Emas Cina, bermula dengan Kongsi Cina yang
mengerjakan tambang emas di daerah Lumar dan Monterado bernama Kongsi Thay Kong berselisih dengan Kongsi Cina yang mengerjakan tambang emas di daerah Pemangkat, Seminis dan Sebawi yang bernama Sam Thioe Keo penyebabnya adalah Kongsi Sam Thioe Keo mengerjakan pertambangan emas termasuk pada wilayah Kongsi Thay Kong. Menurut sejarah perang terjadi antara Kongsi Sam Thioe Keo yang bergabung dengan Pemerintah Kerajaan Sambas melawan Kongsi Thay Kong.
89
Pertempuran terjadi dengan dahsyat dan meluas sampai ke lembah Sungai Singkawang. Di sekitar Singkawang Pangeran Anum dapat mematahkan perlawanan musuh dan menduduki kubu pertahanan mereka . Pada waktu merebut kubu di Monterado salah seorang panglima Kerajaan Sambas yang bernama Teuku Sambo gugur.. Pangeran Anum mengamuk dan membakar kubu pertahanan Kongsi Thay Kong, sampai akhirnya perlawanan Kongsi Thay Kong dapat dipatahkan sama sekali. c. Kerajaan Sambas diserang oleh tentara Kerajaan Inggris bermula dari laporan
beberapa orang nelayan yang setia kepada Sulthan Abubakar Tadjudin I, pada tanggal 24 Juli 1812 M dengan tergesa–gesa mereka melaporkan kepada Baginda Sulthan bahwa telah sampai di Kuala Sungai Sambas pasukan Kerajaan Inggris yang hendak membalas menyerang Kerajaan Sambas karena perbuatan dari Pangeran Anum yang pernah menyerang, merampas harta dan menenggelamkan kapal kepunyaan Kerajaan Inggris. Namun perjuangan untuk mempertahankan kerajaan Kesultanan Sambas gagal karena ada diantara rakyat yang berkhianat dengan cara memberi petunjuk kepada Pasukan Inggris jalan yang mudah untuk menembus pertahanan Kerajaan Sambas. Pasukan Inggris mendaratkan tentara dan persenjataannya yang lengkap dengan taktik perang yang lebih modern mereka mulai melakukan penyerangan melalui Sungai Betung sampai akhirnya sampai di Sungai Sambas Kecil. Akibat penyerangan oleh pihak Inggris banyak panglima Kerajaan Sambas gugur karena tidak mampu menahan serangan gencar yang dilancarkan oleh pasukan Kerajaan Inggris.
Kerajaan Sambas tidak mampu lagi menahan
90
serangan–serangan musuh dan terus mundur sehinga satu demi satu kubu pertahanan jatuh ketangan pasukan Kerajaan Inggris. Akhirnya dalam pertempuran Pangeran Muda
terkepung dan gugur untuk mempertahankan
Kerajaan Sambas. Serangan pasukan Inggris semakin gencar sehingga mereka sampai ke Muara Sungai Teberau dan membakar habis sebuah pemukiman masyarakat/kampung yang akhirnya kampung itu dinamai Kampung Angus. Tahun 1813 M kubu pertahanan Kerajaan Sambas mengibarkan bendera Putih sebagai tanda menyerah. Sulthan Abubakar Tadjudin dan keluarganya melarikan diri ke hulu Sungai Subah tepatnya di daerah hutan Gunung Senujuh. Dikarenakan usia sultan sudah mencapai 60 tahun akhirnya Sulthan Abu bakar Tadjudin I mendapat sakit dan mangkat di dalam hutan pada Malam, hari Kamis 20 Ramadhan 1229 H. Sebagai penggantinya diangkatlah Pangeran Anum menjadi Sulthan Sambas yang Ke–8 pada hari Sabtu, 1 Muharram 1231 H dengan gelar Sulthan Muhammad Ali Shafiyyuddin. I. Saat penjajahan Belanda di Indonesia , Keraton Alwatzikhoebillah Sambas juga mempunyai peristiwa bersejarah tidak bisa dilupakan masyarakat Sambas yaitu tepatnya ditiang untuk mengibarkan bendera alun-alun Keraton. Menurut hasil wawancara dengan salah seorang penjaga keraton yaitu bapak Hasan dikatakan: “Ketika masa penjajahan Belanda berkuasa telah terjadi peristiwa yang depan alun-alun keraton tepatnya ditiang bendera alun-alun keraton. Ditempat inilah dahulu telah gugur seorang pejuang Sambas bernama Thabrani Akhmad ditembak oleh pasukan penjajah Belanda karena membela mempertahankan bendera merah putih. Kemudian peristiwa tersebut diabadikan dengan monumen baru bahwa " di tempat ini tanggal 27 Oktober 1945 telah gugur seorang pejuang kemerdekaan disaat akan mengibarkan bendera merah putih”(Petikan hasil wawancara tanggal 9 Maret 2011).
91
Artinya memang tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai perjuangan masyarakat sambas dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan sudah wujud pada masa itu. Hal ini dibuktikan dengan semangat patriotik rela berkorban nyawa sampai titik darah penghabisan demi mempertahankan tanah airnya. Tanggal 1 Maret 1942 ketika tentara Jepang mendarat di Indonesia yaitu di pelabuhan Merak Banten. Kemudian pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. Sejak itu Jepang mulai menjajah Nusantara dengan kejam. Kebejatan moral merajalela dikalangan tentara Jepang. Kaum cerdik pandai Kerajaan Sambas diculik kemudian dibunuh dengan alasan membahayakan kedudukan Jepang. Melihat nasib rakyatnya itu, Sulthan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiyyuddin. menjadi sangat sedih dan prihatin, pergerakan bawah tanah mulai timbul untuk menentang kekejaman Tentara Jepang. Sulthan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiyyuddin merupakan salah satu korban pembunuhan tersebut. Setelah Baginda wafat untuk mengesahkan bahwa Sulthan sudah mangkat maka tentara Jepang mengembalikan seluruh pakaian kebesaran yang dikenakan oleh Baginda sewaktu akan berangkat. Tidak berapa lama kemudian giliran Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb dan kerabat Kerajaan Sambas yang mempunyai pengaruh serta para cerdik pandai diculik dan dibunuh. Kekejaman dan kebiadaban penjajah Jepang sebagai bukti dan saksi sejarah masih dapat kita saksikan berupa pemakam umum pahlawan di Mandor.
92
Berdasarkan uraian sebelumnya jelaslah nilai-nilai sejarah perjuangan keberanian, pantang menyerah, rela berkorban, patriotik yang terkandung dalam usaha memperjuangkan dan mempertahankan Kesultanan Sambas oleh para pendiri dan penguasa Kesultanan Sambas sejak awal sampai akhir pemerintahan Kesultanan Sambas sangat mengagumkan dan patut menjadi teladan bagi generasi muda dalam berusaha dan belajar menuju keadaan yang lebih baik. Potensi nilai budaya ini menjadi daya tarik wisawan datang ke keraton. Hal ini dapat dilihat dari motif kunjungan. Sebagai contoh Bapak Kus Lesmono yang datang tidak hanya untuk melihat peninggalan sejarah tetapi juga untuk mengetahui nilai-sejarah perjuangan yang dari situs sejarah keraton. 5.1.3
Keraton Alwatzikhoebillah Merupakan Lambang Perkembangan Agama Islam Di Sambas.
Sejarah Masuk dan
Perkembangan agama Islam semakin pesat pada masa pemerintahan Raden Bima yang bergelar Sulthan Muhammad Tajudin, merupakan Sulthan Sambas Islam yang ke–2 beliau memerintah 11 Muharam 1080 H-1 Syafar 1120 H. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan dipindahkannya dari Lubuk Madung ke Muare Ulakan. Setiap desa didirikan surau–surau yang dijadikan sebagai tempat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Kemudian pada pemerintahan Sulthan Umar Aqamaddin I Sulthan Sambas Islam yang ke–3 dibangun sebuah masjid baru dengan nama “Masjid Kamashallaita“. Sultan memerintah sangat adil sekali, sehingga menarik perhatian para mubaligh dari luar negeri diantaranya yang pernah datang dan menetap di Sambas adalah Syekh Abdul Jalil Al Patani, beliau merupakan
93
seorang ulama besar dari Patani Thailand yang mendapat suaka politik dari Sulthan Umar Aqamaddin I karena kalah perang dalam mempertahankan Agama Islam di Patani. Ketika berada di Sambas Syekh Abdul Jalil Al Patani diangkat sebagai Mufti besar Kerajaan Sambas sampai akhirnya wafat dan dimakamkan di Desa Lumbang Sambas (Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Sambas, 2007: 4). Masa pemerintahan Sulthan yang ke 13 yaitu Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. II memerintah (1866 M – 1922 M), perkembangaan agama Islam semakin pesat. Di pelosok-pelosok desa dan kampung banyak dibangun surau dan masjid. Salah satu peninggalan beliau yang masih berdiri kokoh sampai
sekarang
adalah
Masjid Agung
Jami’ Sulthan
Muhammad
Shafiyyuddin. II yang dibangun pada tanggal 1 Oktober 1885 bersama–sama dengan ibundanya Ratu Sabar. Pemuda–pemuda di Kesultanan Sambas yang berbakat di bidang agama diberi beasiswa untuk belajar ke Makkah, Madinah dan Al Azhar Kairo Mesir. Pada masa itu di Kesultanan Sambas banyak terdapat para ulama, mubaligh dan cendekiawan Islam yang setaraf dengan para ulama, mubaligh dan cendikiawan yang terdapat di Mekkah. Di antaranya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Ghaffar as-Sambasi al-Jawi tahun 1802-1875 M
seorang ulama
pertama Sambas yang terkenal di Timur Tengah. Beliau seorang ahli fiqih dan tarekat yang kemudian menjadi Mursyid Kamil Mukamil (Guru Pembimbing Utama) di Makkah.
94
Salah seorang tokoh ulama sekaligus pembaharu yang terkenal dari Sambas pada waktu itu adalah H. Muhammad Basuni Imran Maharaja Imam Kesulthanan Sambas. Beliau adalah seorang ahli agama Islam yang mewakili pandangan reformisme Mesir di Indonesia namun tidak sampai menimbulkan berbagai gerakan keagamaan. Dikatakan bahwa Bapak H. Agus Salim pernah berucap tentang Muhammad Basuni Imran “Seandainya Maharaja Imam H. Muhammad Basuni Imram berdiam di Jakarta, ilmu dan pengetahuannya dapat lebih bermanfaat dan lebih mudah dikembangkan”. Selain itu seorang agamawan dan ilmuwan Islam terkenal di Indonesia Prof. DR. Hamka yang pernah datang ke Sambas, beliau sangat terkesan dan mengakui keunggulan serta ketinggian ilmu tentang Islam yang dimiliki oleh Maharaja Imam Sambas yaitu H. Muhammad Basuni Imran (Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Sambas, 2008: 4). Ketinggian penguasaaan dan pemahaman ilmu pengetahuan para ulama agama Islam di Sambas mengenai ajaran Islam menyebabkan Sambas mendapat Julukan “Serambi Mekkah“ maksudnya jika belajar agama Islam di Sambas maka sama kualitasnya dengan mereka yang belajar di Makkah. Inilah merupakan sebuah puncak pencapaian kejayaan di Kesultanan Sambas dalam perkembangan Agama Islam pada masa itu (Musa, 2003: 38-40). Berangkat dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa awal masuknya Islam ke sambas itu sudah sejak lama. Kemudian terus berkembang sampai mencapai puncak
masa kejayaan dan perkembangannya di masa
pemerintahan para Sultan-sultan berikutnya. Salah satu faktor yang membuat
95
Islam berkembang dengan pesat adalah faktor kepeminpinan. Penyebaran Islam mudah diterima masyarakat karena Sultan selain sebagai penguasa juga merupakan tokoh panutan dan penyebar nilai-nilai Islam. Salah satu peninggalan besar dan bersejarah adalah Masjid Agung Jami’ Sultan Muhammad Shafiyudin II.
5.1.4 Keraton Alwatzikhoebillah Sebagai Lambang Perkembangan dan Pembangunan Sosial Budaya Masyarakat Sambas. Masa pemerintahan
Sulthan Muhammad Shafiyyuddin.
II ini
merupakan tonggak kebangkitan pendidikan di Kesultanan Sambas. Baginda pertama kali mendirikan sekolah formal di Kesultanan Sambas pada tahun pada tahun 1872 M yaitu sekolah partikuler. Awalnya yang belajar di sekolah tersebut adalah para bangsawan Kesultanan Sambas. Hal ini dimaksudkan sebagai perintis untuk menarik minat para pemuda di Kerajaan Sambas pada masa itu yang belum pernah sama sekali mengecap pendidikan dibangku sekolah, agar mau bersekolah rupanya usaha sultan tidaklah sia–sia karena mendapat sambutan yang baik oleh rakyatnya,
mereka beramai–ramai
memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Kemudian pada tanggal 9 September 1903 dengan Besluit Gubernumen Belanda didirikanlah sebuah sekolah Bumi Putra Kelas II. Semakin banyak rakyat yang ingin sekolah sehingga sekolah tersebut tidak dapat lagi menampung siswa, untuk mengatasi hal tersebut dengan Beluit Gubernumen
96
Belanda tanggal 1 Desember 1910 didirikan lagi sebuah sekolah yaitu Special School yang kemudian pada tahun 1915 sekolah tersebut dirubah menjadi HIS. Setahun kemudian yaitu pada tahun 1916 baginda Sulthan mendirikan lagi sebuah sekolah yang bernafaskan Islam yaitu “ Madrasah Sulthaniah “ (Fahmi, 2009:40-43). Murtaba. M.Chan seorang pemuka agama di Sambas dalam pidatonya memperingati Tahun Baru Hijriyah 1395 H dan Peringatan Ulang Tahun yang ke–92 Masjid Agung Jami’ Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. pada tanggal 1 Muharram 1395 H bersamaan 14 Januari 1975 dalam Book Klet Sejarah Kerajaan Sambas (Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Sambas, 2008: 5-6) mengatakan “Berbicara mengenai masjid ini kita tidak dapat melewatkan begitu saja nama dan sejarah hidup Sri Sulthan Muhammad Shafiyyuddin. II sebagai Bapak Pendidik, Muballigh Agung dan negarawan dari Kesultanan Sambas. Beliau dikatakan sebagai Bapak Pendidik karena baru pada zaman pemerintahannyalah banyak didirikan bangunan sekolah–sekolah baik berbentuk sekolah umum maupun madrasah. Sebagai Mubaliq Agung beliau telah berhasil menyusun dan meletakkan dasar – dasar strategi dakwah dengan menempatkan keluarga–keluarga Islam yang telah diberikan Pengetahuan Agama Islam sekedarnya itu agar disebar luaskan ke daerah – daerah pedalaman dalam wilayah kerajaan Sambas dan bertugas menyebarkan Agama Islam kepada rakyat dan pendudukan daerah pedalaman yang masih belum beragama yang Animisme itu .Dan Sebagai Negarawan , beliau sebagai Sulthan penguasa Kerajaan Sambas bukan saja telah berhasil memakmurkan hidup rakyat dan kerajaannya , tetapi juga telah berhasil mengadakan hubungan persahabatan , mengikat perjanjian ke eksistensi secara damai dengan kerajaan – kerajaan yang bertetangga dengan Sambas seperti Mempawah dan Pontianak, dan kerajaan – kerajaan yang terdapat diluar Kalimantan Barat pada umumnya” . Artinya kebesaran Sultan Muhammad Shafiyyuddin II sebagai sultan dan pemimpin memang tidak hanya diragukan lagi. Beliau memeang seorang sultan yang bijak dan penuh dengan pemikiran
reformasi dan agamis.
97
Sehingga selama memerintah segala cara diusahakan untuk menciptakan kemakmuran dan kemajuan bagi rakyat dan Kesultanan Sambas. Selain mengadakan pembangunan dibidang pendidikan, pembangunan dibidang lain juga dilaksanakan seperti pertanian, perkebunan dan perhubungan. Dibidang pertanian dan perkebunan, dibuat irigasi yang
digunakan untuk
mengairi kebun–kebun karet dan ladang rakyat. Banyak pula digali terusan– terusan guna pencegahan terhadap banjir, disamping itu terusan tersebut memudahkan rakyat membawa hasil pertanian dan perkebunan, seperti terusan Parit Sebuk, terusan Kartiasa, terusan Semangau, terusan Sebangkau, terusan Semparuk, terusan Segerunding, terusan Parit Baru, dan masih banyak lagi terusan lainnya. Untuk menghindari agar terusan yang digali tidak mengalami longsor atau erosi, maka sultan memerintahkan rakyatnya yang bermukim ditepi terusan tersebut untuk mengadakan penghijauan dengan menanami pinggir terusan dengan tanaman keras yang dapat menghasilkan. Berkaitan dengan paparan itu berikut petikan wawancara dengan bapak Sabirin beliau menjelaskan: “Pembangunan yang dilakukan oleh Sultan Shafiyudin II dalam berbagai hal menunjukkan beliau seorang yang sangat memperhatikan sejahteraan dan kemakmuran rakyat, pembangunan kanal-kanal agar rakyat mudah mendapatkan dan mengalirkan air untuk pertanian dan perkebunan selain untuk transportasi. Selain itu penanaman pohon pada tebing kanal agar memperkuat tanah agar tidak runtuh yang nantinya dapat digunakan untuk perjalanan darat oleh rakyta selain transportasi air atau sungai. Jika boleh dikatakan beliau adalah Ferdinan Delesefnya Negeri Sambas”(Petikan hasil wawancara tanggal 17 Maret 2011). Dibidang perhubungan Sulthan membuat jalan–jalan dan jembatan, baik didalam kota maupun diluar kota. Seperti dibangunnya jembatan yang menghubungkan Sungai Sambas Kecil, jembatan yang menghubungkan Sungai Teberau dan jembatan yang menghubungkan Sungai Subah. Selain itu juga
98
membangun jalan yang menghubungkan satu kota dengan kota lainnya, sehingga perhubungan menjadi lebih lancar, seperti jalan yang menghubungkan kota Sambas dengan kota Pemangkat, Singkawang dan Bengkayang. Selain itu pada masa Sultan Shafiyyuddin. peristirahatan Danau Sebedang
inilah dibangun tempat
(kira-kira 16 km dari Sambas Singkawang).
Sekarang Danau Sebedang yang berada di kecamatan Sebawi dan menjadi salah satu destinasi wisata alam yang ada di Sambas karena keindahan dan keadaaan yang masih alami. Pemikiran ini tidak pernah dilakukan oleh Sultan-sultan pemerintah Kesultanan Sambas sebelumnya (Ronggo, 1997:30). Menanggapi pernyataan ini Ibu Serly selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas pada petikan wawancaranya menegaskan : “Adanya upaya Sultan Shafiyyuddin. membangun tempat peristirahatan dan santai di Danau Sebedang pada masa pemerintahannya menunjukkan bahwa pada masa itu sultan telah mempunyai pemikiran perlunya pembangunan sarana wisata untuk santai, rekreasi dan istirahat pada suatu tempat sebagai tempat untuk melepaskan jiwa dari rasa lelah akibat pekerjaan mengurus negeri. Kalau mau dikatakan bahwa Sultan Shafiyyuddin. adalah pelopor pemikiran perlunya aktivitas wisata menjadi salah satu bagian aktivitas hidup dalam sejarah pemerintahan Kesultanan Sambas, pemikiran ini belum ada pada masa-masa pemerintahan sebelumnya” (Petikan hasil wawancara tanggal 6 Maret 2011). Usaha pembangunan yang dilakukan oleh Sultan Shafiyudin telah berhasil memacu perkembangan dan pembangunan yang besar di Sambas dalam berbagai aspek. Selama 56 tahun lamanya memerintah Negeri Sambas, akhirnya Sultan dapat merubah Kota Sambas menjadi Ibu Kota Kerajaan yang terpenting di Wilayah Kalimantan Bagian Barat pada masa itu.
99
Kebesaran dan kehebatan dari segi tindakan dan pemikiran Sultan Muhammad Shafiyuddin II selama masa pemerintahannya tidak diragukan lagi sehingga mampu membangun masyarakat melayu Sambas dalam berbagai bidang kehidupan mulai bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan dan agama. 5.1.5 Keraton Alwatzikhoebillah sebagai Lambang Warisan Masyarakat Melayu Sambas dan Benda Cagar Budaya. Memang
tidak
dipungkiri
lagi
bahwa
Budaya
Keraton Awatzikhoebillah
merupakan salah satu peninggalan bersejarah dan menjadi warisan budaya masyarakat melayu sambas yang masih ada dan dapat kita saksikan sampai sekarang. Hal ini tentunya sangat menggembirakan karena bukti otentik sejarah tentang keberadaan Kesultanan Sambas yang terkenal pada masa lampau tidak punah dan lenyap begitu saja. Keberadaan situs Kerajaan Sambas dan benda-benda peninggalannya memang sudah tidak semuanya dapat kita temukan karena peredaran waktu yang sudah cukup lama dan tersebar ditempat berapa sehingga sukar ditemui, namun ada beberapa bukti sejarah yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan tersebut dan masih tersimpan dengan baik. Kenyataan ini dapat dilihat dari Petikan hasil wawancara tanggaldengan salah seorang Pengurus Keraton yaitu ibu Raden Kencana Dewi beliau menyatakan: ”Walaupun sudah sebagian besar dari situs-situs sejarah Kesultanan Sambas hilang dan lenyap serta musnah karena ditinggalkan begitu saja oleh pelakunya dan keturunannya ditambah lagi lamanya peredaran masa, namun masih ada beberapa situs dan peninggalan yang masih tersisa serta terjaga keberadaannya di dalam Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sampai saat ini” ( Petikan hasil wawancara tanggal 6 Maret 2011).
100
Warisan budaya ini menjadi bukti kejayaan masyarakat melayu Sambas pada masa lalu dan masa akan datang dan menjadi asset berharga daerah dan masyarakat yang mempunyai makna yang sangat tinggi
dan
tidak ternilai
harganya baik secara moral maupun material. Selain itu upaya pelestarian dan penjagaan asset tersebut mutlak dilakukan agar keberadaannya tetap terjaga sampai masa-masa mendatang Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke lapangan ditemukan bahwa Keraton Kesultanan Alwatzikhoebillah Sambas masih menyimpan beberapa barang pusaka kesultanan. Salah satu daya tarik wisata sejarah dari keraton Sambas adalah masih tersimpannya barang bersejarah peninggalan kesultanan yang masih dapat disaksikan masa sekarang ini. Kebanyakan wisatawan juga mengatakan berkunjung keraton karena ingin menyaksikan peninggalan bersejarah keraton. Berikut pernyataan Maman berasal dari Desa Simpang Empat Tangaran salah seorang wisatawan beliau menyatakan: “Tujuan saya datang berkunjung ke keraton bersama anak dan istri saya dalam rangka mengisi waktu luang dan refresing. Kebetulan anak dan istri saya belum pernah ke keraton dan mereka ingin berkunjung dan ingin tau lebih banyak tentang keraton Sambas dan segala benda-benda peninggalannya..”(Petikan hasil wawancara tanggal 5 Maret 2011) Berikut ini adalah beberapa barang-barang peninggalan berharga dan bersejarah Kesultanan Sambas yang masih terjaga dan tersimpan dengan baik di Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang masih dapat kita saksikan sampai sekarang antara lain: a.
7 (tujuh) buah meriam Lele
b.
2 (dua) buah pedang Nobat.
101
c.
Alas tempat duduk Sultan yang terbuat dari filan
d.
Payung ubur-ubur, Payung keemasan.
e.
Tombak cengguh, Tombak bertatah emas dan Keris.
f.
Tempat dian, Nekara dan Puan keemasan.
g.
Gendang nobat, Gong, Kromong, Serunai dan Nafiri.
h.
Kaca cermin hadiah dari pemerintahan kerajaan Inggris.
i.
Kaca cermin hadiah dari pemerintahan kerajaan Belanda.
j.
Tempat tidur peninggalan Sultan Muhammad Mulya Ibrahim.
k.
Seperangkat pakaian kebesaran acara tertentu dan resmi kerajaan.
l.
Lampu kuno yang terbuat dari bahan kaca dan tembaga.
m.
Seperangkat peralatan pendukung kesenian wayang kulit.
n.
Buku tulisan Sultan Muhammad Shafiyyuddin. II tentang Silsilah
raja-raja Sambas dan sejarah Kesultanan Sambas. o.
Guci Keramik Cina peninggalan Sultan Murhum Ali (Murhum
Anum) p.
Serta meja batu, bunga getar, puan yang biasa digunakan oleh
kerabat kerajaan untuk acara perkawinan. Benda-benda pusaka dan bersejarah ini adalah sebagian kecil dari bendabenda peninggalan kesultanan keraton Sambas yang tersisa
karena ketika
penjajahan Jepang berkuasa banyak benda-benda peninggalan sejarah keraton yang ambil dan rampas oleh pihak penjajah dan sampai sekarang tidak ketahui dimana keberadaannya.
102
Hasil wawancara dengan Ibu Serly selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas dijelaskan: ”Sebelumnya Keraton Alwatzikhoebillah hanyalah berupa benda peninggalan sejarah biasa sebagaimana benda peninggalan lainnya. Hal dikarenakan belum adanya suatu jaminan perlindungan tertulis secara hukum formal baik dari Negara maupun Pemerintah Kabupaten Sambas sendiri berupa peraturan pemerintah atau peraturan daerah. Namun sekarang ini suatu hal yang sangat membanggakan bagi masyarakat Sambas bahwa Keraton Alwatzikhoebillah dan Masjid Jami’ Sultan Shafiyyuddin. Sambas sebagai warisan budaya Melayu Sambas, telah dimasukkan ke dalam daftar asset nasional sebagai salah satu Benda Cagar Budaya yang ada di Kalimantan Barat berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata atas nama Jero Wacik tahun 2008. (Petikan hasil wawancara tanggal 6 Maret 2011) Mengenai ketentuan Hukum tersebut dapat dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM. 26/PW.007/MKP/2008 tentang Penetapan Istana Qodriyah Kesultanan Pontianak, Keraton Sambas, Keraton Kerajaan Landak, Keraton Mempawah, Masjid Jami’ Kesultanan Pontianak, Masjid Kesultanan Sambas, Masjid Jami’ Kerajaan Landak yang berlokasi di wilayah
Provinsi Kalimantan Barat sebagai benda cagar budaya, situs atau
kawasan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Berdasarkan peraturan perundangan-undangan dan surat keputusan tentang Penetapan Keraton Sambas sebagai Benda Cagar Budaya oleh Kementerian yang membidangi Cagar Budaya tersebut, maka akan lebih memberi kepastian hukum terhadap perlindungan hukum dan konservasi Benda Cagar Budaya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Dengan demikian keberlangsungan dan eksistensi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai benda warisan budaya Melayu
103
Sambas semakin kokoh dan terjamin serta terlindungi. Sekarang untuk lebih memperkuat status tersebut maka kerjasama dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten dan masyarakat Sambas mutlak diperlukan, karena tampa kerja sama yang baik asset nasional tersebut tidak akan berarti apa-apa. Keraton Sambas dari segi budaya juga mempunyai peninggalan nilai-nilai seni sosial budaya yang masih dapat masih dapat kita saksikan sekarang ini diantaranya lomba sampan bidar dan tari otar-otar. Hal ini diketahui dari petikan hasil wawancara dengan Bapak Juhendri, beliau menegaskan : ”Ada beberapa warisan nilai-nilai seni sosial budaya dalam masyarakat Sambas yang sangat erat kaitannya dengan Keraton Sambas diantaranya adalah lomba sampan bidar yaitu olah raga tradisional masyarakat Kabupaten Sambas ini sangat populer pada zaman kesultanan. Selain itu ada juga Otar-otar yaitu permainan yang dimainkan oleh para prajurit dalam istana”(Petikan hasil wawancara tanggal 18 Maret 2011 ) Tujuan dilaksanakannya lomba sampan bidar adalah dalam rangka mencari kesatria-kesatria tangguh sebagai pendayung bidar (kenderaan air Sulthan) karena di Sambas pada masa itu menggunakan air sebagai alat transportasi utamanya. Sedangkan kesenian otar-otar adalah kesenian yang dilakukan oleh para prajurit istana dalam mengisi kekosongan waktu, gerakangerakan yang ditampilkan menyerupai jurus-jurus silat. 5.1.6
Keraton dan Nilai-Nilai Sakral/Spiritual Masyarakat Sambas. Asal mula kerajaan Sambas berawal dari mulai zaman Animisme dan Dinamisme, kemudian masuk agama Hindu, serta masuknya ajaran Islam, maka terjadilah percampuran kepercayaan masyarakat dalam menyakini berbagai hal yang sakral berkaitan dengan adat, mistis, spiritual dan keyakinan/agama.
104
Hasil wawancara dengan seorang pemuka masyarakat Sambas yang sangat banyak mengetahui tentang sejarah dan adat istiadat, dan sosial budaya masyarakat Sambas yaitu bapak Sabirin, beliau menjelaskan” ”Walaupun sekarang masyarakat Melayu Sambas beragama Islam namun kepercayaan dan adat istiadat mereka yang telah lama mereka amalkan dari zaman nenek moyang dahulu masih banyak diyakini dan diamalkan. Ini dikarenakan hal tersebut sudah manjadi bagian dari budaya dan adat istiadat hidup mereka dan sukar untuk dipisahkan dan ditinggalkan. Ajaran Islam sangat melarang keras mencampurkan antara hal-hal yang mistis dengan hal-hal keagamaan karena dapat membawa kepada syirik, sebuah istilah pelanggaran keyakinan yang sangat berat karena menyekutukan Allah swt dengan kekuatan lain. Namun kenyataan di lapangan hal tersebut masih banyak terjadi. Salah satunya kepercayaan akan kesakralan keraton dengan segala benda yang berkaitan dengannya (Petikan hasil wawancara tanggal 17 Maret 2011). Masa sekarang ini memang sudah banyak masyarakat Sambas yang tidak lagi mengamalka ritual-ritual seperti mistis/spiritual namun masih banyak juga yang masih mempercayai dan mengamalkannya sekarang ini seperti sedekah laut, sedekah panen, mandi kembang, minta hajat ke makam keramat, kekeraton dan sebagainya. Berkenaan kesakralan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas, sebagian dari masyarakat Sambas masih mempercayai dan menyakini perwujudannya sekarang ini. Adanya keyakinan dan kepercayaan masyarakat Melayu sambas dan sekitarnya berkunjung ke keraton dengan tujuan berdoa dan mendapat berkat atau untuk keperluan hal-hal yang bersifat mistis, spiritual pada hari-hari tertentu. Ini terjadi karena sebagian masyarakat masih mempercayai bahwa keraton Sambas masih memiliki nilai-nilai sakral/spiritual sehingga apa yang dihajatkan, diharapkan atau dicita-citakan pada waktu-waktu tersebut akan terkabul. Kepercayaan sebagian masyarakat Sambas akan keramatnya sultan Sambas
105
semakin
menambah
kuat
nilai-nilai
kesakralan
terhadap
keraton
Alwatzikhoebillah dari dulu sampai sekarang. Berkenaan
dengan
nilai-nilai
sakral
ini
Bapak
Sabirin
dalam
wawancaranya menjelaskan sebagai berikut: “Sulit memang memisahkan kepercayaan dengan keyakinanan agama yang dianut oleh masyarakat Islam di Sambas berkaitan dengan Kesakralan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas, ini dikarenakan masih banyaknya prilaku/ritual mistis yang masih dilakukan dalam hal-hal tertentu. Sebagai contoh kepercayaan akan adanya penjaga ghaib Keraton yang di kenal dengan nama Bujang Danor. Jika akan mengadakan kegiatan di area Keraton harus lebih dahulu meminta izin dengan penjaga Ghaib ini dengan memberikan persembahan berupa sesaji pada salah satu sudut bendera di alun-alun Keraton. Jika tidak dilakukan dapat mengakibatkan acara tersebut akan gagal atau ditimpa bahaya/bala seperti kerasukan makhluk halus. Selain itu masih banyak masyarakat yang mempercayai juga benda keramat dan pusaka peninggalan Kesultanan Sambas berupa meriam keramat yang bernama Raden Ammas. Benda pusaka dan keramat ini dipecayai dapat mendatangkan kebaikan dan manfaat sehingga banyak masyarakat yang berdoa dan memanjatkan hajat, beminta berkat, memohon jodoh dan sebagainya kepada benda ini”. (Petikan hasil wawancara tanggal 17 Maret 2011). Berikut ini pernyataan salah seorang wisatawan lokal dengan nanama Hermawan tentang sakralitas keraton bahwa: Keraton Sambas memang sudah dari dahulu diyakini oleh masyarakat Sambas sebagai tempat sakral yang menyimpan kekuatan spiritual/magis atau mistis yang kadang-kadang susah diterima akal tergantung mereka yang menyakininya. Saya datang dengan hajat/bayar niat atas suatu hal. Mudah2an mendapat berkat. (Petikan wawancara tanggal 14 maret 2011) Hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan penjaga keraton diketahui banyak wisatawan yang datang ke keraton dari berbagai daerah di dalam wilayah dan luar Sambas yang datang dengan tujuan khusus seperti mendapatkan keberkatan, keselamatan, hajatan/niatan, panggilan spiritual, dan sebagainya. Caranya dengan berdoa maupun dengan menggunakan salah satu bagian dari
106
benda keramat sekitar keraton seperti meriam
kecil tujuh bersaudara yang
merupakan penjelmaan air kolam pemandian kerabat raja di bagian belakang maupun air di depan keraton Muare Ulakan yang diyakini mempunyai khasiat penyembuhan
atau untuk kepentingan-kepentingan lainnya
sesuai dengan
keperluan wisatawan masing-masing. Selain keraton makam Sultan Muhammad Shafiyyuddin. II juga merupakan lokasi yang sering dan banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah dengan maksud berziarah dan tujuan lainya. Menurut peneliti dari berbagai potensi baik fisik maupun nilai nilai sosial budaya yang ada adalah modal dasar untuk mengembangkan daya tarik wisata khususnya wisata sejarah di keraton Alwaszikhoebillah. Untuk itu perlu langkah strategis bagaimana mengelola dan mengemas potensi-potensi tersebut menjadi lebih menarik dan dapat ditawarkan kepada masyarakat luas. Sentuhan professional dan modernitas perlu diimpilentasikan untuk meningkatkan kualitas objek wisata ini. Untuk lebih memudahkan bagi wisatawan yang berkunjung sentuhan konsep modern dan lokal akan sangat mendukung pengelolaan potensipotensi yang ada. 5.2
Faktor-Faktor yang Mendorong Wisatawan Mengunjungi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas
Sesorang atau sekelompok orang mengadakan perjalanan wisata sudah pasti
disebabkan
oleh
adanya
faktor–faktor
yang
mendorong
atau
mempengaruhinya sehingga terjadilah kegiatan tersebut. Secara umum faktorfaktor pendorong tersebut dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam
107
diri sendiri (motif intrinsik) dan faktor lain yang berasal dari luar diri (motif ekstrinsik). Pitana (2005:60) menjelaskan motivasi seseorang melakukan perjalanan dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu sendiri (instrinsic motivation) dan faktor ekternal (exstrinsic motivation). Secara intrisik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri. Adapun motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul karena adanya faktor–faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga, dan situasi kerja, yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis dari perspektif fungsionalisme. Motivasi berwisata untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan harmoni di masyarakat, sehingga pariwisata dapat dipandang sebagai salah satu bentuk terapi sosial. Hal ini wajar terjadi karena banyaknya dan padatnya kegiatan yang dilakukan oleh sesorang setiap harinya, pasti akan menyebabkan kejenuhan
dan kelelahan secara fisik dan
psikologis. untuk mengatasi masalah tersebut berwisata merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dilakukan agar jasmani dan ruhani kembali sehat. Berdasarkan hasil observasi peneliti selama di lapangan dan wawancara dengan narasumber bahwa jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke keraton tidaklah tentu berapa jumlahnya secara pasti setiap harinya karena sepengetahuan peneliti hal ini tidak didokumentasikan. Tetapi berdasarkan pengamatan di lapangan beberapa waktu dan informasi dari narasumber dikatakan apabila dikalkulasikan berapa rata-rata jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke
108
keraton setiap harinya ia bisa mencapai 50 (lima puluh) orang. Di hari-hari tertentu bisa ratusan wisatawan karena mereka umumnya datang dengan rombongan. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat disimpulkan keberadaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai destinasi wisata sangat penting bagi masyarakat baik yang datang dari sekitar kota sambas maupun luar kota sambas. Berdasarkan informasi tersebut dapat dikatakan bahwa objek wisata sejarah keraton sambas ini cukup diminati oleh masyarakat atau wisatawan untuk datang berkunnjung. Ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan secara lebih baik. Berkaitan dengan penelitian upaya dan peran serta pemerintah kabupaten dan masyarakat dalam menjaga dan melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah sebagai daya tarik wisata sejarah di Kabupaten Sambas, salah satu pembahasannya adalah faktor-faktor yang mendorong wisatawan berkunjung ke Keraton juga berhubungan erat dengan kedua faktor umum tersebut yaitu faktor intrinsik (instrinsic motivation) dan faktor ekstrinsik (exstrinsic motivation). 5.2.1 Faktor Intrinsik (Instrinsic Motivation) Pitana (2005:60) menjelaskan motivasi seseorang melakukan perjalanan dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu sendiri (instrinsic motivation). Secara intrisik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow tentang hiraki kebutuhan dimulai dari kebutuhan fisikologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan perstis, dan kebutuhan akan aktualitas diri tetap dijadikan dasar untuk meneliti motivasi.
109
Hasil wawancara peneliti dengan responden diketahui faktor intrinsik yang mendorong wisatawan datang mengunjungi Keraton Alwatzikhoebillah sangat bervariasi mulai dari motif liburan, refresing, studi tour dan sebagainya. Secara umum faktor intrinsik yang mendorong wisatawan datang berkunjung ke Keraton Sambas dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Motivasi Intrinsik Wisatawan Mengunjungi Keraton Sambas No .
Motivasi Wisatawan
Jumlah
Persentase
1.
Berlibur/Refreshing
5
50
2.
Mengetahui Sejarah Kesultanan Sambas
1
10
3.
Menambah wawasan tentang keraton
2
20
4.
Ziarah
1
10
5.
Tujuan khusus spiritual/ Niat/hajat
1
20
Jumlah
10
100
(Sumber: Data 0lahan Peneliti 2011)
Tabel 5.1 memberi gambaran variasi mengenai faktor-faktor yang mendorong wisatawan datang ke destinasi wisata Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Sebanyak 5 responden atau 50% dari jumlah sampel dengan motif intrinsik yang mendorong mereka datang ke keraton adalah dalam rangka liburan atau refresing sekaligus ziarah disamping motif-motif intrinsik lainnya seperti
110
mengetahui Sejarah Kesultanan Sambas, menambah wawasan tentang keraton, ziarah dan tujuan khusus spiritual/ niat/hajat. Berikut petikan wawancara dengan salah seorang responden yaitu Maman berasal dari Desa Simpang Empat Tangaran beliau menyatakan: “Tujuan saya datang berkunjung ke keraton bersama anak dan istri saya dalam rangka mengisi waktu luang dan refresing. Kebetulan anak dan istri saya belum pernah ke keraton dan mereka ingin berkunjung dan ingin tau lebih banyak tentang keraton Sambas dan segala benda-benda peninggalannya..”(Petikan hasil wawancara tanggal 5 Maret 2011) Selain Maman, responden lain yang datang berkunjung ke keraton karena didorong oleh motif untuk berlibur, refreshing atau tamasya dapat kita lihat dari petikan wawancara berikut ini: Suprianto seorang wisatawan lokal yang berasal dari kota Pemangkat mengungkapkan maksud kunjungannya ke keraton: “Saya berkunjung ke keraton Sambas ini adalah untuk kali yang kedua. Sebelumnya saya juga pernah datang bersama-sama dengan teman-teman saya. Tujuan kami datang hanya untuk mencari kesenangan, bersantai dan mengisi waktu luang. Kali ini saya datang bersama dengan saudara saya yang sedang mengisi hari liburnya. kebetulan dia ingin sekali melihat dan masuk ke keraton Sambas ini. Sebelumnya dia hanya mendengar cerita dari orang lain tentang keraton.”(Petikan hasil wawancara tanggal 5 Maret 2011.) Senada dengan pernyataan itu seorang narasumber yang lain bernama Tino berasal dari kota Pontianak menyatakan maksud kunjungannya ke keraton yaitu: Maksud kedatangan saya bersama istri dan anak saya ke keraton adalah untuk bersantai-santai sambil menikmati keindahan dan panorama alam pemandangan dari depan keraton muare ulakan, apalagi pada waktu sore hari.kebetulan saya akan pulang ke Pontianak jadi saya menyempatkan waktu bersama-sama keluarga saya untuk singgah ke keraton Sambas ini. (Petikan hasil wawancara tanggal 7 Maret 2011.) Soekadijo mengolongkan motif seperti ini ke dalam motif rekreasi yaitu motif untuk kegiatan-kegiatan berupa olah raga, tamasya atau sekadar bersantai
111
menikmati hari libur (Soekadijo, 2000:38). MacIntosch (1986:61) menggolongkan motif ini ke dalam physical motivations/motivasi fisik yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis diantaranya untuk rekreasi, kesehatan, kenyamanan, dan berpartisipasi dalam kegiatan olah raga. Kemudian
motif
lain
yang
mendorong
berkunjung
ke Keraton
Alwatzikhoebillah Sambas adalah karena adanya keinginan untuk mengetahui sejarah Kesultanan Sambas secara langsung. Berikut petikan wawancara dengan Hendra mahasiswa AKPER Pontianak beliau menyatakan: “Saya datang ke Sambas nich bersama sahabat saya. Tujuan kami adalah selain untuk liburan juga ingin lebih mengetahui secara lebih dekat sejarah dan peninggalan sejarah Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang terkenal. Ini kali pertama saya berkunjung ke Keraton Sambas. Jadi saya tidak hanya tahu dari cerita orang lain tapi sudah pernah langsung datang berziarah di tempat bersejarah ini”.(Petikan hasil wawancara tanggal 6 Maret 2011) Hal senada juga diungkapkan oleh Kus Lesmono seorang wisatawan yang berasal dari Jakarta menyatakan: Saya berasal dari Jakarta dan saya baru tahu ternyata Sambas juga punya peninggalan sejarah berupa keraton/istana raja. Ini sangat beruntung sekali. Peninggalan ini jika dikelola, dipelihara dan dilestarikan dengan baik maka akan memajukan wisata sejarah sebagaimana di kota-kota besar lain di Indonesia. Saya datang karena saya ingin tahu dan melihat sendiri apa dan bagaimana peninggalan sejarah Kesultanan Sambas ini mumpung saya ke Kalimantan. Saya bangga dengan Sambas ternyata kebudayaannya tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia. (Petikan wawancara tanggal 14 Maret 2011 ) MacIntosh menggolongkan motif seperti ini ke dalam kelompok Cultural Motivations/motivasi budaya yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (monumen bersejarah) (MacIntosh 1986:61). Adapun Kaelani menyebutkan motivasi yang mendorong keberanian, tekad, dan keinginan orang-
112
orang yang mengadakan perjalanan antara lain seperti ini karena perasaan ingin tahu dan memperluas wawasan (Kaelani, 2004:29-32) Selanjutnya motif yang menjadi pendorong wisatawan datang berkunjung ke keraton disebabkan faktor hal yang bersifat dorongan ruhaniah atau kejiwaan atau suasana kebatinan sebagaimana yang dialami oleh bapak Syamli seorang muslim Muallaf yang datang dari Jakarta untuk berziarah menemui salah seorang pemuka agama di keraton Sambas dalam petikan berikut ini beliau menjelaskan bahwa: “Saya datang berkunjung ke Keraton Sambas ini disebabkan oleh suatu hal yang bersifat batiniah yang telah saya alami setahun yang ini. Bahwa saya beberapa kali bermimpi melihat saya bertemu dengan serombongan pasukan lengkap dan seorang Sultan yang simbol dan atribut kerajaanya sama dengan bentuk dan rupanya dengan Kesultanan Sambas. Kejadian terjadi ini sudah lama membuat hati saya tidak tenang serta gelisah ingin pulang ke tempat kelahiran saya. Saya berpikir mungkin ini adalah panggilan batin kepada saya kebetulan memang berasal dari Sambas karena itu saya memutuskan untuk pulang dan berziarah ke Keraton Sambas ini.(Petikan hasil wawancara 16 Maret 2011) Soekadijo mengolongkan motif seperti ini ke dalam motif spiritual dimana orang mengadakan perjalanan dengan tujuan untuk berziarah atau untuk keperluan keagamaan lainya. Wisata ziarah merupakan bagian dari aktivitas wisata (Soekadijo, 2000:38). 5.2.2 Faktor Ekstrinsik (Extrinsic Motivation) Selain faktor intrinsik faktor lain yang dapat memotivasi seseorang melakukan perjalanan dipengaruhi oleh faktor ekternal (exstrinsic motivation). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh faktor– faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga, dan situasi kerja, yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan
113
psikologis dari perspektif fungsionalisme (Pitana, 2005:60). Motivasi berwisata untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin ia dapat berfungsi untuk mengembalikan suasana harmoni di masyarakat, sehingga pariwisata dapat di pandang sebagai salah satu bentuk terapi sosial pada masa sekarang ini. Berdasarkan perspektif sosial–action theory, motivasi sangat penting karena melihat prilaku wisatawan secara individual di dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas. Itu merupakan faktor pendorong yang sangat kuat membuat banyak orang melakukan perjalanan wisata agar mendapatkan suasana baru. Hasil wawancara peneliti dengan responden diketahui faktor ekstrinsik yang mendorong wisatawan datang mengunjungi Keraton Alwatzikhoebillah juga bervariasi mulai dari motif studi tour/pendidikan, motif social bertemu dengan sahabat dan mencari suasana baru agar tidak terlalu tegang, penelitian dan sebagainya. Secara umum factor-faktor ekstrinsik yang menjadi pendorong wisatawan datang berkunjung ke Keraton Alwazikhoebillah Sambas dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Motivasi Ekstrinsik Wisatawan Mengunjungi Keraton Sambas No.
Motivasi Wisatawan
Jumlah
Persentase
1.
Studi tour/pendidikan
3
60
2.
Sosial
1
20
3.
Mencari suasana baru
1
20
114
Jumlah
5
100
(Sumber: Data 0lahan Peneliti 2011) Tabel 5.2 memberi gambaran mengenai faktor-faktor ekstrinsik yang ikut mendorong wisatawan datang ke destinasi wisata Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Sebanyak 3 responden atau 60% dari 5 jumlah sampel dengan motif ekstrinsik yang mendorong mereka datang ke keraton yaitu dalam rangka Studi tour/pendidikan sedangkan motif-motif ekstrinsik lainnya berupa motif sosial mencari suasana baru, menemani teman ikut keraton atau bertemu sahabat lama atau mengenang masa lalu dan sebagainya. Alasan wisatawan berkunjung ke Keraton Alwatzikhoebillah Sambas karena didorong oleh faktor ekstrinsik yang diantaranya adalah dalam rangka kegiatan untuk tujuan pendidikan yaitu studi tour yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Dasar, Menengah maupun Tinggi. Berikut petikan wawancara dengan salah seorang responden yang bernama Izul seorang peserta kelompok Studi Tour mahasiswa STKIP Jurusan Sejarah Pontianak beliau mengatakan: “Adapun tujuan saya dengan teman-teman sekampus datang keraton Sambas ini adalah dalam rangka melaksanakan program kampus yaitu Studi Tour ke Situs-situs sejarah yang ada di daerah yang salah satunya adalah Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Kegiatan ini adalah sebagai tindak lanjut dari kegiatan perkuliah di kampus yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa jurusan sejarah dan merupakan kegiatan rutin dari program mata kuliah. Untuk tahun ini kita datang dengan menggunakan 12 bis angkutan. Kegiatan ini akan memberi kami pengalaman langsung tentang situs-situs sejarah yang ada di daerah kita”(Petikan hasil wawancara tanggal 6 Maret 2011 ). Hal yang sama juga dinyatakan oleh seorang responden yang berasal dari Teluk Keramat namanya Muspendi beliau seorang tenaga pengajar di sebuah Madrasah Tsanawiyah menuturkan bahwa:
115
Kedatangan saya bersama dengan siswa-siswa madrasah ini adalah dalam rangka kegiatan sekolah yaitu studi tour. Kegiatan ini dilakukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan anak tentang sejarah khususnya sejarah lokal yang ada di daerah kita. Sehingga mereka tidak hanya tahu sejarah luar tetapi sejarah daerahnya juga daerahnya sendiri.”(Petikan hasil wawancara tanggal 24 Maret 2011 ). Yoeti menyatakan ada beberapa alasan yang paling menonjol mengapa
orang
melakukan wisata diantaranya karena motif pendidikan (Yoeti, 2006:179). Selain itu motif lainnya yang mendorong wisatawan datang berkunjung ke keraton karena berbagai hal diantaranya menemui teman atau sahabat, mengenang pengalaman masa lampau sebagaimana yang dilakukan oleh seorang wisatawan berikut ini. Berikut Petikan hasil wawancara dengan Bapak Mochtar Abdul Muin seorang pensiunan guru berasal dari Mempawah beliau mengatakan:
“Saya berasal dari sambas dan tinggal di sekitar daerah yang tidak jauh dari keraton. Ketika masa kecil dan dewasa saya sering berkunjung ke Keraton. Tapi ketika karena sudah pindah ke Mempawah maka pada waktu-waktu tertentu saya pulang ke Sambas dan selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi sekaligus berziarah ke Keraton karena akan mengingatkan saya kepada kenangan-kenangan indah masa lalu ketika masih bergumpul dengan para sahabat dan keluarga. Selain itu juga mengunjungi keraton juga mengingatkan kita dengan para penguasa kesultanan Sambas”(Petikan hasil wawancara tanggal 5 Maret 2011) MacIntosh menggolongkan
motif ini ke dalam kelompok motif yang
disebutnya dengan motif interpersonal/interpersonal motivations. Motivasi ini adalah motif
sifatnya sosial yang dapat diwujudkan dalam perilaku-perilaku
sosial seperti mengunjungi keluarga dan teman, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (nilai prestise), pelarian dari situasisituasi yang membosankan, dan seterusnya termasuk melakukan ziarah (MacIntosh, 1986:61)
116
Selanjutnya Prayitno seorang mahasiswa Akademi Perawat Universitas Muhammadiyah Pontianak berasal dari Tebas mengatakan: Saya datang bersama-sama dengan sahabat saya ke keraton karena menemani sahabat saya yang berasal dari kota Ketapang. Kebetulan hari libur mereka ingin sekali berziarah ke keraton dan meminta saya menjadi penunjuk jalan. Menurut saya kebetulan sekali saya orang saja belum pernah masuk keraton sambas kebetulan ada teman sekalian saja saya ke keraton dan mencari suasana baru/lain yang selama ini hanya berkutat dengan kegiatan kuliah dan praktek ke laboratorim setiap hari. (Petikan hasil wawancara tanggal 26 Maret 2011) Menurut MacIntosh (1986:61) motivasi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam motif Status and Prestige Motivations/motivasi karena fantasi, yaitu adanya fantasi bahwa daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan psikologi. Maksudya dengan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang ke tempat atau daerah lain akan memberikan nuansa dan perasaan baru kepada seseorang sehingga dia terbebas dari tekanan perasaan akibat kegiatan rutinitas dari pekerjaan. Berdasarkan analisis
disimpulkan bahwa motivasi wisatawan
berkunjung ke Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. 5.3
Upaya dan Peran Serta Pemerintah dan Masyarakat Sambas dalam Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Pariwisata sebagai sebuah industri perdagangan jasa kegiatannya tidak
dapat lepas dari keterkaitannya dengan peran serta pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kabupaten. Ini disebabkan setiap kegiatan pariwisata pasti melibatkan pemerintah sebagai pihak penguasa setempat
117
karena keterlibatan dan peran serta pemerintah merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. 5.3.1 Upaya dan Peran Serta Pemerintah dalam Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009
Tentang Kepariwisataan Bab VII tentang Hak, Kewajiban, Dan Larangan, pada bagian Kesatu
mengenai Hak
yaitu Pasal 18 dijelaskan bahwa Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dijelaskan lagi pada bagian Kedua mengenai kewajiban yaitu Pasal 23 bahwa : (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban: a. Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta
keamanan dan keselamatan kepada wisatawan; b. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata
yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum; c. Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang
menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; dan d. Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka
mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.
118
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan undang-undang tersebut jelaslah terlihat tanggung jawab dan kewajiban pemerintah/pemerintah daerah dalam hal ini adalah pemerintah kabupaten
mempunyai
peran
yang
besar
dalam
mengatur,
mengelola,
mengusahakan, menjaga dan memelihara kelestarian asset nasional yang telah menjadi
daya tarik wisata maupun aset yang belum tergali potensinya dan
mengawasinya sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam pasal 23 ayat 1 poin c.dan d. Kemudian dalam Undang-Undang No.5 tahun 1992 dalam BAB V mengenai Pengelolaan pasal 18 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa “Pengelolaan Benda Cagar Budaya dan Situs adalah tanggung jawab pemerintah, dan Masyarakat, Kelompok atau Perorangan berperan serta dalam pengelolaan benda cagar budaya dan situs”. Artinya baik pemerintah maupun masyarakat dapat sama-sama berperan serta dalam upaya pengelolaan benda cagar budaya. Kaitannya dengan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah bahwa baik Pemerintah Kabupaten
Sambas pun
masyarakatnya dapat bersama bekerja sama untuk mengusahakan pengelolaan, pemeliharaan dan pelestarian Keraton Sambas sebagai benda cagar budaya. Selanjutnya dijelaskan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dalam BAB II mengenai Tujuan dan Ruang Lingkup bahwa
119
“Perlindungan Benda Cagar Budaya dan Situs bertujuan melestarikannya dan memanfaatkannya untuk memajukan Kebudayaan nasional”. Undang-Undang yang baru tentang Cagar Budaya dalam BAB II tentang Asas, Tujuan Dan Ruang Lingkup pasal 3 dinyatakan bahwa “Pelestarian Cagar Budaya bertujuan: melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; meningkatkan harkat dan martabat manusia melalui Cagar Budaya; memperkuat kepribadian bangsa; meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepasa masyarakat internasional”. Ini berarti perlindungan Benda Cagar Budaya dan Situs adalah dalam rangka menjaga dan melindungi asset Nasional berupa benda warisan budaya yang nantinya bermanfaat bagi pengembangan dan memperkuat serta memajukan kebudayaan Nasional yang akarnya berasal dari kebudayaan daerah di Nusantara. Salah satu unsur dari kebudayaan nasional tersebut adalah kebudayaan masyarakat Melayu Sambas. 5.3.1.1 Upaya Pemerintah dalam Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Menurut hasil wawancara dari Kepala Bidang Keuangan Pemerintah Kabupaten Sambas Bapak Rasyidi dijelaskan bahwa upaya pemeliharaan dan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas telah berlangsung sangat lama. Berikut petikan
hasil wawancara dengan
bapak Rasyidi beliau
menjelaskan: “Berbicara tentang pemeliharaan dan pelestarian keraton sambas sebagai objek wisata berarti kita membicarakan tentang upaya apa saja yang dapat kita lakukan agar warisan dan nilai budaya kita tetap ada dan dapat dinikmati dan diwarisi oleh generasi jaman berikutnya. Usaha penjagaan dan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas telah berlangsung sangat lama
120
bahkan sejak jaman penjajahan dan sampai berakhirnya kekuasaan pemerintahan Kesultanan Sambas hingga sekarang”.(Petikan hasil wawancara tanggal 11 Maret 2011) Upaya pemeliharaan dan pelestarian pada masa awal sifatnya masih sangat sederhana hanya berupa penjagaan dan pemeliharaan seadanya dari pihak keluarga keraton. Hal ini dikarenakan kebesaran keraton sudah mulai pudar, tidak seperti masa-masa jaya sebelumnya dikarenakan terbatasnya dana yang ada serta belum ada campur tangan pihak lain termasuk sendiri maupun pihak lainnya. Pemerintah Kabupaten Sambas baru mulai membuat anggaran biaya operasional pemeliharaan keraton yang jelas sejak tahun 2004. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tahun-tahun sebelumnya Pemerintah Kabupaten Sambas masih belum mengalokasikan dana anggaran untuk upaya pemeliharaan dan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Kemudian 3 (tiga) tahun berikutnya yaitu
pada tahun 2007 tidak di
peroleh data berapa anggaran Pemerintah Kabupaten Sambas untuk anggaran biaya operasional pemeliharaan Keraton Sambas. Hal ini dikarena musibah kebakaran yang menimpa kantor Pemerintah Kabupaten Sambas yang lama. Kejadian musibah itu telah menyebabkan Pemerintah Kabupaten Sambas mengalami kerugian material yang jumlah mencapai milyaran juta rupiah. Selain itu ia juga menyebabkan hilangnya arsip-arsip daerah dan hampir seluruh data arsip-arsip daerah musnah dan tidak dapat diselamatkan termasuk data anggaran biaya operasional pemeliharaan Keraton Sambas. Berdasarkan perolehan informasi dan data yang didapat dari beberapa sumber diketahui besarnya kontribusi dana yang dianggarkan oleh Pemerintah
121
Kabupaten
Sambas
untuk
biaya
operasional
pemeliharaan
Keraton
Alwatzikhoebillah Sambas besarnya lebih kurang Rp 100.000.000 per tahunnya. Salah seorang narasumber tersebut seorang adalah Bapak Aspian. Berikut petikan wawancara dengan bapak Aspian selaku Kepala Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Sambas mengatakan: “Untuk membantu pihak keraton sambas dalam membiayai upaya pemeliharaan dan perawatan keraton, pemerintah kabupaten menganggarkan dana sebesar kurang lebih Rp 100.000.000. per tahunnya. Walaupun tidak begitu besar namun diharapkan bantuan dana tersebut dapat membantu pihak keraton dalam membantu biaya perawatan dan pemeliharaan keraton. Pihak Dinas Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sambas hanya bersifat membantu dalam hak yang berssifat non fisik seperti fasilitasi program bantuan pemeliharan. Selain itu pemerintah propinsi juga pernah membantu upaya konservasi keraton”.(Petikan hasil wawancara tanggal 11 Maret 2011) Apabila ditelusuri lebih jauh ternyata ini adalah anggaran pembiayaan pemeliharaan sesuai dengan ajuan anggaran yang pernah disusun dan diajukan oleh Pangeran Ratu Winata Kesuma mewakili pihak Keraton Alwatzikhobillah Sambas kepada pihak Pemerintah Kabupaten Sambas sejak tahun 2004. Keterlibatan Pemerintah Kabupaten Sambas dalam upaya melestarikan Benda Cagar Budaya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dilakukankan melalui peran aktif Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan Dinas Sosial, Kesejahteraan Rakyat dan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sambas. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan bahwa Pemerintah Kabupaten
dalam
upaya
melestarikan
benda
cagar
budaya
Keraton
Alwatzikhoebillah Sambas dilakukan dengan cara membuat rancangan anggaran biaya
operasional dan mengalokasikan dana daerah setiap tahunnya untuk
122
keperluan tersebut. Ini dapat dilihat dari petikan wawancara dengan Bapak Urai Safari beliau menegaskan “Bahwa dalam upaya melestarikan keraton pihak pemerintah kabupaten sambas melalui dinas pemuda, olah raga, kebudayaan dan pariwisata telah membuat rencana dana anggaran pemeliharaan dan pengelolaan keraton selama beberapa tahun ini yang meliputi biaya pembangunan makam, operasional, dan biaya penyelenggaraan Festival Keraton Nusantara. Langkah ini sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab pemerintah kabupaten sebagai pemilik asset warisan budaya daerah di kabupaten Sambas”(Petikan hasil wawancara tanggal 11 Maret 2011) Upaya ini sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Keraton Alwatzikhoebillah sebagai salah satu benda cagar budaya. Selain itu langkah ini merupakan tindak lanjut dari implementasi kewajiban Pemerintah Kabupaten Sambas sebagai pihak pemilik asset nasional
sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Rancangan anggaran biaya operasional tersebut secara umum dapat di bedakan menjadi tiga program macam yaitu: a. Dana operasional pembangunan dan perawatan Makam Keturunan
Raja-raja Sambas yaitu dana yang digunakan untuk keperluan pembangunan dan renovasi terhadap makam-makam yang sudah mulai rusak karena masa dan pembangunan terhadap makam-makam keturunan raja yang masih belum di bangun. b. Dana operasional perawatan Keraton Alwatzikhoebillah
Sambas
yaitu dana yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan serta operasional lainnya seperti biaya beban tagihan listrik, telepon, kebersihan halaman keraton dan lain-lain
123
c. Dana penyelengaraan Festival
Keraton Nusantara (FKN) yaitu
dana yang digunakan untuk menyelenggarakan atau mengikuti kegiatan Festival Keraton Nusantara selama 2 (dua) tahun sekali. Besarnya anggaran biaya yang disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten untuk masing-masing program tersebut berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya kegiatan yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan dan pemanfaatan dana ini juga melibatkan pihak lain seperti konsultan. Berikut ini Petikan hasil wawancara tanggaldengan Bapak Urai Sapari tentang alokasi dan pemanfaatan dana anggaran pemerintah kabupaten beliau menjelaskan: “Bahwa alokasi dana perawatan dan pemeliharaan yang dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas untuk biaya pemeliharaan dan perawatan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas bervariasi jumlahnya pertahunnya. Perbedaan jumlah ini karena ada kegiatan yang tidak dilakukan setiap tahunnya jadi jumlah dana disesuaikan dengan kebutuhan secara umum dan kemampuan bidang keuangan juga berapa besar dana yang bisa dianggarkan untuk keperluan tersebut. Selain itu dalam pemanfaatannya dilakukan melalui prosedur pengajuan proposal anggaran biaya yang berisi untuk apa saja dana akan dipergunakan sesuai dengan panduan jasa konsultan. Setelah disetujui oleh pemerintah kabupaten barulah dana anggaran tersebut dapat dicairkan untuk pemanfaatan perawatan dan pemeliharaan keraton (Petikan hasil wawancara tanggal 11 Maret 2011) Besarnya alokasi dana bantuan Pemerintah Kabupaten Sambas yang telah dianggarkan terhadap upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas selama 4 (empat) periode terakhir sejak dari tahun anggaran 2008 sampai 2011. (Lihat Tabel 5.2) Tahun 2008 pemerintah Kabupaten Sambas telah mengalokasikan dana untuk pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dengan total dana anggaran sebesar
Rp 250.000.000 untuk tiga pos pembiayaan yaitu perawatan makam,
operasional dan festival keraton. Anggaran terbesar diarahkan pada pos kegiatan
124
festival karena merupakan salah ajang promosi keraton ke seluruh nusantara. Kemudian tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Sambas mengalokasikan dana untuk pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dengan total dana anggaran sebesar Rp 250.000.000. Tahun ini pemerintahkan memberikan alokasi dana yang berimbang karena hanya ada dua pos pembiayaan yaitu perawatan makam dan operasional.
Kemudian
tahun
2010
Pemerintah
Kabupaten
Sambas
mengalokasikan dana untuk pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dengan total dana anggaran lebih besar dari sebelumnya sebesar Rp 420.000.000 untuk tiga pos pembiayaan yaitu perawatan makam, operasional dan festival keraton. Tahun ini anggaran lebih besar diarahkan kepada dua pos utama yaitu upaya perawatan dan pembangunan makam yang memang perlu pembenahan lebih baik, serta kegiatan festival keraton senusantara. Selanjutnya tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Sambas mengalokasikan dana untuk pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dengan total dana anggaran sebesar
Rp 275.000.000 untuk dua pos pembiayaan yaitu perawatan
makam dan operasional. Anggaran lebih besar masih diarahkan pada upaya pembenahan perawatan dan pembangunan makam keturunan Raja-raja Sambas. Berdasarkan
data Tabel 5.3 diketahui bahwa pemerintah Kabupaten
Sambas sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan telah berusaha untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam usaha melestarikan benda cagar budaya. Caranya dengan mengalokasikan dana anggaran untuk pemeliharaan dan perawatan Keraton Sambas sesuai dengan kemampuan anggaran biaya belanja daerah yang ada. Ini salah satu bentuk
125
kepedulian Pemerintah Kabupaten Sambas dalam upaya melestarikan asset nasional dan warisan budaya daerah. Ini sesuai dengan tugas pemerintah dan/atau pemerintah daerah dan pendanaan benda cagar budaya sebagaimana disebutkan dalam BAB VIII bagian kesatu pasal 95 ayat 2 poin (i) dan BAB IX pasal 98 ayat 1dan 2 poin (b) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai tugas..(i) mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya dan (1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat; (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) berasal dari (poin b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang narasumber dari Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas yaitu bapak Juhendri diketahui bahwa upaya lain yang dilakukan Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata dalam membantu pelestarian Keraton adalah ikut berpartisipasi langsung dalam berbagai kegiatan event dan promosi pariwisata salah satunya adalah kegiatan event dan promosi pariwisata Visit Kalimantan Barat 2011 yang berlangsung di Batam baru-baru ini. Berikut Petikan hasil wawancara dengan bapak Juhendri beliau mengatakan: “Salah satu usaha untuk memperomosikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas adalah dengan ikut serta dalam promosi pariwisata Visit Kalimantan Barat 2011 di pulau Batam. Dengan begitu kita dapat memperperkenalkan destinasi daerah secara lebih luas”(Petikan hasil wawancara tanggal 25 Maret 2011).
126
Tujuan kegiatan ini membantu memperkenalkan potensi-potensi pariwisata yang ada Kalimantan Barat ke berbagai provinsi lain di Indonesia. Pemerintah Kabupaten Sambas sebagai salah satu bagian yang andil dari kegiatan promosi wisata Kalimantan Barat telah menjadikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai salah destinasi wisata unggulan
di Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat. Berkaitan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sambas sebagai penguasa setempat sangat diharapkan peran sertanya demi menjaga dan menjamin berlangsungan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai asset daerah. Pemerintah Kabupaten dapat mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) untuk kepentingan pelestarian objek dan kawasan dengan memperhatikan aspirasi berbagai pihak dan dalam upaya meningkatkan dunia kepariwisataan kota dengan memanfaatkan sumber daya budaya yang dimiliki yang pada akhirnya nanti akan berimbas kepada peningkatan pendapatan asli daerah masyarakat Kota Sambas. Namun kenyataannya sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Sambas masih belum merumuskan suatu peraturan perundang-undangan daerah/Perda yang terkait dengan pengaturan dan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dalam memperkuat status hukumnya sebagai salah satu benda cagar budaya yang harus dijaga dan dipelihara serta dirawat agar keberadaanya mempunyai efek panjang, tidak hanya untuk masyarakat generasi sekarang namun juga untuk datang. Hal ini dapat disimak dari petikan wawancara dengan Ibu Serli berikut ini: “Sepengetahuan saya selama bekerja di Dinas ini, baik ketika masih menjabat ketua bidang pariwisata maupun ketua bidang kebudayaan sekarang
127
ini, sahya masih belum melihat dan mendengar bahwa Pemerintah kabupaten membuat peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah yang berkaitan dengan status hukum Keraton Alwatzikhoebillah Sambas yang ada yaitu Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM. 26/PW.007/MKP/2008 tentang penetapan Keraton Sambas yang berlokasi di wilayah provinsi Kalimantan Barat sebagai benda cagar budaya, situs atau kawasan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya”.(Petikan hasil wawancara tanggal 18 Maret 2011). 5.3.1.2 Upaya Pemugaran Terhadap Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Menurut jenisnya benda cagar budaya dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Sedangkan menurut sifatnya dibedakan menjadi benda living monument dan dead monument. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti maka keberadaan Keraton Kesultanan Sambas dari segi jenisnya dapat dikategorikan sebagai benda cagar budaya tidak bergerak dalam bentuk bangunan peninggalan budaya sedangkan dari segi sifatnya Keraton
Tabel 5.3 Alokasi Dana Anggaran Perawatan dan Pemeliharaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas Kabupaten Sambas tahun 2008-2011 No .
Program
Tahun Anggaran
Total Dana
2008
Rp 250.000.000.
a. Pembangunan dan
1.
Pemeliharaan Makam Keturunan Raja-Raja Sambas b. Operasional Perawatan Keraton c. Penyelengaraan Festival Keraton Nusantara (FKN)
128
a. Pembangunan dan
2.
Pemeliharaan Makam Keturunan Raja-Raja Sambas b. Operasional Perawatan Keraton
2009
Rp 250.000.000.
2010
Rp 420.000.000.
2011
Rp 275.000.000.
a. Pembangunan dan
3.
Pemeliharaan Makam Keturunan Raja-Raja Sambas b. Operasional Perawatan Keraton c. Penyelengaraan Festival Keraton Nusantara (FKN) a. Pembangunan dan
4.
Pemeliharaan Makam Keturunan Raja-Raja Sambas b. Operasional Perawatan Keraton
(Sumber: Bidang Keuangan Pemerintah Kabupaten Sambas )
Kesultanan Alwatzikhobillah Sambas dapat dikategorikan sebagai living monument. Salah satu usaha pemeliharaan (konservasi) dan perlindungan terhadap benda cagar budaya adalah dengan cara melakukan pemugaran terhadap benda cagar budaya. Maksud pemugaran adalah upaya yang dilakukan untuk mengembalikan bangunan sama seperti kondisinya semula dengan tidak mengubah bentuk aslinya. Pemugaran terhadap bangunan kuno dan sejarah bertujuan untuk :
129
1.
Melestarikan keutuhan sebuah bangunan sebagai monumen
sekaligus data sejarah. 2.
Menyelamatkan warisan budaya bangsa.
3.
Mengembangkan dan merangsang kembali gairah kebudayaan
tradisional guna menjadi sumber inspirasi dan daya cipta kehidupan dan sekaligus menjadi tumpuan kesadaran kesatuan serta ketahanan nasional yang mantap dalam rangka memupuk, membina dan mengembangkan kepribadian bangsa. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang narasumber dan data yang diperolehnya dari dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Barat diketahui bahwa Keraton Kesultanan Alwatzikhoebillah pernah dipugar tahun 1983 sampai tahun 1986 oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sebelum pemugaran dimulai studi kelayakan telah dilakukan proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Kalimantan Barat di lokasi Keraton Sambas. Pelaksanaan pemugaran komplek Keraton Sambas meliputi pembersihan lokasi lokasi, pembangunan walkstreet, penertiban letak benda peninggalan keraton
pada tempat aslinya, pembuatan tempat parkir depan keraton,
pembebasan rumah atau lahan, pemugaran bangunan keraton pada bagian site museum, pengadaan fasilitas air dan penerangan, pemagaran/zoning atas lokasi keraton, delineasi /penentuan batas fisik pengembangan taman/gardening jalan setapak untuk istana dan pemugaran tiang bendera keraton (Muslimah, 2005:90).
130
Berangkat dari analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Sambas sudah berupaya terlibat dalam upaya program pelestarian
benda cagar budaya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Upaya
tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut Pemerintah Kabupaten atas dan tanggung kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai penguasa daerah. Selain itu melaksanakan tuntutan dari undang-undang juga menjadi faktor lain yang mendukung pemerintah kabupaten agar peduli dan berperan dalam melindungi dan melestarikan benda bersejarah di dalam wilayah kekuasaannya. Namun keterlibatan Pemerintah Kabupaten ini belum menunjukkan tanda yang serius dan sepenuhnya terlibat langsung. Ini dikarenakan penguasa penuh pengelola keraton Sambas masih berada ada pada pewaris langsung keraton, sehingga pemerintah kabupaten di sini hanya berperan sebagai penyandang dana atau donator tetap keraton. Urusan selebihnya diserahkan kepada pihak keraton untuk mengelola dan mengurusnya. Kenyataan ini tidak berarti Pemerintah Kabupaten lepas tangan terhadap upaya pelestarian keraton hanya karena kondisi dan kenyataan lapangan yang membuat pihak pemerintah mengambil langkah demikian. Rendahnya kemampuan Pemerintah Kabupaten dalam hal finansial adalah masalah krusial dalam hal pendanaan upaya pelestarian keraton Sambas. Hal ini sangat disadari oleh pihak Pemerintah Kabupaten Sambas sebagai salah satu sisi kekurangan. 5.3.2 Upaya dan Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas.
131
Masyarakat sebagai wadah dari orang-orang di suatu tempat mempunyai peran penting dalam segala hal yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat bagi semua orang yang berada di dalam naungannya. Selain itu masyarakat juga menjadi alat kontrol langsung terhadap berbagai tindakan atau prilaku dalam berinteraksi dengan sesama anggotanya. Hal tersebut wajar karena masyarakat merupakan bagian utama dalam sistem kehidupan sosial manusia. Berkaitan dengan penelitian ini terlihat jelas masyarakat Sambas sebagai lingkungan dan wadah destinasi wisata itu berada, memegang peran penting dalam usaha pemeliharaan dan perlindungan destinasi wisata tersebut. Secara khusus yang dimaksud adalah Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai suatu benda cagar budaya dan destinasi wisata sejarah yang berada di lingkungan Kabupaten Sambas. Hal ini dikarenakan masyarakat Sambas inilah yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan upaya-upaya pelestarian dan penjagaan asset budaya daerah/nasional tersebut. Peran serta masyarakat ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam pasal 41 dan pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya yang berbunyi: Pasal 41 . (1) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan terhadap pengelolaan
benda cagar budaya. (2) Pembinaan pengelolaan
meliputi:
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
132
a.
cagar
Pembinaan terhadap pemilik atau yang menguasai benda budaya
berkenaan
dengan
tata
cara
perlindungan,
pemeliharaan dan pemanfaatannya. b.
Pembinaan peran serta mayarakat dalam upaya pelestarian. (3) Pembinaan dapat dilakukan melalui;
a.
Bimbingan dan penyuluhan
b.
Pemberian bantuan tenaga ahli atau bentuk lainnya
c.
Peningkatan peran serta masyarakat (4) K etentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengelolaan benda cagar
cagar budaya diatur oleh menteri. Pasal 42 (1) Peran serta dalam pelestarian atau pengelolaan benda cagar budaya
dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, yayasan, perhimpunan, perkumpulan atau badan lain yang sejenis. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa penyuluhan, seminar, pengumpulan dana, dan kegiatan lain dalam upaya perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya. Berkaitan dengan penelitian ini yang dimaksud dengan masyarakat adalah keluarga keraton beserta kaum kerabatnya itu sendiri yang tinggal dalam maupun diluar lingkungan keraton Sambas, masyarakat yang tinggal di sekitar keraton, serta masyarakat yang datang berkunjung ke keraton baik yang berasal dari dalam maupun luar kabupaten Sambas.
133
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan salah seorang narasumber diperoleh informasi bahwa bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pemeliharaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas diantaranya adalah adanya juru kunci keraton berjumlah 5 orang yang secara bergantian melayani wisatawan yang berkunjung sesuai jadwal tugasnya, juru pelihara makam-makam sultan terdiri 4 orang, seorang juru parkir serta telah dibentuknya Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas beserta pengurus harian pengelola keraton. Masa Pangeran Ratu Winata Kesuma upaya pihak keraton untuk lebih mengelola keraton dengan lebih baik dan terorganisir mulai dilaksanakan. Ini dilakukan setelah sekian lama tenggelam semenjak berakhirnya kekuasaan Sultan terakhir jaman penjajahan Jepang. Kejadian itu mulai sejak diundangnya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas untuk mengikuti Festival Keraton Senusantara di Solo tahun 1995 M. Pangeran Ratu mulai perlahan-lahan membenahi istana, perlangkapan dan perangkat adat istiadat Keraton yang sudah rusak karena peredaran masa untuk dibawa
dan dipertunjukkan dalam Festival Keraton
Nusantara 1 di Solo. Tujuan
pangeran ratu mengikuti Festival Keraton Nusantara adalah
memperkenalkan kembali sisa-sisa peninggalan Kesultanan Sambas yang masih eksis dan pernah jaya pada masanya dahulu. Selanjutnya tahun 1997 Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai salah satu anggota Forum Komunikasi Keraton Nusantara sekali lagi Keraton Sambas di undang untuk mengikuti
134
Festival Keraton Nusantara II di Cirebon Jawa Barat. Sejak itulah keberadaan Keraton Sambas semakin dikenal oleh Raja-raja di Nusantara. Sejak Raden Winata Kesuma dinobatkannya sebagai Pangeran Ratu Keraton Sambas. Beliau bertekad menjadikan keraton sebagai Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai pusat kebudayaan Melayu Sambas
dan
menjadikan kawasan Keraton Alwatzikhoebillah sebagai objek wisata. Untuk mewujudkan cita-citanya maka dibentuk Sekretariat Keraton yang berfungsi untuk mengatur segala administrasi keraton dan segala urusannya. Lokasinya di dalam lingkungan itu sendiri. Kemudian dibentuk juga Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas beserta susunan kepengurusannya untuk melengkapi struktur organisasi Keraton Sambas. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Urai Riza Fahmi diperoleh informasi mengenai
Susunan Kepengurusan Majlis Adat Istiadat Istana
Alwatzikhoebillah Sambas. Namun terjadinya pergantian posisi Pangeran Ratu maka Susunan Kepengurusan Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas juga mengalami perubahan. Adapun Susunan Kepengurusan Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas yang baru adalah sebagai berikut: Pelindung dan Penanggung Jawab :
Pangeran Ratu Muhammad Tarhan
Kepala Sekretariat
:
Urai Riza Fahmi, S.Pd.
Bendahara
:
Endang Srimuningsih
Bidang Humas
:
Urai Soukat
Bidang Seni Budaya
:
Urai Budi Hidayat,
Bidang Pelestarian Budaya
:
Urai M. Simi
135
Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas Ketua
:
Pangeran Ratu Muhammad Tarhan
Anggota
:
Raden Kencana Dewi Urai Burhanuddin, S.sos Urai Baruddin Idris Urai Riza Fahmi
Berikut petikan wawancara dengan bapak Urai Riza Fahmi sebagai salah satu kerabat sekaligus pengurus dan anggota Majlis Adat Keraton tentang Susunan Kepengurusan Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas beliau menegaskan: “Semenjak Raden Winata Kesuma menjadi pangeran ratu di Keraton Alwatzikhoebillah Sambas banyak hal positip yang lakukannya berkaitan dengan pembenahan keadaan keraton salah satunya pembentukan Susunan Kepengurusan Majlis Adat Istiadat Istana Alwatzikhoebillah Sambas. Majlis ini bertugas sebagai forum pengelolaan dan mengembangkan program-program yang bermanfaat untuk memperkenalkan dan melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Sebelumnya jumlah kepengurusan majlis adat berjumlah 14 orang dengan Pangeran Ratu sendiri sebagai pelindung dan penanggung jawa serta ketua. Setelah. Pangeran Ratu wafat maka kepengurusan majlis adat dirubah dan beberapa anggotanya diganti karena beberapa diantaranya ada yang meninggal dunia. Kepengurusan baru ini jumlah anggotanya hanya 9 orang pengurus dengan Raden Muhammad Tarhan sebagai pelindung dan penanggung jawab sekaligus ketua”.(Petikan hasil wawancara tanggal 10 Maret 2011) Pembentukan kepengurusan harian dan lembaga adat ini merupakan hal positif dalam upaya penjagaan dan pemeliharaan serta pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah.
Terkoordinirnya
segala
kegiatan
pengelolaan
keraton
membawa dampak positip terhadap kondisi keraton itu sendiri, keadaan keraton baik lingkungan internal maupun eksternal menjadi semakin terawat, bersih dan terpelihara.
136
Pangeran Ratu Winata Kesuma dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang penguasa keraton di Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak sama dengan tugas pemerintahan sultan-sultan sebelumnya. Masa pemerintahannya Keraton Alwatzikhoebillah Sambas tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan namun berfungsi sebagai pusat budaya dan wisata. Tugas Pangeran Ratu Winata Kesuma adalah bagaimana upaya melestarikan budaya leluhurnya sekaligus melestarikan keberadaan Keraton Sambas Alwatzikhoebillah tetap eksis pada masa-masa akan datang sebagai bukti sejarah dan warisan budaya Melayu Sambas. Upaya untuk melestarikan keraton dan menjadikannya sebagai pusat budaya dan wisata maka pangeran Ratu Winata Kesuma membuat beberapa program sebagai berikut: 1. Membenahi organisasi di Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. 2. Mengadakan rehab dan pembangunan fisik di lingkungan komplek
Keraton 3. Pembenahan pemeliharaan dan penjagaan makam-makam sultan
yang sebelumnya masih tidak teratur dan terpelihara. 4. Melengkapi segala perangkat-perangkat yang berkaitan dengan
administrasi dan dokumentasi keraton. 5. Melengkapi segala perangkat yang
berkaitan dengan kebiasaan
adat istiadat keraton. 6. Memperomosikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas ke seluruh
nusantara termasuk ke Semenjung Malaysia dan Brunai Darussalam.
137
7. Pembuatan buku yang berisi tentang
sejarah Kerajaan Sambas,
VCD dan Silsilah tentang Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. 8. Melakukan pembangunan Water front sebagai tempat peranginan
dan bersantai
sepanjang beberapa meter di tepian sungai Muare
Ulakan. 9. Menjadikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai tempat
Musyawarah Pimpinan Daerah yang ke 6 (enam). 10. Memperkenalkan Lomba Sampan Tradisional/Bidar Race
Hal yang paling menonjol dilakukan oleh pangeran dari program-program di atas adalah upaya memperkenalkan Lomba Sampan Tradisional/Bidar Race yang tidak hanya kepada masyarakat di kabupaten Sambas tetapi juga sampai ke Labuan dan Sarawak Regatta Kucing. Sejak itu acara perlombaan sampan Bidar menjadi
agenda
keraton
setiap
tahun.
Hasilnya
berkat
keuletan
dan
ketangkasannya serta berbekal keyakinan yang kuat para pendayung sampan dari Sambas telah beberapa kali menjuarai perlombaan sampan tradisional tersebut. Melanjutkan kegiatan lomba sampan bidar pada tahun 2002 bekerja sama dengan Lembaga Adat Melayu Serantau yang waktu itu diketuai oleh H. Mawardi Rivai mengadakan Events Lomba Sampan Bidar yang diikuti oleh negara Malaysia (Serawak, Labuan dan Sabah), Brunai Darussalam, Thailand, Matan, Sekadau, Riau, Kesultanan Pontianak, Penembahan Mempawah, Sanggau, Sintang dan Landak. Sepeninggal Pangeran Ratu Winata Kesuma posisi sebagai Pangeran Ratu digantikan oleh anaknya yang bernama Muhammad Tarhan sebagai pewaris
138
tunggal tahta Kesultanan Sambas. Namun berhubung keadaan usia yang masih sangat muda yaitu 12 tahun dan belum mampu memikul tanggung jawab serta melaksanakan tugasnya sebagai seorang Pangeran Ratu maka segala hal yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan pengelolaan keadaan kepengurusan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas seluruhnya diserahkan kepada Majlis Adat Istiadat
Istana
Alwatzikhoebillah
sebagai
pemangku
sementara
untuk
menjalankannya. Ini berlangsung sampai Pangeran Ratu Muhammad Tarhan siap untuk menempati posisinya sebagai Pangeran Ratu dan memikul tanggung jawabnya sebagai Pangeran Ratuuntuk mengelola dan
melaksanakan segala
kewajiban serta ketentuan yang berkenaan dengan adat istiadat Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagaimana yang telah dilakukan oleh almarhum ayahandanya beberapa tahun dahulu. Semenjak Muhammad Tarhan dinobatkan menjadi Pangeran Ratu pengurusan dan pengelolaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas beberapa program
berkaitan dengan upaya memperkenalkan dan menjadikan Keraton
Sambas sebagai pusat budaya melayu dan destinasi wisata yang dahulunya gencar dilaksanakan namun kini sementara waktu sudah mulai stagnan dengan kata lain gebyar keraton yang sebelumnya mulai bersinar kini mlai pudar kembali. Ini disebabkan pemegang peran utama pengelola keraton masih belum dapat melaksanakan
tangungjawabnya
sebagai
seorang
Pangeran
Ratu
untuk
melanjutkan usaha orang tuanya menjaga, memelihara, melestarikan dan menjadikan keraton sebagai pusat budaya melayu sambas serta destinasi wisata khususnya wisata sejarah.
139
Pihak lain dari masyarakat yang ikut terlibat dalam upaya melestarikan keraton berasal dari pihak wisatawan yang datang berkunjung. Banyaknya jumlah wisatawan lokal yang datang berkunjung ke keraton Sambas merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam melestarikan warisan budaya. Salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya wisatawan lokal berkunjung karena masih ada dan kuatnya keyakinan dan kepercayaan masyarakat Melayu Sambas dan sekitarnya dengan kesakralan keraton. Ini menyebabkan masih banyak wisatawan berkunjung ke keraton dengan tujuan berdoa dan mendapat berkat atau untuk keperluan hal-hal yang bersifat mistis, spiritual pada hari-hari tertentu. Wisatawan lokal yang datang berkunjung dengan tujuan tertentu mistis/religious umumnya memberi sedikit uang atau pemberian lainnya secara ikhlas. Apalagi hari–hari besar tertentu seperti Hari Besar Islam Idul Fitri atau Idul Adha jumlah wisatawan sangat ramai sehingga hasil sumbangan sukarela yang terkumpul wisatawan pun cukup besar. Ini merupakan kegiatan positif, karena dana tersebut dapat digunakan sebagai dana tambahan membantu biaya pengelolaan keraton. Berdasarkan hasil observasi peneliti adanya kesadaran dari wisatawan untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak melakukan tindakan merusak seperti mencoret-coret tembok, menoreh pohon-pohon taman, tidak mengganggu tanaman hias di alun-alun keraton, tidak merusak barang lain di lingkungan keraton dan sebagainya merupakan bentuk peran serta lain masyarakat dalam perlindungan dan memelihara benda cagar budaya keraton Alwatzikhoebillah Sambas.
140
Untuk lebih membantu masyarakat atau wisatawan yang datang, agar turut serta dalam perlindungan dan pemeliharaan keraton Sambas, maka dipasang papan-papan pengumuman, larangan maupun petunjuk tertentu seperti papan peringatan larangan membuang sampah sembarangan,
papan pengumuman
tentang informasi Keraton Alwatzikhoebillah sebagai benda cagar budaya walaupun keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi
dan tidak dapat lagi
terbaca apa yang tertulis pada papan pengumumnan tersebut karena tidak terawat dan kurang perhatian Papan petunjuk Sudut pandang Adipura, larangan memarkir kendaraan wisatawan dalam komplek keraton serta
menempatkan tempat-tempat
sampah di sudut-sudut ruang dan taman. (Lihat lampiran Gambar 5.). Bentuk lain dari peran serta masyarakat dalam ikut aktif melestarikan keraton secara tidak langsung adalah melalui aktivitas kelompok masyarakat sadar wisata Sambas. Berikut ini petikan hasil wawancara dengan bapak Alpian selaku kepala Desa Dalam Kaum di Kecamatan Sambas beliau menyatakan” “Sejauh ini keterlibatan masyarakat ikut secara langsung dalam upaya melestarikan Keraton Sambas memang masih kurang karena masyarakat masih belum memahami dan sadar betul dengan peran serta mereka dalam melestarikan budaya. Namun sekarang kita secara tak langsung berusaha untuk ikut terlibat dengan menggiatkan kelompok masyarakat sadar wisata desa Dalam Kaum Sambas yang salah satu programnya saat ini sedang berlangsung adalah membuat sebuah perahu pesiaran dengan nuansa Keraton yang akan digunakan untuk membawa wisatawan tamasya menyusuri sungai di depan keraton.Program ini merupakan salah satu program di tingkat desa dalam bidang pariwisata mudah-mudahan saja bisa berjalan lancar, tukasnya”Petikan hasil wawancara tanggal 18 Maret 2011) Berdasarkan hasil wawancara dengan salah warga sekitar keraton di ketahui bahwa peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian Keraton Sambas dinilai masih kurang. Hal ini didasarkan
masih kurangnya kesadaran dan
141
pemahaman terhadap arti pentingnya peran serta mereka dalam upaya melestarikan keraton sebagai benda cagar budaya. Masyarakat masih belum banyak yang memahami dan menyadari bahwa mereka mempunyai tanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai salah satu benda cagar budaya. Kurangnya pemahaman dan kesadaran akan arti penting peran serta mereka dalam upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dibuktikan dengan kenyataan dan fakta lapangan bahwa sampai sekarang belum adanya pihak swasta/pengusaha atau masyarakat setempat yang terlibat secara langsung dalam upaya pelestarian Keraton Sambas. Peran serta masyarakat bisa berupa adanya Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi masyarakat lainnya yang bekerja sama langsung dengan ahli waris keraton
sebagai
pengelola
keraton
dalam
upaya
pelestarian
Keraton
Alwatzikhoebillah Sambas. Sedangkan untuk peran serta pengusaha dapat direalisasikan dalam bentuk pemberian dana untuk pemeliharaan dan pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai benda cagar budaya. Berdasarkan wawancara dengan informan diketahui bahwa sampai sekarang peran serta masyarakat berupa keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi serta pihak pengusaha dalam upaya melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas masih belum ada dilaksanakan. Berikut Petikan hasil wawancara dengan Bapak Riza Fahmi selaku seorang pengurus Majlis Adat Keraton beliau menyatakan: “Sejak dibenahinya perangkat dan segala administrasi Keraton, sampai pergantian posisi Pangeran Ratu dari Raden Winata Kesuma kepada penobatan
142
anaknya Muhammad Tarhan Sekarang ini bentuk kerjasama dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi serta pihak pengusaha dalam upaya melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas masih belum ada dilaksanakan, untuk sementara ini semua usaha menjaga dan memelihara serta merawat keraton adalah tanggungjawab pihak keraton sendiri. Walaupun demikian masih terdapat orang yang secara pribadi peduli dengan kondisi keraton dengan memberikan bantuan berupa dana untuk biaya perawatan secara sepontan ”.(Petikan hasil wawancara tanggal 11 April 2011) Untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan kegiatan penyuluhan, seminar dan penyebarluasan arti penting dari cagar budaya beserta peraturan perundangundangan yang berlaku dan arti pentingnya peran serta masyarakat dalam upaya pemeliharaan dan pelestarian benda cagar budaya. Maksud dan tujuan yang diharapkan dengan kegiatan tersebut dapat membantu masyarakat untuk lebih mengetahui, menyadari dan memahami perlunya peran serta mereka dalam upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai benda cagar budaya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata dengan bekerja sama dengan dinas lainnya serta masyarakat itu sendiri seperti Lembaga Swadaya Masyarakat
atau organisasi masyarakat. Informasi yang
diperoleh dari salah satu narasumber juga didapati bahwa upaya tersebut juga masih belum dilaksanakan. Berikut Petikan hasil wawancara tanggaldengan bapak Urai Sapari beliau menyatakan bahwa: “Untuk sementara waktu ini upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut melestarikan Keraton dengan cara melaksanakan program-program baik itu berupa seminar, penyuluhan dan menyebarkan arti pentingnya Keraton sebagai benda cagar budaya masih belum pernah dilakukan”(Petikan hasil wawancara tanggal 11 Maret 2011).
143
Senada dengan hal tersebut Bapak Urai Riza juga menerangkan: “Sejak dibentuknya kepengurusan pengelola harian Keraton sampai sekarang memang belum pernah diadakan upaya melakukan kegiatan apakah itu seminar, penyuluhan ataupun kegiatan lainnya dalam rangka menyebarkan arti pentingnya benda cagar budaya seperti Keraton atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Shafiyyuddin. ”.(Petikan hasil wawancara tanggal 18 April 2011). Berdasarkan uraian tersebut diinterprestasikan baik pihak pengelola keraton maupun Pemerintah Kabupaten masih belum melakukan upaya untuk memprogramkan kegiatan penyuluhan, seminar dan menyebarluaskan arti pentingnya Keraton sebagai benda cagar budaya dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan Keraton. Upaya-upaya pemeliharaan dan perawatan dalam rangka melestarikan Keraton Sambas yang dilakukan baik oleh Pemerintah Kabupaten maupun pihak keraton sebagai Pengelola Keraton ternyata membawa dampak sosial budaya maupun dampak sosial ekonomi langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat. Hasil wawancara dengan warga masyarakat sekitar
keraton diketahui
bahwa pembentukan kepengurusan keraton membawa dampak sosial budaya positip namun muncul dampak negatif dan bersifat bertolak belakang. Yaitu adanya pengurusan
tersebut menjadikan masyarakat yang tinggal di sekitar
maupun luar keraton bersifat kurang peduli terhadap pelaksanaan pemeliharaan dan perlindungan keraton, karena mereka berpikir keraton sudah ada kepengurusan yang mengatur dan menjaga serta memelihara keberlangsungannya. Sebagian masyarakat cenderung berpendapat bahwa kewajiban melestarikan dan memelihara adalah kewajiban dari keluarga keraton sebagai pihak yang memiliki
144
keraton atau pihak ahli waris keraton (kerabat keraton) sedangkan mereka hanyalah orang sekitar yang tidak ada kaitannya dengan keluarga keraton, hanya saja kebetulan berdiam di sekitar komplek keraton. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pemahaman mereka akan tanggung jawab dan peran serta mereka sebagai anggota masyarakat yang langsung maupun tidak langsung terlibat dalam upaya
pemeliharaan
dan
pelestarian
benda
cagar
budaya
Keraton
Alwatzikhoebillah Sambas. Namun selain itu pembenahan pengelolaan, perawatan dan pemeliharaan keraton menjadikan keraton semakin terorganisir, terawat dan baik sehingga semakin dikenal dan banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam maupun luar Kabupaten Sambas. Keadaan ini telah menimbulkan dampak positip berupa multiplier efek kepada masyarakat yang tinggal di sekitar komplek keraton. Hal ini terlihat dengan semakin menjamurnya usaha-usaha kecil masyarakat sepanjang tepian sungai menuju keraton. Dengan demikian secara sadar atan tidak sadar pada hakikatnya masayarakat sudah ikut terlibat dan berperan dalam menunjang keberlangsungan pariwisata karena dengan kebaradaan mereka akan memberikan membantu Kegiatan yang berskala besar juga sering dilakukan di sekitar komplek keraton seperti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat provinsi, pameran daerah, pameran Peringatan Kabupaten Sambas, lomba sampan Bedar tingkat propinsi maupun sampai melibatkan negara tetangga Malaysia Serawak, Brunai Darussalam dan sebagainya. Baru-baru ini tanggal 25-28 Mei 2011 telah dilangsungkan Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI) Sekabupaten Sambas,
145
salah satu lokasi yang dipakai untuk pelaksanaan kegiatan ini adalah lingkungan Keraton khususnya Masjid Jami’ Sultan Shafiyyuddin. Pembangunan waterfront tahun 2005 di sekitar tepian sungai Subah Muare Ulakan telah semakin menambah kenyamanan dan keindahan bagi masyarakat yang datang berkunjung rekreasi, tamasya dan bersantai menikmati pemandangan sungai dan persimpangan sungai Muare Ulakan. Pembangunan waterfront tersebut menggunakan dana bantuan dari Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, di sini Pemerintah Kabupaten Sambas sebagai fasilitator di lapangan. Kondisi ini semakin menjadikan aktivitas ekonomi masyarakat setempat di sekitar Keraton menjadi semakin hidup dan berkembang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran serta masyarakat dalam upaya melestarikan keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai daya tarik wisata sejarah sudah banyak dilakukan khususnya oleh pihak pengurus atau pengelola keraton
selaku pemilik situs bersejarah. Namun hal tersebut
bukanlah suatu hasil akhir dari upaya-upaya dalam pelestarian keraton Sambas, karena masih banyak hal-hal positip lain yang dapat dilakukan agar upaya pelestarian dapat dilakukan secara lebih optimal. Belum optimalnya keterlibatan masyarakat luas dalam berbagai program dan aktivitas yang berkaitan dengan pelestarian keraton dapat dilihat dari masih minimnya apresiasi pihak pengelola keraton dalam memberdayakan potensipotensi sosial budaya lokal atau setempat untuk dijadikan bagian utuh dari sistem adat kebudayaan melayu yang terlihat adat istiadat Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Hal ini sangat sesuai dengan maksud salah satu program keraton yaitu
146
menjadikan Keraton Alwatzikhoebillah menjadi pusat kebudayaan dan wisata budaya di kabupaten sambas. Secara fakta masyarakat Sambas mempunyai banyak potensi sumber daya sosial budaya yang mencerminkan kekhasannya dengan derah lain di nusantara. Potensi dasar sosial budaya itu jika dikemas, dijaga serta dilestarikan secara professional dengan tetap menjaga nilai-nilai asli sosial budaya akan memberikan manfaat yang menguntungkan bagi masyarakat dan daerah dalam sektor sosial budaya dan ekonomi. Kata lain potensi tersebut dapat menjadi daya tarik wisata yang menarik.
Daya tarik sosial
budaya yang ada di Kabupaten Sambas
khususnya di Sambas diantaranya makanan tradisional seperti Bubor Paddas, Asam Paddas; tarian tradisional seperti Jappin, Taddat, Tandak Sambas, Otarotar; permainan tradisional, pakaian tradional kerajinan tradional seperti tenun kain Sambas, kesenian tradional seperti Zikir Nazam, Barjanzi dan lain-lain. Salah satu cara melibatkan masyarakat secara langsung dapat dilakukan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok seni masayarakat dalam kegiatan budaya di keraton. Selain itu menjadikan hasil kerajinan tenun masyarakat dapat dijadikan pakaian khas adat keraton sehingga dapat mengenalkannya hasil ketrampilan masyarakat setempat kepada para wisatawan yan datang disamping menjaga keberlangsungan usaha tradional yang bernilai budaya tinggi. Kualitas sumber daya manusia juga perlu dilakukan dalam pengelolaan keraton. Salah satunya adalah penjaga keraton atau juru kunci. Perlu adanya regenerasi dan peningkatan kemampuan dalam memaparkan dan menjelaskan secara jelas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan silsilah keraton,
147
beserta barang-barang peninggalan keraton sehingga wisatawan dapat dan bisa mengetahui dan memahami dengan benar apa yang menjadi keingintahuan mereka tentang hal-hal
yang menarik
tentang keraton saat berkunjung.
Sementara ini hal tersebut belum terlaksana karena para penjaga keraton menurut peneliti secara umum adalah keturunan keraton dan belum melibatkan orang luar. Pembenahan fasilitas merupakan upaya lain yang harus dilakukan karena pada kenyataannya berdasarkan observasi peneliti di lingkungan keraton masih banyak didapati fasilitas-fasilitas yang berkenaan dengan kenyamanan dan kemudahan wisatawan yang tidak memungkinkan bahkan belum ada. Salah satu contoh adalah fasilitas kebersihan khususnya toilet. Menurut informasi bahwa fasilitas ini memang tidak tersedia untuk para wisatawan, yang ada hanya untuk keperluan penjaga keraton dan toilet yang ada dimasjid dan keadaannya sangat tidak representative dan memungkin, padahal jika dilihat banyaknya dan seringnya wisatawan berkunjung menjadikan fasilitas toilet merupakan sarana mendesak dan tidak biasa ditawar. Namun kenyataan ini belum mendapat perhatian dari pihak pengelola. Seharusnya di lingkungan keraton dibangun fasilitas untuk kenyamanan wisatawan sehingga wisatawan merasa betah dan nyaman selama berkunjung. Selain fasiltas kebersihan fasilitas umum lainnya juga kurang baik seperti lampu taman di depan balairung sri yang rusak dan tidak diperbaiki. Hal ini membuat pemandangan menjadi tidak nyaman dan kesannya terbiar dan tidak mendapat perhatian. Termasuk juga terdapat beberapa plang nama yang keadaannya sudah tidak memungkinkan dan tidak layak. Salah satunya adalah
148
plang nama tentang keberadaan situs Keraton Alwatzkhoebillah sebagai salah satu benda cagar budaya yang ditetapkan dengan undang-undang. Atribut ini sangat penting sebagai petunjuk bagi masyarakat/wisatawan yang berkunjung tentang status hukum keraton sebagai objek wisata yang dilindungi. Namun kenyataannya plang nama tersebut sudah tidak terbaca dan tidak ada lagi tulisan. Sebenarnya plang nama ini dapat dibuat dari bahan yang lebih tahan lama seperti tugu beton kecil atau bahan lain yang permanen. Menurut peneliti dengan membandingkan dengan tempat-tempat wisata yang ada di dalam maupun di luar negeri. Memberi atribut-atribut kepada bendabenda pusaka dan bersejarah di keraton dengan penjelasan yang singkat padat dan menarik dapat menambah nilai lain kepada wisatawan tentang benda-benda yang ada di keraton. Wisatawan dengan mudah mengetahui secara singkat tentang benda tertentu, hal ini tentunya dapat menambah kepuasan tersendiri bagi yang datang berkunjung. Fasilitas dan berbagai informasi di objek dan daya tarik wisata keraton perlu dikelola sedemikian rupa dalam bentuk yang menarik dan atraktif secara terintegrasi. Materi-materi yang ditampilkan juga harus dapat memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan wisatawan yang datang seperti keinginan untiuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai sejarah dan perjuangan, sakralitas, perkembangan Islam dan sebagainya khususnya di Kabupaten Sambas. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah masalah sampah. Penanganan masalah ini memerlukan trik khusus. Pemilahan sampah antara organik dengan bukan
organik
sudah
perlu
diterapkan.
Hal
ini
memudahkan
dalam
149
penanganannya. Karena bagaimanapun menariknya keraton Sambas sebagai objek wisata apabila tidak bisa menangani masalah sampah maka merusak nilai-nilai kesejarahannya dan membuat wisatawan tidak mau datang lagi berkunjung. Mewujudkan hal-hal yang peneliti kemukakan memerlukan kepedulian dan tanggung jawab yang besar dari pihak pengelola dan kerjasama dengan pihak lain yang terkait. Ini karena melibatkan aspek lain yaitu finansial, sementara aspek ini merupakan salah satu kendala utama dan masalah sensitif dalam upaya pembenahan, perawatan, pemeliharan dan penjagaan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas. Mengacu kepada teori bentuk-bentuk partisipasi masyarakat menurut Jules Pretty (dalam Mowforth & Munt, 2000:245) bahwa salah satu bentuk partisipasi adalah apa yang disebut Mandiri (self mobilization) masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif secara bebas untuk mengubah system, mengembangkan kontak dengan lembaga lain untuk mendapatkan bantuan, dukungan teknis dan sumber daya yang ada/digunakan. Kemandirian akan berkembang jika
pemerintah
dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
memberi dukungan (Riyastiti, 2010:22-24). Berdasarkan teori partisipasi mandiri/self mobilization dalam mewujudkan peranserta dan keterlibatannya dalam suatu hal yang menentukannya adalah masyarakat itu sendiri secara bebas dan tidak terikat oleh suatu arahan atau pengaruh dari pihak tertentu. Masyarakat bebas untuk membuat atau mengubah suatu sistem yang sudah ada sesuai dengan inisiatif dan keinginan mereka ke arah tujuan yang akan mereka capai. Masyarakat secara lebih luwes untuk membentuk,
150
membangun, dan mengembangkan pola dan jalinan hubungan dengan berbagai pihak atau lembaga apapun yang terkait untuk mendapatkan dukungan, bantuan teknis dan sumber daya yang ada/digunakan di lapangan. Hasil akhirnya kemandirian akan semakin berkembang dan mantap apabila pihak pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat berperan aktif mendukung dan memberi respon positif terhadap upaya kemandirian itu. Hal inilah yang terjadi dengan upaya pihak keraton Sambas dalam upaya melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai pusat budaya dan destinasi wisata sejarah di Sambas. Ini dibuktikan dengan berbagai langkah dan program yang telah diusahakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program, pembentukan sistem pengelolaan dan manajemen keraton serta membangun relasi dengan berbagai pihak untuk mendapatkan dukungan moral maupun material semua dilakukan atas keinginan bebas dan murni pihak keraton. Usaha keras yang dilakukan pihak keraton dengan dukungan pihak pemerintah dan masyarakat luas ternyata berhasil membawa nama Keraton Sambas kembali tampil berkibar di pentas sosial budaya dan politik Nusantara bahkan luar Negara. Mengenai upaya Pemerintah Kabupaten Sambas melestarikan keraton Sambas perlu adanya kebijakan dan upaya baru. Salah satunya Pemerintah Kabupaten dapat merencanakan melakukan upaya revitalisasi dan konservasi kawasan yaitu upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang mati, yang pada masa silamnya pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki oleh sebuah kota sehingga dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada
151
akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya (Depkimpraswil modul 1 hal 3). Jika dilihat dari aspek kekunoannya dan kesejarahan kawasannya maka kawasan keraton Sambas merupakan kawasan bersejarah dan sejak dahulu menjadi pusat perkenmbangan sosial budaya dan nadi perekonomian masyarakat Sambas. Selain itu ruang komplek keraton yang cukup luas dimana peninggalan sejarah keraton khususnya makam para raja-raja Sambas tersebar dalam banyak tempat. Kawasan keraton ini dapat lakukan upaya revitalisasi yaitu revitalisasi kawasan bersejarah. Jika upaya revitalisasi dan konservasi kawasan keraton memenuhi syarat dan dapat dilaksanakan maka Pemerintah Kabupaten mempunyai peran yang lebih besar alam upaya melestarikan keraton Sambas. Tugas dan fungsi Pemerintah Kabupaten dalam upaya penanganan revitalisasi/konservasi kawasan antara lain adalah: a. Menyusun skala, prioritas penanganan kawasan keraton serta program
jangka panjang dan tahunan. b. Membantu pemerintah pusat mensosialisasikan peraturan teknis dan
petunjuk penanganan revitalisasi kawasan kepada masyarakat dan institusi terkait c. Menjalin kerjasama yang baik secara instansional kepada institusi yang
terkait untuk penangan revitalisasi kawasan pada tingkat kabupaten/kota. d. Menjalin kerja sama dengan asosiasi-assosiasi ditingkat kota/kabupaten
untuk suksesnya penanganan kawasan.
152
e. Memperkuat jaringan hubungan informasi dengan masyarakat, LSM,
Perguruan Tinggi dan Institusi yang terkait dan proaktif menanggapi, menganalisa serta memutuskan secara tepat dengan seminimal kerugian yang menimpa. (Depkimpraswil modul 2 hal 3). Keberhasilan penanganan upaya revitalisasi dan konservasi kawasan tidak terlepas dari peran pihak lainnya di samping pemerintah yaitu masyarakat secara luas termasuk LSM, Perguruan Tinggi, Assosiasi dan Masyarakat lainnya. Peran masyarakat dalam penanganan revitalisasi/konservasi kawasan antara lain: a. Memberi masukan kepada pemerintah tentang tentang cara-cara efektif
dalam panangan kawasan keraton serta informasi penting lainnya. b. Membantu pemerintah menyusun desain kawasaan baik makro maupun
mikro. c. Berupaya meningkatkan mutu kawasan melalui swadana dan swadaya
yang dimilikinya. d. Melakukan pembinaan masyarakat sekitar kawasan untuk ikut serta
bertanggung jawab menjaga kelestarian. e. Melakukan pengawasan ekstern setiap kegiatan revitalisasi kawasan yang
dilakukan oleh pemerintah, pelaksana konstruksi dan masyarakat umum lainnya. f.
Memberi jasa konsultasi yang akan menangani perencanaan bangunan
konservasi. g. Pemilik
bangunan
bersejarah
dapat
memelihara,
mengkonservasi
bangunannya berdasarkan petunjuk pemerintah kota dan kaidah revitalisasi
153
dan konservasi kawasan bangunan bersejarah miliknya. (Depkimpraswil modul 2 hal 4). Terbatasnya kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten membiayai program pelaksanaan revitalisasi dan konsevasi meliputi bangunan beserta lingkungannya, diperlukan terobosan-terobosan lain untuk mengatasi dan mencari alternatif sumber pendanaan. Berbagai langkah nyata dan manfaat investasi dapat dilakukan dan diperoleh oleh Pemerintah Kabupaten secara bersamaan agar program revitalisai dan konservasi berhasil di antaranya: a. Meninjau kembali
Peraturan Daerah tentang konservasi bangunan dan
lingkungan bersejarah dan memberlakukannya. b. Menggalang kemitraan dengan pihak swasta dengan pola kerjasama.
Pola kerjasama Pemerintah dengan masyarakat dan pihak swasta antara lain dapat dilakukan adalam bentuk 1) modal ventura: conventional loan, conditional loan dan equity investmen, 2) penerbitan obligasi, 3) penjualan saham, 4) usaha patungan (joint ventura) dan 5) pola konvensasi : BOT (built, operate, transfer) dan BOL (built, owe, lease) c. Pemerintah beserta para pakar dan konsultan berkompeten di bidang
konservasi perlu segera menyusun panduan perencanaan dan perancangan (planning and guidelines) kawasan konservasi. d. Upaya kepemilikan Pemerintah (public acquisition) atas bangunan kuno
yang bermakna sebagai landmark yang bersekala kota .
154
e. Menerapkan sistem intentif dan disinsentif, bonus dan sanksi, reward and
punishment
untuk menggairahkan iklim investasi di kawasan konservasi
warisan budaya. f.
Promosi berkesinambungan sesuai kegiatan-kegiatan baru di tahap
penyelengaraan revitalisasi dan konservasi oleh badan penglola bersama para stakeholder secara sinerjik (synergitecally) (Depkimpraswil modul 4 hal 113119). Demikianlah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten dan masyarakat dalam upaya melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas melalui upaya perencanaan revitaslisasi dan konservasi kawasan bersejarah di masa sekarang atau masa akan datang.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan
155
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas sebagai Daya Tarik Wisata Sejarah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 6.1.1
Potensi
dasar
yang
menjadi
sumber
daya
Alwatzikhoebillah Sambas sebagai destinasi dan
budaya
Keraton
daya tarik wisata
sejarah mengandung potensi sumber daya sosial dan budaya baik secara implisit maupun eksplisit. Secara implisit potensi sumber daya sosial dan budaya berupa nilai-nilai sejarah dan perjuangan masyarakat, simbol sejarah masuk dan perkembangan agama Islam dan perkembangan dan
pembangunan sosial budaya masyarakat
Melayu Sambas. Adapun potensi sumber daya budaya secara eksplisit (nyata) yang paling menonjol yaitu keraton adalah simbol warisan budaya masyarakat melayu Sambas dan benda cagar budaya serta implementasi nilai sakral/mistis/spiritual yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Islam Melayu Sambas serta
arsitektur keraton
sebagai wujud nilai kolaboarasi budaya antara Melayu China dan Eropa. 6.1.2
Faktor-faktor yang mendorong wisatawan datang mengunjungi Keraton Alwatzikhoebillah Sambas tidak lepas dari faktor intrinsik (internal) maupun ekstrinsik (eksternal). Faktor didorong
oleh
motif
yaitu
pendidikan /pembelajaran, motif memperluas
wawasan,
ziarah,
intrinsik (internal) karena
refreshing/liburan/tamasya,
motif
pemenuhan rasa ingin tahu dan hajatan
dan
spiritual/religius,
156
sedangkan faktor ekstrinsik (eksternal) sosial/motif interpersonal,
karena didorong oleh motif
motif budaya, mencari suasana atau
pengalaman baru. 6.1.3
Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya melestarikan Keraton Alwatzikhoebillah Sambas adalah a) bantuan bidang finansial biaya perawatan makam, operasional aktivitas keraton dan kegiatan festival keraton senusantara; b) bidang pemasaran berupa promosi keraton dalam bentuk kegiatan event-event promosi wisata baik tingkat lokal maupun nasional;
c) upaya konservasi (pemugaran). Upaya
masyarakat dalam pelestarian keraton Sambas banyak dilakukan oleh pihak keraton dibuktikan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan yaitu menjaga, merawat, memelihara, mengelola adminitrasi, membuat program,
dan mempromosikan keraton di dalam dan luar negara.
Untuk masyarakat
luas upaya mereka adalah dalam bentuk forum
komunitas masyarakat sadar wisata kabupaten Sambas. Secara umum disimpulkan bahwa kesadaran dan pemahaman mereka tentang arti penting peran serta kepedulian mereka baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan berbasis kerakyatan masih rendah. Namun ini dapat di atasi dengan cara kerjasama yang baik antara semua elemen yang terkait baik itu pemerintah, masyarakat secara umum dan pihak keraton sebagai pengelola utama keraton 6.2
Saran
157
Berdasarkan simpulan dapat dirumuskan beberapa rekomendasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pelestarian Keraton Alwatzikhoebillah Sambas antara lain: 6.2.1
Pemerintah
Pemerintah. Kabupaten
sebagai
pihak
pemegang
kebijakan
seharusnya
memberikan suatu jaminan perlindungan yang lebih pasti tentang status hukum Keraton Alwatzikhoebillah Sambas dalam bentuk Peraturan Daerah/Perda. Membangun dan meningkatkan komunikasi yang baik antara pihak pemerintah dengan pihak pengelola keraton serta masyarakat agar tercipta terjalin kerjasama yang baik dalam meningkatkan upaya pelestarian keraton. Membangun pola kerjasama dengan pihak masyarakat maupun swasta. Melakukan monitoring dan evalusasi sebagai bentuk kontrol dalam pelaksanaan program pelestarian yang dilakukan. Memasyarakatkan Undang-Undang perlindungan benda bersejarah pemerintah dapat berkerjasama dengan pihak pengelola keraton dan pihak lainnya melalui kegiatan penyuluhan atau seminar untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan arti penting peranserta masyarakat dalam upaya pelestarian benda sejarah. Menambah alokasi dana untuk upaya pelestarian dan pemeliharaan. Membuat rencana upaya revitaslisasi dan konservasi kawasan keraton sebagai kawasan sejarah yang jelas, terprogram, terarah dan terrencana.
6.2.2
Pihak Pengelola Keraton.
Pengelola Keraton dalam merawat, menjaga dan memelihara keraton jika mengandalkan kemampuan dari pihak keraton sendiri adalah mustahil untuk dapat
158
mengupayakan pengelolaan yang maksimal tanpa bantuan dari pihak lain maka perlu upaya untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait seperti pihak pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masyarakat. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengurus keraton, membenahi manejemen, pengelolaan dan administrasi keraton, melengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendukung lainya. Meningkatkan kualitas pelayanan serta perlunya melibatkan masyarakat luas dalam berbagai program kegiatan sosial budaya berkaitan dengan pelestarian keraton dan atraksi-atraksi yang menonjolkan ciri khas
keraton dan mengangkat seni budaya lokal masyarakat melayu sesuai
kompetensinya akan memberi manfaat yang lebih luas bagi perkembangan industri seni budaya dan kepariwisataan di daerah. Pengembangan potensi alam yaitu sungai di kawasan keraton sebagai daya tarik wisata sejarah merupakan alternatif positif ke depan. 6.2.3
Akademisi.
Kalangan akademisi yang terkait pariwisata dapat melakukan penelitian lebih jauh mengkaji mengenai pengembangan potensi wisata sejarah berkaitan upaya revitalisasi dan konservasi kawasan sejarah keraton, sehingga dapat menggali potensi lokal menjadi sumber daya ekonomi, sosial dan budaya yang bermanfaat bagi mamsyarakat dan daerah Sambas. DAFTAR PUSTAKA Asyarie, Sukmadjaja dan Rosy Yusuf. 2003. Indeks Alquran. Bandung: Pustaka. Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak, 1997. Sejarah KerajaanKerajaan di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Kajian Sejarah Pontianak.
159
Biro Pusat Statistik Kabupaten Sambas, 2010. Kabupaten Sambas Dalam Angka. Sambas: Biro Pusat Statistik Kabupaten Sambas. Bungin, Burhan. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya.). Jakarta: Kencana. Chulsum,Umi dan Windi Novia. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko. Darmayanti. 2009. Partisipasi Masyarakat Dalm Pengembangan Atraksi Wisata Puri Anyar Kerabitan Desa Bale Agung Kecamatan Kerabitan Kabuipaten Tabanan Sebuah Kajian Budaya (Tesis)). Denpasar: Program Magister Universitas Udaya. Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, 2007. Mengenal Situs Sejarah Kerajaan Sambas Islam. Sambas: Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas. Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah Sambas, 2001. Kabupaten Sambas: Sejarah Kesultanan dan Pemerintahan Daerah. Sambas: Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah Sambas. Fahmi, Urai Riza. 2009. Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas. Sambas: Istana Alwatzikhoebillah Sambas. Hardiyanti, Nurul Sri dkk. (2005). Studi Perkembangan dan Pelestarian Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta. www.geogle.com. 15-2-11. Kaelany. 2004. Pariwisata dalam Pandangan Islam. Jakarta: Misaka Galiz. Ko, RKT. 2001. Objek Wisata Alam Pedoman Identifikasi, Pengembangan, Pengelolaan, Pemiliharaan Dan Pemasarannya. Bogor: Buena Vista. Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. MacIntosh, Robert W dan Charles R. Goeldner. 1986. Tourism, Principles, Practices and Philosophies. USA: John Wiley & Sons, Inc. Mikkelsen, Birtha. 2001. Metode penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan Masyaraka. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moeljarto, T. 1993. Politik Pembangunan-Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi. Yogyakarta: Tiara Kencana. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: RosdaKarya.
160
Musa, Pabali. 2003. Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat: Kajian naskah Asal Raja-Raja dan Salsilah Raja Sambas. Pontianak: STAIN Pontianak Press Atas Kerjasama dengan Yayasan Adikarya Ikapi Dan The Ford Foundation. Muslimah, 2005. Perlindungan Hukum dan Konservasi Budaya Keraton Kesultanan Sambas(Skripsi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Najib, Ufi. 2008. Wisata pilgrimage : Upaya Preservasi Sumberdaya Arkeologi Yang Dimanfaatkan Sebagai Objek Wisata. http://arkeologi.web.id/articles/wacana-arkeologi/30-wisata-pilgrimageupaya-preservasi-sumberdaya-arkeologi-yang-dimanfaatkan-sebagaiobjek-wisata?showall=1 10-1-11 Nasution. 2004. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, Hadari. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pres. Nazir, Mohammad. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pemerintah Kabupaten Sambas, 2011. Profil Daerah. www.Sambas.go.id. 1-2-11 Pendit, Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Paradnya Paramita. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM. 26/PW.007/MKP/2008 tentang Penetapan Istana Qodriyah Kesultanan Pontianak, Keraton Sambas, Keraton Kerajaan Landak, Keraton Mempawah, Masjid Jami’ Kesultanan Pontianak, Masjid Kesultanan Sambas, Masjid Jami’ Kerajaan Landak Yang Berlokasi Di Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Sebagai Benda Cagar Budaya, Situs Atau Kawasan Cagar Budaya Yang Dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Pitana, I.G. 1999. Community Management dalam Pembangunan Pariwisata. Analisis Pariwisata. Volume 2 Majalah Ilmiah Pariwisata Nomor 2. Halaman 75-77. Denpasara: Program Studi Pariwisata Universitas Udayana. ...........2001. Internasional dan Tradisionalisasi: Pariwisata dan Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Bali (Makalah Matrikuklasi Program Magister Kajian Budaya). Denpasar: Universitas Udayana. Pitana, I.G. dan Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi. ...........2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
161
Purnama, Agus. 2009. “Pelestarian Kawasan Istana Kesultanan Bima di Kota Bima”. www.geogle.com. 15-2-11. Rai Utama, I.G. Bagus, 2009. Kajian Sosiologi Dan Ekonomi Konsep (kajian sosiologi dan ekonomi). http://bahankuliah.wordpress.com/2009/05/02/-kajian-sosiologi-danekonomi. 10-9-10 Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah, tt. Pengantar Revitalisasi Kawasan Bersejarah. Jakarta: DirektoratJendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan. Riyastiti. 2010. Partisipasi Masyarakat Dalam Festival Gajah Mada Sebagai Implementasi Pengembanganpariwisata Berbasis Masyarakat Di Kota Denpasar (Tesis). Denpasar: Program Magister Manajemen Universitas Udayana. Ronggo, 1991. Asal Usul Kerajaan Sambas. Bandar Sri Bengawan: Kementrian Kebudayaan, Belia dan Sukan. Soekadijo. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka. Soemarwarto.1997. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers. Soemarwarto dan Soeleman.1997. Universitas Indonesia.
Setangkai
Bunga
Sosiologi.
Jakarta:
Soewantoro, G. 2001. Dasar-Dasar Pariwisata. Jakarta: Andi Offset. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Tunggal, Hadi S. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta: Harvarindo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset. Warpani, S P dan Indira. 2007. Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Weiss, M. 1997. Regional Aspect-Student Book, Institute Of Tourism And Hotel. Salzburg Australia.
162
Widja. 1993. Pelestarian Budaya: Makna Dan Implikasinya Dalam Proses Regenerasi Bangsa, Dalam Kebudayaan Dan Kepribadian Bangsa. Denpasar: Upada Sastra. WTO. 1999. International Tourism: A Global Perspective. Madrid-Spain: WTO Yoeti, Oka. 2006. Tour and Marketing Travel. Jakarta: Pradnya Paramita. Yoeti, Oka dkk. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita.
DAFTAR INFORMAN
No
Nama
Pekerjaan
Pendidika n Terakhir
Keterangan
163
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 . 11. 12 . 13 . 14 . 15 . 16 . 17 . 18 . 19 . 20 . 21 . 22 . 23 . 24 . 25 . 26 . 27 .
Drs. Asmani, MH SherlynNarulita,S.IP,SH. Urai Safari Yuhendri Tajilli Rahman Perawati,a.Md Aspan Urai Riza Fahmi,S.Pd. Sabirin Muslimah SH Agustian H.Rasyidi Mochtar A.Muin Maman Yuliansyah Hendra Prayitno Izul Suprianto Muspendi Syamli Kus Lesmono Enda Mahmud Jaka Li cian chin Hermawan
PNS PNS PNS PNS PNS PNS Swasta Guru Guru Dosen Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pelajar Guru Pengusaha Pengusaha Guru Swasta Swasta Swasta Guru
S2 S1 Diploma SMU S1 S1 S1 SMU SMU SPG SMU SMU S1 S1 S1 SMU S1 S1 S1 SMU SMU S1 SMU
Disporabudpar Disporabudpar Disporabudpar Disporabudpar Disporabudpar Disporabudpar KADES Pengurus Keraton Masyarakat Masyarakat Masyarakat Tokoh Masyarakat Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan Wisatawan
164
Jumlah Informan
27 Orang
Lampiran 1: Pedoman Wawancara PEMERINTAH
Pedoman Wawancara Identitas Responden Nama Jabatan Umur Pendidikan Terakhir
: : :…………tahun. :
Pertanyaan 1. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai arsitektur yang unik? 2. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai kesejarahan penting ? 3. Menurut Bapak/ibukeraton mempunyai nilai sosial budaya/adat istiadat unik? 4. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai sakkral/mistis ? 5. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai warisan peninggalan sejarah
yang unik, bermutu dan bernilai tinggi? 6. Apa kebijakan pemerintah kabupaten terhadap keberadaan keraton Sambas
sebagai objek wisata? 7. Apa upaya pemerintah dalam mempromosikan keraton sebagai objek wisata? 8. Sejak kapan pemerintah terlibat dalam upaya pelestarian keraton Sambas? 9. Menurut Bapak/ibu apa saja langkah yang telah diambil pemerintah dalam
upaya melestarikan keraton sambas?
165
10. Menurut Bapak/ibu apakah pemerintah melibatkan peran serta masyarakat
dalam upaya pelestarian keraton? 11. Menurut Bapak/ibu apakah pemerintah melibatkan pihak-pihak luar dalam
upaya pembiayaan pelestarian Sambas?
Lampiran 2: Pedoman PEMUKA MASYARAKAT/KELUARGA KERATON
Pedoman Wawancara Identitas Responden Nama
:
Umur
:…………tahun.
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Pertanyaan 1. Menurut
Bapak/ibu apakah
keraton perlu dijaga
dan dilestarikan
keberadaannya? 2. Menurut Bapak/ibu, mengapa orang berkunnjung ke keraton? 3. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai arsitektur yang unik? 4. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai sejarah yang penting ? 5. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai social budaya/adat
istiadat yang unik ? 6. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai sakkralitas/mistis ?
166
7. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai warisan peninggalan sejarah
yang unik dan bermutu tinggi? 8. Menurut Bapak/ibu apakah upaya pelestarian Keraton pernah dilakukan
semenjak berdirinya sampai sekarang? 9. Menurut Bapak/ibu apakah masyarakat terlibat dalam upaya menjaga dan
melestarikan keraton Sambas? 10. Menurut Bapak/ibu apa bentuk
peran serta masyarakat dalam upaya
pelestariaan keraton Sambas? 11. Menurut Bapak/ibu bagaimana bentuk pelaksanaan
pelestarian keraton
Sambas?
Lampiran 3: Pedoman Wawancara WISATAWAN
Pedoman Wawancara Identitas Responden Nama
:
Umur
:…………tahun.
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Pertanyaan 1. Menurut Bapak/ibu
apakah keraton mempunyai nilai arsitektur yang
unik? 2. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai kesejarahan yang
penting?
167
3. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai sosial budaya/adat
istiadat yang unik? 4. Menurut Bapak/ibu apakah keraton mempunyai nilai Religius/sakkralitas
yang tinggi? 5. Menurut Bapak/ibu apakah keraton perlu dijaga dan dilestarikan
keberadaannya? 6. Apa yang mendorong bapak ibu berkunjung ke keraton:
Faktor Intrinsik yang mendorong Bapak/ibu berkunjung ke keraton Sambas? Faktor Ekstrinsik yang mendorong Bapak/ibu berkunjung ke keraton Sambas? 7.
Menurut Bapak/ibu apa saja yang menarik dari keraton Sambas?