BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan nasional dalam era globalisasi dewasa ini memberikan banyak pengaruh bagi perkembangan dunia usaha. Berbagai penemuan inovatif dapat dengan mudah dan cepat diketahui diseluruh belahan dunia dengan adanya transparansi di bidang informasi. Dengan informasi tersebut dapat diketahui suatu karya ataupun penemuan inovatif untuk meningkatkan potensi, kemampuan yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu bidang usaha. Hal ini membawa implikasi adanya bentuk upaya penjiplakan, pembajakan dan sejenisnya dengan maksud akan memperoleh keuntungan secara mudah. Mengacu pada hal tersebut diatas, diperlukan adanya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual agar suatu karya yang kreatif dapat dihargai sehingga tercipta situasi yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Menurut Sri Rejeki Hartono, “hak milik intelektual pada hakikatnya merupakan hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara berdasarkan ketentuan undang-undang memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi”1.
1
Pipin Syarifin, dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 3-4.
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
“Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) didefinisikan sebagai suatu hak yang melindungi pemakaian ide dan informasi yang mempunyai nilai komersil atau nilai ekonomi”2. A. Zein Umar Purba berpendapat sebagai berikut : “ Bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pembajakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik terhadap hak cipta, merek serta paten. Sangat menyedihkan bahwa Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh suatu badan pemantau perdagangan barang Amerika Serikat di seluruh dunia yaitu “ USTR (United State Trade Representative), dinyatakan sebagai negara “priority watch list” , Negara yang masuk menjadi daftar pelanggar utama hak atas kekayaan intelektual”3. Sejarah perkembangan hukum Hak Kekayaan Intelektual, dimulai setelah disetujuinya Putaran Uruguay (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993, yang kemudian diratifikasi pendirian World Trade Organization (WTO) oleh 117 negara maka berlaku persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) tahun 1994 bagi para anggotanya termasuk Indonesia. Persetujuan pembentukan WTO diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Aggreement Establishing the World Trade Organization (LNRI Tahun 1994 Nomor 57, TLNRI Nomor 3564).
2
Jus tisiari P Kusumah, Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Sejarah Dan Prakteknya di Indonesia, Makalah pada Worksop Hak Kekayaan Intelektual yang Diselenggarakan Oleh Border Enforcement of United State dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Republik Indonesia di Jakarta, tanggal 16-18 Mei 2006, hal 2. 3 A. Zein Umar Purba, Indonesia Masuk Daftar Utama Pelanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual, Temu Wacana Merek, Jakarta : Direktorat Jenderal HAKI, 1999.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya, yaitu 4: 1. Paris Convention for the protection of industry property and Convention Establishing the World Intelectual Property Organization, dengan Keppres Nomor 15 tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the protection of industry property and Convention Establishing the World Intelectual Property Organization. 2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT, dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT. 3. Trademark Law Treaty (TML) dengan Keppres Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty (TML). 4. Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works dengan Keppres Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. 5. WIPO copyrights Treaty (WTC) dengan Keppres Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO copyrights Treaty (WTC). Merek sebagai salah satu bentuk hak atas kekayaan intelektual merupakan identitas dari suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Identitas tersebut juga bisa menandakan jaminan kualitas dan ciri khas suatu produk yang dihasilkan. Perlindungan pada konsumen dalam kerangka hukum merek adalah perlindungan kepada konsumen agar tidak terperdaya atau keliru dalam membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak dikendaki.5 Bagi produsen merek dagang bukan hanya sebagai nama dagang dari suatu produk sehingga akan mudah dikenal dan diingat oleh konsumen, tetapi lebih dari itu merek juga merupakan citra atau reputasi dari produk barang atau jasa. Sedangkan bagi konsumen, selain merupakan tanda yang mudah
4
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, 2011, hal. 6 Sudargo Gautama, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam Kerangka WTO, TRIPs), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 32. 5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
dikenal oleh konsumen, merek merupakan jaminan bagi kualitas barang atau jasa apabila konsumen sudah terbiasa untuk menggunakan produk dengan merek tertentu.6 Di Indonesia, perkembangan Undang-Undang Merek dimulai sejak tahun 1961 yang menggantikan Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 Nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214. Perkembangan berikutnya, tahun 1992 lahir Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara 1992 Nomor 81) yang berfungsi mencabut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang kemudian direvisi tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan TRIPs, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dengan Undang-Undang ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.7 Merek memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang didefinisikan pada Pasal 1 UndangUndang Merek (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa. Dalam prakteknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen. Disamping itu, merek memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal.8
6
Rahimi Nahar, Arti dan Fungsi Merek dalam Lalu Lintas Perdagangan, Makalah, Ditjen HaKI, 2000, hal. 1. 7 Hery Firmansyah , Op. Cit. hal. 36. 8 Cita Citrawinda Priapantja, Perlindungan Merek Terkenal Di indonesia, Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000, hal. 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Pada umumnya segala tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang merek yang dimiliki oleh seseorang perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan (kepercayaan akan reputasi) atas kualitas barang yang dibelinya.9 Merek dilindungi oleh hukum artinya mencegah dengan ancaman hukuman apabila ada pihak lain yang akan mengambil, mengganggu, atau merugikan harta kekayaan seseorang.10 Akan tetapi, banyak produsen yang tidak memahami dan mengetahui perihal adanya perlindungan hukum terhadap pelanggaran merek sehingga masih banyak ditemukan peniruan merek. Contoh adanya pelanggaran terhadap hak atas kekayaan intelektual yang sangat memerlukan perlindungan hukum, khususnya mengenai merek adalah terhadap
lambang
Palang
Merah
Indonesia,
banyak
ditemukan
berbagai
penyalahgunaan yang dapat merugikan organisasi kemanusiaan Palang Merah Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. 9
O.C. Kaligis, Teori & Praktik Hukum Merek Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2008, hal.
19. 10
Muhammad Abdul Kadir, Hukum Harta Kekayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,
hal. 11.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Sebagai organisasi kemanusiaan nasional yang diakui negara, Palang Merah Indonesia menggunakan lambang Palang Merah yang merupakan salah satu lambang yang sangat populer dan hampir dikenal di segala lapisan masyarakat. Pada masa damai, lambang Palang Merah dapat ditemukan pada kemasan berbagai macam produk, rumah atau bangunan, kendaraan kesehatan, rumah sakit, praktek dokter, apotik atau rumah obat, bahkan juga dijadikan gambar atau lambang pada stiker, kotak obat, mainan, aplikasi pada berbagai macam pakaian, kaos, topi, tas, dan sebagainya. Para pemilik dan pengelola usaha tersebut telah melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan jasa yang menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini tidak mengherankan karena sebagian besar masyarakat masih awam dalam hal tata-cara penggunaan lambang palang merah. Penggunaan lambang palang merah di Indonesia dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 15 tahun 2001 khususnya Pasal 6 ayat (3) huruf (b), yang berbunyi : “Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atas lembaga negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan dari pihak yang berwenang”. Hal ini mengandung makna implisit bahwa Palang Merah Indonesia memiliki hak untuk menentukan siapa dan kapan lambang palang merah dapat digunakan dengan persetujuan pengurus Palang Merah Indonesia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Kesepakatan internasional untuk menyepakati terciptanya lambang palang merah berawal pada Oktober 1863 adalah komite tetap internasional untuk pertolongan prajurit terluka, atas bantuan pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri oleh perwakilan dari 16 negara. Konferensi tersebut menyepakati satu konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal, diantaranya adalah ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yag luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih. Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah ada dalam 11: 1. 2. 3. 4. 5.
Konvensi Jenewa I 1949, pasal 38-45. Konvensi Jenewa II 1949, pasal 41-45. Protokol Tambahan I, 1977. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX, 1965. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, 1991. Ketentuan mengenai penggunaan lambang bagi perhimpunan nasional
maupun bagi lembaga yang menjalin kerja sama dengan perhimpunan nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum dalam “Aturan Penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional”. Peraturan ini diadopsi di Budapest pada Nopember 1991 dan mulai berlaku sejak 1992.12
11 12
Seven Audi Sapta, Op. Cit., hal. 32 Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Disamping lambang palang merah diatas dasar putih, ada beberapa lambang tambahan, yaitu :13 1.
Lambang bulan sabit merah diatas dasar putih. (Pada gambar 1). Gambar 1) Lambang bulan sabit merah
2.
Lambang singa dan matahari merah diatas dasar putih. (Pada gambar 2). Gambar 2) Lambang singa dan matahari merah
(1929-1980 kerajaan Persia)
3.
Lambang kristal merah diatas dasar putih (pada tahun 2005 digunakan negara Israel). (Pada gambar 3)
13
Ibid, hal. 28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Gambar 3) Lambang kristal merah
Lambang palang merah dan bulan sabit merah mempunyai dua fungsi, yaitu : 1.
Sebagai tanda pelindung/Protective use. Biasanya dipakai pada saat konflik bersenjata oleh sukarelawan dan Perhimpunan Nasional, ICRC (International Committee of the Red Cross), unit medis/sarana transportasi medis dari kesatuan medis tentara.14 Contoh : pada gambar 4) sebelah kiri adalah tim medis tentara yang menggunakan lambang Palang Merah pada lengannya agar tidak menjadi sasaran tembak musuh dan pada gambar 5) sebelah kanan adalah kapal yang mengangkut peralatan medis bagi korban perang menggunakan lambang Palang Merah agar terlindung dari sasaran tembak para pihak yang sedang konflik bersenjata.
14
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Gambar 4)15 Sebagai tanda pelindung
2.
Gambar 5)16 Sebagai tanda pelindung
Sebagai tanda pengenal. Memperlihatkan dimasa damai bahwa seseorang atau suatu obyek berkaitan dengan gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, apakah itu Perhimpunan Nasional, IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) atau ICRC (International Committee of the Red Cross), unit medis/sarana transportasi medis dari kesatuan medis tentara.
17
Contoh : pada gambar 6) adalah tim sukarelawan Palang Merah yang sedang bertugas menggunakan kartu tanda pengenal agar dapat dikenali dan bertugas dengan aman.
15
Usiono, Materi Orientasi dan Penyegaran Pengurus PMI, hal. 16. Ibid. 17 Ibid. 16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Gambar 6)18 Sebagai tanda pengenal
Secara Internasional, keberadaan Palang Merah Indonesia telah diakui oleh ICRC (International Committee of the Red Cross) pada tanggal 15 Juni 1950 dan pada tanggal 16 Oktober 1950 diterima sebagai anggota Perhimpunan Nasional yang ke-68.19 Negara Republik Indonesia mengukuhkan kepesertaannya sebagai negara peserta dalam konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 berdasarkan UndangUndang Nomor 59 Tahun 1958 tentang “Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949”.20 Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950 mengenai pengesahan Anggaran Dasar dan pengakuan sebagai badan hukum “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” dan menunjuk “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang 18
Seven Audi Sapta, op. cit., hal. 32 Ibid, hal. 2 20 UU Nomor 59 Tahun 1958 Tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949. 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Conventie Geneva (1864, 1906, 1929 dan 1949).21 Sedangkan untuk “Tanda dan Kata-kata Palang Merah”
diatur dengan
Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 disebabkan pada saat itu telah sering terjadi penyalahgunaan tanda dan kata-kata palang merah oleh pihakpihak yang tidak diberikan hak untuk mempergunakannya.22 Gambar 7) Lambang Palang Merah :23 a
b
k
l
c
d
j
i
f
e
h
g
Penjelasan: 1. Umum: a. Tanda Palang Merah berwarna merah di atas dasar putih. b. Ukuran panjang palang horisontal sama dengan panjang palang vertikal 2. Perbandingan ukuran:
21
Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950. Peraturan Penguasa Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-kata Palang Merah. 23 PMI, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Munas XIX Tahun 2009, hal. 56 22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
a. Ukuran jarak antara titik-titik: A s/d B = B s/d C = C s/d D = D s/d E = E s/d F = F s/d G = G s/d H = H s/d I = I s/d J = J s/d K = K s/d L = Ls/d A b. Apabila ditarik garis imajinasi dari titik-titik: L s/d C; C s/d F; F s/d I; I s/d L, maka seakan-akan diperoleh 5 bujur sangkar yang sama. Gambar 8) Lambang Palang Merah di Indonesia24
A B
Penjelasan: 1. Umum: Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warnaputih. 2. Perbandingan ukuran: a. Perbandingan ukuran PalangMerah sama seperti pada ketentuan “Lambang Palang Merah” b. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dari lingkaran bulat seperti membentukgambar bunga berkelopak lima 24
Ibid, hal. 57.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
c. Perbandingan antara lebar bidang palang dengan kontur bunga (A : B) adalah 5 : 1. Lambang Palang Merah merupakan lambang yang sangat familiar yang dikenal oleh masyarakat nasional dan internasional. Lambang ini sangat dikenal oleh masyarakat karena aktifitas kepalangmerahan baik di tingkat nasional dan internasional. Pada saat aktifitas tersebut para relawan memakai emblem lambang palang merah di lengan, kartu identitas relawan, baju relawan, markas palang merah, kendaraan, tenda-tenda dan sebagainya. Aktifitas ini sangat menyentuh masyarakat dan korban perang. Hal inilah yang menyebabkan begitu banyak masyarakat yang begitu mengenal lambang palang merah ini. Menurut Juru Bicara PMI Kota Bandung Kristin Munandar, lambang dengan bentuk palang berwarna merah khusus digunakan oleh TNI dan PMI. "Tahun 2011 ditegaskan kembali karena banyak pelanggaran tentang lambang. Instansi kesehatan, produk obat dan rambu lalu lintas banyak menggunakan lambang palang merah. Seharusnya untuk instansi kesehatan dan lainnya di Indonesia menggunakan lambang palang berwarna hijau. Termasuk ambulance rumah sakit. Dari dinas kesehatan juga harusnya hijau palangnya25," Sedangkan menurut Arlina Permanasari menyatakan bahwa pada masa damai, lambang Palang Merah dapat ditemukan pada kemasan berbagai macam produk, rumah atau bangunan, kendaraan kesehatan, rumah sakit,
25
http://bdguptodate.com/index.php?page=view&class=Berita&id=110919124851, Arie Nugraha, PMI : Banyak Instansi Langgar Penggunaan Lambang, diunduh pada tanngal 7 Nopember 2012.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
praktek dokter, apotik atau rumah obat, bahkan juga dijadikan gambar atau lambang pada stiker, kotak obat, mainan, aplikasi pada berbagai macam pakaian, kaos, topi, tas, dan sebagainya26. Untuk mencegah semakin meluasnya penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia, saat ini pengurus PMI Pusat dan Daerah sedang giatgiatnya melakukan program dalam menyebarluaskan dan melakukan advokasi ke masyarakat mengenai prinsip dasar gerakan organisasi kemanusiaan Palang Merah di Indonesia, khususnya perihal lambang Palang Merah. Disamping itu pengurus PMI juga terus melakukan upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Lambang dalam rangka mendukung dan melindungi lambang kepalangmerahan. Adanya penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia menimbulkan kerugian bagi kepentingan kegiatan organisasi kemanusiaan karena lambang Palang Merah banyak digunakan untuk tujuan komersial demi keuntungan sepihak penggunanya, sedangkan tujuan dari Palang Merah Indonesia adalah membantu meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku, bahasa, warna kulit, jenis kelamin golongan dan pandangan politik.27 Disamping hal tersebut diatas, kerugian yang sangat signifikan adalah menimbulkan kebingungan di lingkungan masyarakat akan keberadaan lambang
26
Arlina Permanasari, Penelitian tentang Penyalagunaan Lambang Palang Merah pada Rumah Sakit-Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta, Juni 1995 dan Arlina Permanasari, Penelitian tentang Penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh Apotek dan Kalangan Industri di DKI Jakarta, Agustus 2006. 27 Seven Audi Sapta, Op Cit., hal. 29-30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Palang Merah di Indonesia karena pemerintah belum menetapkan aturan yang tegas dan jelas sesuai dengan perkembangan hak atas kekayaan intelektual yang berlaku saat ini.Merek sebagai salah satu bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan identitas dari suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Identitas tersebut juga bisa menandakan jaminan kualitas dan ciri khas suatu produk yang dihasilkan. Oleh karena hal tersebut diatas, pengurus PMI akan terus melakukan upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Lambang dalam rangka mendukung dan melindungi lambang kepalangmerahan. Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang “Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek.” B. Perumusan Masalah Berdasarkan analisa dan identifikasi di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah dasar
hukum bagi perlindungan terhadap lambang
Palang
Merah di Indonesia? 2.
Bagaimana pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjen. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
3.
Bagaimana langkah yang telah ditempuh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui dasar hukum bagi perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjend. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah.
3.
Untuk mengetahui langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia tersebut.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti yang diuraikan di bawah ini : 1.
Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan perkembangan HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) pada khususnya terutama tentang lambang Palang Merah di Indonesia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2.
Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Palang Merah
Indonesia, masyarakat umum dan pembuat kebijakan perihal perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek . E. Keaslian Penelitian Penelitian ini penulis lakukan setelah berdasarkan pengamatan di lapangan dan penelusuran di kepustakaan maupun hasil penulisan karya ilmiah di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No. 15 tahun 2001 Tentang
Merek” ini memang sudah ada
ditemukan beberapa yang membahas dalam bentuk tesis, namun
dengan pokok
permasalahan yang berbeda. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya karena telah ada yang melakukan penelitian yang dengan permasalahan yang berbeda yakni: 1.
H.M. Desdim Nasution (2002) dengan judul tesis “Peniruan Terhadap Merek Terkenal dan Upaya Penegakan Hukumnya dengan rumusan permasalahan: a. Bagaimanakah ruang lingkup pengertian merek terkenal menurut UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek? b. Bagaimanakah
langkah-langkah
preventif
yang
dilakukan
untuk
pengantisipasi terjadinya pelanggaran merek terkenal di Indonesia?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
c. Apakah Putusan Pengadilan dalam perkara merek terkenal sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek? 2.
Onggara Sambihuji dengan judul tesis “Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Merek” tahun 2004 dengan permasalahan: a. Apakah Perbedaan khusus antara asas-asas pidana umum yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai peraturan yang bersifat lex generalis, dengan pengaturan pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Merek 2001, sebagai peraturan lex specialis? b. Bagaimanakah perlindungan merek dan penerapan sanksi pidana secara internasional baik yang diatur dalam Persetujuan TRIPs, maupun perjanjian konvensi internasional lainnya? c. Bagaimanakah upaya Pemerintah dalam mencegah secara dini atau bertindak secara proaktif dalam melindungi merek-merek terkenal baik melalui tindakan kepabeanan/imigrasi atau tindakan lainnya?
3. Meilani Simuria dengan judul tesis “Problema Yuridis Perlindungan Hukum Kepemilikan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 (Studi di kota Medan)”, tahun 2005 dengan permasalahan: a. Bagaimanakah praktik penegakan hukum perlindungan hukum merek terdaftar sehubungan dengan adanya pesaingan tidak jujur (unfair competetion) di kota Medan?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
b. Bagaimanakah prosedur hukum yang harus ditempuh untuk memberi perlindungan hukum pemilik merek terdaftar di Pengadilan Niaga/Negeri Medan? F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Menurut pendapat Otje Salman dan Anton F Susanto, teori adalah
seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.28 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan toritis.29 Tujuan kerangka teori menurut Soerjono Soekanto adalah : 1.
Untuk lebih mempertajam atau mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2.
Mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.
3.
Teori biasanya merupakan ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti. 28
HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,
29
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
hal. 23.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
4.
Memberikan kemungkinan mengadakan proyeksi terhadap fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin fakta tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang.
5.
Teori-teori memberikan petunjuk-petunjuk pada kekurangan-kekurangan yang ada pada pengetahuan peneliti.30 Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa penelitian hukum dilakukan
untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.31 Pada pembahasan ini akan dibahas tentang perlindungan hukum atas lambang Palang Merah di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu Pasal 6 ayat (3) huruf (b), dimana Direktorat Jenderal HaKI akan menolak permohonan pendaftaran merek yang menyerupai sebagian atau seluruhnya lambang Palang Merah karena merupakan lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaannya di Indonesia. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 6 ayat (3) huruf (b) hanya mengatur penolakan pendaftaran, sedangkan peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar tidak diatur secara khusus. Hal ini menjadi permasalahan serius manakala banyak kasus peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar sangat banyak terjadi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 76
30
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 143. 31 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 35.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
dan 77, mengharuskan Palang Merah Indonesia mengajukan gugatan pada pengadilan niaga atas pelanggaran lambang Palang Merah. Rancangan Undang-Undang Lambang telah dibuat sejak tahun 2005, namun sampai dengan sekarang belum disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Walaupun demikian, sebagian aturan perlindungan lambang terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual tercantum pada Konvensi Jenewa I 1949 telah diratifikasi Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ratifikasi seluruh Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1664)32 tentang pengaturan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang telah diterima pada konferensi Internasional ke 20 di Wina dan telah direvisi oleh Council Of Delegates di Budapest tahun 1991 terutama pada Pasal 16-24, konvensi Jenewa I Tahun 194933. Perhimpunan nasional harus bersama dengan Pemerintah dalam hal ini harus memutuskan ketentuan-ketentuan baik penggunaan lambang baik penggunaan Protektif / perlindungan (protectif use) dan penggunaan indikatif/pengenal (indicatif use). Berdasarkan pemikiran tersebut, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, menyuguhkan cara mencapai tujuan melalui sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.
32 33
Seven Audi Sapta, op. Cit., hal lampiran. Arlina Permana Sari, Pengantar Hukum Humanitert., Jakarta, ICRC, 1999,hal. 321-327
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Friedman yang dikenal dengan teori sistem hukum34. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Komponen substansi hukum (legal substance) merupakan aturanaturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikapsikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum35. Friedman mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya masyarakatnya, yaitu sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, pandangan-pandangan, pikiran-pikiran, sikap-sikap dan harapan-harapan. Sehingga yang dimaksud dengan budaya hukum disini adalah persepsi masyarakat terhadap hukum, bagaimana peran hukum dalam masyarakat, apakah hukum itu hanya sebagai alat untuk menjaga harmoni, ketertiban dan stabilitas, atau hukum itu berisi perlindungan terhadap hak-hak individu.36
34
Pembangunan Sistem Hukum Indonesia Menurut Friedman, http://noniasmimoumimou.blogspot.com/2010/10/pembangunan-sistem-hukum-indonesia. html, diunduh pada tanggal 14 Nopember 2012 35 Teori Hukum, http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/06/teori-hukum.html, diunduh pada tanggal 14 Nopember 2012. 36 Lawrence M. Friedman, American Law, W.W. Norton & Company, New York-London, 1984, hal.5-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Substansi hukum menunjukkan kondisi dan kontradiksi di dalam undangundang merek sendiri. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dalam hal ini menelaah aturan ancaman pidana untuk pelanggaran Pasal 6 ayat (3) huruf (b) bagi pemilik merek yang belum terdaftar seperti halnya lambang Palang Merah di Indonesia. Lambang Palang Merah adalah lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaanya di Indonesia melalui Keppres RIS Nomor 25 Tahun 1950. Sedangkan pada struktur hukum, sangat diharapkan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI maupun penyidik Polisi sebagai upaya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap peniruan, penggunaan maupun memakai secara sembarangan lambang Palang Merah di Indonesia tanpa izin tertulis karena lambang tersebut telah diakui keberadaannya di Indonesia. Kemudian hubungan dengan masyarakat yang merupakan sistem yang ketiga yakni budaya hukum, menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Masyarakat umum di Indonesia masih banyak yang belum mengetahui bahwa lambang Palang Merah mempunyai aturan dalam penggunaanya dan jika menggunakannya harus memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari organisasi PMI. Pola pikir masyarakat di Indonesia masih sangat sederhana dimana jika tidak ada teguran dari pihak berwajib yaitu kepolisian, maka tindakan tersebut boleh dilakukan yang artinya tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
ada larangan. Organisasi PMI dalam hal ini sangat aktif dalam melakukan diseminasi (penyebarluasan) maupun sosialisasi aturan penggunaan lambang Palang Merah ke masyarakat. Khusus bagi badan hukum yang menggunakan lambang Palang Merah tanpa izin, maka PMI akan melakukan teguran secara tertulis dan melakukan advokasi perihal aturan penggunaan lambang tanpa melibatkan pihak berwajib (kepolisian ataupun Ditjen HaKI). 2.
Konsepsi Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak
menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.37 Defenisi operasional bertujuan untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang mendua dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, agar penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sangat diperlukan beberapa konsep dasar atau defenisi operasional sebagai berikut : 1.
Perlindungan Hukum adalah payung hukum berupa peraturan atau undangundang yang mengatur ketentuan atau tata cara penggunaan lambang Palang Merah di Indonesia.
2.
Lambang Palang Merah Indonesia adalah tanda pengenal organisasi di Indonesia yang telah ditunjuk untuk menjalankan pekerjaan palang merah sesuai Konvensi Jenewa Tahun 1949 yaitu palang merah diatas dasar warna putih dilingkari garis
37
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
merah yang berbentuk bunga berkelopak lima sebagai pengejawantahan dari dasar negara, yakni Pancasila dengan tulisan Palang Merah Indonesia atau PMI.38 3.
Palang Merah Indonesia adalah suatu lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.39
4.
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 adalah Undang-Undang yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang Merek yang disahkan pada tanggal 1 Agustus 2001 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 110 tahun 2001.
5.
Merek adalah adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.40
G. Metode Penelitian Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
41
Sedangkan
penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
38
PMI, Op. Cit., hal. 7 Seven Audi Sapta,Op Cit., hal. 06 40 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Pasal 1 angka (1). 41 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Indonesia Hillco, Jakarta, 1990, hal. 106. 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.
42
Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan atas metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.43 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu. 1.
Jenis dan Metode Pendekatan Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan dengan jenis penelitian
Yuridis Normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.44 Metode penelitian ini sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai metode tentang penelitian terhadap hukum perlindungan lambang palang merah ditinjau dari Undang-Undang Pasal 15 Tahun 2001. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan bersifat diskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan dalam hal ini mengenai Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia.
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif SuatunTinjauan Singkat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, , 2001, hal. 1. 43 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 6. 44 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 13.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
2.
Sumber Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan meliputi: a. Bahan hukum primer yang pertama kali harus dikumpulkan adalah peraturan perundangan, konvensi-konvensi tentang isu-isu yang hendak dipecahkan. Hal ini termasuk pengumpulan karya akademik baik berupa tesis dan makalah yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 serta berupa hasil wawancara dengan Pengurus PMI Pusat dan Kanwil Kemenkumham Provinsi Sumatera Utara. b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan penelitian yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, contohnya Rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, yang terkait dengan Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia. c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus (hukum) dan ensiklopedia yang terkait dengan Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia.
3.
Metode Pengumpulan Data Metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan melalui 2
(dua) cara : a.
Penelitian Kepustakaan (library research)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Penelitian
kepustakaan
dilakukan
untuk
memperoleh
data
dengan
mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, makalah-makalah, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Data tersebut akan dipilah-pilah guna memperoleh data yang berisi kaidah-kaidah
hukum
yang
dihubungkan
dengan
permasalahan
dalam
perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001. Metode penarikan kesimpulan akan dilakukan secara deduktif, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan terjawab. b.
Penelitian Lapangan (field research) Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan pengumpulan data secara langsung melalui wawancara kepada pihakpihak berwenang dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini terutama yakni Pengurus Palang Merah Indonesia Pusat dan Kanwil Depkumham Provinsi Sumatera Utara.
4.
Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan tehnik kualitatif. Disebut
kualitatif didasarkan pada analisis yang bertitik tolak pada penelusuran data-data, indormasi-informasi maupun asas-asas. Proses analitis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu : dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah berikutnya mengadakan reduksi data, yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan.
Satuan-satuan
itu
kemudian
dikategorisasikan
pada
langkah
berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.45
45
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 247-248.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA