BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi saat ini, perusahaan tentu ingin selalu berkembang dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan peningkatan kuantitas dan kualitas aset produktif. Untuk itu, sumber daya pembiayaan aset akan menjadibahan pertimbangan yang krusial bagi perusahaan untuk mendapatkan aset dengan cara yang paling ekonomis dan efisien. Perusahaan manufaktur membutuhkan banyak peralatan yang dapat melakukan proses produksi bahan mentah menjadi barang jadi. Sementara dana yang dimiliki perusahaan akan peralatan tersebut terkadang tidak mencukupi, Namun pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia terus berkembang setiap tahunnya Tabel 1.1 Perkembangan Indeks Sektoral Bursa Efek Indonesia
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (2013) 1
Pada tabel 1.1 Otoritas Jasa Keuangan juga menilai sektor manufaktur tahun 2013 merubakan sektor dengan perkembangan indeks harga saham tertinggi ke dua setelah industri konsumsi.
Tabel 1.2 Nilai PDB menurut Lapangan Usaha tahun 2011 - 2013
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Pada tabel 1.2 mengenai pertumbuhan produk domestik bruto, Badan Pusat Statistik menilai sektor industri pengolahaan (manufaktur) merupakan sektor pertumbuhan tertinggi diantara sektor lain. Namun tidak hanya perusahaan manufaktur yang memerlukan strategi pembiayaan aktiva yang baik, perusahaan sektor lain pun memerlukan cara pembiayaan terbaik agar setiap peralatan yang dibeli dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan akan
2
memikirkan apakah dana yang ada untuk membeli aktiva tersebut mencukupi atau diperlukan suatu pinjaman, dan resiko lain seperti ketinggalan zaman sehingga tidak ekonomis lagi bila dipakai ataupun ada resiko kegagalan memakai serta kemungkinan biaya pemeliharaan yang terlalu tinggi. Van Horne dan Wachowicsz (2005) Selain keuntungan dan kerugian yang perlu dipikirkan oleh perusahaan segala kemungkinan yang mungkin terjadi sewaktu perusahaan akan menambah jumlah aktivanya perlu dipikirkan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan memerlukan bantuan dari pihak lain seperti lembaga pembiayaan, atau menggunakaan cara lain tanpa harus berhubungan dengan pihak lain. Saat ini sudah terdapat beberapa lembaga atau perusahaan pembiayaan yang dapat membantu perusahaan yang merasa kesulitan akan dana dengan metode pembiayaan yang berbedabeda. Salah satu metode pembiayaan dalam memperoleh aktiva yang dapat diterapkan adalah dengan cara leasing. Leasing berasal dari kata Lease yang berarti sewa atau lebih umum diartikan sewa menyewa yaitu pembiayaan peralatan atau aktiva untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana leasing merupakan alternatif yang baik bagi perusahaan yang kurang modal atau hendak menghemat pemakaian tanpa harus kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi kembali dalam sektor-sektor
3
ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Van Horne dan Wachowicsz (2005) Menurut Thomas R. Noland (2006), salah satu manfaat potensial dari leasing adalah bahwa hal mempromosikan manajemen aset yang efisien dan ekonomis. Ini mengamankan kapasitas layanan yang diperlukan selama jangka sewa dan menyediakan manajemen dengan fleksibilitas untuk merespon perubahan kebutuhan tersebut. Manajemen dapat merespon perubahan dalam persyaratan aset tetap yang dihasilkan dari perubahan bisnis dan ekonomi yang lebih cepat jika aset tersebut disewakan, bukan untuk dimiliki. Leasing juga dapat memungkinkan manajer untuk mencoba berbagai jenis peralatan untuk menemukan konfigurasi yang paling produktif, meskipun pembiayaan sewa guna usaha seringkali lebih mahal daripada jenis lain pembiayaan utang. Leasing tumbuh dengan begitu pesatnya dan pada saat ini merupakan bentuk investasi modal yang tumbuh paling cepat. Menurut White Clarke Group 2013 Global Report volume pembiayaan leasing hingga tahun 2011 mencapai US $ 724.000.000.000. 575 dari 600 perusahaan yang disurvei oleh AICPA pada tahun 2004 mengungkapkan data tentang lease. Di Indonesia sendiri leasing sudah dikenal sejak tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan) No. Kep 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/1/1974 tanggal
4
7 Februari 1974 tentang perijinan usaha leasing. Semenjak tahun 1974 tersebut leasing mulai berkembang di Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), perusahaan pembiayaan (multifinance) membukukan total penyaluran pembiayaan Juli 2014 sebesar Rp 363,18 triliun, tumbuh 10,61 persen dibandingkan periode sama pada Juli tahun 2013 yang sebesar Rp 328,35 triliun. Sedangkan pembiayaan leasing multifinance sebesar Rp 114,04 triliun, tumbuh 4, 55 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 109,08 triliun. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Bapepam, selama tahun
2007 hingga 2011, jumlah penyaluran pembiayaan melalui leasing telah mengalami
peningkatan
sebesar
109.86%.
Selanjutnya,
Asosiasi
Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan bahwa pada Juli 2012, peningkatan nilai penyaluran pembiayaan leasing telah mencapai hampir dua kali lipat dari nilai penyaluran pembiayaan leasing pada Juli 2011. Kondisi ini menunjukkan bahwa pangsa pasar leasing di Indonesia semakin berkembang sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi perusahaan di Indonesia Dalam
leasing
selain
keuntungan
dan
kerugian
dalam
pelaksanaannya, dikenal juga istilah kapitalisasi leasing. Istilah kapitalisasi leasing dapat dilihat dari contoh kasus di Perusahaan Penerbangan Delta di Amerika Serikat. Jika Delta meminjam $ 47 juta dalam bentuk wesel 10 tahun dari Bank of America untuk membeli sebuah pesawat jet Boeing
5
757, maka aktiva dan kewajiban terkait pembelian harus dilaporkan dalam neraca sebesar jumlah tersebut. Jika Delta membeli pesawat tersebut langsung dari Boeing dengan pembayaran dicicil selama 10 tahun, maka transaksi cicilan harus di kapitalisasi, aktiva dan kewajiban juga dilaporkan. Namun, jika Delta melease pesawat Boeing 757 selama 10 tahun melalui transaksi lease yang tidak dapat dibatalkan dengan pembayaran dalam jumlah yang sama seperti pada transaksi cicilan, maka pelaporan transaksi tersebut disebut dengan kapitalisasi lease. Kieso et al. (2007) Terdapat beberapa penelitian yang sudah meneliti mengenai Kapitalisasi Leasing. Penelitian pertama dilakukan oleh Imhoff, Lipe, dan Wright pada tahun 1991 yang berisis awal mengembangkan seperangkat seragam
prosedur
untuk
memperkirakan
dampak
neraca
yang
mengkapitalisasi operasional lease. Selanjutnya Imhoff, Lipe, dan Wright kembali melanjutkan penelitiannya mengenai kapitalisasi leasing pada tahun 1993, 1995, dan 1997. Tahun 1993 dan 1995 menggunakan prosedur perusahaan secara spesifik, dan tahun 1997 meneliti dampak pendapatan pernyataan kapitalisasi sewa. Pada akhirnya Imhoff et al (2006) mengembangkan prosedur untuk yang konstruktif kapitalisasi dari operasional lease. Proses ini melibatkan menggunakan pengungkapan operasional lease untuk memperkirakan jumlah utang dan aset yang telah dilaporkan di neraca jika operasional lease telah diperlakukan sebagai modal sewa dari awal.
6
Penelitian-penelitian selanjutnya selalu mengacu kepada hasil penelitian Imhoff et al (2006) juga ikut meneliti mengenai kapitalisasi leasing ini. Dalam penelitiannya Noland mendapatkan informasi bahwa kapitalisasi kontrak sewa guna usaha memiliki dampak yang mendalam pada kedua patokan rata-rata industri dan intra-industri perbandingan dan bisa mengubah keputusan yang dibuat oleh investor saat ini dan potensi dan kreditor. Keseragaman penerapan kapitalisasi sewa konsisten dengan pendekatan hak milik akan memberikan informasi tambahan kepada pengguna laporan keuangan. Para Peneliti lainnya yaitu Kilpatrick dan Wilburn (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Off-balance-sheet financing & operating leases impact on lessee financial ratios” memperoleh hasil bahwa tidak semua perusahaan yang melakukan perjanjian leasing dengan tujuan untuk menghindari timbulnya rasio-rasio keuangan yang negatif dan kapitalisasi neraca. Apabila dilihat sebagian besar penelitian di atas menghubungkan antara kapitalisasi leasing dengan laporan keuangan terutama rasio keuangannya. Banyak hal yang dapat mempengaruhinya antara lain transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow terutama bagi perusahaan (lessee) yang beru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang. Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu
7
fasilitas kredit (credit line) yang telah dimiliki sehingga harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat menjamin kredit yang sudah ada. Kieso et al (2007). Selain itu, tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam neraca memberi daya tarik tersendiri kepada lessee karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva yang berarti tidak ada keharusan mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini mempunyai dampak positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena transaksi leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca lessee sebagai komponen utang atau yang biasa disebut dengan Off-balance-sheet financing. Kieso et al (2007). Alasan lainnya yaitu pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasing karena pada umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang di lease. Sehingga kekhawatiran para kreditor terhadap gangguan penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang telah diberikan dapat diatasi Selanjutnya adalah adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi, pemeriksaan, konsultan, percobaan dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya leasing. Dan yang terakhir adalan perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis manaikkan debt equity ratio yang
8
mempengaruhi bankability dari lessee yang bersangkutan. Kieso et al (2007) B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti akan meneliti kembali pengaruh sebelum kapitalisasi leasing dan sesudah kapitalisasi leasing terhadap perubahan rasio keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdapat di bursa efek Indonesia tahun 2011-2013. C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk
pengaruh sebelum
kapitalisasi leasing dan sesudah kapitalisasi leasing terhadap perubahan rasio keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdapat di bursa efek Indonesia tahun 2011-2013. 2. Kontribusi a. Manfaat bagi akademisi : Bagi para akademisi, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan juga dapat menjadi bahan pengajaran pada perkuliahan di jurusan Akuntansi, khususnya pada konsentrasi akuntansi keuangan (Financial Accounting), mengenai konsep penilaian laporan keuangan perusahaan yang baik dalam hal pengambilan
9
b. Manfaat bagi pelaku bisnis : Penelitian ini dapat berguna bagi para investor untuk memberikan pengetahuan mengenai indeks industri manufaktur dan juga memberikan masukan atau informasi mengenai leasing itu sendiri di Indonesia. Selain itu, dapat membantu dalam mengambil keputusan investasi terutama dalam dunia saham khususnya untuk indeks industri manufaktur pada Bursa Efek Indonesia.
10