BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sejarah panjang perjalanan periklanan telah membawa banyak perubahan terhadap bentuk iklan itu sendiri. Iklan yang pada awal kemunculannya memegang peranan sebagai fungsi informasi terkait produk dengan pendekatan rasional, telah berkembang dan mengalami transformasi dengan berbagai pendekatan baru, seperti pendekatan emosional dan pendekatan moral. Penggunaan berbagai pendekatan seperti di atas tentu bertujuan untuk membuat iklan menjadi lebih menarik. Dengan daya tarik yang dimilikinya, iklan-iklan tersebut memiliki nilai tambah dalam mempersuasi audiens. Menurut Sutisna (2003 : 278) untuk menampilkan pesan iklan
yang mampu membujuk, mampu membangkitkan dan mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan, memerlukan daya tarik bagi audiens sasaran. Daya tarik iklan sangat penting karena akan meningkatkan keberhasilan komunikasi dengan audiens. Kotler (dalam Sindoro, 1996: 81) menjelaskan daya tarik isi pesan
sebuah tayangan meliputi daya tarik rasional, emosional dan moral. Daya tarik rasional menunjukan bahwa kegiatan tersebut menghasilkan manfaat. Bentuk daya tarik rasional ini didasarkan atas poin-poin rasional seperti keunggulan produk dibanding produk sejenis, keunggulan harga, dan lain sebagainya. Daya tarik emosional mencoba membangkitkan motivasi terhadap suatu kegiatan atau produk, daya tarik emosional berusaha membawa konsumennya untuk terbangun dalam kondisi yang sedang terjadi sehingga membuat konsumen bisa merasakan berada dalam kondisi tersebut. Sedangkan daya tarik moral diarahkan pada perasaan seseorang sehingga sering digunakan untuk mendorong orang mendukung masalah-masalah sosial. Iklan dengan daya tarik moral ini lebih menekankan pada isu-isu
1
strategis yang bisa dilihat oleh konsumen sebagai momen yang menarik dan layak untuk diperhatikan. Isu-isu strategis dalam iklan yang sering diangkat adalah isu kebangsaan, isu agama, isu nasionalisme, isu kemanusiaan dan isu-isu moral lainnya. Iklan-iklan dengan pendekatan emosional dan moral umumnya beredar melalui media televisi, hal ini memang dikarenakan media televisi memiliki keunggulan dibanding iklan di media massa lainnya. Karakter televisi yang dapat didengar dan dilihat membuat televisi menjadi media yang bisa menyasar sisi emosional khalayak. Keselarasan antara audio dan visual ini juga membuat televisi menjadi media yang enak untuk dikonsumsi oleh publik. Karakter ini memang menunjang iklan-iklan dengan pendekatan moral yang menyasar sisi emosional khalayak, dimana sisi emosional seseorang akan lebih mudah menerima pesan jika ia bisa menyaksikan dan mendengarkan langsung seperti yang disajikan oleh media televisi. Intinya perhatian yang diterima melalui media ini lebih baik dibanding media massa lainnya. Pada dasarnya fungsi iklan khusunya iklan politik adalah sebagai upaya untuk mempromosikan kandidat agar menjadi pilihan pemilih. Salah satu bentuknya adalah dengan pendekatan moral seperti yang telah dijabarkan di atas. Dalam kasus ini pendekatan moral dengan mengangkat isu nasionalisme dinilai memiliki signifikansi terhadap pilihan pemilih untuk memilih kandidat yang diiklankan. Sehingga bisa kita saksikan bagaimana gencarnya iklan politik dengan menggunakan isu nasionalisme pada pemilu tahun 2014 ini. Pada awal kemunculannya iklan politik di Indonesia tidak memiliki perbedaan yang mencolok dengan iklan komersial yang beredar di media massa,
khususnya
televisi.
Artinya
iklan
politik
hanya
sebatas
menonjolkan sesuatu untuk bisa menarik perhatian khalayak untuk memilih. Setiyono (dalam Danial, 2009: 199) mengungkapkan bahwa
2
iklan-iklan politik TV pada saat itu sebagian besar berisi ajakan untuk mencoblos nomor urut partai dan memperkenalkan logo partai. Pada pemilu 2004, kondisi iklan politik TV yang dibuat oleh parpol-parpol peserta pemilu sama saja. Menurut Setiyono (dalam Danial, 2009: 200), isi pesan iklan politik dalam pemilu 2004 umumnya seragam, yaitu ajakan mencoblos tanda gambar partai atau nomor serta lebih menampilkan figur atau toko partai. Harapan bahwa ada peningkatan kualitas iklan politik, khususnya iklan politik TV dalam pemilu 2004, dimana iklan-iklan politik lebih menonjolkan isu dan program, tetap tidak terwujud. Setiyono melanjutkan bahwa kenyataan yang terjadi dalam periode pemilu 1999 dan 2004 tersebut disebabkan karena partai politik masih mengandalkan basis massa pemilih tradisional masing-masing, yang memilih partai berdasarkan figur, bukan karena program-programnya. Pandangan berbeda terkait dengan kondisi iklan politik yang terjadi dalam dua periode pemilu taun 1999 dan 2004 ini dikemukakan oleh Direktur Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Stanley Adi Prasetyo, menurut Stanley, tidak munculnya visi dan misi dalam iklan-iklan politik justru disebabkan karena partai dan tim kreatifnya tidak mempunyai gambaran tentang siapa segmen pendukung mereka dan apa yang akan dicapai dalam kampanye melalui media tersebut. Meskipun sebagian besar iklan yang beredar dalam pemilu tahun 2004 cenderung mengulang model iklan pada periode pemilu sebelumnya, ada salah satu iklan politik pada pemilu 2004 yang berbeda dari iklan politik pada umumnya. Iklan tersebut adalah iklan politik TV Prabowo Subianto versi Macan Asia. Stanley (dalam Danial, 2009: 201) mengungkapkan bahwa pada pemilihan umum tahun 2004 Prabowo Subianto mengawali penggunaan isu startegis dalam kampenyenya saat itu. Prabowo Subianto saat itu menjadi salah satu calon presiden yang mengikuti konvensi Partai Golkar. Iklan ini merupakan salah satu contoh iklan politik yang baik pada pemilu 2004. Terlepas dari berbagai kontroversi dan isu tidak baik yang menyertai
3
prabowo, kata Stanley, iklan Prabowo bercerita tentang kondisi “zaman normal” yang situasinya kemudian berbeda setelah reformasi. Iklan itu kemudian mengemukakan impian tentang Indonesia masa depan yang dikaitkan dengan potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Iklan ini memperlihatkan semangat nasionalisme yang tergambar dalam bentuk harapan untuk kemajuan Indonesia di masa mendatang. Menjelang pemilu tahun 2009 Prabowo Subianto kembali menggunakan strategi yang sama untuk partai Gerindra. Iklan ini dinilai sebagai iklan yang paling memengaruhi masyarakat. Berdasarkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan antara tanggal 8-20 September 2008 terhadap 1.249 responden berusia 17 tahun atau lebih di Indonesia, iklan Gerindra adalah iklan politik televisi yang paling banyak ditonton pemirsa TV (66 persen). Iklan politik televisi Gerindra juga menempati status iklan yang paling banyak diingat dalam memori masyarakat (51 persen) dibanding iklan politik televisi partai-partai politik lainnya (Danial, 2009: 233). Iklan politik terutama di media televisi saat ini tidak lagi bisa disamakan dengan iklan komersial seperti di awal kemunculannya, konten politik yang disajikan dalam iklan politik sedikit banyak bergeser kearah penyampaian informasi terkait isu-isu strategis yang mendukung aktor maupun partai politik itu sendiri. Pada pemilu tahun 2014 ini, kita bisa melihat bagaimana iklan politik hadir dan berkembang dengan pendekatan moral yang banyak mengangkat isu nasionalisme. Fenomena ini tentunya memiliki hubungan erat dengan iklan Prabowo Subianto pada pemilu 2004 dan menjelang pemilu 2009. Iklan dengan pendekatan moral seperti ini telah terbukti menjadi salah satu model iklan yang lebih maju dibanding iklan-iklan partai politik lain. Iklan tersebut telah membawa perubahan dengan pendekatan yang lebih mengarahkan pada sisi emosi audiensnya. Membawa audiens menjadi individu nasionalis yang memiliki kepentingan dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
4
Nasionalisme sendiri merupakan paham yang menekankan semangat kesatuan dan persatuan, dimana setiap individu dituntut untuk memberikan kewenangan kepada negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Sehingga negara memiliki hak untuk menentukan dan mengatur bangsanya. Paham ini yang dalam pelaksanaannya berisi berbagai gagasan, harapan, dan tindakan untuk kemajuan bangsa di masa mendatang. Seperti yang terlihat dalam iklan politik Prabowo Subianto dalam pemilu 2004, iklan ini menerangkan bagaimana harapan atau impian Indonesia di masa mendatang menjadi negara yang lebih baik lagi. Isu nasionalisme banyak digambarkan dalam berbagai bentuk oleh partai politik yang berpartisipasi di dalamnya. Partai PDIP mengusung isu nasionalismenya dengan slogan “Indonesia Hebat”, partai Golkar dengan slogan “Suara Golkar Suara Rakyat”, partai Demokrat dengan slogannya “Nasionalis-Religius”, partai Gerindra dengan slogan “Kalau Bukan Kita Siapa Lagi? Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi?”, dan banyak lagi bentuk-bentuk nasionalisme yang ditunjukkan oleh partai politik yang bertarung. Lembaga riset Nielsen mencatat nilai belanja iklan organisasi politik dan pemerintahan mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2014. Seperti pada tahun-tahun Pemilu sebelumnya, belanja iklan organisasi politik dan pemerintahan di tahun Pemilu 2014 meningkat tajam. Selain secara keseluruhan meningkat 89%, pertumbuhan belanja iklan organisasi politik dan pemerintahan juga mencatat pertumbuhan tertinggi di semua jenis media yaitu 226% pada televisi menjadi Rp1,17 Triliun, 57% pada surat kabar menjadi 1,36 Triliun dan pada 46% majalah dan tabloid menjadi 14,27 Miliar.1 Fenomena serupa juga terjadi pada pemilu presiden (pilpres) dimana iklan-iklan yang beredar terkait dengan kandidat yang bertarung
1
Pertumbuhan Belanja Iklan berjalan Perlahan.2014 dalam
http://www.nielsen.com/content/corporate/id/en/press-room.html
5
juga mengusung atau mengangkat isu nasionalisme dalam kampanyenya. Berbagai macam bentuk iklan yang menunjukkan sikap bangga terhadap tanah air, sikap ingin memajukan bangsa dan negara, sikap cinta Indonesia, terkonsep dalam bentuk iklan-iklan politik. Iklan pilpres di tahun 2014 ini merupakan salah satu yang tergencar dari berbagai agenda perpolitikan nasional Indonesia yang pernah ada sebelumnya. Hal ini terlihat dari banyaknya tema iklan yang beredar meskipun kandidat yang bertarung hanya terdiri atas dua pasang calon presiden dan wakil presiden. Iklan ini terbagi dalam 55 tema iklan TV Capres. Sebanyak 28 tema diproduksi oleh kubu Prabowo-Hatta, sedangkan kubu Jokowi-JK menampilkan 27 tema iklan TV Capres. Dari kubu Prabowo-Hatta, spot iklan TV bertajuk „Garuda Merah‟ menjadi tema iklan yang banyak ditayangkan, dengan frekuensi tayang mencapai 725 kali. Sementara dari kubu Jokowi-JK, tema yang paling banyak digeber adalah iklan „Siapkah Kita?,‟ yang mendapat porsi penayangan sebanyak 335 kali.2 Penelitian ini sendiri menganalisis dua iklan politik kampanye pemilu presiden tahun 2014. Iklan tersebut adalah iklan dengan tema “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dari kandidat Prabowo-Hatta dan iklan dengan tema “Siapkah Kita?” dari kandidat Jokowi-JK. Kedua iklan ini merupakan salah satu iklan dari masing-masing kandidat yang menggunakan pendekatan moral dengan mengangkat isu nasionalisme sebagai isu utama iklannya. Iklan pasangan Prabowo-Hatta menggambarkan kondisi dimana Indonesia memiliki potensi menjadi negara yang lebih baik. Menjadi negara yang lebih sejahtera, lebih berdaulat, dan lebih mandiri, dengan sosok pemimpin yang cerdas, tegas, dan mampu memimpin. Sedangkan iklan pasangan Jokowi-JK menggambarkan keinginan bangsa indonesia 2
Iklan Tv Capres Prabowo-Hatta cenderung lebih Tinggi disbanding Jokowi-JK. dalam
http://www.pemilu.com/berita/2014/07/iklan-tv-capres-prabowo-hatta-cenderung-lebihtinggi-dibanding-Jokowi-JK/
6
akan karakter pemimpin yang sederhana, jujur, dan bersih. Digambarkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter pemimpin yang lahir dari rakyat indonesia, sehingga dengan karakter tersebut pula seharusnya seorang pemimpin indonesia. Kedua iklan ini menunjukkan bagaimana isu nasionalisme dikemas menjadi nilai tambah dari karakter yang telah ada. Nilai yang menjadikan kandidat Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sebagai tokoh yang pantas untuk memimpin bangsa Indonesia. Bahwa masing-masing tokoh mempunyai semangat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik, menginginkan Indonesia memiliki jati diri sebagai sebuah bangsa yang besar. Namun demikian, isu nasionalisme yang ditampilkan pada masingmasing iklan ini memperlihatkan bahwa kedua iklan ini memakai pendekatan yang berbeda dalam menggambarkan nasionalisme itu sendiri. Iklan “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dari pasangan Prabowo-Hatta memperlihatkan bagaimana aspek ekonomi memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Sebagian besar iklan ini memperlihatkan aspek-aspek ekonomi seperti visual iklan yang menampilkan sumber daya yang dimiliki
oleh
Indonesia,
dan
prolog
yang
menarasikan
tentang
kesejahteraan dan kemandirian. Iklan “Siapkah Kita?” dari pasangan Jokowi-JK sendiri lebih menekankan aspek teknis dari karakter atau kepribadian individu dalam iklannya. Dalam iklan ini semangat nasionalisme hadir dalam karakter jujur, bersih, dan sederhana. Ketiga karakter ini digambarkan sebagai karakter pemimpin yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pemimpin yang memiliki karakter tersebut adalah pemimpin yang paling mengetahui apa yang diperlukan bangsa untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Dari pemaparan di atas kita bisa melihat bagaimana kedua iklan ini sama-sama mengangkat isu nasionalisme, tetapi menggunakan pendekatan
7
yang berbeda dalam menampilkan nasionalisme pada masing-masing iklannya. Iklan “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” hadir dengan pendekatan ekonomi, sedangkan iklan “Siapkah Kita?” hadir dengan berfokus pada aspek kepribadian atau karakter seorang pemimpin. Perbedaan dalam menghadirkan aspek nasionalisme ini menjadi salah satu titik penting dalam penelitian ini. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa penelitian ini dinilai menarik. Sebagai sebuah paham yang menitikberatkan pada rasa memiliki, persatuan, dan kesatuan dalam sebuah bangsa, nasionalisme bisa hadir dari berbagai aspek kehidupan. Penelitian
ini
melihat
lebih
jauh
bagaimana
kedua
iklan
ini
menggambarkan semangat nasionalisme pada masing-masing iklannya. Penelitian ini memberikan gambaran terkait dengan aspek apa yang diangkat oleh masing-masing iklan dalam menghadirkan semangat nasionalisme itu sendiri. Apakah aspek-aspek yang terpilih tersebut memiliki signifikansi terhadap masing-masing kandidat, sehingga dinilai bisa memberikan pengaruh signifikan. Apakah memang aspek tersebut merupakan aspek yang memang banyak dibahas dalam lingkup nasional bangsa Indonesia. Berangkat dari ketertarikan pada bagaimana isu nasionalisme yang digambarkan dalam kedua iklan tersebut, penelitian ini akhirnya diangkat. Dengan harapan penelitian ini dapat memberikan gambaran pada aspek apa isu nasionalisme ditampilkan dari masing-masing iklan.
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana isu nasionalisme digambarkan dalam iklan politik “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dan iklan “Siapkah Kita?” pada kampanye pemilihan umum presiden di televisi pada tahun 2014?
8
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui isu nasionalisme pada iklan politik kampanye pemilihan umum presiden di televisi pada pemilihan umum presiden tahun 2014. 2. Untuk mengkomparasikan isu nasionalisme pada iklan kampanye pemilihan umum presiden dengan tema “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dengan isu nasionalisme pada iklan kampanya pemilihan umum presiden dengan tema “Siapkah Kita?”.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu komunikasi mengenai perkembangan peran komunikasi di bidang politik dalam pemilu. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperluas pengetahuan yang berkenaan dengan konsep isi iklan politik, khususnya yang berkenaan dengan iklan politik di media televisi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para praktisi komunikasi khususnya yang fokus dalam bidang politik tentang bagaimana isu nasionalisme dalam iklan politik di media massa, khususnya media televisi. Keterangan-keterangan yang didapatkan dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan terhadap upaya perencanaan, perumusan, implementasi dan evaluasi terhadap dunia periklanan terutama iklan politik.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Televisi sebagai Media Iklan Televisi sebagai salah satu media massa memiliki peran penting dalam fungsinya sebagai saluran informasi kepada khalayak. Televisi yang terdiri atas komponen audio visual tentunya memberikan
9
kepuasan tersendiri bagi para penikmatnya, selain itu tingkat persuasi suatu pesan akan meningkat ketika kita menerimanya tidak hanya dengan satu indra. Dengan keunggulan ini televisi bisa menyuguhkan iklan dengan berbagai pendekatan yang tentunya memancing daya tarik khalayak. Karakter televisi yang dapat didengar dan dilihat membuat televisi menjadi media yang menarik dibanding media massa lainnya. Keselarasan antara audio dan visual ini juga membuat televisi menjadi media yang nyaman untuk dikonsumsi publik. Ardianto (2004) memaparkan tiga karakter televisi yaitu: 1. Audiovisual Apabila media radio hanya bisa didengar atau media cetak hanya bisa dilihat, televisi memiliki kelebihan dapat didengar dan dilihat 2. Berfikir dalam Gambar Ada dua tahap dalam proses berfikir dalam gambar, pertama adalah visualisasi, yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung
gagasan
yang
menjadi
gambar
secara
individual. Dalam prosesnya gambar-gambar ditampilkan sedemikian rupa sehingga mengandung suatu makna. Tahap kedua adalah penggambaran, yaitu merangkai gambargambar
sedemikian
rupa
sehingga
kontinuitasnya
mengandung suatu makna. 3. Pengoperasian lebih Kompleks Dibandingkan media lainnya pengoperasian televisi siaran lebih kompleks dan melibatkan lebih banyak orang. Peralatan yang
digunakannya
pun
lebih
banyak
dan
untuk
mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang
yang
terampil
dan
terlatih.
Hal
ini
mengakibatkan media ini lebih mahal daripada media massa lainnya.
10
Dalam kaitannya dengan iklan itu sendiri, televisi memiliki peran sebagai media penghubung antara khalayak dengan informasi yang ada di dalamnya. Adapun bentuk informasi berupa iklan dalam media televisi memiliki variasi yang beragam sehingga banyak disukai oleh khalayak. Kasali (1992) memaparkan bentuk iklan televisi setidaknya terdiri dalam empat bentuk seperti: 1. Pensponsoran Sponsor adalah salah satu cara iklan televisi, dimana suatu acara dibiayai oleh pihak sponsor dengan timbale baliknya adalah produk-sponsor akan ditayangkan dalam acara tersebut. 2. Partisipasi Melalui iklan sepanjang 15, 30, atau 60 detik disiapkan diantara satu atau beberapa acara (spot). Pendekatan ini dapat memilih jangkauan pasar, khalayak sasaran, jadwal, dan anggaran. Meski demikian dampak yang dihasilkan tidak sekuat bentuk pensponsoran dan pihak pengiklan tidak dapat mengontrol isi dan mutu program yang bersangkutan. 3. Spot Announcement Iklan yang ditempatkan pada pergantian acara. Iklan spot 10, 20, 30, atau 60 detik dijual oleh stasiun-stasiun baik untuk pengiklan lokal maupun nasional. Pengiklan lokal biasanya memanfaatkan bentuk iklan ini. 4. Public Service Announcement Iklan layanan masyarakat yang ditempatkan ditengah-tengah acara. Iklan ini dimuat atas permintaan pemerintah atau suatu LSM, untuk menggalang solidaritas masyarakat atas suatu masalah yang terjadi dalam masyarakat.
11
Dari berbagai bentuk iklan televisi seperti yang telah disebutkan di atas, penelitian ini akan melihat bagaimana iklan pilpres tahun 2014 ini dalam bentuk iklan partisipasi. Hal ini memang dikarenakan iklan yang akan diteliti bentuknya berupa iklan partisispasi. Iklan-iklan ini beredar dalam berbagai acara-acara televisi yang dinilai memiliki potensi untuk diperhatikan khalayak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, televisi merupakan media iklan yang memiliki signifikansi dalam mempengaruhi khalayak yang menyaksikannya. Bentuk iklan pada media ini terlihat lebih komunikatif dengan unsur audio visual yang dimilikinya. Unsur visual iklan televise yaitu segala yang tertuang dalam frame yang komposional dalam satu shot. Berupa perpaduan elemen disain yang berbeda,
dan
merupakan
gambar
bergerak.
Gerakan
akan
menghasilkan makna. Dalam sebuah iklan televisi visualisasi merupakan hal yang sangat penting. Setiap adegan yang ditampilkan dapat dijadikan simbol dari pesan yang akan disampaikan. Seperti warna, tingkah laku model dan suasana yang melatarbelakangi iklan tersebut. Dalam sebuah visual iklan juga terdapat slogan atau tagline, yang bisa dijadikan obyek dari pesan yang akan disampaikan. Banyak pihak, bukan saja para ahli, beranggapan bahwa slogan merupakan “alpha” dan “omega” dari iklan (Winardi, 1992: 96). Dalam penelitian ini, unsur visual iklan terdiri atas adegan, jalan cerita, setting, teks, dan warna dan simbol. Unsur audio atau sumber suara dalam iklan di media televisi dapat menampilkan ekspresi dari karakteristiknya, sebagaimana referensinya terhadap konteks sinematografis secara keseluruhan. Suara akan membawa implikasi dan efek emosional tersendiri, serta makna dari isi sebuah sinematografis. Elemen suara terbagi dalam prolog atau dialog yang dilakukan oleh model dan back sound yang digunakan dalam iklan tersebut.
12
Kombinasi dari elemen audio dan visual ini yang menjadi pembentuk iklan di media televisi, sehingga elemen-elemen inilah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Isu yang berkaitan dengan nasionalisme akan dilihat dari bentuk audio, visual dari iklan televisi. Berkaitan dengan efek visual iklan televisi ini sendiri, ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk membuat iklan televisi memiliki nilai tambah dan nilai jual yang kuat pada konsumen. Rusel (dalam Kasali, 2003) menjelaskan beberapa teknik visual iklan televisi sebagai berikut: 1. Spoke Person Teknik ini menampilkan seseorang didepan kamera yang langsung membawakan iklan kepada pemirsa televisi. 2. Testimonial Menggunakan seseorang yang dikenal luas yang mampu memberikan kesaksian atau jaminan terhadap suatu produk 3. Demonstration Teknik ini cukup popular mengingat televisi adalah media yang ideal untuk memberikan demonstrasi kepada konsumen tentang manfaat suatu produk. 4. Story Line Menampilkan cerita permulaan hingga selesai. 5. Direct Product Membandingkan dua buah produk secara sekaligus. 6. Humor Gaya ini mengandung resiko yang sangat besar, apabila humornya tidak hati-hati maka akan menimbulkan rasa kurang suka orang yang melihatnya. 7. Slice of Life Pendekatan ini menggunakan adegan pengalaman sehari-hari.
13
8. Customer Interview Pendekatan ini menghadirkan seseorang untuk menceritakan tentang produk yang digunakan. 9. Vignette and Situation Gambar yang ditampilkan biasanya memperlihatkan sejumlah orang yang sedang menikmati produk seperti menikmati hidup. 10. Animation Teknik ini biasanya menggunakan gambar atau tokoh kartun sebagai pengganti suasana atau pengganti manusia. 11. Stop Motion Televisi juga sering menampilkan iklan yang disajikan sebagai stop motion, dan mungkin juga merupakan gambar berseri. 12. Fotoscape Menggabungkan antara teknik animasi dengan gambargambar nyata. 13. Combination Teknik ini pada dasarnya adalah penggabungan dua atau lebih beberapa teknik dasar di atas.
2. Iklan Politik TV Iklan politik sendiri berisikan pesan “persuasi” dan “informasi”. Meskipun keduanya sulit dibedakan secara mendasar dengan perasaan pribadi, banyak orang percaya bahwa para politisi akan menghargai usaha persuasi (Suhandang, 2005 : 36). Holtz-Bacha dan Kaid (dalam Danial, 2009: 93) mengatakan televisi digunakan oleh partai politik dan kandidat setidaknya melalui dua cara. Pertama, lewat “cara-cara gratis” melaui peliputan regular media terhadap kegiatan partai atau kandidat politik.
14
Dalam peliputan bebas itu, berlaku prinsip-prinsip seleksi jurnalistik dan kriteria produksi yang biasa digunakan oleh para jurnalis dan pengelola televisi. Aktor politik tidak bisa mempengaruhi kapan, seberapa panjang, dan bagaimana peristiwa politik itu diliput televisi. Kedua, membayar ke media karena memasang “iklan politik”. Dalam iklan politik, kandidat atau partai politiklah yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan dihadapan pemilih. Dua bentuk penggunaan media televisi ini biasa juga diistilahkan dengan controlled media dan uncontrolled media. Politisi dan partai bisa mengontrol isi pesan yang akan disampaikan melalui iklan politik, namun tidak memiliki kontrol terhadap bagaimana media mengemas berita-berita politik di televisi. Dengan kebebasan yang dimiliki iklan politik khususnya di media televisi, tidak mengherankan bila iklan politik banyak digunakan dalam proses kampanye politik itu sendiri. Lembaga riset Nielsen mencatat bahwa porsi belanja iklan partai politik kembali dominan di televisi sebesar 54% setelah di tahun Pemilu sebelumnya pada kuartal pertama 2009 lebih dominan di suratkabar sebesar 65%. Trans TV menjadi stasiun televisi yang mendapatkan porsi belanja iklan terbesar dengan 14%, disusul oleh RCTI sebesar 12% dan ANTV sebesar 11%.3 Holtz-Bacha dan Kaid (dalam Danial 2009: 93) mendefinisikan iklan politik di televisi sebagai: “moving image programming that is designed to promote the interest of a given party or individual”. Lebih lanjut untuk menekankan soal kontrol pesan politik tadi, mereka memperluas definisi itu dengan menyodorkan definisi:
“any
programming format under the control of the party or candidate and for which time is given or purchased”.
3
Ibid.
15
Dengan demikian Iklan politik bisa diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh aktor-aktor politik (partai politik, calon kandidat tertentu) untuk merebut simpati publik dengan cara menyajikan prestasi atau nilai-nilai baik yang dimiliki kandidat untuk disampaikan kepada publik, dengan harapan publik akan meletakkan pilihannya pada kandidat tersebut. Penggunaan isu-isu besar dalam iklan politik saat ini tidak lagi menjadi sesuatu yang langka, sejak pada pemilu tahun 2004, Penggunaan isu strategis dalam iklan hingga kini banyak digunakan oleh pelaku politik. Dari banyak isu yang digunakan dalam iklan politik saat ini, isu nasionalisme terlihat dominan, banyak partai politik menyajikan aspek nasionalisme dalam berbagai iklannya. Tujuan iklan politik sendiri adalah mempersuasi dan memotivasi pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut
iklan
beredar
di
media
massa
dengan
senantiasa
mengedepankan informasi tentang kandidatnya dengan menonjolkan berbagai bentuk keunggulannya. Apa yang telah kandidat lakukan, pengalaman dan track record parpol maupun kandidat, bagaimana posisinya terhadap isu-isu tertentu. Falkowski & Cwalian dan Kaid (dalam Nursal 2004: 256) menunjukkan bahwa iklan politik berguna untuk beberapa hal berikut: 1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat. 2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak-pastian pilihan karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu. 3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi citra kontestan. 4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu. 5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional. 6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap kandidat dan even-even politik.
16
Besarnya efek yang bisa ditimbulkan melalui iklan politik tentunya membawa pengaruh pada penggunaan iklan politik itu sendiri, iklan politik dijadikan sebagai alat utama para pelaku politik untuk memperoleh simpati khalayak. Maka tidak heran jika ditahun politik seperti ini nilai belanja iklan terutama iklan politik selalu meningkat. Penggunaan kampanye politik di berbagai media ini tidak hanya sebatas pada penayangan konten iklan politik semata, lebih dari itu kita juga banyak menyaksikan pemberitaan yang berhubungan dengan upaya-upaya organisasi politik maupun kandidatnya. Iklan politik sebagai bagian dari marketing politik merupakan serangkaian aktivitas untuk menanamkan image politik di benak masyarakat dan meyakinkan publik mengenai apa yang ada dalam iklan tersebut. Image politik seperti terlihat dalam produk iklan tidak selalu mencerminkan realitas objektif. Suatu image politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak nyata yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Image politik sendiri dapat diciptakan, dibangun, dan diperkuat. Image politik dapat melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Image politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Di samping itu, image politik juga dapat memengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu. Terlepas dari apakah image politik dalam iklan yang akan diteliti merupakan realitas objektif atau bukan, penelitian ini ingin melihat bagaimana kedua iklan dalam penelitian ini menampilkan sisi nasionalisme dalam iklannya. Bagaimana iklan tersebut mengemas nasionalisme sebagai daya tarik untuk membuat khalayak mau menjadikan
iklan
tersebut
sebagai
acuan
dalam
menentukan
pilihannya.
17
3. Nasionalisme 1. Pengertian Nasionalisme adalah paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Paham yang mengarahkan warga negara untuk menaruh kasih sayang terhadap negaranya. Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa, dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan adat-istiadat. Sedangkan dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan ke dalam (Badri, 1999). Ritter (dalam Sutarjo, 2009: 4) menjelaskan nation
berasal dari bahasa Latin natio, yang dikembangkan dari kata nascor (saya dilahirkan), maka pada awalnya nation (bangsa) dimaknai sebagai sekelompok orang yang dilahirkan di suatu daerah yang sama (group of people born ini the same place). Dalam
perkembangannya,
nasionalisme
tidak
hanya
dipahami sebagai persatuan dari kelompok orang yang memiliki berbagai kesamaan, lebih dari itu nasionalisme merupakan persekutuan dari berbagai macam individu dengan tujuan tertentu. berikut adalah beberapa pemaparan beberapa ahli yang memiliki pandangan tersendiri terhadap nasionalisme. Smith (dalam Sutarjo, 2009: 5)4 memaknai nasionalisme sebagai gerakan ideologis untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi dan individualitas bagi satu kelompok sosial tertentu yang diakui oleh beberapa
anggotanya untuk
membentuk
atau
4
Drs. Sutarjo Adisusilo J. R.S. Th.M.Pd. 2003. Nasionalisme.dalam Jurnal Historia Vitae. Vol.(23). No. 2.Hal.6. Drs. Sutarjo Adisusilo J. R.S. Th.M.Pd. adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
18
menentukan satu bangsa yang sesungguhnya atau yang berupa potensi saja. Nasionalisme itu multi makna, hal tersebut tergantung pada kondisi objektif dan subjektif dari setiap bangsa. Nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau budaya yang sama, maka dalam hal ini nasionalisme sama dengan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa. Nasionalisme adalah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadangkadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa yang kesatuannya
lebih
unggul
daripada
bagian-bagiannya.
Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri. Nasionalisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa bangsanya sendiri harus dominan atau tertinggi di antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak agresif (Boyd Shafer dalam Sutarjo, 2009: 5). Penjabaran terkait dengan nasionalisme di atas, bisa kita pahami bahwa esensi dari nasionalisme itu sendiri adalah kemauan untuk hidup bersama dalam sebuah bangsa dan menyerahkan kewenangan kepada negara sebagai otoritas tertinggi, negara menjadi penguasa yang sah atas apa yang terdapat di dalamnya. Nasionalisme memiliki peran dalam sebagai pemersatu bangsa yang menuntut
setiap
warga negara untuk menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Penguat pengaruh warga bangsa terhadap kebijakan negara, dan sebagai pemersatu mentalitas warga bangsa. Sartono
Kartodirjo
(1999:
60)
menjelaskan
bahwa
nasionalisme memuat tentang kesatuan/unity, kebebasan/liberty, kesamaan/equality, demokrasi, kepribadian nasional serta prestasi kolektif. Gambaran sebuah paham kesadaran untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa karena adanya kebersamaan kepentingan,
19
rasa senasib sepenanggungan dalam menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan, harapan dan tujuan dalam merumuskan cita-cita masa depan bangsa. Untuk mewujudkan kesadaran
tersebut
dibutuhkan
semangat
patriot
dan
perikemanusiaan yang tinggi, serta demokratisasi dan kebebasan berfikir sehingga akan mampu menumbuhkan semangat persatuan dalam masyarakat pluralis. Nasionalisme adalah kesatuan yang mentransformasikan hal-hal yang bhineka menjadi seragam sebagai konsekuensi dari proses integrasi. Tetapi persatuan dan kesatuan tidak boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman. Nasionalisme adalah kebebasan, kebebasan disini tentunya memiliki arti bahwa Negara menjamin warga negaranya atas kebebasan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama. Tidak ada hak-hak warga negara yang diambil oleh kepentingan tertentu, begitu pula sebaliknya. Terbebas pula dari kebijakan yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian. Nasionalisme merupakan kesamaan yang berarti setiap warga Negara mendapat perlakuan yang sama dari Negara sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama. Adanya jaminan atas hak-hak yang seharusnya diterima oleh warga negara. Kesamaan yang merupakan bagian implisit dari masyarakat demokratis dan merupakan sesuatu yang berlawanan dengan politik kolonial yang diskriminatif dan otoriter. Nasionalisme
adalah
prestasi
kolektif,
memaknai
nasionalisme sebagai prestasi kolektif adalah adanya upaya melibatkan diri dalam berbagai agenda Negara baik itu dalam skala nasional maupun skala yang lebih besar.
Ketika adanya
keterlibatan warganegara dalam berbagai agenda Negara maka apapun hasil yang dicapai itu merupakan hasil yang disepakati bersama.
20
Salah satu bentuk prestasi kolektif yang bisa kita lihat dalam agenda politik nasional saat ini adalah pemilihan umum presiden tahun 2014. Ketika dalam pergulatan politik saat ini telah mencapai akhir dan mendapat kandidat yang menang maupun sebaliknya. Kesediaan menerima dan mendukung pihak yang telah terpilih adalah bentuk nyata dari prestasi kolektif itu sendiri. Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan
individu
(Nazaruddin,
1988).
diserahkan Hans
sepenuhnya
Kohn
(1961)
kepada
negara
mendefinisikan
nasionalisme sebagai suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Dari penjabaran di atas, bisa kita pahami bahwa ada satu hal yang memiliki esensi sama terkait dengan nasionalisme, yaitu sebuah pengakuan atas kesetiaan terhadap bangsa adalah sebuah prioritas utama. Sebuah pengakuan bahwa tidak ada keraguan atas apa yang menjadi hak dan kewajiban sebagai warga negara, lembaga negara untuk kebaikan negara. Nasionalisme adalah rasa memiliki dari warga negara terhadap apa yang dimiliki oleh bangsa dan negaranya. Ketika keberagaman adalah apa yang ada pada sebuah Negara seperti Indonesia maka bersatu dalam keberagaman itu adalah perwujudan dari nasionalisme itu sendiri. Ketika perbedaan adalah apa yang ada dari Indonesia maka bersatu dalam perbedaan adalah wujud dari nasionalisme itu sendiri. 2. Aspek Nasionalisme Apter (dalam Sutarjo 2009) menjelaskan jika nasionalisme dipahami dalam kerangka ideologi atau paham, maka didalamnya terkandung aspek-aspek sebagai berikut:
21
1. Cognitive Aspek cognitive mengandaikan perlunya pengetahuan atau pemahaman akan situasi konkret sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsanya. Jadi nasionalisme adalah cermin abstrak dari keadaan kehidupan konkret suatu bangsa. Maka peran aktif kaum intelektual dalam pembentukan semangat nasional amatlah penting, sebab mereka itulah yang harus merangkum
kehidupan
seluruh
anak
bangsa
dan
menuangkannya sebagai unsur cita-cita bersama yang ingin diperjuangkan. 2. Goal/value orientation Aspek goal menunjuk akan adanya cita-cita, tujuan ataupun harapan ideal bersama di masa datang yang ingin diwujudkan atau diperjuangkan di dalam masyarakat dan negara. Cita-cita itu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik sosial, ekonomi, politik, ideologi, budaya, dll. yang disepakati bersama. 3. Strategic Aspek strategic menuntut adanya kiat perjuangan kaum
nasionalis
dalam
perjuangan
mereka
untuk
mewujudkan cita-cita bersama, dapat berupa perjuangan fisik atau diplomasi, moril atau spirituil, dapat bersifat moderat atau radikal, dapat secara sembunyi-sembunyi atau terangterangan, dan lain-lain. Kiat mana yang dipilih akan tergantung pada situasi, kondisi konkret dan waktu setempat yang dihadapi oleh suatu bangsa.
3. Bentuk Nasionalisme Nasionalisme sendiri ada berbagai corak atau tipenya karena tergantung dari faktor dominan mana yang mempengaruhi, apakah
22
itu faktor ekonomi, faktor politik, faktor budaya, dan lain-lain. Lind (dalam Sutarjo, 2009) menjelaskan dua bentuk nasionalisme yaitu nasionalisme liberal dan nasionalisme illiberal. Nasionalisme liberal, yaitu nasionalisme yang menjunjung tinggi kebebasan individual dalam suatu negara bangsa yang berlandaskan konstitusi modern. Sedangkan nasionalisme ”il-liberal”, yaitu nasionalisme yang dikembangkan berdasarkan garis agama, atau etnis, seperti di Iran, Pakistan, India, dll. Soeseno (2010) mengatakan jika berdasarkan identifikasi diri pada sub-bangsa dan negara-bangsa maka dapat dibedakan dua macam
nasionalisme.
Pertama
nasionalisme
etnis
(etnhic
nationalism). Nasionalisme yang merupakan ikatan kebangsaan yang dibangun berdasarkan persamaan bahasa, kebudayaan, dan darah keturunan kelompok etnis tertentu, misalnya Catalan, Waloon, Wales, Aceh. Kedua
adalah
nasionalisme
sipil
(civic
nationalism),
merupakan kebangsaan yang dibangun lewat adanya pengakuan dan
kesetiaan
pada
otoritas
konstitusional
dan
kerangka
perpolitikan dalam sebuah negara, selain sejarah yang sama sebagai negara-bangsa dan digunakannya bahasa yang sama oleh semua kelompok bangsa-bangsa. Dengan kata lain, ikatan yang dibangun nasionalisme ini didasarkan atas kewarganegaraan di dalam sebuah wilayah teritorial dan batas-batas yang berlaku bagi negara-bangsa. Sebagai contoh yang relevan adalah nasionalisme yang tumbuh di antara rakyat negara-bangsa Spanyol, Belgia, Inggris, atau Indonesia. Dari beberapa bentuk nasionalisme yang telah dijabarkan di atas, kita bisa melihat bagaimana bentuk nasionalisme yang ada di Indonesia, yaitu nasionalisme sipil (civic nationalism) yang diatur oleh konstitusi. Dimana kedaulatan tertinggi berada ditangan negara. Bentuk nasionalisme ini sama dengan nasionalisme yang
23
dikemukakan oleh Lind yaitu nasionalisme liberal. Nasionalisme liberal bentuk nasionalisme yang menjunjung tinggi kebebasan individual dalam suatu negara bangsa yang berlandaskan konstitusi modern. Dengan bentuk nasionalisme seperti yang telah disebutkan di atas, bisa kita pahami bahwa wujud dari nasionalisme di Indonesia adalah rasa memiliki dari setiap warga negara terhadap apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan sikap yang mendahulukan kepentingan negara. Ketika keberagaman agama, ras, bahasa dan sebagainya adalah apa yang ada di Indonesia maka bersatu dalam berbagai
keberagaman
tersebut
adalah
perwujudan
dari
nasionalisme itu sendiri. Menjaga kerukunan bernegara dan berbangsa, menjaga dan menjalankan hukum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan negara.
F. KERANGKA KONSEP Penelitian ini dilakukan terhadap dua iklan politik di media televisi, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana isu nasionalisme dalam kedua iklan tersebut digambarkan. Penggunaan isu nasionalisme dalam iklan memang bukan sesuatu yang baru, banyak iklan-iklan yang beredar di masyarakat menggunakan isu nasionalisme. Tujuannya tentu tidak lain untuk menarik khalayak agar terpengaruh menggunakan produk atau jasa yang diiklankan. Dalam penelitian ini, konsep nasionalisme bisa dipahami dalam tiga sikap seperti yang dikemukakan oleh Apter yaitu nasionalisme dalam bentuk cognitive, goal, dan strategic. Aspek cognitive mengandaikan perlunya pengetahuan atau pemahaman akan situasi konkret sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsanya. Jadi nasionalisme adalah cermin abstrak dari keadaan kehidupan konkret suatu bangsa. Aspek goal menunjuk akan adanya cita-cita, tujuan ataupun harapan ideal bersama di masa datang yang ingin diwujudkan atau diperjuangkan di dalam
24
masyarakat dan negara. Sedangkan aspek strategic menuntut adanya kiat perjuangan kaum nasionalis dalam perjuangan mereka untuk mewujudkan cita-cita bersama, dapat berupa perjuangan fisik atau diplomasi, moril atau spirituil, dapat bersifat moderat atau radikal, dapat secara sembunyisembunyi atau terang-terangan, dan lain-lain. Memahami isi pesan iklan yang dalam hal ini adalah isu nasionalisme dengan berbagai aspek yang telah disebutkan diatas tentunya sangat dipengaruhi oleh bagaimana memahami komponen isi iklan itu sendiri. Dalam penelitian ini, iklan yang menjadi objek dalam penelitian merupakan iklan yang media atau saluran iklannya adalah media televisi. Adapun komponen iklan di media televisi terdiri atas komponen visual dan komponen audio. Dalam penelitian ini komponen visual iklan di media televisi terdiri atas adegan, jalan cerita, setting, teks, dan warna dan simbol. Sedangkan komponen audio dari iklan di media televisi terdiri atas prolog/dialog dan back sound. Inilah beberapa variabel yang digunakan untuk melihat bagaimana isu nasionalisme digambarkan dalam iklan pilpres 2014. Dari penjabaran beberapa konsep seperti yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini bisa digambarkan dalam sebuah alur penelitian seperti:
25
Iklan pilpres
1. Iklan “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” 2. Iklan “Siapkah Kita?”
Iklan di media televisi
Isi pesan iklan
audio
nasionalisme
1. Prolog/dialog 2. Back sound
visual
1. 2. 3. 4. 5.
Aktivitas model Jalan cerita Setting Teks Simbol dan warna
1. Cognitive 2. Goal 3. Strategic
Analisis isi pesan iklan
Bagan 1. Alur penelitian
Alur penelitian ini berisi variabel dari dua konsep utama dalam penelitian ini. Konsep televisi sebagai media iklan menghasilkan dua variabel yaitu audio dan visual. Variabel audio kemudian kembali diturunkan hingga terdiri atas prolog/dialog dan back sound, sedangkan variabel visual diturunkan menjadi beberapa kategori yaitu aktivitas model, jalan cerita, setting, teks, dan simbol dan warna. Sedangkan konsep nasionalisme sebagai isi pesan iklan yang akan diteliti dalam penelitian ini
26
mencakup tiga bentuk sikap, yaitu cognitive, goal, dan strategic. Dalam pelaksanaannya, isu nasionalisme yang tergambar dalam tiga sikap inilah yang akan dilihat dari beberapa variabel iklan seperti yang telah disebutkan di atas. Berikut adalah penjelasan dari variabel iklan seperti yang terlihat dalam alur penelitian ini: 1. Visual Aspek visual iklan di media televisi mencakup lima hal, yaitu : a) Adegan Segala aktivitas atau kegiatan dari model atau sumber pesan dari iklan yang diteliti. Aktivitas model tersebut akan dianalisis, apakah aktivitas tersebut memiliki signifikansi dengan konsep nasionalisme. Apakah aktivitas model menunjukkan
pengetahuan
atau
pemahaman
tentang
Indonesia seperti mengagungkan simbol-nasional, budaya, dan keberagaman. Apakah aktivitas model menunjukkan adanya kiat perjuangan untuk Indonesia lebih baik dalam bentuk tindakan menaati hukum, melestarikan kebudayaan nasional, dll. b) Jalan Cerita Jalan cerita yang terjadi dalam iklan juga dapat diteliti untuk melihat sejauh mana jalan cerita menunjang sisi nasionalisme iklan tersebut. Apakah jalan cerita dalam iklan tersebut menunjukkan adanya pengetahuan atau pemahaman tentang kondisi Indonesia, keadaan ekonomi, politik, dan budaya Indonesia. Pemahaman tentang keberagaman dan kondisi geografis Indonesia. Apakah jalan cerita dalam iklan tersebut menunjukkan adanya aspek nasionalisme dalam bentuk harapan ideal untuk Indonesia lebih baik seperti menceritakan keadaan Indonesia terkait dengan apa yang dimiliki dan potensinya untuk Indonesia. Apakah jalan cerita dalam iklan
27
tersebut menunjukkan adanya kiat perjuangan dengan menampilkan optimalisasi atas apa yang dimiliki oleh Indonesia. c) Setting Iklan Melihat
bagaimana
kecenderungan
iklan
televisi
menampilkan lokasi tertentu, menunjukkan adanya sisi nasionalisme dalam iklan tersebut. Apakah setting iklan tersebut
menunjukkan
pemahaman
atau
pengetahuan
terhadap Indonesia dalam bentuk menampilkan lokasi-lokasi strategis dan keistimewaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. d) Teks Proses menganalisa teks-teks yang terdapat dalam sebuah iklan televisi, dimana tulisan atau teks menjadi salah satu bagian terpenting dan menjadi bukti otentik atas pernyataan di dalam sebuah iklan. Tulisan dalam penggunaannya akan menggunakan kata-kata yang menimbulkan ketertarikan serta mudah diingat oleh khalayak. Apakah teks dalam iklan ini menunjukkan adanya sisi nasionalisme dalam bentuk harapan atau cita-cita indonesia berupa teks-teks tentang rasa bangga terhadap apa yang dimiliki Indonesia. e) Warna dan Simbol simbol-simbol dan warna dalam visual iklan memiliki makna untuk menguatkan pesan iklan. Apakah simbol dan warna tersebut menunjukkan aspek yang menguatkan pemahaman atau
pengetahuan
menampilkan
terhadap
lambang
Indonesia
negara,
dalam
bendera,
dan
bentuk warna
kebanggaan bangsa. 2. Audio Audio atau sumber suara terdiri dalam dua bentuk yaitu: a) Prolog atau Dialog
28
Proses menganalisis kata-kata yang diucapkan melalui dubbing suara. Apakah kata-kata tersebut memiliki unsur nasionalisme atau tidak. Apakah iklan tersebut menunjukkan kesan pemahaman terhadap Indonesia dengan membicarakan kondisi terkini Indonesia. Menunjukkan kesan adanya harapan
ideal
untuk
Indonesia
lebih
baik
dengan
membicarakan rencana untuk kemajuan bangsa diberbagai bidang. Menunjukkan kesan adanya kiat perjuangan dalam bentuk
tidakan
menggambarkan
nyata sesuatu
berupa yang
telah
pernyataan
yang
dilakukan
untuk
memperbaiki dan memajukan Indonesia. b) Back Sound Analisis bagaimana pemilihan back sound yang akan dipakai, dapat berupa suara gemuruh, musik instrumental, maupun lagu-lagu dari penyanyi atau band. Apakah back sound tersebut mendukung kesan nasionalisme dalam bentuk pemahaman, memiliki harapan ideal, dan perjuangan untuk Indonesia lebih baik dengan menggunakan lagu nasional, jingle nasionalis dan lain sebagainya dalam iklan. Dari penjelasan di atas bisa dipahami bagaimana proses penelitian ini dijalankan, bagaimana isu nasionalisme itu dilihat melalui variabelvariabel iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Variabel-variabel tersebut dalam penelitian ini merupakan unit analisis.
29
Unit analisis Nasionalisme
Audio
Visual
Prolog/ dialog
Back Sound
Pengetahuan (cognitive)
Kondisi terkini bangsa
Contoh: Lagu nasional, jingle nasionali s, dll
Harapan ideal (goal)
Rencana untuk kemajua n dan kebaika n negara
Contoh: Lagu nasional, jingle nasionali s, dll
Perjuangan (strategic)
Sesuatu yang telah dilakuka n untuk negara
Contoh: Lagu nasional, jingle nasionali s, dll
Aktivita s Model Contoh: Mencium atau mengibar kan bendera indonesia
Jalan Cerita Contoh: Menggabar kan keadaan Indonesia
Contoh: Keadaan indonesia terkait dengan potensi yang dimiliki
Contoh: Memper baiki sesuatu untuk kemajua n negara, memakai baju adat, menaati hukum, dll
Contoh: Keadaan indonesia terkait dengan potensi yang dimiliki
Setting
Teks
Contoh : Lokasi strategi s indones ia Contoh : Lingku ngan sosial, ekono mi, politik indones ia Contoh : Lingku ngan sosial, ekono mi, politik indones ia
Contoh: Tulisan tentang wawasan nusantara
Simbol dan Warna Menampi lkan lambang negara, bendera garuda, dll
Contoh: Teks berupa harapan untuk indonesia lebih baik
Contoh: Tulisan tentang bentukbentuk kebijakan yang telah dilakukan untuk kemajuan Indonesia
Tabel 1. Unit Analisis Penelitian
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu jenis penelitian yang tujuannya untuk menggambarkan secara mendalam suatu fenomena atau keadaan dengan apa adanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kualitatif, Altheide
30
(dalam Kriyantono 2006 : 247) menyebut Analisis Isi Kualitatif sebagai ethnographic content analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Secara teknik content analysis mencakup upaya klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi,
menggunakan
kriteria
dalam
klasifikasi,
dan
menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi. Secara umum, pendekatan ini berasal dari cara memandang obyek analisisnya. Idrus (2009: 21) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif memiliki tiga karakteristik, yaitu bersifat deskriptif, human instrumen, dan analisis data dilakukan secara induktif. Bersifat deskriptif, menjelaskan
bahwa
penelitian
kualitatif
akan
melakukan
penggambaran secara mendalam tentang situasi dan proses yang diteliti. Karena sifatnya ini, kualitatif tidak berusaha untuk menguji hipotesis. Human instrumen berarti dalam proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan oleh peneliti itu sendiri, dengan begitu kedudukan peneliti dalam desain penelitian kualitatif begitu penting. Sebagai instrumen utama, peneliti dituntut untuk dapat memahami berbagai perilaku, interaksi antar subyek, aktivitas, gerak, mimik, simbol, atau apapun yang terkait dengan subjek yang ditelitinya. Sedangkan analisis data secara induktif mengartikan bahwa penelitian kualitatif lebih berorientasi pada eksplorasi dan penemuan dan tidak bermaksud untuk menguji teori. Penelitian ini ingin melihat isu nasionalisme sebagai isi pesan pada dua iklan pilpres 2014 di media televisi. Sehingga unit analisis dalam penelitian ini berisi kategori-kategori yang menyesuaikan dengan bentuk iklan yang ada di media televisi. Kategori-kategori yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini didapat dari dua aspek yang menjadi pembentuk iklan televisi, yaitu aspek audio dan aspek visual iklan. Aspek audio iklan dalam penelitian ini terdiri atas prolog atau dialog dan back sound, sedangkan aspek visual iklan sendiri terdiri
31
atas lima kategori yaitu adegan atau aktivitas model, jalan cerita, setting, teks, dan warna dan simbol. Kategori-kategori inilah yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini, untuk melihat bagaimana isu nasionalisme sebagai isi iklan digambarkan.
2. Teknik Analisis Data Pada dasarnya penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui bagaimana isi pesan iklan kampanye pemilihan umum presiden di televisi pada tahun 2014. Berangkat dari inti pembahasan dalam penelitian ini maka penelitian ini tergolong dalam penelitian terhadap isi pesan (content research). Untuk itu analisis isi dirasa cocok untuk dijadikan sebagai teknik analisis data dalam penelitian ini. Sumadi (1983) menjelaskan bahwa analisis isi menganalisis data deskriptif sering kali hanya berdasarkan isinya, dan karena itu analisis semacam ini sering disebut dengan analisis isi. Menurut Fluornoy (1989) analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui karakteristik isi surat kabar mengenai frekuensi, volume berdasarkan bidang masalah, penggunaan sumber informasi dan kecenderungan isi. Dalam prosesnya data yang diperoleh akan dianalisis
berdasarkan
ketiga
bentuk
diatas.
Apakah
konsep
nasionalisme terdapat pada masing bentuk analisis tersebut.
3. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah dua iklan politik kampanye pemilihan umum presiden tahun 2014. Kedua iklan tersebut adalah iklan dengan tema “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dan “Siapkah Kita?”. Kedua iklan ini dipilih karena keduanya merupakan iklan dengan pendekatan moral yang mengangkat isu nasionalisme, sehingga dinilai memiliki kesesuaian dengan penelitian yang akan dijalankan.
32
4. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang telah terdokumentasi
dalam
bentuk
video
iklan.
Arikunto
(1999)
menjelaskan teknik dokumentasi adalah pencarian data mengenai halhal atau variabel berupa catatan, transkip buku, surat kabar, majalah, notulen, agenda, karangan indah, laporan, dan sebagainya. Adapun data berupa iklan atau rekaman iklan dalam penelitian ini adalah iklan politik kampanye pemilihan umum presiden tahun 2014 dengan tema “Pemimpin yang Cerdas dan Tegas” dan “Siapkah kita?”.
5. Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah: 1. Data primer, data utama yang bersumber dari iklan politik kampanye pemilihan umum presiden tahun 2014 yang telah terdokumentasi dalam bentuk rekaman. 2. Data Sekunder, data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Peneliti akan mencari dari berbagai sumber, baik dari berbagai buku maupun internet agar bisa lebih mendalami studi terkait isi pesan iklan.
33