BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sektor minyak dan gas bumi (migas) di
negara Republik
Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional dan merupakan sektor industri yang menunjang sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) negara kita. Oleh karena itu, sektor migas merupakan hal yang hakiki dan menghidupi hajat hidup orang banyak, sebagaimana dinyatakan di dalam Amandemen UUD 1945 pasal 33 ayat 2 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan ayat 3 tentang bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakumuran rakyat Indonesia. Jika melihat sejarah sektor migas Indonesia, maka akan diketahui bahwa Indonesia pernah berkontribusi di dalam OPEC sebagai pengekspor migas dan produksi harian mencapai titik tertinggi terjadi pada tahun 1975 sampai pada tahun 1976 dan tahun 1995 sampai tahun 1996 dengan produksi harian kurang lebih sebesar 1.6 juta barel minyak per hari nya1. Namun, setelah banyaknya lapangan yang mengalami penurunan produksi, kita juga mengetahui bahwa Indonesia menjadi negara pengimpor minyak pada tahun 2003 dimana produksi minyak Indonesia sudah tidak lagi mampu untuk menutup kebutuhan nasional akan minyak. 1
Website ESDM, http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/5529-laju-eksplorasi-cadanganminyak-indonesia-sangat-tinggi.html
1
Hal itupun diikuti oleh peristiwa bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC pada tahun 2008. Tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
sektor
migas
sangat
mempengaruhi hajat hidup orang banyak dimana pergerakan dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas (hulu migas) maupun kegiatan penyelenggaraan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai fungsi hilir migas sangat menjadi perhatian masyarakat luas, seperti yang selalu terjadi pada saat produksi migas turun, ataupun harga BBM dinaikkan, dengan adanya banyak demonstrasi dan protes yang marak dimana-mana. Dikarenakan iklim investasi migas di Indonesia kurang menarik perhatian para investor beberapa tahun belakangan ini yang disertai segelintir perusahaan minyak asing yang menarik diri dari kegiatan migas Indonesia yang tentunya mempengaruhi efektifitas negara ini dalam mendapatkan
cadangan
migas
lainnya
yang
berpeluang
untuk
meningkatkan produksi migas nasional, contohnya adalah Marathon Oil, Anadarko Petroleum dan Hess, yang telah keluar atau sedang menarik diri dari sektor migas Indonesia melalui afiliasinya. Pada tahun 2013, produksi minyak Indonesia menjadi 830.000 barel per hari2. Hal inipun memiliki efek domino yang tidak kecil. Jika produksi nasional kita mengecil, maka negara kita harus mengimpor migas lebih besar untuk memenuhi kebutuhan nasional atas energi, dan tentunya negara harus menganggarkan hal ini di dalam APBN. Ditambah lagi mengenai kebijakan subsidi migas nasional yang tentunya akan membuat tekanan lebih kepada pemerintah maupun pihak legislatif untuk mengkaji lagi apakah harga BBM tepat 2
Dhany, R.R, Produksi Minyak Indonesia Masih di Bawah Target, Detikfinance, http://finance.detik.com/read/2013/11/17/171837/2415260/1034/produksi-minyak-indonesia-masih-dibawah-target
2
sasaran? Apakah harga BBM harus dinaikkan? Atau lain sebagainya. Atas alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi, penulis merasa hal ini patut dicermati dengan lebih seksama. Pada kesempatan ini, penulis akan mengulas lebih banyak pada kegiatan eksplorasi dan produksi migas (hulu migas) karena penulis ingin meneliti hubungan antara kontrak kerja yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan KKKS di Indonesia dan apakah hal ini dapat berpengaruh ke iklim investasi? Tentunya iklim investasi di Indonesia
dipengaruhi
oleh
banyak
faktor
dan
tidak
dapat
digeneralisasikan dengan suatu kebijakan tertentu dari pemerintah, namun penulis akan mencoba melihat dari sisi yang lebih spesifik dari sisi kontrak kerja dengan para penyedia jasa untuk melihat apakah suatu bentuk kontrak yang sederhana yang digunakan di Eropa mampu mempengaruhi kegiatan hulu migas di Indonesia. Apakah hal tersebut mungkin berhubungan? Apakah hal itu dapat dilakukan di Indonesia dan bila dapat, apakah ada dampaknya? Dalam penulisan tesis ini, penulis akan mengangkat topik mengenai kajian kemungkinan dan dampak penerapan pasal-pasal pada kontrak model ”CRINE/LOGIC” pada bidang kegiatan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia karena penulis ingin mencari tahu titik temu antara cara pandang dari berbagai perusahaan minyak bumi dan gas (selanjutnya akan disebut sebagai ”Operator” atau “Kontraktor Kontrak Kerja Sama” atau “KKKS”) dan Kontraktor penyedia jasa migas (“Kontraktor”) dikarenakan terdapat beberapa Operator di Indonesia yang menolak kerangka pasal-pasal kontrak model “CRINE/LOGIC”.
3
B. TERBENTUKNYA CRINE Sebelum beranjak lebih lanjut, perlu diketahui bahwa di dalam industri migas baik itu di Indonesia maupun di mancanegara terdapat model kontrak yang sering digunakan di dalam kegiatan migas di hampir seluruh belahan dunia dari asia pasifik hingga ke afrika dan belahan Eropa dan Amerika. Kontrak tersebut adalah tipe kontrak model CRINE/LOGIC yang adalah standar kontrak yang dipakai atau dijadikan acuan oleh Operator dan Kontraktor-Kontraktor di Eropa untuk wilayah “North Sea”3 dan dianggap sebagai suatu standar baku yang seimbang dalam hal hak dan kewajiban, terutama di Inggris sebagai negara lahirnya CRINE. Sebagai informasi, beberapa negara yang beroperasi di daerah “North Sea” yaitu Inggris, Norwegia, Belanda, Jerman dan Denmark. Dalam menulis lebih lanjut mengenai hal ini, penulis akan mencoba memaparkan sejarah terbentuknya kontrak CRINE/LOGIC ini dan mengapa hal ini menjadi sesuatu yang menarik perhatian bagi Kontraktor maupun Operator, dan kenapa banyak yang memilih untuk menggunakan baik seluruh maupun sebagian dari klausula dalam kontrak CRINE/LOGIC tersebut. Selain itu, yang paling utama adalah penulis mencoba untuk meninjau dan menguraikan apakah prinsip-prinsip kontrak model CRINE/LOGIC dapat dipergunakan di Indonesia dan seluruh klausula nya dapat bekerja sesuai yang diharapkan. Awal mulanya adalah CRINE (Cost Reduction for New Era) dibentuk pada tahun 1992 dengan alasan untuk mengurangi biaya sebesar 30% untuk eksplorasi dan produksi dari para Operator karena rendahnya
3
Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/North_Sea
4
harga minyak pada waktu itu.4
5
Anggota dari CRINE ini adalah
perusahaan Amerada Hess, Shell, Santa Fe Drilling, Wood Group, Talisman, BP, BJ Services, AMEC, Kvaerner, Stolt, Halliburton, Schlumberger dan lainnya. Tujuan dibentuknya CRINE ini adalah untuk memahami titik temu antara Operator dan Kontraktor di Eropa (dalam hal ini adalah di daerah Inggris) di daerah operasi kegiatan hulu migas di “North Sea” termasuk kegiatan konstruksi, pemboran, pekerjaan jasa-jasa sumur, dan lainnya, terutama di daerah Inggris dan sekitarnya. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan waktu yang terbuang oleh masing-masing pihak untuk melakukan pemahaman atas suatu kontrak, menganalisa kontrak tersebut dan melakukan negosiasi yang berkepanjangan. Maka dari itu, hasil dari komite CRINE menciptakan suatu kontrak dimana pasal-pasal yang tertuang di dalamnya agar seimbang dan dapat diterima oleh pihak Operator dan juga oleh Kontraktor sehingga proses pengadaan kontrak dapat berlangsung dengan lebih cepat, efektif dan efisien sehingga perhatian dari baik Operator dan Kontraktor akan tertuju kepada spesifikasi teknis dari pekerjaan yang berkaitan dengan proyek yang berlangsung. Tidak hanya di proses pengadaan, tetapi juga pada saat penerapan kontrak potensi masalah yang mungkin timbul dapat diringankan dengan adanya persamaan pandangan mengenai tanggung jawab dan ganti rugi jika terjadi perselisihan antara pihak-pihak dalam kontrak tersebut.
4 5
Steve Brady, LOGIC aims to double the value of UKCS wells, 2000 CRINE network and contracts background, http://www.logic-oil.com/standard-contracts
5
C. KONTRAK MODEL CRINE/LOGIC Kontrak model CRINE ini terdiri dari suatu format kontrak disertai dengan ketentuan yang umum (baku) dan dilengkapi oleh ketentuan khusus (fleksibel). Pada bagian ketentuan khusus diberikan halaman yang dapat dilengkapi oleh masing-masing pihak untuk ketentuan atau informasi yang lebih spesifik agar masing-masing pihak dapat bersepakat untuk melakukan sesuatu yang lebih seksama dan detil seperti misalnya periode lamanya kontrak, nilai asuransi yang dibutuhkan untuk pekerjaan terkait, dan lain sebagaimana yang akan dibahas di bawah. Kontrak ini diterbitkan pada tahun 1997. Pada tahun 1999 LOGIC dibentuk dan CRINE menjadi anak perusahaan dari LOGIC. Pada tahun 2000, kontrak ini telah menjadi kontrak pilihan untuk wilayah North Sea untuk industri migas disana. Kontrak CRINE/LOGIC terdiri dari berbagai model yaitu: 1.
Kontrak konstruksi
2.
Kontrak konstruksi kelautan
3.
Kontrak pekerjaan lepas pantai
4.
Kontrak pekerjaan darat
5.
Kontrak Jasa-jasa sumur
6.
Kontrak Rig
7.
Ketentuan untuk pembelian (Purchase Order)
8.
Kontrak perusahaan kecil/menengah
9.
Kontrak untuk kegiatan subkontrak
10.
Kontrak untuk desain.
6
Kontrak CRINE Edisi pertama dikeluarkan pada bulan Juni 1997 dan edisi kedua dikeluarkan pada bulan Maret 2001. Proses ini terjadi untuk mengakomodasi perlunya menjaga efisiensi agar kontrak model ini dapat digunakan di pasar yang dinamis di Inggris. Dari berbagai macam kontrak diatas, topik kontrak untuk jasajasa sumur minyak akan dijadikan fokus pembicaraan karena disinilah penulis tertarik untuk meninjau hubungan antara risiko kerusakan pada sumur dengan aplikasi penyediaan jasa yang diberikan oleh KontraktorKontraktor di lapangan pada umumnya. Ketergantungan antara Operator dan Kontraktor tidak dapat dihilangkan karena Operator tidak memiliki keahlian spesifik dalam setiap jasa yang dibutuhkan untuk melakukan pemboran atau kegiatan di lapangan, dan dibutuhkan setidaknya dua puluh (20) Kontraktor yang harus bekerjasama di lapangan pengeboran / rig dan ini harus dikoordinasikan dengan seksama dan cermat oleh Operator. Dibutuhkan suatu keahlian di dalam mengatur koordinasi antara Kontraktor-Kontraktor tersebut sehingga didapatkan suatu efisiensi dalam bekerja di lapangan minyak sehingga biaya dapat ditekan sebisa mungkin tanpa mengorbankan unsur keselamatan. Untuk hal inilah sebenarnya kontrak kerja antara Operator dan Kontraktor menjadi sangat penting karena kontrak itu akan memuat seluruh tanggung jawab dari Kontraktor dan Operator seperti ruang lingkup kerja Kontraktor, besarnya kompensasi yang harus dibayarkan oleh perusahaan, pembagian alokasi risiko yang terutama menyangkut aset dari Kontraktor dan perusahaan, penalti dan penghargaan kepada Kontraktor (jika dibutuhkan), jaminan pekerjaan, asuransi dan lain hal.
7
Penulis tidak menulis secara spesifik tentang kontrak rig karena pasal-pasal dalam kontrak rig biasanya akan berubah-ubah sesuai hasil negosiasi yang lama antara Kontraktor dengan Operator dan juga tergantung oleh fluktuasi harga minyak di pasaran atau kekuatan daya saing yang diakibatkan oleh ketersediaan dan permintaan rig di pasaran internasional.
Maupun
demikian,
prinsip-prinsip
kontrak
model
CRINE/LOGIC ini secara garis besar sama dalam hal manajemen resiko. Dengan adanya pengalaman penulis bekerja baik di Operator dan Kontraktor, maka diketahui bahwa terdapat perbedaan cara pandang antara Operator dan Kontraktor dalam hal manajemen risiko. Dalam kontrak-kontrak kerja antara Operator dan Kontraktor, perlu diperhatikan bahwa terdapat unsur-unsur penting di dalam kontrak itu yaitu: Lingkup Pekerjaan (Scope of work), Tanggung Jawab (Liability), Ganti Rugi (Indemnity), Asuransi dan Kompensasi. Karena kaitannya dengan alokasi risiko disini, maka topik diskusi dalam kesempatan ini adalah difokuskan kepada Liability, Indemnity dan Asuransi. Hal ini menjadi sangat penting mengingat risiko aktivitas migas, terutama kegiatan pemboran pada KKKS eksplorasi menjadi suatu risiko yang sangat besar dikarenakan biaya yang dikeluarkan Operator pada tahap eksplorasi belum dapat dibebankan ke Negara Republik Indonesia dan menjadi risiko penuh Operator.6 Tentunya dalam melindungi kepentingan Operator tersebut, dalam proses pengadaan kontrak dengan Kontraktor penyedia jasa juga diperlukan bentuk kontrak yang sesuai dimana terdapat titik temu persamaan pandangan sehingga pihak-pihak yang berkontrak akan merasa nyaman dengan klausula yang 6
KKKS eksplorasi di Indonesia bertanggungjawab penuh terhadap biaya operasi kegiatan pengeboran dan eksplorasi karena belum dinyatakan sebagai KKKS produksi dimana biaya operasi melalui mekanisme cost recovery dapat berjalan.
8
terdapat di dalamnya. Seringkali Operator terlalu melindungi dirinya sendiri sehingga kontrak yang dibuat memuat hal-hal yang sangat memberatkan Kontraktor. Hal ini dapat membuat harga kontrak menjadi tinggi dan biaya yang dikeluarkan menjadi tidak lagi ekonomis. Ini tentunya menjadi risiko komersial juga bagi Operator, sehingga memang dibutuhkan sesuatu klausula kontrak yang seimbang, tepat sasaran dan tentunya mudah dimengerti bagi pihak-pihak yang memilih untuk menggunakan klausula itu. Klausula-klausula itu akan menjadi hal penting di dalam prinsip kontrak model CRINE/LOGIC.
D. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparan di atas mengenai latar belakang permasalahan, maka penelitian yang dilakukan di dalam penulisan tesis ini akan bergerak pada pokok-pokok bahasan dibawah ini: 1.
Apakah kontrak antara Operator dengan Kontraktor dalam sektor migas menerapkan prinsip-prinsip dalam model kontrak CRINE?
2.
Apa terdapat akibat penerapan prinsip-prinsip model kontrak CRINE terhadap besaran biaya dan rentang waktu pengadaan dan kontrak di sektor migas serta legitimasinya?
E. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk melihat apakah penerapan kontrak model “CRINE/LOGIC” dapat digunakan tepat guna di sektor hulu migas Indonesia.
9
2. Melihat pelaksanaan kontrak model “CRINE/LOGIC” di Indonesia dengan efisiensi waktu dan biaya dalam proses pelaksaan proyek pemboran. 3. Untuk
dapat
memberikan
pemaparan
dan
penjelasan
kepada
masyarakat yang memiliki kepentingan di dalam kegiatan migas Indonesia agar mereka dapat menggunakan pasal-pasal di dalam kontrak model CRINE dengan kepastian tanpa ragu-ragu akan dampak negatif yang mungkin timbul. 4. Mempercepat proses negosiasi atau pengadaan yang mana akan memberikan manfaat dan efisiensi kepada Operator dan Kontraktor penyedia jasa migas. 5. Memperkecil ruang untuk terjadinya suatu perselisihan antara Operator dan Kontraktor penyedia jasa migas sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat dijalankan dengan lebih jelas dan fokus. 6. Memberikan tambahan informasi atas penelitian-penelitian lainnya yang berkaitan dengan pola pembagian tanggungjawab dan ganti rugi dengan mekanisme knock for knock seperti yang dipakai oleh kontrak CRINE/LOGIC.
F.
KEASLIAN PENELITIAN Dalam sepengetahuan penulis sejak merumuskan masalah yang dibahas di dalam tesis ini, belum pernah ada penelitian yang sama yang dilakukan terhadap rumusan masalah diusulkan penulis. Beserta ini penulis menyatakan bahwa tesis ini adalah murni hasil pekerjaan penulis dan tidak
10
terdapat unsur karya lainnya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi maupun instansi pendidikan lainnya.
11