BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan kontribusinya terhadap perolehan devisa. Sebagai salah satu penggerak utama perekonomian, pembangunan sektor pertanian setidaknya telah mampu memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang mendasar, khususnya dalam memperluas lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat, pemerataan
pendapatan
dan
mempercepat
pengentasan kemiskinan (Jiaravanon, 2007).
Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan utama sumber minyak nabati yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, pemicu dari pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, kelapa sawit juga berperan dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak sawit di Indonesia (www.deptan.go.id).
Kelapa Sawit di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona, luasnya terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan besar negara 1 Universitas Sumatera Utara
atau perkebunan swasta. Saat ini perkebunan rakyat sudah berkembang dengan pesat (Risza S,1994).
Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia ada tiga, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta. Dari ketiga jenis perkebunan tersebut tentu memiliki pola pemasaran produk kelapa sawit yang berbeda pula (Fauzi dkk, 2002).
Melihat perkembangan pasar kelapa sawit, dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup meningkat. Diantara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, bunga matahari, lobak, zaitun dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain (Fauzi dkk,2002).
Dengan melihat perkembangan tersebut sangatlah perlu untuk memahami teori pasar. Dalam ilmu ekonomi pengertian pasar tidak harus dikaitkan dengan suatu tempat yang dinamakan pasar dalam pengertian sehari-hari. Suatu pasar adalah di mana saja terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk mengadakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Pasar sebagai suatu tempat di mana menggambarkan pertemuan antara permintaan dan penawaran. Pada awalnya pengertian pasar terbatas pada tempat berlangsungnya jual beli aneka jenis barang. Dalam pengertian yang lebih umum pasar merupakan suatu wujud abstrak dari suatu mekanisme ketika pihak penjual dan pembeli bertemu mengadakan kegiatan tukar-menukar. Karakter yang paling penting adalah pembeli dan penjual yang bertemu dan tercipta transaksi yang melibatkan harga dan kuantitas. Jadi, pasar 2 Universitas Sumatera Utara
adalah suatu mekanisme pada saat penjual dan pembeli suatu komoditas mengadakan interaksi untuk menentukan harga dan kuantitasnya (permintaan & penawaran). Harga-harga mengkoordinir segenap keputusan konsumen dan produsen di suatu pasar.
Pasar juga memiliki jenis-jenis yang sering digambarkan dalam struktur pasar. Struktur pasar ialah karakteristik organisasi pasar yang mempengaruhi sifat kompetisi dan harga di dalam pasar. Unsur-unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi, differensiasi produk, ukuran perusahaan, hambatan masuk, dan integrasi vertikal serta diversifikasi. Struktur pasar menggambarkan tingkat persaingan di suatu pasar barang atau jasa tertentu. Suatu pasar terdiri dari seluruh perusahaan dan individu yang ingin dan mampu untuk membeli serta menjual suatu produk tertentu. Pasar dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam yakni, pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar monopolistik. Masing-masing bentuk pasar mempunyai konsekuensi yang berbeda terhadap pembentukan harga dan output di pasar (Lincolin Arsyad, 2000; AriSumarman, 1986). Struktur pemasaran produk pertanian banyak mengarah ke persaingan tidak sempurna dengan fungsi distribusi produk dan penentuan harga didominasi oleh pedagang pengumpul. Sementara perilaku pemasaran tergolong tidak efisien sebagai akibat proses penentuan harga tidak transparan dan adanya kolusi antar pedagang dalam penentuan harga beli di tingkat petani. Sebagai akibat dari struktur dan perilaku pasar tersebut maka distribusi tidak merata, keuntungan lebih banyak dinikmati oleh pedagang pengumpul, dan bagian harga yang diterima petani relatif kecil (Lincolin Arsyad, 2000).
3 Universitas Sumatera Utara
Dalam pemasarannya sebagian besar produsen tidak menjual langsung barangbarang ke konsumen akhir, begitu juga konsumen tidak membeli kebutuhannya langsung kepada produsen. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya saluran pasar yang akan menyampaikan barang dari produsen ke konsumen dan akan melibatkan lembaga-lembaga tataniaga seperti agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, processor, dan sebagainya. Saluran pemasaran yang panjang dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak efisiennya sistem pemasaran, sedangkan faktor lain yang menyebabkan tidak efisien atau tidaknya sistem pemasaran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi pasar. (Soekartawi, 1984).
Terlibatnya
lembaga-lembaga
tataniaga
ini
terkadang
mengakibatkan
ketidakefisienan rantai tataniaga. Sebagai contoh harga TBS di tingkat nasional adalah Rp.1.800 tetapi harga yang diterima petani adalah Rp.1000 – Rp.1.100. Hal ini yaang sering sekali menjadi masalah bagi petani. Terlalu banyak pedagang-pedagang pengumpul (middleman) mengakibatkan harga yang diterima petani semakin kecil. Harga jual yang sangat rendah ditingkat petani sementara ongkos produksi sangat tinggi. Peran pemerintah dalam pengawasan saluran ini sangat dibutuhkan. Penetapan peraturan serta batasan-batasan yang mengacu pada kesejahteraan petani di tingkat pedesaan.
Adanya saluran-saluran pemasaran sering sekali mengalami ketidakefisienan. Ketika harga di tingkat nasional meningkat justru harga di tingkat pedesaan tetap atau bahkan merurun atau sebaliknya. Untuk melihat suatu pasar efisien atau tidak dapat dilihat melalui integrasi pasar. Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan salah satu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. 4 Universitas Sumatera Utara
Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa integrasi pasar merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan (pasar pada tingkat yang lebih tinggi seperti pedagang eceran) akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya (misalnya pasar di tingkat petani). Dengan demikian analisis integrasi pasar sangat erat kaitannya dengan analisis struktur pasar.
Suatu tingkatan pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi jika perubahan harga pada salah satu tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer secara sempurna (100%) ke pasar pengikut, yakni di tingkat petani. Integrasi pasar akan tercapai jika terdapat informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat ke pasar lain sehingga partisipan yang terlibat di kedua tingkat pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki informasi yang sama ( Fadhla, 2008).
Analisis terhadap keterpaduan (integrasi) pasar sangat penting karena (1) pengetahuan tentang integrasi pasar akan mempermudah pengawasan terhadap perubahan harga (2) digunakan untuk memperbaiki rencana kebijakan pemerintah sehingga tidak ada duplikasi intervensi (3) digunakan untuk memprediksi hargaharga di semua negara (tidak hanya pasar lokal tapi juga pasar dunia) dan (4) digunakan sebagai dasar untuk merumuskan jenis infrastruktur pemasaran yang lebih relevan untuk pengembangan pasar pertanian ( Fadhla, 2008).
Adapun pasar dapat terintegrasi atau tidak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
(1) infrastruktur pasar, meliputi: transportasi, komunikasi, 5 Universitas Sumatera Utara
kredit dan fasilitas penyimpanan yang ada di pasar, (2) kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem pemasaran, misalnya: pengetatan perdagangan, regulasiregulasi kredit dan regulasi-regulasi transportasi, (3) ketidakseimbangan produksi antar daerah sehingga terdapat pasar surplus (hanya mengekspor ke pasar lain) dan pasar defisit (hanya mengimpor dari pasar lain) dan (4) supply shock seperti banjir, kekeringan, penyakit akan mempengaruhi kelangkaan produksi yang terlokalisasi sedangkan hal-hal tak terduga lain seperti aksi mogok akan mempersulit transfer komoditi (Anindita, 2004).
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas maka disusun permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimana elastisitas transmisi harga
tandan buah segar (TBS) di
perdesaan Asahan? 2) Bagaimana integrasi pasar tandan buah segar (TBS) antara pasar perdesaan Asahan dengan pasar TBS Nasional? 1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah di atas maka tujuan penelitian adalah : 1) Untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Perdesaan Asahan 2) Untuk Menjelaskan integrasi pasar tandan buah segar (TBS) antara pasar perdesaan Asahan dengan pasar Nasional
1.4
Kegunaan Penelitian
1) Sumbangan bagi pengambil kebijakan dalam masalah efisiensi pemasaran Tandan Buah Segar Kelapa Sawit.
6 Universitas Sumatera Utara
2) Sebagai bahan informasi dan referensi serta studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penelitian mengenai Integrasi Pasar.
7 Universitas Sumatera Utara