Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang hukum yakni peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat. Sedangkan penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan cara mengobservasi bagaimana peranan mediator di lapangan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui jalur non litigasi seperti penyelesaian secara bipartit, mediasi, konsiliasi serta arbitrase, dan juga melalui jalur litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Dalam proses mediasi, secara umum seorang mediator berperan untuk menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda dari para pihak yang berselisih. Peranan mediator diatur dalam UndangUndang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam menjalankan peranan-peranannya, mediator harus bertindak aktif dalam proses penyelesaian perselisihan, mulai dari meneliti duduk perkara yang sedang dialami para pihak hingga memberikan berbagai anjuran kepada para pihak yang berkaitan dengan perkara yang para pihak hadapi. Dengan demikian, seorang mediator dapat berhasil melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjembatani kepentingan para pihak yang sedang berselisih tersebut dalam proses penyelesaian melalui proses mediasi.
* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mediasi dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Terjadinya perselisihan
Universitas Sumatera Utara
di antara manusia, terkhusus dalam bidang ketenagakerjaan merupakan masalah lumrah yang akan dialami oleh para pengusaha dengan para buruh. Umumnya hal tersebut timbul dikarenakan adanya perasaan-perasaan kurang puas dari masingmasing pihak. Pengusaha mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
menurut
pertimbangannya sudah baik dan pasti akan diterima oleh para pekerja/ buruh, namun karena para pekerja/ buruh juga memiliki pertimbangan yang berbeda-beda, maka buruh yang merasa puas dengan kebijakan para pengusaha akan menunjukkan semangat kerjanya dengan baik sedangkan buruh yang merasa tidak puas akan menunjukkan semangat kerja yang menurun dan buruk. Akibatnya, sudah dapat diterka akan timbul konflik atau perselisihan yang dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebut dengan perselisihan hubungan industrial. 1 Pokok pangkal perselisahan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha pada umumnya berkisar pada masalah-masalah : a.
Pengupahan;
b.
Jaminan sosial;
c.
Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian;
d.
Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban;
1
Zaeni Asyhadie I, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2009), hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
e.
Adanya masalah pribadi. 2 Pemerintah berkewajiban untuk melindungi negara dan warga negara agar
roda-roda pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan tertib. Oleh karena itu, Pemerintah bahkan para pekerja/ buruh serta pengusaha, tidak menghendaki adanya konflik atau perselisihan di antara mereka karena hanya akan menimbulkan kerugian baik kerugian bagi pengusaha maupun bagi para pekerja itu sendiri yang pada akhirnya juga dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas. Mencermati konflik antara para pekerja/ buruh dengan pengusaha tidak dapat dilihat secara hitam putih semata, sebab berbicara mengenai masalah ketenagakerjaan memang cukup kompleks. Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai rangkaian pendukung diterbitkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang terlebih dahulu dikeluarkan. Hal ini tentu saja membuat pekerja/ buruh mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi dan penyelesaian perselisihan yang demikian dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap para pihak yang sedang dilanda konflik. Mulai dari penyelesaian oleh para pihak secara kooperatif, dengan bantuan orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral dan sebagainya. Penyelesaian semacam ini lazim disebut penyelesaian perselisihan di luar pengadilan atau alternative dispute resolution (ADR) yang dalam masyarakat Indonesia
2
Gunawi Kartasapoetra, dkk seperti dikutip Zaeni Asyhadie dalam bukunya, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 202.
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian perselisihan semacam ini sudah lama dikenal, yakni musyawarah baik dengan melibatkan pihak lain maupun tidak. 3 Namun, apabila para pihak yang berkonflik tidak mencapai titik temu dalam penyelesaian sengketa yang dihadapi, baru kemudian dapat menempuh jalur pengadilan. Secara teori mungkin masih benar pandangan, bahwa dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman (judical power) yang memiliki peranan : a.
Sebagai katup penekan (pressure valve )atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat;
b.
Oleh karena itu, pengadilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoretis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice).4 Akan
tetapi,
pengalaman
yang
pahit
yang
menimpa
masyarakat,
memperlihatkan sistem peradilan yang tidak efektif dan tidak efisien. Penyelesaian melalui pengadilan selain mahal, menyita cukup banyak waktu, serta dapat membangkitkan pertikaian yang mendalam karena putusan Pengadilan ada dua alternatif kalah dan menang. 5 Sedangkan penyelesaian sengketa melalui ADR menjadi alternatif pilihan yang ditempuh oleh para pihak, khususnya di kalangan 3
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan dan di luar Pengadilan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 7. 4 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan,(Jakarta, Sinar Grafika, 2004), hal. 229. 5 Ibid
Universitas Sumatera Utara
usahawan karena penyelesaian yang demikian masih dianggap relatif murah dan cepat, putusannya dapat melanggengkan hubungan karena sifatnya win-win solution. Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian sengketa melalui ADR mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia, misalnya seperti faktor-faktor sebagai berikut : a.
Faktor ekonomis, dimana alternative penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
b.
Faktor ruang lingkup yang dibahas, alternatif penyelesaian sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel.
c.
Faktor pembinaan hubungan baik, di mana alternatif penyelesaian sengketa yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang. 6 Menyadari tentang berbagai keuntungan penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan/ nonlitigasi maupun melalui pengadilan/ litigasi, maka peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mulai mengatur penyelesaian perselisihan tersebut termasuk dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mengakomodir kedua cara penyelesaian perselisihan tersebut. Terlebih dalam era
6
H. Soeharto yang dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian, (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
industrialisasi seperti saat ini, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan rumit sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Mediasi termasuk salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan/ nonlitigasi yang dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi adalah wajib, manakala para pihak tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbiter setelah instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan menawarkan kepada pihak-pihak yang berselisih. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak berwenang untuk memutuskan sengketa, mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya. Di mana pada umumnya dalam suatu perselisihan ada salah satu pihak yang lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, maka pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyetarakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi karena pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkrit dari pihak ketiga. Hal inilah yang akhirnya membuat atau menimbulkan keingintahuan bagaimana sebenarnya peranan mediator sebagai pihak ketiga di antara para pihak yang bersengketa sehingga berhasil menyelesaikan perselisihan tanpa harus melalui pengadilan di dalam prakteknya/ di lapangan.
B. Perumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
2.
Bagaimanakah peranan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan?
3.
Bagaimanakah tingkat keberhasilan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah : a.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
b.
Untuk mengetahui bagaimana peranan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial ;
c.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat keberhasilan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan.
2.Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a.
Manfaat Teoritis
Universitas Sumatera Utara
Dapat memberikan sumbangan untuk kemajuan ilmu hukum khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Selain itu, diharapkan skripsi ini dapat dijadikan tambahan
literatur
yang
membahas
tentang
peranan
mediator
dalam
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam proses mediasi. Manfaat lainnya adalah untuk menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri maupun bagi siapa saja yang membacanya dan juga dapat menjadi pedoman penulisan skripsi lainnya. b.
Manfaat Praktis Diharapkan melalui penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan serta pengetahuan bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa yang ingin mengetahui bagaimana tingkat keberhasilan seorang mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial sehingga tidak perlu sampai kepada tahap litigasi.
D. Keaslian penulisan Penulisan
skripsi
yang
berjudul
Peranan
Mediator
dan
Tingkat
Keberhasilannya dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Study Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Medan) adalah asli dari ide, pemikiran dan gagasan penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu dan judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian penulis dapat bertanggungjawab atas keaslian penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Mediator Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi seorang atau lebih mediator yang netral. 7 Sedangkan Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah
pegawai
instansi
pemerintah
yang
bertanggungjawab
di
bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 8 Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator.9 Sedangkan yang disebut dengan mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. 10
7
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 8 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 9 Pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia 10 Pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah dapat mengangkat seorang mediator yang bertugas melakukan mediasi dan menjadi penengah dalam menyelesaikan suatu perselisihan antara para pekerja/ buruh dengan pengusaha. Dimana mediator yang diangkat tersebut memiliki syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelisihan Perselisihan Hubungan
Industrial.
Pengangkatan dan
akomodasi mediator ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. 11 Dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mediator yang dipilih haruslah orang yang bersifat netral sehingga mampu menjembatani keinginan para pihak yang bersengketa. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pengaduan, mediator harus sudah meneliti duduk perkara sengketa dan segera mengadakan pertemuan mediasi antara para pihak tersebut. Apabila telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui mediator tersebut dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan mediator tersebut, kemudian perjanjian itu didaftarkan di Pengadilan hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. 12 Di dalam kepustakaan setidaknya ada ditemukan 10 (sepuluh) definisi tentang mediasi yang dirumuskan para penulis, salah satunya berdasarkan pendapat Nolan Haley yang dikutip oleh Suyud Margono, SH dalam bukunya ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, mediasi adalah A short term structured task
11 12
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal. 111. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
oriented, partipatory invention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement. 13 Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak terdapat unsur paksaan antarpara pihak dan mediator, para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang terjadi. Dari rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian tentang mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a.
Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
b.
Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
c.
Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
d.
Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.
e.
Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. 14 2. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial Sebelumnya istilah perselisihan hubungan industrial disebut dengan
perselisihan perburuhan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 13
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000), hal. 59. 14 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tersebut, tentang penyelesaian perselisihan perburuhan adalah sebagai berikut : “Pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja, dan/ atau keadaan perburuhan.” 15 Manusia sebagai makhluk sosial dalam melakukan hubungan dengan manusia lainnya pasti terdapat persamaan dan juga perbedaan, baik itu perbedaan dalam hal kepentingan, pandangan dan juga kebutuhan. Di mana perbedaan-perbedaan yang timbul tersebut dapat melahirkan perselisihan, pertentangan atau konflik. Seperti pendapat Joni Emirzon yang dikutip oleh Lalu Husni, S.H., M.Hum dalam bukunya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan, memberikan pengertian konflik/ perselisihan/ percekcokan adalah adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerja sama. Dalam pengertian lain, konflik dapat dimaknakan sebagai suatu kondisi di mana pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan yang diinginkan, tetapi pihak lain menolak keinginan itu. 16 Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, perselisihan hanya dapat terjadi antara majikan dengan serikat pekerja/ serikat buruh. Buruh secara perorangan tidak menjadi pihak yang 15
Pasal 1 ayat 1 huruf c Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 16 Lalu Husni, Op.Cit. hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
berselisih, namun dalam praktiknya malah yang sering kali berselisih adalah majikan dengan buruh perorangan. Karena itulah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dirasakan tidak sesuai lagi. 17 Setelah Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka nama perselisihan perburuhan diganti dengan nama perselisihan hubungan industrial. Hubungan industrial pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Adakalanya hubungan itu mengalami suatu perselisihan. Perselisihan itu dapat terjadi pada siapa pun yang sedang melakukan hubungan hukum. 18 Dengan demikian yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan. 19 Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa yang dapat bertindak sebagai pihak dari sisi pekerja/ buruh dalam perselisihan hubungan industrial tidak 17 18
Zaeni Asyhadie I, Op.Cit. hal. 101. Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009),
hal. 178. 19
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
saja organisasi serikat pekerja/ serikat buruh, tetapi juga pekerja/ buruh secara perorangan atau sekelompok pekerja/ buruh 20 beda halnya dengan pengaturan di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 di mana buruh secara perorangan tidak dapat menjadi pihak yang berselisih. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan, baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perundang-undangan. 21
F. Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian berupa: 1. Jenis Penelitian Dalam melaksanakan research, penulis melakukan penelitian hukum normatif dan sosiologis (empiris). Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis mencoba untuk meneliti dan mengkaji peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber hukum lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu Peranan
Mediator
dan
Tingkat
Keberhasilannya
dalam
Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Sedangkan dalam hal penelitian hukum sosiologis (empiris) penulis mencoba untuk mengetahui pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tersebut di lapangan, yaitu di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. 20
21
Adrian Sutedi, Op.Cit. hal. 107. Asri Wijayanti, Op.Cit. hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yakni berupa Undang-Undang dan peraturan yang setaraf, Peraturan Pemerintah dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, rancangan undang-undang, dan lain sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka ditulis dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara sebagai berikut : a. Studi kepustakaan (library research), yakni dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis bahan-bahan studi kepustakaan yang sesuai dengan masalah yang dibahas dengan menggunakan data sekunder yang tertulis sebagai pedoman. b. Studi lapangan (field research), yakni dilakukan dengan metode wawancara secara langsung kepada pihak yang bersangkutan dalam hal ini Mediator yang bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. 4. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), peraturan perundang-undangan dan buku hukum kemudian dianalisis secara kualitatif
Universitas Sumatera Utara
dimana penulis menggunakan metode deduktif (umum ke khusus) yakni berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan buku-buku hukum yang berkaitan kemudian dijadikan pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian. Selain itu, penulis juga menggunakan metode induktif yang mana data-data yang khusus mengenai peranan mediator akan ditarik menjadi suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilimiah yang baik,maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I
: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Bab
ini
akan
membahas
tentang
mekanisme
penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Dalam bab ini akan diuraikan tentang ruang lingkup perselisihan hubungan industrial, tata cara
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian perselisihan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan. BAB III
: Dalam bab ini akan diuraikan tentang peranan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan.
BAB IV
: Dalam bab ini diuraikan mengenai tingkat keberhasilan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mencakup klasifikasi seorang mediator, kendala-kendala yang dialami mediator serta upaya-upaya yang dilakukan mediator dalam menangani kendala-kendala yang ada dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
BAB V
: Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnyan dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penulisan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara