perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan simbol yang menjadi alat pemersatu negara. Uang juga menjadi lambang kekuasaan, dapat menjadi alat untuk memaksakan kehendak pada orang lain. Mengingat pentingnya fungsi dan kedudukan mata uang, maka setiap negara mempunyai pengaturan dan kebijakan tersendiri mengenai pengedaran uang. Di Indonesia lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang adalah Bank Indonesia selaku bank sentral. Berdasarkan Pasal 2 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut dengan UU Bank Indonesia) menyatakan : “Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp”. Rupiah menjadi alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. Mengingat demikian pentingnya uang menyebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun kadang-kadang dilakukan dengan cara melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, seperti tindakan pemalsuan mata uang bahkan menyimpan mata uang palsu tersebut. Menurut pembentuk undang-undang, perbuatan meniru atau memalsukan mata uang, uang kertas negara atau uang kertas bank itu merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan berkurangnya kepercayaan umum terhadap mata uang kertas negara atau uang kertas bank tersebut (PAF. Lamintang dan Theo Lamintang, 2013: 162-163). Counterfeiting is a major problem in banknotes. To prevent counterfeiting every country includes various types of security features in their banknotes. These security features make banknote less prone to counterfeiting (Manisha commit to user Mann et al., 2015).
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya ditulis KUHP) menyatakan bahwa “Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikelurkan negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang tulen dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Selanjutnya Pasal 245 KUHP menyatakan dengan tegas : “Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas yang tulen dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterimanya diketahui tidak tulen atau dipalsu, ataupun barang siapa yang menyimpan atau memasukkan ke Indonesia, mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan sebagai uang tulen dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Salah satu masalah klasik dalam perekonomian yang belum terpecahkan hingga saat ini adalah uang illegal atau yang lebih familiar dikenal dengan sebutan uang palsu. Uang palsu merupakan salah satu tindak kejahatan yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian suatu negara dan dapat mengganggu kestabilan nasional khususnya kestabilan ekonomi. Kejahatan uang palsu juga merupakan kejahatan yang sangat kompleks karena kejahatan ini terjadi antar tempat dan antar waktu, memiliki mobilitas tinggi, serta didukung oleh alat dan teknologi yang cukup canggih. Kendati Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk menjaga peredaran uang palsu Rupiah, namun hingga kini BI masih menemukan peredaran uang palsu yang tersebar di Tanah Air dan jumlahnya pun meningkat pada 2015 ini. Sampai dengan Oktober 2015, BI menemukan sebanyak 273.223 lembar uang palsu. Jumlah temuan uang palsu tersebut bersumber dari laporan perbankan ke BI dan hasil dari penyidikan pihak kepolisian. Penemuan uang palsu yang mencapai 273.223 lembar tersebut, meningkat jika dibandingkan dengan penemuan uang palsu pada Oktober 2014 yang mencapai sekitar 121.000 lembar. Berdasarkan data BI, 129.795 lembar uang palsu atau 48% merupakan temuan bank. Sementara itu, 143.428 commit lembar to user uang palsu atau 52% merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
hasil temuan pihak kepolisian. Adapun rasio uang palsu yang beredar di Indonesia hingga bulan Oktober 2015 sebesar 18 lembar per 1 juta lembar yang diedarkan. Sedangkan pecahan uang palsu yang paling banyak beredar hingga Oktober 2015, yakni pada pecahan 100 ribu yang mencapai 202.376 lembar, lalu pecahan 50 ribu 59.848 lembar. Pecahan 20 ribu 7.065 lembar, 10 ribu 1.805 lembar, 5 ribu 1.805 lembar, 2 ribu 323 lembar dan seribu 1 lembar. (http://infobanknews.com/peredaran-uang-palsu-naik-bi-temukan-273-223lembar/, diakses pada 25 November 2015) Berdasarkan kasus yang terjadi di atas dapat diketahui bahwa kasus mengenai peredaran uang palsu di Indonesia mengalami peningkatan, dimana dalam hal ini pelaku pemalsuan uang maupun orang-orang yang menyimpan rupiah palsu tidak melihat tindakannya tersebut dapat merugikan negara. Selain itu juga dapat merugikan masyarakat luas ketika uang rupiah palsu itu digunakan sebagai alat pembayaran dalam segala transaksi perekonomian di Indonesia. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Dalam hal ini usaha pembuktian yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. “Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.” (Andi Hamzah, 2008: 249). Dengan demikian pembuktian yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut dengan UU Kekuasaan Kehakiman) Pasal 6 yang commit to user menyatakan:
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Adanya ketentuan perundang-undangan di atas, maka dalam proses penyelesaian
perkara
pidana,
penegak
hukum
wajib
mengusahakan
pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin. Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di atas juga dapat diketahui bahwa keberadaan uang palsu ini cenderung meningkat. Oleh sebab itu, kasus yang menyangkut uang palsu termasuk menyimpan rupiah palsu perlu ditindak, yang mana dilakukan penyidik terlebih dahulu kemudian dilaksanakan penuntutan terhadap kasus menyimpan rupiah palsu yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hukum acara pidana
merupakan hukum
yang bertujuan untuk
mempertahankan hukum materiil pidana. Dengan kata lain, acara pidana merupakan proses untuk menegakkan hukum materiil, proses atau tata cara untuk mengetahui apakah seseorang telah melakukan tindak pidana. Acara pidana lebih dikenal dengan proses peradilan pidana. Menurut sistem yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka tahapan-tahapan yang harus dilalui secara sistematis dalam peradilan pidana adalah tahap penyidikan oleh kepolisian, tahap penuntutan oleh kejaksaan, tahap pemeriksaan di pengadilan oleh Hakim, tahap pelaksanaan putusan (eksekusi) oleh kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan. Salah satu dari perkara pidana di atas adalah tindak pidana menyimpan rupiah palsu yang sangat merugikan negara, seperti halnya dalam perkara yang akan penulis kaji, yaitu mengenai tindak pidana menyimpan rupiah palsu di Surakarta yang dilakukan oleh Terdakwa ANDREA DEDY WAHYONO Alias DEDI yang telah didakwakan melakukan perbuatan dimana melanggar Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. commit to user Bermula dari aparat Kepolisian mendapatkan informasi dari masyarakat bila di
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam Ce Es Resto Jalan MT Haryono, Manahan, Banjarsari, Surakarta akan terjadi transaksi jual beli uang palsu. Lalu ketika aparat kepolisian Polresta Surakarta melakukan penyelidikan, terdakwa kedapatan menyimpan 1 lembar uang Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu di dalam dompetnya, dan di dalam tas punggung terdapat 1 lak besar uang yang terdiri 4 lembar uang Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) asli dan 4 lembar potongan uang palsu Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan uang rupiah tiruan. Untuk membuat terang suatu perkara termasuk dalam perkara ini, maka dibutuhkan keterangan ahli yang dimana mempunyai keahlian khusus mengenai asli atau palsu uang rupiah yang disimpan oleh terdakwa. Berdasarkan alat bukti keterangan ahli maka diperoleh ancar-ancar bahwa dari barang bukti yang telah disita tersebut adalah uang rupiah palsu. Sehingga dengan demikian terdakwa telah memenuhi unsur menyimpan rupiah palsu. Penyelesaian tindak pidana berkaitan dengan uang, Hakim dalam memutus perkara menyimpan rupiah palsu membutuhkan alat bukti keterangan ahli yang benar-benar mempunyai keahlian khusus dalam hal menyangkut pokok perkara untuk memberikan keterangan yang dijadikan sebagai alat bukti untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “UPAYA PEMBUKTIAN MENGGUNAKAN KETERANGAN AHLI TERHADAP TINDAK PIDANA MENYIMPAN RUPIAH PALSU (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 22/Pid.Sus./2015/PN.Skt.)”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu : 1.
Apakah penggunaan keterangan ahli sebagai sarana pembuktian perkara tindak pidana menyimpan rupiah palsu sesuai dengan ketentuan KUHAP?
2.
Bagaimanakah pertimbangan Hakim terhadap keterangan ahli sebagai alat commit to user bukti dalam memutus perkara tindak pidana menyimpan rupiah palsu?
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Suatu karya penelitian (penelitian hukum) selayaknya memiliki tujuan yang hendak dicapai agar karya penelitian tersebut bermanfaat bagi peneliti dan bagi kehidupan masyarakat. Tujuan penelitian pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Adapun tujuan obyektif dan tujuan subyektif penelitian ini yang hendak dicapai sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui penggunaan keterangan ahli sebagai sarana pembuktian perkara tindak pidana menyimpan rupiah palsu sesuai dengan KUHAP. b. Mengetahui pertimbangan Hakim terhadap keterangan ahli sebagai alat bukti dalam memutus perkara tindak pidana menyimpan rupiah palsu. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh informasi sebagai bahan hukum utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum didalam teori dan praktik, khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang sangat berarti bagi penulis. c. Memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian Suatu karya penelitian (penelitian hukum) tentu harus memiliki manfaat, di samping tujuan yang hendak dicapai. Manfaat penelitian terbagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat teoritis dan manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut: commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta terhadap bidang hukum acara pidana pada khususnya, sehingga ilmu tersebut dapat berkembang sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi, literatur, dan bahan kepustakaan mengenai pertimbangan Hakim terhadap keterangan ahli sebagai alat bukti dalam memutus perkara tindak pidana menyimpan rupiah palsu, serta dapat menjadi acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai sarana untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada semua pihak yang ingin mengetahui permasalahan yang diteliti dan dapat digunakan sebagai sarana yang efektif dalam mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.
E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan metode ilmiah. Penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penelitian doktrinal dan non-doktrinal. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how dalam penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
1. Jenis Penelitian Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau dikenal juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sebenarnya istilah penelitian hukum normatif tidak perlu karena istilah legal research atau penelitian hukum sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian yang akan dilakukan adalah bersifat preskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Karena obyek dari ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta kohersi antara tingkah laku dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42). Sifat penelitian erat kaitannya dengan sifat ilmu (dalam hal ini ilmu hukum). Sebagaimana telah diketahui bahwa ilmu hukum bersifat preskriptif. Oleh karena itu, penelitian hukum tidak dimulai dengan hipotesis (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 59). Kemudian penelitian bersifat terapan mengandung arti bahwa penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskriptif yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 69). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum adalah pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif atau perbandingan (comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Dari beberapa pendekatan tersebut penulis menggunakan pendekatan user kasus (case approach). commit Didalamto pendekatan kasus (case approach),
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 158). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber penelitian atau yang disebut sebagai bahan hukum. Sumber penelitian tersebut terbagi menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan peraturan perundangundangan, dan putusan-putusan Hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum seperti buku-buku teks, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, dengan rincian sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 5) Putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor
:
22/Pid.Sus./2015/PN.Skt. b. Bahan Hukum Sekunder Penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa bahan hukum commit to user tentang hukum, relevansi bahan sekunder meliputi publikasi-publikasi
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum yang digunakan di dalam penelitian hukum ini adalah buku, artikel ilmiah (jurnal), skripsi, thesis, dan publikasi lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Penelitian hukum ini guna memperoleh bahan hukum yang relevan diperlukan pengumpulan bahan hukum dengan teknik studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan memberi catatan dari buku, peraturan perundang-undangan, tulisan, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek penelitian. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduktif. Dalam pola berpikir deduktif ini terdapat 2 (dua) premis untuk membangun analisis terhadap isu hukum yaitu premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku dan premis minor yang merupakan fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hukum. Kemudian, dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau konklusi. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89-90)
F. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ditulis berdasarkan kaidah dan sistematika penulisan, agar hasil akhir dari penulisan hukum tersebut dapat sistematis sehingga dapat mudah dipahami. Sistematika penulisan hukum diuraikan guna memberikan gambaran umum terhadap konteks pembahasan isu hukum sesuai dengan identifikasi masalah dan paparan pendukung dari pembahasan isu hukum tersebut. Sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab, dimana pada setiap bab terbagi menjadi beberapa sub-bab, dan dimungkinkan pada setiap sub-bab tersebut terbagi lagi menjadi beberapa poin. Sistematika penulisan hukum ini diuraikan sebagai berikut: commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini diuraikan tentang tinjauan pustaka yang meliputi : tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang alat bukti, dan tinjauan tentang uang.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan upaya pembuktian menggunakan keterangan ahli terhadap tindak pidana menyimpan rupiah palsu (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 22/Pid.Sus./2015/PN.Skt.)
BAB IV
: PENUTUP Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta memberikan saran yang relevan sebagai sarana evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user