BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Berkomunikasi dan berinteraksi adalah dua dari beberapa kebutuhan mendasar manusia yang hakiki. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kodratnya sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh karena itu, komunikasi memiliki peranan penting sebagai sarana menyampaikan ide, berinteraksi, mengungkapkan perasaan, pikiran, kehendak, dan sebagainya. Salah satu media berkomunikasi manusia adalah dengan menggunakan bahasa. Sebagai produk kebudayaan suatu masyarakat, bahasa berperan penting dalam peradaban suatu kelompok masyarakat sebagai sarana sosial. Menurut Chaer (2004: 1), bahasa merupakan media komunikasi dan media interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia yang paling efektif. Tanpa bahasa, manusia kesulitan bahkan tidak bisa menyampaikan pikiran, ekspresi, dan kehendaknya dalam berinteraksi dengan manusia lain di dalam suatu masyarakat. Bahasa merupakan produk nonmaterial kebudayaan manusia berupa sistem bunyi dan tulisan yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain. Dardjowidjojo (2003:16) mendefinisikan bahasa sebagai sistem simbol lisan yang arbitrer (sewenang- wenang) yang digunakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang dimiliki bersama. Suatu sistem bahasa dapat dikaji berdasarkan struktur interernal dan internal bahasa tersebut. Secara eksternal, kajian bahasa berkaitan dengan
1
2
hubungan bahasa itu dengan unsur- unsur atau faktor- faktor yang ada di luar bahasa seperti lingkungan (sosial), mental (psikologi), etnis, seni, dan sebagainya. Sedangkan, kajian bahasa secara internal meliputi struktur fonologi (bunyi bahasa), morfologi (kata), sintaksis (urutan kata), sampai stuktur wacana. Seiring
dengan
perkembangan
peradaban
manusia,
semakin
berkembang pula akses berkomunikasi dan interaksi manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan beragam wahana komunikasi manusia di era modern. Proses komunikasi saat ini bisa dilakukan melalui media elektronik maupun cetak. Tindakan komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Ada yang dilakukan secara langsung seperti percakapan tatap muka dan yang dilakukan secara tidak langsung seperti komunikasi melalui media perantara seperti surat kabar, majalah, radio, film, dan televisi. Salah satu cara berkomunikasi efektif secara massal dapat dilakukan dengan pidato. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak dan pidato adalah wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Sebagian besar tokoh maupun politikus yang berpengaruh di dunia berpidato untuk berorasi, menyampaikan gagasan, ide, mempengaruhi atau mengajak, maupun mengkritik. Di dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji tindak tutur seorang tokoh dunia melalui pidato yang berpengaruh pada dunia yaitu pidato John Fitzgerald Kennedy, Presiden ke-35 Amerika Serikat, ketika pidato pelantikannya sebagai presiden pada 20 Januari 1961. Pidato kepresidenan setelah pelantikanya merupakan cerminan keadaan sosial politik saat itu dan
3
momentum untuk mengekspresikan semangat moral seorang presiden kepada seluruh rakyatnya dalam program kerja yang akan dilaksanakan menuju keadaan yang dijanjikan dan diinginkan. Peneliti tertarik untuk menemukan dan menjelaskan tindak tutur ilokusi dan perlokusi apa saja yang terkandung dalam pidato tersebut. Dalam berkomunikasi, manusia tidak hanya menggunakan bahasa yang sederhana dalam kehidupannya, namun ada yang berupa ujaran yang digunakan sebagai sarana tuturan. Menurut pendapat Yule, tindakan yang dilakukan dengan tuturan disebut tindak tutur atau speech act (1996:46). Lebih lanjut, Austin (1962: 94-95) menambahkan bahwa ketika bertutur, sebenarnya seseorang juga melakukan tindakan, kegiatan inilah yang disebut tindak tutur. Dalam konteks ini, Pragmatik sebagai ilmu yang mengkaji pemakaian bahasa dengan berbagai perspektif penuturnya memiliki kaitan erat dengan konsep speech act atau tindak tutur. Speech act atau tindak tutur terdiri dari dua komponen yaitu speech „ujaran‟ dan act „tindakan‟. Kedua istilah tersebut sering membentuk makna yang sama dengan maksud penutur atau bahkan memiliki makna yang berbeda dalam prosesnya. Setidaknya ada tiga jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Austin, 1962: 94-101) . Lebih lanjut, Austin menjelaskan bahwa tindak tutur lokusi merupakan tindakan yang menyatakan sesuatu (an act of saying something), sedangkan tindak ilokusi merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu (an act of doing something), dan tindak perlokusi merupakan tindakan yang mempengaruhi mitra tutur (an act of affecting someone) (dalam Wijana
4
1996,17-20). Sementara itu, Nadar (2009:14) berasumsi bahwa dari ketiga jenis tersebut, tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak tutur atau speech act. Menurut Searle (1979: 8) ada lima tindak ilokusi berdasarkan fungsinya yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, serta deklaratif. Sedangkan Wijana (1996) berpendapat bahwa ada tujuh tindak tutur berdasarkan fungsinya, yaitu tindak tutur asertif, performatif, verdiktif, ekspresif, direktif, komisif, dan fatis. Selain tindak tutur ilokusi, tindak tutur perlokusi merupakan bentuk tuturan yang komunikatif antara penutur dan lawan tutur (mitra tutur). Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang yang digunakan untuk memberikan efek atau pengaruh kepada lawan tutur. Tindak tutur yang penuturanya ditujukan untuk mempengaruhi mitra tutur seperti ini yang disebut tindak perlokusi. Daya pengaruh dalam tindak tutur perlokusi ini disebut efek perlokusi atau perlocutionary effect. Dengan demikian, tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengujaranya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Pengaruh atau efek dalam tindak tutur ini bisa disengaja atau tidak disengaja oleh penuturnya (Wijana, 1996:19). Lebih lanjut, Austin (1962) (dalam Akmajian, et al: 1979: 270) mencirikan beberapa contoh tindak tutur perlokusi yang khas adalah tindak tutur yang menginspirasi, mengesankan, memalukan, menggertak, membujuk, memperdaya, menyesatkan, dan menjengkelkan. Selain karena menjadi bagian paling penting dari tindak tutur, tindak tutur ilokusi dan perlokusi berperan penting dalam struktur speech act pidato John Fitzgerald Kennedy (JFK). Penutur dalam hal ini John F. Kennedy menggunakan
5
fungsi tindak tutur dalam berkomunikasi dengan audiens pada pidatonya. Hal tersebut terlihat bahwa bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk mencapai berbagai macam fungsi baik untuk mengungkapkan perasaan, menyatakan apa yang penutur tahu, menyapa, bertanya, meminta sesuatu, meminta maaf, berjanji, mengkritisi, berterimakasih, bercanda, mengucapkan selamat tinggal, maupun dengan tujuan memberikan efek atau mempengaruhi mitra tutur/ pendengarnya dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, tindak tutur berperan penting dalam proses komunikasi yang melibatkan banyak orang. Pada era pidato pelantikan tersebut dituturkan, dunia sedang berada pada perang dingin antara dua negara adidaya yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet saat itu. Dalam situs resmi pemerintahan Amerika Serikat, the U.S. State Department
of
State,
Office
of
Historian
(https://history.state.gov/departmenthistory/short-history/jfk-foreignpolicy)
yang
diakses pada 7 Januari 2016, keadaan sosial dan politik sedang berada pada moment krusial karena dunia terpecah menjadi poros Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam beberapa hal, di antaranya yang signifikan adalah dalam penanaman ideologi, kekuasaan, perlombaan persenjataan dan teknologi. John F. Kennedy berada pada beberapa peristiwa penting yang membawa Amerika Serikat dalam situasi yang genting, termasuk di antaranya adalah invasi di Teluk Babi, krisis rudal di Kuba dengan Fidel Castro, perang di Vietnam, perlombaan senjata dan teknologi di mana puncaknya adalah dengan pendaratan manusia pertama di bulan dan perlombaan persenjataan dengan Uni Soviet. Beberapa persitiwa tersebut tidak lain adalah untuk mendapatkan „perhatian‟ dan „pengaruh‟ nya sebagai
6
negara adikuasa di dunia. Selain untuk menghentikan ekspansi dan dominasi Uni Soviet dalam politik internasional dan menarik sekutu baru dari negara „nonblok‟, John F. Kennedy berambisi untuk meningkatkan kembali kehormatan dan kekuasaan setelah kepemimpinan Presiden Dwight Eisenhower. Tindak tutur John F. Kennedy dalam pidatonya mempunyai jenis dan fungsi
tindak
tutur
ilokusi
dan
perlokusi
tersendiri,
terutama
dalam
menyampaikan visi dan misinya sebagai orang pertama di Amerika Serikat. Jika dibandingkan dengan beberapa presiden Amerika Serikat yang lain, baik sebelumnya maupun sesudahnya seperti pidato pelantikan Dwight Eisenhower, Lyndon Baines Johnson, maupun William J. Clinton, pidato John F. Kennedy lebih dinamis dan menarik dikaji dari sudut pandang tindak tutur. Sebagai contoh, dalam pidato John F. Kennedy ketika dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat kepada warga Amerika Serikat saat itu; Contoh Nomor 1 But we shall always hope to find them strongly supporting their own freedom--and to remember that, in the past, those who foolishly sought power by riding the back of the tiger ended up inside.
(Data Nomor 15)
„Tapi kita semestinya selalu berharap menemukan mereka sangat mendukung kemerdekaan mereka sendiri - dan untuk mengingatnya, di masa lalu, orang-orang yang dengan bodohnya mencari kekuasaan dengan menjerumuskan diri dalam mara bahaya‟ Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur ilokusi yang berfungsi direktif (memerintah) karena tindak tutur tersebut digunakan penutur untuk mengajak mitra tutur (audiens atau pendengar pidato) untuk melakukan sesuatu yaitu memerintah atau meminta yang ditandai dengan kata shall „semestinya‟,
7
dalam konteks ini, Presiden John F. Kennedy sebagai penutur mengajak mitra tuturnya, penduduk Amerika Serikat pada saat itu, untuk bersama- sama berjuang dan memerintah/ meminta rakyat Amerika Serikat untuk selalu berharap untuk mendapati negara- negara yang baru saja merdeka dan menjadi sekutu Amerika Serikat untuk selalu mendukung dan memperjuangkan kebebasan mereka sendiri dan agar selalu mengingat bahwa dahulu orang-orang dengan bodohnya mencari kekuasaan dengan mempertaruhkan diri dan bangsanya dalam bahaya yang diistilahkan sebagai by riding the back of the tiger ended up inside „dengan menjerumuskan diri dalam mara bahaya yang diibaratkan sebagai menunggangi punggung harimau‟. Tindak tutur tersebut mengandung keinginan penutur seperti perintah, permintaan, saran, dan sebagainya. Selain tindak tutur ilokusi fungsi direktif di atas, John F. Kennedy juga menggunakan tindak tutur ilokusi fungsi komisif pada pidatonya sebagai berikut: Contoh Nomor 2 This much we pledge--and more
(Data Nomor 9)
„Ini yang banyak sangat kita janjikan dan masih banyak lagi‟ Pada contoh tindak tutur tersebut, John F. Kennedy menggunakan tindak tutur ilokusi fungsi komisif di mana tindak tutur tersebut digunakan untuk mengikat penuturnya atas apa yang disampaikan, dengan kata lain, tuturan yang digunakan untuk mempercayakan bahwa si penutur menjanjikan harapan untuk rakyat atau berjanji memberikan kehidupan yang lebih adil dan damai. John F. Kennedy mengikat dirinya untuk melakukan sesuatu yang disebutkan dalam tuturannya yaitu menjanjikan segala upaya apapun untuk mendukung negara-
8
negara seperjuangan menghadapi musuh- musuh aliansi Amerika Serikat dalam menegakkan kebebasan dan perdamaian. Fungsi tuturan komisif tersebut ditandai dengan penggunaan kata pledge yang berarti „menjanjikan‟. Selain tindak tutur ilokusi fungsi direktif dan komisif di atas, pidato John F. Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat juga terdapat tindak tutur ilokusi fungsi representatif seperti sebagai berikut; Contoh Nomor 3 But this peaceful revolution of hope cannot become the prey of hostile powers. (Data Nomor 19) „Tapi revolusi damai harapan ini tidak bisa menjadi mangsa kekuasaan yang bermusuhan.‟ Tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ilokusi fungsi representatif karena digunakan untuk menggambarkan keadaan dan mengikat penuturnya atas kebenaran yang dituturkan. Fungsi tindak tutur ilokusi fungsi representatif adalah untuk mengikat mitra tutur atas kebenaran yang dituturkan, selain itu, fungsi representatif juga bisa digunakan untuk menggambarkan atau memprediksi suatu keadaan. John F. Kennedy menggunakan tuturan tersebut untuk menyatakan dan menggambarkan perjuangan revolusi harapan yang sungguh- sungguh tidak bisa menjadi „mangsa‟ yang berarti korban kekuasaan permusuhan yang terjadi antara dua kekuatan besar di dunia yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tindak tutur perlokusi cukup dominan dalam pidato John F. Kennedy. Hal tersebut disebabkan penutur berusaha mendapatkan pengaruh perasaan, pikiran, atau tindakan baik itu dari penutur atau mitra tutur. Dalam konteks ini, pengaruh yang diharapkan adalah agar mitra tutur (rakyat Amerika Serikat) mencurahkan
9
pikiran, perasaan, bahkan nyawa untuk perjuangan bangsa dan dunia. Berikut adalah
contoh
tindak
tutur
perlokusi
fungsi
„membujuk‟
dan
fungsi
„menginspirasi‟ dalam pidato tersebut: Contoh Nomor 4 Let every nation know, whether it wishes us well or ill, that we shall pay any price, bear any burden, meet any hardship, support any friend, oppose any foe to assure the survival and the success of liberty.
(Data Nomor 8)
„Biarkan setiap bangsa tahu, apakah itu mengharapkan baik atau buruk untuk kita, bahwa kita harus membayar harga berapapun, menanggung beban apapun, menghadapi kesulitan apapun, mendukung teman manapun, menentang musuh manapun untuk menjamin kelangsungan hidup dan keberhasilan kemerdekaan.‟ Tindak tutur tersebut termasuk dalam tindak tutur perlokusi fungsi membujuk atau persuading karena John F. Kennedy menggunakan tuturan tersebut untuk membujuk mitra tutur (tamu undangan pelantikan, rakyat Amerika Serikat, dan seluruh dunia) dalam menyampaikan pesan bahwa Amerika Serikat siap menanggung segala konsekuensi dari perjuangan menegakkan hak asasi manusia untuk memperoleh kemerdekaan dan kehidupan yang layak. Selain itu, John F. Kennedy juga memberikan pengaruh keyakinan bahwa Amerika Serikat akan berhasil mewujudkan kehidupan yang damai dan bebas di dunia serta membujuk rakyatnya untuk turut menyebarluaskan komitmen Amerika Serikat untuk membantu negara yang berada di barisannya untuk melawan musuh. Tuturan tersebut menggunakan tindak tutur ilokusi fungsi „membujuk‟ yang ditunjukkan dengan penggunaan kata let yang berarti „biarkan‟ semua bangsa mengetahui pesan yang disampaikan melalui tuturan (pidato) tersebut.
10
Sementara itu contoh tindak tutur perlokusi fungsi „menginspirasi‟ atau inspiring dapat digambarkan sebagai berikut; Contoh Nomor 5 Since this country was founded, each generation of Americans has been summoned to give testimony to its national loyalty. (Data Nomor 40) ‘Sejak negara ini didirikan, setiap generasi orang Amerika telah dipanggil untuk memberikan kesaksian terhadap kesetiaan bangsanya‟. Tuturan tersebut mengandung tindak tutur perlokusi yaitu dengan fungsi „menginspirasi‟ mitra tutur. Tuturan di atas digunakan John F. Kennedy untuk mengisi mitra tutur dengan keinginan maupun kemampuan untuk melakukan atau merasakan sesuatu. dengan menceritakan nasionalisme orang Amerika yang telah tertanam sejak dulu, sehingga gambaran yang diberikan melalui tuturan tersebut diharapkan mendapatkan efek „inspirasi‟ atau memberikan gagasan dan buah pikiran tentang pengorbanan dari audiens untuk memberikan jiwa dan raganya dalam kesetiaanya terhadap negara Amerika Serikat. Selain beberapa contoh tuturan tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis jenis tindak tutur, strategi tindak tutur, dan faktor- faktor yang mempengaruhi tuturan dalam pidato pelantikan John Fitzgerald Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-35 pada 20 Januari 1961. Penelitian ini juga dilatarbelakangi karena penelitian tentang tindak tutur ilokusi dan perlokusi sangat sedikit ditemukan khususnya dalam ragam bahasa tulisan seperti pidato.
11
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan dijelaskan pada bagian sebelumnya, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan topik penelitian sebagai berikut: 1) Apa saja jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang digunakan pada pidato Pelantikan John F. Kennedy sebagai presiden? 2) Bagaimana strategi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang digunakan pada pidato Pelantikan John F. Kennedy sebagai presiden? 3) Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada pidato Pelantikan John F. Kennedy sebagai presiden? 3. Tujuan Penelitian Terkait dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan jenis- jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang digunakan oleh John F. Kennedy dalam pidatonya. 2) Menjelaskan strategi tindak tutur yang digunakan oleh John F. Kennedy dalam pidatonya. 3) Menjelaskan faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada pidato John F. Kennedy. 4. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoretis Dengan adanya penelitian mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada pidato tokoh berpengaruh di dunia yaitu pidato Presiden Amerika
12
Serikat ke-35, John F. Kennedy, peneliti berharap bahwa penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan wawasan terhadap perkembangan ilmu Sosiopragmatik. Model analisis yang digunakan dalam analisis tindak tutur pidato tersebut juga bisa digunakan pada wacana jenis lain. Selain itu, objek penelitian yang berbahasa Inggris tersebut juga diharapkan dapat memberi atau menjadi acuan bagi kajian wacana berbahasa Inggris yang lain, kususnya yang berkaitan dengan tindak tutur, strategi tindak tutur, dan faktorfaktor apa yang menyebabkan terjadinya tindak tutur tersebut. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi yang positif bagi orang- orang yang akan berpidato khususnya agar bisa memberikan dan menjelaskan gambaran tindak tutur apa saja yang terkandung dalam pidato salah satu tokoh yang berpengaruh di dunia sesuai dengan konteks dan situasinya. 5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada jenis- jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang digunakan John F. Kennedy ketika berpidato pada pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat yang ke- 35 pada 20 Januari 1961. Data tersebut diambil dari website resmi John F. Kennedy yaitu www.jfklibrary.org/JFK/Historic-Speeches.aspx diakses pada 1 Juni 2015. Selain itu, peneliti juga menganalisis strategi tindak tutur dan faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam pidato tersebut tersebut. Salah satu yang menjadi penekanan dalam
13
penelitian ini adalah analisis tindak tutur yang digunakan John F. Kennedy juga menyentuh pola kalimat secara gramamatika atas apa yang dituturkan. 6.
Tinjauan Pustaka Beberapa
penelitian
dengan
pendekatan
sosiopragmatik
telah
dilakukan terutama mengenai konsep tindak tutur dan gaya bahasa yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian Caleb T. Carr, David B. Schrock, dan Patricia Dauterman pada tahun 2012 yang dimuat pada Journal of Language and Social Psychology 31 (2) 176-196 SAGE Publications yang berjudul “Speech Acts in Facebook Status Message” meneliti tentang penggunaan tindak tutur dalam komunikasi melalui komputer, khususnya dalam pesan status jejaringan sosial Facebook. Status pesan yang diteliti tersebut untuk berkomunikasi baik untuk media khalayak maupun media interpersonal. Sebanyak 204 pesan status yang dibuat oleh 46 peserta diambil 3 kali sehari selama 14 hari berturut-turut. Analisis isi data ini mengungkapkan bahwa pesan status yang paling sering digunakan yaitu dengan tindak tutur ekspresif, diikuti oleh assertif. Sebagai tambahan kajian penelitian, wacana humor diintegrasikan ke hampir 20% dari pesan status ini. Hasil pada penelitian menunjukkan perbedaan dalam bagaimana pengguna mengekspresikan diri pada media alternatif. Hasil penelitian menunjukkan implikasi untuk representasi diri dalam jaringan sosial yang dalam hal ini sebagai komunikasi dengan publik dan implikasi teoretis untuk penelitian komunikasi berbasis komputer.
14
Selain itu, Indreswari (2012) meneliti tindak tutur ilokusi pengasuh anak dalam tayangan Nanny 911 dalam thesis yang berjudul “Tindak Tutur Ilokusi Pengasuh Anak dalam tayangan Nanny 911: Sebuah Tinjauan Sosiopragmatik”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan sosiopragmatik di mana metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik rekam, catat, padu padan, dan kontekstual. Dalam penelitian tersebut ditelaah jenis- jenis tindak tutur yang digunakan oleh seorang pengasuh anak berupa tindak tutur direktif, asertif, komisif, dan fatis. Pada bagian isi penelitian tersebut ditemukan tindak tutur ilokusi asertif yang sering digunakan, kemudian disusul tindak tutur komisif, ekspresif, deklaratif, direktif, verdiktif, dan tindak tutur fatis. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa tindak tutur si pengasuh dalam tayangan tersebut mengunakan tiga jenis strategi tindak tutur yaitu; tindak tutur literal langsung dengan modus kalimat berita merupakan strategi yang paling banyak digunakan, kemudian tindak tutur literal tidak langsung yang merupakan tindak tutur yang digunakan untuk menyuruh mitra tuturnya untuk lebih sopan, dan yang ketiga tindak tutur tidak literal langsung yang digunakan untuk memberitahukan secara langsung, bertanya, menyuruh, mengajak atau menyarankan secara lugas dan tidak berbelit- belit. Rusmiyati (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur Komisif dalam Serial Komedi The Office” meneliti jenis- jenis tindak tutur komsif, bentuk tindak tutur komisif, dan fungsi tindak tutur komisif yang ditemukan serial komedi The Office. Sumber data dalam penelitian
15
tersebut adalah seluruh tuturan yang digunakan tokoh dalam serial komedi The Office yang mengandung tindak tutur komisif, kemudian data- data tersebut dianalisis sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan dengan metode deskriptif kualitatif. Dari ketiga rumusan masalah yang sudah ditetapkan, penelitian tersebut menemukan beberapa simpulan yang pertama; jenis tindak tutur yang ditemukan dalam serial komedi The Office meliputi berniat commit, berikrar pledge, berjanji promise, bersumpah swear, menerima accept, menawarkan offer, dan bertaruh bet. Yang kedua, bentuk tindak tutur komisif terkode dalam berbagai bentuk gramatikal, di antaranya; tenses future, ditandai kata performatif, ditandai konteks, kalimat tanya yang berupa pertanyaan ya atau tidak dan modal, dinyatakan dalam kalimat deklaratif, dan hedged performatif. Yang ketiga, tujuan tuturna komisif dalam interaksi sosial, ditemukan bahwa fungsi penggunaan tindak tutur komisif berniat di antaranya untuk menunjukkan melucu, memberikan informasi, menyatakan rencana, meminta maaf, dan menunjukkan solidaritas. Fungsi tindak tutur berikrar digunakan untuk menyatakan kepatuhan. Tidak tutur komisif berjanji digunakan untuk menghindari konflik, menyatakan kesanggupan, meyakinkan, menjamin, dan menutup pembicaraan. Tindak tutur komisif bersumpah digunakan untuk meyakinkan mitra tutur. Tindak tutur komisif menerima digunakan untuk menyatakan kepercayaan dan menghindari konflik. Tindak tutur komisif menawarkan digunakan untuk mendekati mitra tutur, menunjukkan kemampuan, menunjukkan kesimpatian, meminta maaf, dan mendorong mitra tutur untuk
16
melakukan sesuatu. Tindak tutur komisif bertaruh berfungi untuk menunjukkan kesimpatian dan melucu. Penelitian lain yang menginspirasi adalah yang dilakukan Oktarini (2014) di dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur dan Gaya Bahasa dalam Naskah Pidato Pelantikan Presiden Amerika Serikat”. Penelitian tersebut membahas tentang jenis dan fungsi tindak tutur, pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim- maksim kesopanan, dan mendeskripsikan pemanfaatan aspek- aspek kebahasaan sebagai sarana retorika pada pidato pelantikan presiden Amerika George W. Bush dan Barack Obama. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosio-pragmatik. Metode yang digunakan adalah metode simak dengan teknik catat. Sedangkan peneliti menganalisa data dengan metode kontekstual dengan menggunakan teori sosio-pragmatik. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa ada enam jenis tindak tutur yang ditemukan pada naskah pidato pelantikan presiden Amerika Serikat tersebut. Tindak tutur tersebut adalah tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, deklaratif, dan fatis di mana tindak tutur deklaratif hanya ditemukan pada pidato Obama yang ke dua dengan satu data saja. Selain itu, ditemukan bahwa fungsi tindak tutur yang ditemukan berupa fungsi untuk mengungkapkan pendapat, memberi informasi, memberi perintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pematuhan terhadap maksim kesopanan yang terdapat pada pidato- pidato tersebut meliputi jenis maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim
17
kesepakatan, dan maksim simpati. Penyimpangan terhadap maksim kesopanan hanya terdapat pada maksim pujian yang memiliki beberapa fungsi untuk menunjukkan kebersamaan dan persatuan sebagai sesama warga Amerika, menggambarkan masalah ekonomi dan demokrasi, menunjukkan bagaimana demokrasi sedang berlangsung di Amerika pada saat itu. Penelitian ini menggunakan metode kontekstual dengan acuan teori tindak tutur atau „speech act‟ yang mengacu pada teori Austin (1962) dan Searle (1979), serta teori tindak tutur dari Akmajian, et al (1979) yang mengkaji jenis tindak tutur dan fungsinya. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori situasi tutur yang disampaikan Gumper dan Hymes (1986) dan Wijana (1996). Dalam penelitian ini, peneliti melampaui tiga tahapan yaitu tahap pengumpulan data, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian. Peneliti menggunakan metode simak dalam mengumpulkan data dan melanjutkannya dengan teknik catat. Data yang berupa transkrip pidato pelantikan John F. Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak tutur dan fungsinya. Setelah itu, data yang telah dipilah- pilah dianalisis menggunakan pendekatan pragmatik yang berkaitan dengan tindak tutur dan situasi tutur. Hasil penelitian mengindikasikan tiga aspek yang tertuang dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian. Yang pertama, tindak tutur ilokusi yang ditemukan dalam data didominasi oleh tindak tutur ilokusi fungsi representatif, komisif, ekspresif, dan direktif. Sedangkan tindak tutur
18
perlokusi dalam data penelitian ditemukan bahwa hanya ada dua fungsi tindak tutur perlokusi yaitu fungsi membujuk dan menginspirasi. Yang ke dua, strategi tutur yang ada pada pidato pelantikan John F. Kennedy didominai oleh strategi tutur langsung dan literal dengan, diikuti tidak langsung dan literal. Ke tiga, faktor- faktor yang mempengaruhi adanya tindak tutur ilokusi dan perlokusi fungsi direktif, ekspresif, komisif, representatif, persuasif, dan inspiratif, meliputi latar belakang sosial dan politik, setting tempat dan waktu, maksud dan tujuan tuturan, situasi tutur, serta norma. Penelitian tentang tindak tutur ini berbeda dari penelitianpenelitian tentang tindak tutur sebelumnya. Beberapa perbedaan tersebut dapat dilihat dari fokus objek kajiannya. Objek dalam penelitian ini adalah tuturan- tuturan ilokusi dan perlokusi yang dituangkan/ ditranskripsikan ke dalam teks pidato Pelantikan John Fitzgerald Kennedy sebagai Presiden ke35 Amerika Serikat di mana beberapa sumber menyatakan bahwa pidato tersebut termasuk dalam pidato yang berpengaruh pada Amerika Serikat khususnya dan dunia pada umumnya. Selain itu, kajian tindak tutur ilokusi dan perlokusi jarang dilakukan pada penelitian- penelitian tindak tutur, terutama terkait gaya bahasa lisan (pidato) tokoh dunia. 7. Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori- teori yang relevan dengan aspek sosiopragmatik dalam menjelaskan fakta bahasa yang ada dari sumber data, khususnya dalam bertindak tutur. Leech (1983:16) mengemukakan bahwa
19
Sosiopragmatik merupakan gabungan dari dua ilmu yaitu Sosiolinguistik dan Pragmatik. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa di dalam suatu masyarakat, sedangkan Pragmatik menurut Levinson (1983) adalah ilmu yang mengkaji bahasa dengan konteks yang mendasari pemahaman atau penggunaan bahasa tersebut. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa bila suatu kajian telah melingkupi kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa, kajian tersebut termasuk dalam kawasan sosiopragmatik. Sebagai bentuk kajian inilah, tesis ini memuat landasan teori yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Landasan teori tersebut berkaitan dengan konsep berikut: 1) definisi pragmatik, 2) teori tindak tutur, 3) jenis/ strategi tindak tutur, 4) situasi tutur dan peristiwa tutur. 1) Definisi Pragmatik Yule (1996: 3) berpendapat bahwa Pragmatik mengkaji tentang makna yang disampaikan penutur dan diinterpretasikan oleh pendengar (mitra tutur). Lebih lanjut, Yule menjelaskan bahwa Pragmatik adalah ilmu tentang makna penutur, ilmu tentang makna kontekstual, ilmu tentang sesuatu yang dikomunikasikan lebih dari yang dikatakan, dan Pragmatik adalah ilmu tentang ekspresi- ekspresi jarak relatif. Wijana (1996: 1) menjelaskan bahwa Pragmatik adalah cabang Linguistik yang mengkaji struktur bahasa secara eksternal di mana satuan- satuan kebahasaan tersebut digunakan dalam komunikasi. Pragmatik adalah ilmu atau kajian tentang bagaimana bahasa dipengaruhi oleh konteks di mana hal tersebut terjadi; sebagai contoh,
20
hubungan antara penutur pada sebuah percakapan atau dengan tuturan sebelumnya pada sebuah teks. Dalam hal ini Levinson (1983:21-24) menjelaskan beberapa pengertian Pragmatik. Salah satunya adalah sebagai berikut: pragmatik merupakan ilmu tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang merupakan landasan kajian pemahaman bahasa.. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memahami makna bahasa orang seorang penutur dituntut untuk tidak saja mengetahui makna kata dan hubungan gramatikal antar kata tersebut tetapi juga menarik kesimpulan yang akan menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang diasumsikan, atau apa yang telah dikatakan sebelumnya. Lebih lanjut, Leech (1983:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana. Pendapat tersebut dilengkapi oleh Wijana (1996: 2) yang menyatakan bahwa Pragmatik adalah makna yang terikat konteks, sedangkan Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna bebas konteks. 2) Teori Tindak Tutur Secara pragmatis, setidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diutarakan atau diwujudkan oleh penutur; yaitu tindak lokusi, (locutioary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Searle, 1969: 23-24 via Wijana, 1996: 17). Sementara itu, Austin memperkuat pendapat tersebut dengan membedakan tiga jenis tindakan: (1)
21
tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya. (2) tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dan sebagainya. (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Wijana menjelaskan bahwa suatu tuturan tidak tertutup dapat mengandung satu daya tutur tertentu, namun mungkin mengandung lebih dari satu daya tutur tertentu yang lebih menonjol atau mendominasi (1996: 13). Lebih lanjut, Austin (1962: 103), berasumsi bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindakan yang benar-benar menghasilkan "efek nyata" pada perasaan, pikiran, atau tindakan atau orang lain. Tindak tutur perlokusi dikenali hanya ketika efek- efeknya dapat dipahami. Dalam kasus tindak tutur ilokusi, bagaimanapun, tindak tutur tersebut tidak dengan mudah dikenali. Jarak atau celah yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa tindak tutur
ilokusi akan efektif jika mereka tidak mampu atau gagal untuk
menghasilkan jenis efek nyata yang dibawa tindak tutur perlokusi. Sementara itu, Akmajian, et al (1979: 269-270) berpendapat bahwa ada empat kategori tindak tutur yang disebutnya sebagai utterance acts (tindak
tutur/
ucapan/
lokusi),
illocutionary
act
(tindak
ilokusi),
perlocutionary act (tindak perlokusi), dan propositional act (tindak proposisi). Utterance act adalah tuturan yang berupa menuturkan bunyi, suku kata, kata, frase, dan kalimat dalam suatu bahasa. Tuturan utterance act
22
bersifat tidak komunikatif, karena bisa juga dilakukan oleh burung beo, tape recorder, maupun alat musik yang lain. Sedangkan, perhatian utama tindak tutur berada pada ilocutionary dan perlocutionary acts atau tindak tutur ilokusi dan perlokusi. Hal ini dikarenakan ketika kita bertutur biasanya kita menuturkan apakah itu tindak tutur ilokusi maupun perlokusi. Tindak tutur ilokusi adalah tindakan yang dilakukan dalam menuturkan sesuatu dan tindak tutur perlokusi adalah tindakan yang dilakukan dengan menuturkan sesuatu. Sementara itu, tindak tutur proposisi adalah tindak tutur dituturkan ketika mengacu atau mengatakan sebagai suatu kebenaran dalam ucapan. Lebih lanjut, Yule (1996: 48) berpendapat bahwa pada berbagai situasi, tindakan yang dilakukan dengan tuturan terdiri dari tiga tindakan yang terkait. Yang pertama adalah tindak lokusi yang mana merupakan dasar tindak tutur atau penuturan ekspresi linguistik yang bermakna. Jika seorang penutur kesulitan dengan pembentukan bunyi dan kata untuk memproduksi bunyi atau kata yang sebenarnya (apakah karena bahasa asing atau selip lidah), maka seseorang tersebut tidak mampu menuturkan tindak lokusi. Wijana, (1996: 13) beranggapan bahwa konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat dan tindak tutur lokusi adalah yang paling mudah diidentifikasi karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Selanjutnya, dimensi yang ke dua adalah tindak ilokusi yang mana tuturan tersebut dilakukan dengan dorongan komunikatif sebuah tuturan. Kita bisa menuturkan sebuah pernyataan, penawaran, penjelasan, atau beberapa tujuan komunikatif lain
23
yang disebut dengan dorongan ilokusi tuturan. Yang ke tiga adalah tindak perlokusi yang mana merupakan tindak tutur yang bergantung pada situasi atau keadaan yang akan dituturkan penutur pada anggapan bahwa si mitra tutur akan mengetahui efek yang dimaksud si penutur (sebagai contoh untuk menerangkan aroma yang nikmat, atau mengajak mitra tutur minum secangkir kopi). 3) Tindak Tutur Ilokusi Wijana (1996: 13) menjelaskan bahwa suatu tuturan tidak hanya berfungsi untuk mengatakan sesuatu maupun memberikan informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur tersebut yang disebut sebagai tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi lebih sulit untuk diidentifikasi dari tindak tutur lokusi maupun perlokusi karena seseorang harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya (Wijana, 1996: 14). Lebih lanjut, menurut pendapat Searle (1969: 12- 24), ada lima kategori tindak tutur ilokusioner dalam fungsi komunikatif, yaitu: (1) Representatif/ Asertif, yaitu tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan, tuturan yang termasuk dalam jenis fungsi ini adalah menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberi kesaksian, dan berspekulasi. (2) Direktif/ Impositif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan yang termasuk dalam jenis fungsi ini meliputi memaksa, meminta,
24
menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, dan menantang. (3) Ekspresif/ Evaluatif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Tuturan yang termasuk dalam fungsi ini seperti memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, selamat, menyanjung. (4) Komisif,
yaitu
tindak
tutur
yang
mengikat
penuturnya
untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan seperti berjanji, bersumpah, menawarkan, kesanggupan termasuk dalam fungsi ini. (5) Deklarasi/ establisif/ isbati, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dsb) yang baru. Tuturan jenis fungsi ini meliputi memutuskan, mengesahkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, memaafkan. Sementara itu, Austin, (1962) (dalam Akmajian, et al, 1979: 269) mencirikan tindak tutur ilokusi sebagai tindakan yang diutarakan dalam menuturkan sesuatu. Beberapa contoh tindak tutur ilokusi di antaranya adalah sebagai berikut: berjanji, melaporkan, menyatakan, meanyakan, memberitahu, mengancam, meminta, menyarankan, memerintah, dan memohon. Menurutnya, ada beberapa karakteristik tindak tutur ilokusi, yang pertama bahwa, tindak tutur ilokusi dapat digunakan dengan sukses hanya dengan menuturkan kalimat performatif yang eksplisit, dengan tujuan dan keyakinan yang benar, di bawah
25
situasi yang benar. Kedua, tindak tutur ilokusi adalah komunikasi linguistik yang inti. Percakapan kita pada umumnya sebagian besar terdiri dari pernyataan, saran, permintaan, permohonan, salam atau sapa, dan sejenisnya. Ketika kita melakukan tindak tutur perlokusi seperti membujuk atau mengintimidasi, kita melakukannya dengan melakukan tindakan tutur ilokusi seperti menyatakan atau mengancam. Ketiga, yang paling penting, tidak seperti tindak perlokusi, sebagian besar tindak ilokusi yang digunakan untuk berkomunikasi memiliki fitur yang mana seseorang berhasil menuturkannya hanya dengan mendapatkan maksud ilokusi seseorang yang diketahui. Lebih lanjut, Austin membedakan tuturan konstatif dan tuturan performatif. Tuturan konstatif adalah tuturan yang menyatakan sesuatu dan kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan dunia. Misalkan, Presiden ke-35 Amerika Serikat adalah John F. Kennedy. Sedangkan tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraanya digunakan untuk melakukan sesuatu (Wijana 1996:23). Pada prinsipnya, tuturan performatif tidak dapat dikatakan bahwa tuturan itu benar atau tidak, tetapi dinyatakan sahih atau tidak. Kesahihan tuturan performatif tergantung pada pemenuhan persyaratan kesahihan. 4) Tindak Tutur Perlokusi Suatu tuturan yang diutarakan seseorang sering mengandung efek atau daya pengaruh terhadap mitra tuturnya, tindak tutur yang penuturanya ditujukan untuk mempengaruhi mitra tutur seperti ini yang disebut tindak perlokusi. Daya pengaruh dalam tindak tutur ini disebut efek perlokusi atau perlocutionary effect.
26
Dengan demikian, tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengujaranya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Pengaruh atau efek dalam tindak tutur ini bisa disengaja atau tidak disengaja oleh penuturnya (Wijana, 1996:19). Tindak tutur ini disebut juga the act of doing something. Lebih lanjut, tuturan perlokusi misalnya seorang anak yang terus mengatakan I’m thirsty „aku haus‟ ungkapan ini bertujuan untuk membujuk ibunya utuk membelikan jajanan minuman untuknya. Austin (1962) (dalam Akmajian, et al: 1979: 270) mencirikan tindak tutur perlokusi sebagai tuturan yang dilakukan dengan mengatakan sesuatu. Beberapa contoh tindak tutur perlokusi yang khas adalah tindak tutur yang menginspirasi,
mengesankan,
memalukan,
menggertak,
membujuk,
memperdaya, menyesatkan, dan menjengkelkan. Yang menjadi ciri penting tindak tutur perlokusi adalah yang pertama, tindak tutur perlokusi tidak dilakukan dengan menuturkan kalimat performatif yang eksplisit. Penutur tidak menggunakan tindak perlokusi untuk meyakinkan seseorang. Yang kedua, tindak tutur perlokusi sepertinya membutuhkan „efek- efek‟ tuturan sementara tindak tutur ilokusi tidak membutuhkan.
Dengan demikian, tindak tutur
perlokusi dapat diterangkan seperti tindak tutur ilokusi penutur (speaker) ditambah efeknya pada mitra tutur (hearer). Maka, tindak tutur perlokusi dapat digambarkan sebagai tindak tutur ilokusi penutur „speaker‟ plus (disertai) efeknya terhadap pendengar atau mitra tutur „hearer‟. Berikut penjelasannya;
27
a. Penutur mengatakan + mitra tutur percaya... = Penutur membujuk mitra tutur bahwa..... b. Penutur mengatakan + mitra tutur bermaksud...= penutur membujuk mitra tutur untuk..... Oleh karena itu, tindak tutur ilokusi merupakan sarana tindak tutur perlokusi, dan bukan sebaliknya (Akmajian, et al 1979: 271). 5) Situasi Tutur Situasi tutur adalah aktivitas yang mana peserta tutur berinteraksi melalui bahasa pada suatu cara konvensional untuk merujuk pada maksud yang dituju. Hal tersebut bisa terdiri dari tindak tutur utama yang pasti seperti „ I dont really like this‟, sebagai suatu situasi tutur tentang komplain, tetapi juga terdiri dari tuturan yang mengarah pada reaksi kepada tindakan utama tersebut (Yule, 1996:57). Dilihat dari sudut pandang sosiopragmatik, konteks tutur memiliki peran penting dalam suatu bentuk tuturan yang diujarkan. Nadar berasumsi bahwa tujuan tuturan tidak lain adalah maksud penutur mengucapkan sesuatu atau makna yang dimaksud penutur dengan mengucapkan sesuatu (2009: 7). Adapula kontekskonteks jenis lain yang dilibatkan dalam proses analisis yakni konteks yang sifatnya tekstual (co-text), dan konteks yang melibatkan situasi (situational context) (Rahardi: 2009: 5). Leech (1983) (via Wijana, 10- 13: 1996) menganggap bahwa ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam kajian pragmatik, yaitu:
28
1. Penutur dan Lawan Tutur Aspek penutur dan lawan tutur mencakup askpek yang berkaitan dengan usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tungjat keakraban, dsb. Jika dalam bentuk tulisan, aspek penutur dan lawan tutur adalah penulis dan pembaca jika terkait dengan media komunikasi tertulis. 2. Konteks Tuturan Konteks tuturan merupakan seluruh aspek yang berkaitan dengan aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari peristiwa tindak tutur. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks (cotext) sedangfkan konteks setting sosial disebut konteks (context). Dalam pragmatik, konteks adalah latar belakang pengetahuan (backgroound knowledge) yang dipahami bersama antara penutur dan lawan tutur. 3. Tujuan Tuturan Bentuk tuturan yang digunakan seorang penutur memiliki maksud dan tujuan tertentu. Bentuk tuturan yang bermacam- macam dapat digunakan untuk maksud yang sama. Sementara itu, beberapa maksud tuturan dapat diungkapkan dengan tuturan yang sama. Sebagai contoh, bentuk tuturan selamat pagi, pagi, met pagi sering digunakan untuk menyapa lawan tutur di pagi hari. Namun, dalam berbagai variasinya ucapan yang digunakan dengan nada dan situasi tertentu, tuturan tersebut dapat bertujuan untuk mengejek atau menyindir lawan tutur yang datang terlambat atau kesiangan.
29
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act)
menangani
bahasa dalam situasi tertentu. Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatan yang lebih konkrit dibandingkan dengan tata bahasa (gramatika). Tuturan sebagai entitas yang kongkret, jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat terjadinya peristiwa tutur. 5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Dalam kerangka pragmatik, tuturan yang digunakan berupa tindak verbal. Sehingga, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk tindak verbal. Lebih lanjut, terkait dengan konsep peristiwa tutur, Gumper dan Hymes (1986) berpendapat bahwa terdapat faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur itu dengan singkatan SPEAKING, yang masing-masing huruf penyusunnya merupakan representasi dari faktor yang dimaksudkan. Berikut merupakan penjelasan dari kepanjangan masing- masing huruf penyusunnya: S : Setting adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di dalamnya kondisi psikologis dan kultural yang menyangkut pertuturan trsebut; P: Participant menyangkut peserta tutur; E: Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi tutur; A: Acts of Sequence menunjuk pada saluran tutur yang dapat merupakan lisan maupun tertulis. K: Key menunjukkan cara ataupun jiwa dari peraturan yang
30
dilangsungkan. I: Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam peraturan; N: Norms adalah norma atau aturan dalam berinteraksi; G: Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat, artikel, dan lain sebagainya. 6) Jenis Tindak Tutur Ada beberapa jenis tindak tutur, menurut Wijana dan Rohmadi (2009,) jenis- jenis tindak tutur dapat dikategorikan menjadi: (1) Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung Ditinjau secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita), interogatif (kalimat tanya dan imperatif (kalimat perintah) (Wijana dan Rohmadi, 2009:28). Dilihat dari sudut pandang pada umumnya (kelaziman) atau konvensional, kalimat deklaratif berfungsi memberikan informasi, kalimat interogatif untuk menanyakan sesuatu dan kalimat imperatif berguna untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Kalimat- kalimat yang menjalankan fungsi atau ujaran tersebut sebagaimana fungsinya secara konvensional disebut dengan tindak tutur langsung. Dengan kata lain, tindak tutur yang struktur tuturan atau kalimatnya tidak sesuai dengan fungsi komunikasinya disebut tindak tutur tidak langsung (Yule: 1996: 55). Dari penjelasan tersebut, diasumsikan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang mana pemakaian kalimat atau ujarannya sesuai
31
dengan fungsinya secara konvensional. Sementara itu, jika kalimat yang digunakan tidak sejalan lagi dengan fungsinya secara konvensional, maka itu disebut tindak tutur tidak langsung. Sebagai contoh: Contoh Nomor 6 a. The world is very different now. (Data Nomor 3) „Dunia sangat berbeda sekarang.‟ Contoh Nomor 7 b. If a free society cannot help the many who are poor, it cannot save the few who are rich. (Data Nomor 17) „Jika suatu masyarakat yang merdeka tidak dapat membantu negaranegara yang miskin, hal itu tidak dapat menyelamatkan beberapa negara kaya yang jumlahnya sedikit.‟ Kedua tuturan tersebut pada dasarnya memiliki modus tuturan deklaratif yaitu untuk menyampaikan berita atau memberikan informasi. Secara konvensional, makna memberikan atau menyampaikan berita/ informasi merupakan fungsi dari kalimat/ tuturan deklaratif. Dalam tuturan (a) penutur „benar- benar‟ memberikan berita/ kabar bahwa keadaan dunia saat ini sangat berbeda, tidak ada penyimpangan modus tuturan baik itu dari deklaratif ke imperatif maupun ke interogatif. Oleh karena itu, tuturan (a) merupakan tindak tutur langsung. Sementara itu, tuturan (b) menggunakan modus tuturan deklaratif untuk memberikan informasi sesuai dengan maksud penutur, yaitu dalam rangka menyatakan dan menggambarkan bahwa suatu negara merdeka harus membantu negara- negara yang miskin karena jika tidak, negara tersebut tidak bisa menyelamatkan banyak negara yang kaya. Kedua tuturan terebut menggunakan kosakata yang sesuai makna semantis konvensional 9pada
32
umumnya) yang dimaksudkan penutur, oleh karena itu keduanya termasuk tindak tutur literal. (2) Tindak Tutur Literal dan Tidak Literal Selain tindak tutur langsung dan tidak langsung, klasifikasi tindak tutur menurut Wijana dan Rohmadi (2009:30) meliputi pembagian tindak tutur berdasarkan kesesuaian maksud pembicara dengan makna kata-kata yang menyusunnya yaitu adalah tindak tutur literal dan tidak literal. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya (makna secara semantis), sedangkan tindak tutur tidak literal (non-literal) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau bahkan berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh tuturan: Contoh Nomor 8 c. Let us never negotiate out of fear. (Data Nomor 28) „Mari kita jangan pernah bernegosiasi karena takut.‟ Contoh Nomor 9 d. I do not shrink from this responsibility. (Data Nomor 46) „Saya tidak menciut dari tanggung jawab ini‟. Kalimat (c) memiliki makna semantis „menyuruh lawan tutur untuk tidak bernegoisasi karena takut. Tuturan/ kalimat tersebut diutarakan sesuai dengan maksud dan makna yang menyusunnya yaitu menyuruh mitra tutur untuk tidak bernegoisasi karena takut, maka ini merupakan bentuk tindak tutur literal karena maksud penutur sesuai dengan proposisi kata- kata yang
33
dituturkan dengan never negotiate out of fear. Sementara itu, kalimat (d) memiliki makna semantis yang tidak sama bahkan bertentangan dengan makna konvensionalnya, yaitu pada ungkapan shrink yang berarti menyusut atau menciut. Maksud yang ingin disampaikan penutur adalah bahwasanya John F. Kennedy tidak gentar dalam menerima tanggung jawab sebagai kepala negara Amerika Serikat. John F. Kennedy merasa bahwa tidak akan menciut dari tanggung jawab‟ dapat dikatakan bentuk tindak tutur tidak literal karena maksud „menciut‟ di sini tidak benar- benar menjadi „semakin mengecil‟, tetapi yang dimaksud adalah „tidak lari dari tanggung jawab‟, sehingga maksud penutur sebenarnya adalah lari dari tanggung jawab tantangan dan rintangan yang sedang dihadapi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur literal dan non-literal akan berkaitan dengan makna ujaran dan tindakan penutur. 8. Metode Penelitian Peneliti mengumpulkan data dari sumber data yaitu pada website resmi John Fitzgerald Kennedy yaitu www.jfklibrary.org yang diakses pada 5 Juni 2015. Data tersebut berupa tuturan pidato pelantikan John F. Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-35 pada Tanggal 20 Januari 1961. Metode yang dignakan dalam pengumpulan data tersebut adalah dengan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik catat. Teknik catat adalah mencatat beberapa bentuk data yang sesuai dengan tujuan penelitian dari penggunaan bahasa secara tertulis (Sudaryanto, 1993: 92).
34
Data dikumpulkan dengan cara mengamati tuturan pidato John F. Kennedy yang mengandung tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang kemudian diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan fungsi- fungsi di dalam tindak tutur ilokusi dan perlokusi. Setelah dikelompokkan, data- data tersebut dimasukkan dalam tabel yang telah diberi kolom tindak tutur, fungsi, dan strategi penggunaanya. Setelah itu, peneliti melakukan pengamatan data sesuai dengan tabel dan kolom yang telah diklasifikasikan berdasarkan jenis dan fungsinya yang kemudian dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif di mana peneliti menggmbarkan data berasarkan fakta atau fenomena kebahasaan yang secara empiris dengan kata- kata, tidak dengan angka. Peneliti melakukan penelitian ini dengan tiga tahap yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisi data, dan tahap penyajian hasil analisi data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Menurut Sudaryanto (1992: 133), metode simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menyimak pengunaan bahasa. Metode simak yang diterapkan dalam penelitian ini diwujudkan melalui teknik catat. Teknik catat dilakukan untuk mendapatkan data yang berupa tuturan yang diujarkan oleh John F. Kennedy pada
pidato tersebut berdasarkan
rumusan masalah yang telah ditetapkan. Teknik catat digunakan setelah melakukan pengumpulan data sehingga data yang semula berwujud lisan ditransripsikan menjadi data yang berwujud tulisan dan mencatat setiap
35
tuturan pada pidato tersebut. Setelah itu, peneliti melakukan identifikasi data dengan mengelompokkan data berdasarkan jenis- jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi, mengklasifikasikan strategi tindak tutur yang digunakan oleh penutur dan mencari faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya tindak tutur tersebut. Data penelitian yang berupa transkripsi pidato John F. Kennedy. berupa tuturan yang sudah ditranspriksi digunakan untuk mendata jenis- jenis tindak tutur. Data tersebut diklasifikasikan menurut bagian awal, isi, dan penutup
pidato, kemudian,
dikategorikan
berdasarkan
tuturan
yang
teridentifikasi menjadi bagian menurut jenis- jenis tuturan yaitu direktif, deklaratif, ekspresif, representatif, maupun komisif. Setelah teridentifikasi, tindak tutur tersebut diklasifikasi menurut kategori tindak tutur langsung atau tidak langsung, literal atau tidak literal. Langkah selanjutnya adalah analisis data tindak tutur yang telah diklasifikasikan dengan menggunakan pendekatan sosiopragmatik dengan metode kontekstual. Leech ( 1993: 20), berpendapat bahwa konteks adalah aspek- aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sesuai tuturan. Selain itu konteks juga diartikan sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama- sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur. Setelah analisis data dilakukan, data disajikan dengan menggunakan teknik penyajian hasil informal, yaitu penyajian hasil analisis data dengan kata- kata biasa (Sudaryanto, 1993).
36
9. Sistematika Penyajian Hasil Analisis Penelitian ini disajikan dalam lima bab dengan rincian sebagai berikut: A. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup pnelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan metode penelitian, dan sistematika penyajian hasil penelitian. B. Bab II berisi pembahasan mengenai jenis- jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada pidato John F. Kennedy. C. Bab III berisi pembahasan mengenai pemanfaatan/ penggunaan tindak tutur langsung/ tidak langsung dan klasifikasi interaksi tindak tutur literal/ tidak literal D. Bab IV berisi pembahasan mengenai faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya tindak tutur ilokusi dan perlokusi pidato John F. Kennedy E. Bab V berisi simpulan dan saran.