BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dari dulu sudah dikenal sebagai negara agraris yang berarti mata pencaharian utama penduduknya berasal dari sektor pertanian, didukung oleh bentang alam yang cocok dan berada di daerah tropis membuat berbagai jenis tanaman dapat tumbuh subur. Dengan sumber daya alam yang melimpah sebenarnya dapat menjadi modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan kemajuan perekonomiannya khususnya dari sektor pertanian. Pertanian di Indonesia
meliputi
pertanian
tanaman
perkebunan,
tanaman
pangan,
horltikultura, perikanan dan peternakan yang sangat berpotensi untuk perkembangkan pembangunan di masing-masing daerah penghasilannya. Tidak dipungkiri bahwa salah satu penghasil devisa Negara melalui hasil pertanian yang menjadi pemenuh kebutuhan dalam negeri ataupun menjadi komoditas ekspor dunia. Salah satu jenis pertanian tanaman perkebunan yang terkenal sebagai komoditas ekspor dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia adalah perkebunan tembakau yang menjadi bahan dasar dalam membuat rokok. Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai peran
penting
dan
berorientasi
pada
pasar.
Penting
karena
dapat
menumbuhkan banyak kesempatan kerja baik untuk petani sebagai penghasil bahan baku proses produksi ataupun perusahaan sebagai tempat pengolahan hasil produksi. Tembakau juga memberikan sumbangan finansial yang cukup
2
besar bagi pemasukan Negara karena peranan tembakau yang semula memberikan sumbangan pada devisa Negara bergeser menjadi sumbangan cukai terbesar setelah minyak bumi pada penerimaan Negara1. Perkebunan tembakau di Indonesia terletak di beberapa daerah meliputi Temanggung, Wonosobo, Malang, Kudus, Jember, Lombok, Deli, Madura dan beberapa daerah kecil di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tembakau yang dalam bahasa latin Nicotiana Tabacum (Nicotiana spp.,L)2 bukanlah tanaman asli dari Indonesia melainkan dari daerah amerika utara dan amerika selatan, tanaman berdaun lebar ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik yang dirajang menjadi rokok maupun hanya digulung menjadi cerutu.
Pertama kali tembakau tembakau ditemukan di pulau Guanakani (San Salvador) oleh Columbus yang pada waku itu melihat orang Indian menghisap rokok yang terbuat dari daun kering, digulung dengan jagung dan gulungan tersebut dinamai tobacco3. Pengenalan tembakau di Indonesia sendiri berawal dari kebijakan kolonial belanda pada tahun 1830 oleh Van Der Bosch melalui cultuur stelsel di sekitar Semarang, Jawa Tengah. Penanaman tembakau di Semarang tersebut gagal dan akhirnya diuji coba lagi ke Besuki, Jawa Timur, proyek tersebut berhasil di kembangkan dan disebarluaskan ke Yogyakarta dan Klaten pada tahun 1858 serta Deli, Sumatera Utara, pada tahun 1863 yang dipelopori oleh Jacob Nienhuys. Penyebaran budidaya tembakau tersebut berkembang dengan baik di wilayah tersebut, dan meluas ke daerah yang 1
Santoso, K., 1991, Tembakau dalam Analisis Ekonomi, Badan Penerbit Universitas Jember. Jember. 2 B.C. Akehurst, 1981, Tobacco, Longman Group Limited, London, hlm 2. 3 A. Abdullah dan soedarmanto, 1979, Budidaya tembakau, CV. Yasaguna, Jakarta, hlm 7.
3
memiliki kecocokan karakteristik dalam penanaman tembakau, salah satunya di Karesidenan Kedu yang sebagian wilayahnya berupa dataran tinggi. Beberapa wilayah di karesidenan Kedu pada masa itu memang menjadi penghasil tembakau, akan tetapi Temanggung menghasilkan tembakau lebih banyak karena luas lahannya lebih besar dibandingkan di daerah lain. Dari sinilah Temanggung kemudian dikenal sebagai penghasil tembakau utama di Jawa Tengah.
Kabupaten Temanggung secara geografis terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. Kabupaten Temanggung secara astronomis terletak diantara 110o23'-110o46'30" bujur Timur dan 7o14'-7o32'35" lintang Selatan dengan luas wilayah 870,65 km2 (87.065 Ha). Kabupaten Temanggung memiliki sifat iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu rata-rata 22o Celcius sampai dengan 23,6o Celcius. Curah hujan di wilayah Kabupaten Temanggung relatif tidak merata. Hal ini terlihat dari curah hujan dibagian Timur wilayah Kabupaten Temanggung (Kecamatan Kandangan dan Pringsurat) lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lainnya, demikian pula dengan waktu musim hujannya yang lebih lama. Curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2.163 mm4. Di Kabupaten Temanggung terdapat 2 buah gunung yaitu gunung Sumbing (3260mdpl) dan gunung Sindoro (3151mdpl) di sebelah selatan dan barat, sedangkan di bagian utara
4
http://www.temanggungkab.go.id/profil.php?mnid=5 diakses pada tanggal 14-01-2014 pukul 16.30
4
dibatasi oleh pegunungan kecil yang membujur ke tenggara. Ketinggian rata rata Kabupaten Temanggung antara 500 sampai 1450 mdpl, hal tersebut tentunya sangat bagus untuk perkembangan tanaman tembakau yang akan tumbuh jauh lebih baik jika ditanam di daerah dataran tinggi yang beriklim dingin.
Penduduk Temanggung sebagian besar berprofesi sebagai petani, memanfaatkan keadaan alam tersebut dengan menjadi petani kopi, teh dan tembakau. Namun dibanding teh dan kopi, tembakau menjadi tanaman yang lebih penting karena petani masih terus menjadikan pengelolaan tanaman tembakau menjadi nafas hidupnya. Terkadang petani sengaja hanya menanam tembakau tanpa diselingi oleh tanaman lain dengan alasan bahwa tembakau lebih komersial harganya, keuntungan yang didapat dengan menanam tembakau jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis tanaman yang lain. Pada awalnya, sekitar tahun 1920-an, penamaman tembakau di Temanggung bukanlah komoditas utama karena yang diutamakan adalah tanaman pangan dahulu semisal menanam padi di sela oleh tembakau. Dari sistem penanaman ini, petani masih memiliki ketergantungan dalam menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sekalipun nilai ekonomis yang dihasilkan relatif rendah. Hingga tahun 1950 – 1960an, tembakau masih menjadi tanaman komplementer yang penanamannya tidak tentu setiap tahunnya.
5
Barulah dalam dasawarsa berikutnya pola penanaman tembakau berubah, permintaan tembakau dari pabrik semakin meningkat, hal ini menyebabkan pasar tembakau semakin luas dan peluang ekonomi baru bagi masyarakat Temanggung
bertambah.
Peningkatan
permintaan
terhadap
tembakau
menyebabkan terjadinya perubahan secara menyeluruh di Temanggung. Perubahan yang pertama adalah perubahan yang berhubungan dengan system pengelolaan tembakau, pabrik memberikan informasi atau pengetahuan mengenai teknologi yang tepat agar menghasilkan kualitas yang bagus. Bantuan tersebut dirasa sangat berguna bagi petani, karena sebelumnya mereka hanya menanam sesuai dengan kebiasaan saja tanpa mengerti secara ilmiah tembakau tersebut harus di tanam di musim apa ataupun mengenai pemakaian pupuk guna menambah subur tanaman tembakau. Perubahan yang kedua adalah mengenai pola tanam tembakau, permintaan yang semakin tahun mengalami peningkatan membuat petani tembakau seperti harus selalu menanam tembakau tanpa mempedulikan jenis komoditas yang lain.
Dari perubahan yang terjadi munculah pemikiran mengenai perluasan lahan penanaman tembakau, yang mengakibatkan lahan yang tadinya digunakan untuk penyeimbang lingkungan hidup juga harus dikorbankan. Semisal pembukaan lahan yang harus menebang pohon dan semak sebagai penahan erosi. Petani tembakau jauh lebih memikirkan bagaimana mendapat keuntungan besar dibandingkan menjaga keseimbangan lingkungan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup mereka. Intensitas penanaman tanaman pangan pun berkurang akibat adanya perubahan ini. Dampak selain hal diatas
6
adalah mengenai hubungan sosial antar petani tembakau, dimana karakteristik masyarakat pedesaan yang guyub berubah menjadi masyarakat yang berorientasi mencari keuntungan semata. Perbedaan luas tanah dan modal pertanianpun memicu adanya perbedaan strata ekonomi pada petani tembakau. Petani yang memiliki modal banyak akan lebih mendapatkan keuntungan, disamping mendapatkan jaminan akan dibelinya tembakau yang sudah ditanam juga mengenai ketersediaan pupuk ataupun obat obatan yang menunjang kualitas dari tembakau yang ditanam.
Selain dari hal negative tersebut peningkatan permintaan tembakau membuat peluang ekonomi masyarakat temanggung meningkat. Petani tembakau mempunyai inisiatif untuk mempekerjakaan orang lain karena dirasa tidak dapat mengorganisir sendiri pengelolaan tembakau, contoh pekerjaan yang dapat dilakukan adalah mengolah tanah, merawat tanaman dan memproses daun tembakau yang telah dipanen. Setelah dipanen tembakau di rajang dan di jemur sesuai dengan kebutuhan, setelah kering baru dimasukkan kedalam tempat penyimpanan tembakau yang bisa selalu membuat tembakau tetap lembab namun tidak berjamur. Dengan kata lain menambah lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar petani tembakau tersebut.
Kemunculan pabrik pada awalnya adalah sebagai pendorong petani untuk semakin meningkatkan hasil produksinya, namun kini berubah menjadi pelaku usaha yang memiliki posisi kuat dalam menetukan jumlah dan harga tembakau. Posisi tawar yang dimiliki petani tembakau sekarang menjadi sangat lemah,
7
dari yang dahulu mempunyai andil besar dalam penentuan jumlah dan harga sekarang terjadi kebalikannya. Pabrik dalam pasar tembakau di Temanggung diwakili oleh perwakilan pabrik yang sudah dipercaya untuk membeli dan menampung tembakau, selain itu fungsi perwakilan pabrik juga sebagai pemberi kelas dalam tembakau. Perwakilan pabrik tersebut disebut juga dengan grader. Sistem proses jual beli tembakau adalah seperti ini, pabrik rokok mensosialisasikan acuan harga dan jumlah yang dibutuhkan untuk masing masing grade tembakau kepada grader, pabrik tidak akan mengurusi hal kecil semisal petani tembakau yang datang langsung ke pabrik untuk menjual tembakaunya. Biasanya petani yang sudah memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) sajalah yang dapat masuk sampai ke gudang milik grader. Grader merupakan kepercayaan pabrik yang diberi tugas untuk memenuhi kebutuhan gudang, di tangan graderlah biasanya harga tembakau itu ditentukan berdasarkan grade masing-masing tembakau
tersebut. Namun dalam
perkembangan saat ini, siklus ini mempunyai kelemahan yaitu tentang adanya dugaan permainan dalam grader atau mandor yang dipercaya oleh pabrik. Contohnya spekulasi terhadap pembelian tembakau masa panen mendatang yang dijanjikan oleh subgrader ataup grader dengan alsan pabrik tutup walau kualitas mutu tembakau pada saat itu dalam keaadaan yang baik. Grader pada umumnya mempunyai petani juragan/subgrader masing masing untuk bisa berhubungan langsung dengan petani tembakau, sehingga akan lebih rentan untuk terjadi pasar persaingan tidak sempurna. Petani
8
masing-masing sudah memiliki gradernya, dalam pasar tembakau di Temanggung ada beberapa grader yang mendominasi, adalah grader perusahaan Gudang Garam dan Djarum. Jenis pasar yang timbul dalam pasar tembakau adalah pasar oligopsoni yang berarti kondisi pasar dimana terdapat beberapa pembeli, masing-masing pembeli memiliki peranan cukup besar untuk mempengaruhi harga tembakau. Dengan demikian jelas bahwa kedudukan petani tembakau di tembakau memiliki posisi tawar yang rendah karena dari pasca panen, pendistribusian tembakau hasil panen tersebut sudah ada jalurnya, tidak bisa serta merta memberikan penawaran kepada pabrik ataupun grader. Dalam perkembangannya hubungan antara grader dengan petani sudah terjadi sebelum tembakau ada. Grader dan petani kerap membuat suatu perjanjian untuk bermitra dalam produksi tembakau, dari mulai dibantu alat produksi,
pemberian
modal
sampai
dengan
teknologi
terapan
yang
menguntungkan petani. Dengan adanya perjanjian tersebut petani tembakau yang terkait dengan perjanjian tidak boleh menjual hasil panennya kepada grader lain meskipun harga yang diberikan grader lain lebih besar. Hal tersebut yang menjadi perhatian penulis dalam membuat penulisan hukum ini, disamping terkait dengan adanya suatu perjanjian tersebut ada hal lain yang penulis sorot, yaitu mengenai program kemitraan yang terjadi antara grader dengan petani. Kemitraan seperti apa yang terjadi dan diyakini oleh para pihak dan sejauh apa mereka mengerti tentang konsep kemitraan itu sendiri. Karena pada intinya pelaksanaan perjanjian kemitraan antara petani
9
selaku pelaku usaha mikro atau usaha kecil dengan grader yang sudah bisa dikatakan usaha menengah atau usaha besar sudah diatur dalam UndangUndang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, kecil dan Menengah khususnya pada Bab VIII pasal 25 sampai dengan 37 tentang kemitraan. Peraturan perundang-undangan lain yang menjadi pelaksana dari UndangUndang ini adalah Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2013. Sistem perjanjian jual beli tembakau yang terjadi antara petani dan grader tembakau di temanggung tersebut akan ditinjau dari hukum persaingan usaha, apakah perjanjian yang selama ini telah terjadi dan diyakini sebagai salah satu cara yang benar tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada hukum persaingan usaha. Hukum persaingan usaha yang dimaksud adalah UndangUndang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Permasalahan hukum yang akan dibahas adalah mengenai kesesuaian antara norma hukum positif yang ada ditengah masyarakat dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri dalam konteks ini adalah petani dan grader tembakau. Oleh karena latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul PELAKSANAAN PRAKTEK PERJANJIAN JUAL BELI TEMBAKAU DI
DESA
WONOTIRTO,
KECAMATAN
BULU,
KABUPATEN
TEMANGGUNG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis menemukan beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana praktek perjanjian jual beli tembakau di desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung? 2. Apakah
praktek perjanjian jual beli tersebut bertentangan dengan
Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui sistem dan proses perjanjian jual beli tembakau di Temanggung. b. Untuk mengetahui apakah sistem dan proses yang sudah terjadi tersebut melanggar Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau tidak. c. Untuk memberikan kesadaran hukum kepada petani dan grader tembakau di Temanggung tentang kemitraan dan persaingan usaha tidak sehat. 2. Tujuan Subyektif Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
11
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, diketahui bahwa penulisan hukum tentang “Pelaksanaan Praktek Perjanjian Jual Beli Tembakau di Temanggung ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat “ belum pernah dilakukan. Sepengetahuan penulis didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jadi penelitian ini asli karena sesuai dengan asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dengan demikian karya ini adalah asli karya penulis sendiri. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya bagian hukum dagang dalam bidang persaingan usaha dan bermanfaat bagi penelitianpenelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Penulisan ini diharapkan memberikan manfaat kepada masyarakat khususnya petani dan grader tembakau di Temanggung agar mengerti secara hukum dari perjanjian yang mereka buat. Penulisan
12
hukum ini diharapkan juga bisa menjadi bahan referensi bagi penulisan berikutnya.