1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara, yaitu di Kecamatan Karangkobar pada tanggal 12 Desember 2014 mengalami bencana alam longsor yang mengakibatkan 100 lebih orang korban jiwa dan banyak rumah yang tertimbun. Longsor tersebut juga merusak serta menimbun infrastruktur umum lainya seperti jembatan, gedung pemerintahan, jalan raya dan lain-lain. Kerugian akibat longsor tersebut ditaksir mencapai lebih dari Rp. 1.400.000.000,-. Setiap tahunnya menurut data dari BPBD Kabupaten Banjarnegara, terjadi sekitar 60-150 titik longsor di Kabupaten Banjarnegara (Personal contacct). Berdasarkan data dari Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara, daerah ini mempunyai luas wilayah 1.064,52 km persegi, terbagi menjadi 20 Kecamatan, 12 Kelurahan dan 253 Desa. Terletak antara 712' sampai 731' Lintang Selatan dan 231' sampai 308' Bujur Timur. Ketinggian tempat pada masing-masing wilayah umumnya tidak sama yaitu antara 40-2.300 meter dpl dengan perincian kurang dari 100 meter (9,82%), antara 100-500 meter (28,74%) dan lebih dari 1000 (24,40%). Menurut kemiringan tanahnya maka 24,61% dari luas wilayah mempunyai kemiringan 0-15% dan 45,04 dari luas wilayah mempunyai kemiringan antara 1540% sedangkan yang 30,35% dari luas wilayahnya mempunyai kemiringan lebih dari 40% (www.banjarnegarakab.go.id). Curah hujan tahunan di daerah
1
2
Banjarnegara berdasarkan dari data Badan Meteorologi dan Geofisika, memiliki curah hujan yang sangat tinggi, yakni berkisar lebih dari 2000 mm/tahun, Kecamatan Karangkobar terletak di daerah dataran tinggi dengan elevasi sekitar 550-1300 mdpl, dengan kelerengan yang bervarisi. Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi. Perubahan struktur muka bumi ini diakibatkan oleh gangguan kestabilan tanah dan batuan penyusun lereng. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 definisi longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Menurut Karnawati (2005) longsor termasuk kedalam gerakan massa dimana gerakan massa dikontrol oleh faktor pengontrol gerakan massa, yaitu geomorfologi, struktur geologi, litologi batuan, tata guna lahan, dan geohidrologi. Dari data tersebut Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara merupakan daerah yang sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang tinggi dan juga berpotensi untuk terjadi longsor. Untuk itu Peta Kerawanan Fisik Longsor (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007) atau Peta Potensi Rawan Longsor (Perka BNPB untuk daerah Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara sangat diperlukan. Pembuatan Peta ini mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
3
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Kecamatan Karangkobar di Kabupaten Banjarnegara memiliki beberapa permasalahan 1.
Termasuk keccamatan dengan jumlah titik longsornya banyak berdasarkan data dari BPBD setempat, Di Karangkobar memiliki sekitar 10 titik longsor yang terjadi di tahun 2015, sehingga daerah ini merupakan daerah yang darurat longsor.
2.
Pengaruh aspek geologi terhadap longsor yang terjadi di Kecamatan Karangkobar.
I.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuat dan memetakan potensi rawan longsor di Karangkobar mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor dengan modifikasi pada parameter kelerengan, tata air lereng, vegetasi. Tujuan dari penelitan ini adalah 1. Membuat peta kerawanan fisik sesuai dengan pembobotan aspek fisik Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007, mengenai Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara dengan skala 1 : 25.000. 2. Mengkaji aspek geologi terhadap potensi daerah rawan bencana longsor di Karangkobar.
4
I.4 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian berjarak sekitar ± 200 kilometer dari Jurusan Teknik Geologi UGM. Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dengan waktu tempuh sekitar 4 jam (Gambar 1.1).
Gambar 1.1 Peta Indeks Lokasi Penelitian Kecamatan Karangkobar
I.5 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Lokasi daerah penelitian berada di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah dengan skala 1:25.000. 2. Pembuatan peta kerawanan fisik longsor mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Penataan Ruang kawasan Rawan Bencana Longsor. 3. Analisis indikator kerawanan kelerengan menggunakan klasifikasi lereng dari Karnawati (2005). Analisis indikator Tata Air Lereng menggunakan densitas kelurusan (Rezky dan Hermawan, 2011). Analisis indikator kerawanan vegetasi berdasarkan Karnawati (2005). Kegempaan didasarkan
5
pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gempabumi Lembar Jawa Tengah (Robiana, dkk., 2010). Kondisi tanah didapatkan berdasarkan data pengamatan lapangan pada masing-masing stasiun pengamatan. 4. Analisis dilakukan berdasarkan data pemetaan lapangan serta studi literatur. 5. Analisis ancaman, kerentanan, dan risiko menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). I.7 Peneliti Terdahulu 1. Putro, (2011) Meneliti tentang risiko gerakan massa di daerah Kalitelaga dan sekitarnya, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara dalam skripsi yang berjudul Pemetaan Tingkat Risiko Gerakan Massa Tanah dan Batuan Daerah Kalitelaga dan Sekitarnya, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, dari hasil penelitian menunjukan bahwa kerentanan di daerah kalitelaga terhadap gerakan massa sangat tinggi karena kelerengan yang curam dan kondisi geologi. Daerah Kali Telaga ini sangat dekat dengan Karangkobar sehingga memiliki kondisi geologi yang hampir sama.
2. Respati, dkk (2010) Menyatakan dalam penelitianya yang berjudul Analisis GIS Terhadap Gerakan Tanah di Girimulyo, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta, dan Kajian Faktor – Faktor Pengontrolnya, dijelaskan bahwa faktor pemicu terjadinya gerakan massa dapat dibagi dua, yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari jenis litologi dan struktur geologi, sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah kelerengan, tataguna lahan dan vegetasi. Jenis litologi berkaitan dengan tingkat pelapukan suatu batuan. Semakin keras batuan maka batuan semakin resisten. Sedangkan tipe longsor dapat ditentukan berdasarkan jenis litologi dan sifat keteknikan batuan.