BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tujuan layanan BK agar individu dapat mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapinya, membantu perkembangan karir konseli, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya serta membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan pendidikan maupun lingkungan masyarakat. Tujuan yang dikemukakan tentang layanan BK tentang masalah yang dihadapi oleh siswa dapat tercapai, seorang konseli selain harus dapat mengenal dan memahami peluang yang ada di lingkungannya, sebagai makhluk sosial, indvidu tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Lingkungan berperan sangat penting agar individu bisa mencapai tujuan dalam hidup. Dalam menangani konselinya, konselor juga bisa melakukan modelmodel konseling yang berhubungan dengan lingkungan yaitu Rancangan Diagnostik Ekologi. Dimana rancangan diagnostik dapat dijadikan alat untuk menganalisis dan menjelaskan masalah klien yang sudut pandangnya masih berhubungan dengan lingkungan, maksud lebih jelasnya agar lingkungan dapat ikut
menunjang perkembangan konseli
secara berkesinambungan
maka
lingkungan seharusnya dapat memberikan jaringan kerja hubungan yang membantu (helping relationship). Rancangan Diagnostik Ekologi digunakan untuk memahami atau menganalisis ekologi konseli. Pentingnya Rancangan Diagnostik Ekologi ini, maka kelompok akan membahas secara rinci bahasan tentang Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi, agar model konseling ini bisa dipahami dan diterapkan oleh konselor sebagai model konseling yang efektif membantu konselinya.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam makalah ini akan dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1
1. apa yang dimaksud dengan ekologi? 2. apa teori-teori ekologi itu? 3. jelaskan yang dimaksud dengan rancangan diagnostik ekologi? 4. bagaimana peranan diagnosis dalam konseling?
C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah adalah : 1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ekologi yang mencangkup konsep dasar ekologi dan teori-teori ekologi 2. agar pembaca (khususnya calon konselor dan konselor) mengetahui konsep Rancangan Diagnostik Ekologi sebagai salah satu model Bimbingan dan Konseling yang cukup efektif digunakan untuk menangani konseli. 3. supaya
konselor
dapat
mengimplementasikan
model
Rancangan
Diagnostik Ekologi dalam setting sekolah.
D. Pembatasan Masalah Pada masalah ini, kelompok kami menjelaskan tentang pengertian dari ekologi, teori-teori ekologi, teori behaviorisme dan terapi behavioral, kedudukan diagnostik dalam psikologi (psikodiagnostik), dan tentang Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi yang mencangkup pengertian rancangan diagnostik ekologi, dimensi masalah-tujuan, dimensi penyebab, dan yang terakhir adalah peranan diagnosis dalam konseling.
E. Sistematika Daftar Isi Kata Pengantar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan
2
D. Pembatasan Masalah E. Sistematika BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ekologi B. Teori-Teori Dan Kaidah-Kaidah Ekologi C. Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologis D. Peranan Diagnosis dalam Konseling BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekologi
Ekologi merupakan studi tentang interaksi / transaksi antara organisme manusia yang berkembang dengan lingkungannya, baik fisik, psikologis, maupun sosial (Von Bertalanffy, dalam Hatcker dan Brooks, 1977 : 39 : Banning, dalam Brown dan Lent 1984 : 582 : dan Blochen, 1974 : 14). Ditinjau dari segi historis, ekologi oleh sementara pihak dianggap berasal dari perkembangan dan diferensiasi dari ilmu sosial yang disebut sosiologi. Diferensiasi sosiologi ini lahirlah diantaranya yang dikenal sebagai “morphologi sosial”. Cabang terakhir kemudian pecah menjadi geography sosial yang disebut sosiologi. Para biolog memasukan ekologi didalam bidangnya, lebih-lebih bila membahas terhadap elemen-elemen yang bersifat jasad hidup (organisme.). Ekologi perkembangan pada hakikatnya adalah lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik, sosial dan psikologis, yang mana individu memperoleh tingkah laku baru, melalui pengalaman belajarnya. Dalam arti luas, seluruh interaksi dengan lingkungan pada setiap saat, adalah lingkungan belajar. Adapun prinsipprinsip ekologi : 1) Agar
lingkungan
dapat
menopang
/
menunjang
pertumbuhan
dan
perkembangan siswa, maka lingkungan harus menyajikan struktur kesempatan yang lebih luas yang ditandai oleh keragaman dan rentangan tantangan dan tugas baru dimana siswa dapat menemukan cara-cara baru untuk memperoleh keberhasilan. 2) Agar lingkungan dapat belajar menunjang perkembangan siswa secara berkesinambungan, maka lingkungan harus menyajikan jaringan kerja hubungan yang membantu (helping relationship) dan sumber strategi kognitif
4
yang efektif atau kerangka kerja dimana para siswa dapat mengelola stress, mengatasi tantangan, dan menyelesaikan tugas-tugas. 3) Agar lingkungan belajar dapat memelihara kesinambungan perkembangan para siswa, maka lingkungan harus memberikan ganjaran atau penghargaan yang berarti, baik yang bersifat intrinsic-psikologis, maupun ekstrinsikmaterial. Hal ini penghargaan harus jelas, konsisten, dan masuk akal.
Menurut Blocher (1981 : 60) konsep perkembangan manusia didasarkan pada asumsi perkembangan yang sehat merupakan hasil dari keseimbangan yang optimal dan dinamis diantara kekuatan-kekuatan dari dalam (individu), dengan kekuatan dari luar (lingkungan). Salah satu implikasi penting dari pandangan di atas bahwa perilaku individu dapat dipahami secara utuh hanya dalam konteks individu tersebut dengan lingkungannya. Pendekatan ekologi difokuskan kepada semua bentuk hubungan diantara kebutuhan-kebutuhan individu dengan komunitas / lembaga sosial. Dalam pandangan ekologis, tujuan-tujuan intervensi Rancangan Klasifikasi Diagnostik disebut goodness of fit (kebaikan yang sehat) diantara lembaga-lembaga sosial dengan kebutuhan individu. Lembaga-lembaga yang merupakan target dari intervensi konseling (bimbingan). Pendekatan ekologis melahirkan seperangkat pilihan / alternatif yang lebih besar dibandingkan dengan teori-teori kepribadian tradisional. Dalam ekologi perkembangan manusia yang menjadi pokok adalah hubungan atau interaksi antara perkembangan kompetensi individu dengan karakteristik lingkungan. Ekologi perkembangan manusia itu mempresentasikan perpaduan antara ekologi dengan psikologi perkembangan. Model BK yang relevan dengan ekologi perkembangan manusia adalah pendekatan pengembangan (developmental approach). Kaczmarek dan Riva (1996;401) mengemukakan model intervensi yang lebih efektif dalam membantu perkembangan remaja adalah prefentif dan educational/ developmental. Model Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi merupakan bentuk lain dari suatu
5
masalah dalam perspektif ekologis yang mengapresiasi pengaruh keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, dan budaya terhadap perkembangan remaja.
B. Teori-Teori dan Kaidah-Kaidah Ekologi
Teori George Clark (dengan bukunya Elements of Ecology) menyatakan, yang dimaksud dengan elemen-elemen ekologi adalah organisme; tumbuhan, didalam dunia floranya, hewan dengan dunia faunanya, serta manusia sebagai makhluk tertinggi, serta faktor-faktor lingkungan baik yang bersifat phisis, chemis dan mekanisme. Antara elemen-elemen dan faktor-faktor lingkungan hubunganhubungan mana oleh Clark diistilahkan sebagai suatu “Inter-relationship yang bersifat ” Mutual dan Crucial”. Perubahan-perubahan yang dapat menjurus kepada kecenderungankecenderungan yang negatif di dalam berbagai Ekosistem. Masyarakat akan dirasakan sebagai suatu “ tekanan atau stress”, sehingga dapat membawa pengaruh
sosiologis.
Perubahan-perubahan
yang
tidak
menguntungkan
berlangsung lama, lebih-lebih bila permulaan tidak disertai adaptasi, akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental maupun perilaku dari masyarakat atau bangsa, sehingga antara lain dapat membawa pengaruh jelek di dalam daya juang kehidupan lebih lanjut. Ekologi perlu dipelajari pula kepada “Academic Health Personals” sebab ada hubungannya dengan sosial medicine, sebagai contoh termudah saja kami ambilkan gambaran tentang perubahan lingkungan yang tidak adequate dapat menimbulkan
suatu
“penyakit”
yang semata-semata
disebabkan
karena
terganggunya keseimbangan antara Host Agent and Environtment. Pada teori Holmquist and Dapert, teori Host Agent and Environment dapat di temukan bahwa manusia dalam pergaulan sosial sangat memberikan pengaruh timbalebalik, sebaliknya leavel dengan teorinya membedakan lingkungan hidup, sebagai pemukiman manusia dalam berbagai jenis lingkungan, seperti fisik, lingkungan biologik, sosio-ekonomik, sosio-kultur maupun sampai pada sosio-politis di mana
6
terikatnya masyarakat dalam berbagai lingkungan yang memiliki ekosistem secara individu. Untuk dapat menuasai kesehatan lingkungan kita dapat mengendalikan pengaruh lingkungan yang tidak susceptible maupun relevan bagi persyaratan-dan keselamatan hidup manusia. Tegasnya harus ada “monitoring” terhadap faktorfaktor lingkungan. Teori-teori Mengenai Academic Health Personels Dan Host Agent And Environment dapat kita ambil titik-titik penting yang kemudian dapat di simpulkan sebagai “kaidah-kaidah” sebagai berikut: 1. hubungan elemen-elemen antar ekologi dengan faktor lingkungan adalah saling mempengaruhi 2. masing-masing elemen dalam lingkungan memiliki dan terpusat pada berbagai eko-sistem 3. elemen ekologi pada suatu saat berada pada eko-sistem yang adequate yang berlangsung cukup lama. 4. faktor lingkungan akan sampai pada batas ambang kemampuan untuk kebutuhan umat manusia 5.
setiap ekosistem memiliki suatu sistem sumber energi yang kompleks.
C. Teori Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis ( yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belakangan, kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka seluruh prilaku manusia, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia selain insting adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan (Rakhmat,1994:21
dalam
Sobur,2003:122).
Behaviorisme
tidak
mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional,
7
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku seseorang dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Berkenaan dengan teori belajar, menurut Bandura (Sobur, 2003:122), sejak masa kanak-kanaknya, manusia sudah mempelajari berbagai tata cara berprilaku sedemikian rupa, sehingga ia tidak canggung dan serba salah menghadapi berbagai situasi dan persoalan. Namun, berbeda dari teori-teori belajar yang sebelumnya, Bandura mengatakan bahwa manusia tidak perlu mengalami atau melakukan sesuatu terlebih dahulu, sebelum manusia mempelajari sesuatu. Manusia dapat belajar hanya dari mengamati atau meniru orang lain. Kaum behavioris memang sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon sebagai penjelasan yang penting tentang tingkah laku manusia (Goble,1987:23 dalam Sobur 2003:122). Perbedaan antara teori Freud yang memberi tekanan pada dorongan dari dalam diri manusia dengan keyakinan kaum behavioris pada kekuatan-kekuatan ”luar” atau kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan dalam diri manusia dapat dilihat dengan jelas. Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterima manusia dari lingkungan di sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan lingkungan yang baik. Pendangan seperti ini memberi penekanan yang sangat besar pada aspek stimulus lingkungan untuk mengembangkan manusia dan kurang menghargai faktor bakat atau potensi alami manusia. Pandangan behaviorisme beranggapan bahwa apapun jadinya seseorang, satusatunya yang menentukan adalah lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme lainnya adalah Skinner yang berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu. Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Skinner tidak tertarik dengan variabel
8
struktural kepribadian. Menurut skinner, orang mungkin berilusi dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku dan mengendalikan perilaku hanya dengan mengubah ciri-ciri lingkungan. Psikoanalisis lebih megutamakan unsur psikis dari organisasi sistem psiko-fisik dari kepribadian, kaum behavioris dan para penganut teori psikologi belajar pada umumnya lebih mengutamakan unsur fisik dari organisasi kepribadian. Teori mereka didasari oleh pandangan Pavlov (Sarwono,1997:153 dalam Sobur, 2003:125), melalui percobaan dengan anjing membuktikan bahwa perilaku dapat dikendalikan dengan memberi rangsangan tertentu melalui proses yang dinamakan conditioning (pembiasaan). Anjing yang sudah dikondisikan untuk mendengar bel terlebih dahulu sebelum mendapatkan makanan, akan keluar air liurnya begitu mendengar bel, walaupun makanan belum tiba. Menurut Pavlov, hewan dan manusia pada dasarnya hanya terjadi dari jaringan-jaringan saraf dan otot yang bereaksi secara tertentu jika diberi rangsangan tertentu. Menurut Watson, kepribadian manusia dapat dibentuk melalui pemberian rangsangan-rangsangan tertentu. Hampir semua perilaku manusia merupakan hasil dari pengondisian, dan lingkungan membentuk perilaku kita dengan memperkuat kebiasaan tertentu. Respon yang terkondisikan dipandang sebagai unit perilaku terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, suatu ”atom perilaku” dari tempat perilaku yang lebih rumit dapat dibangun. Semua tipe perilaku kompleks yang berasal dari latihan atau pendidikan khusus, tidak berarti lebih dari rangkaian respon terkondisikan. Terapi Behavioral Terapi behavioral berasal dari dua konsep yaitu Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F.Skinner. mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan perkataan lain bahwa perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan. Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar
9
dari konseling behavioral adalah diperkenalkannya metode ilmiah di bidang psikoterapi yaitu cara memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku. Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi : 1. belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang serupa. 2. keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaa terhadap lingkungan. 3. perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau gangguan fisiologik. Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia mempunyai pandangan tersendiri mengenai perilaku, yaitu: 1. respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan). 2. lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi kecenderungan kelompok. 3. menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri. (Willis, 2004:69)
D. Rancangan klasifikasi Diagnostik Ekologi
System klasifikasi diagnostic merupakan cara yang amat bermanfaat dalam konseling professional. ”The Ecologycal Diagnostic Classification Plan” (EDCP) atau ” Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologis” (RKDE) sebagai suatu sistem pendekatan diagnostik dengan memasukan Aspek Lingkungan sebagai suatu kemungkinan gejala patologis dan sebagai sasaran intervensi. Rancangan klasifikasi diagnostik telah menunjukan kegunaannya selama bertahun-tahun dalam bidang psikologi konseling.
Sistem diagnostik sangat
berguna bagi para petugas profesional dalam komunikasinya tentang klien, dalam pendekatan yang sistematis dalam menentukan sumber dan sebab gejala patologis,
10
dan dalam mengembangkan rencana perlakuan (treatment). Pentingnya suatu model diagnostik merupakan dasar pola berpikir para konselor dalam mengidentifikasi sasaran, metoda, maksud, intervensi, dan menilai kemajuan terapi. Pada umumnya
perumusan-perumusan
sebelumnya
dalam bidang
konseling (Bordin, 1964; Pepsinki, 1948; Williamson dan Darley, 1937) bersifat unidimensional dengan memusatkan pada variabel tunggal dalam diagnostik ( misalnya ciri-ciri kepribadian). Berezin (1957) menyusun suatu sistem klasifikasi diagnostik dua dimensi dengan memasukan variabel-variabel tambahan dan interaksinya satu sama lain dalam proses diagnostik, baik untuk keperluan praktek maupun penelitian. Apostal dan Miller (1959) menyempurnakan dan mengkaji sistem dua dimensi ini pada data kasus dalam pusat konseling Universitas Missouri.
Penggunaan sistem ini dikembangkan pula oleh Callis dan Clyde
(1960), Borrensen (1963) pada Universitas Missouri; Myers, Johnson, dan Cacavos (1960) pada Universitas North Dakoda; dan oleh Weigel, russel, dan Cochenour (1967)pada Stephens College.
Sistem klasifikasi Rancangan
Klasifikasi Diagnostik Ekologi kemudian bernama ”The Missouri Diagnostic Classification Plan (MDCP)”. MDCP suatu masalah atau tujuan diidentifikasi sebagai satu dari dua dimensi dalam model itu, yaitu dimensi masalah/tujuan dan dimensi sebab. Ada tiga dimensi dalam dimensi masalah/tujuan, yaitu : 1. Vokasional 2. Emosional 3. Edukasional Dimensi Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi dirancang untuk memperinci macam-macam masalah dan tujuan praktis intervensi konseling. Dimensi kedua dalam model MDCP adalah sebab. Dimensi sebab mencangkup lima kategori, yaitu : 1. Kurang informasi atau tilikan tentang diri sendiri, 2. Kurang informasi tentang lingkungan 3. Konflik motivasional dalam diri sendiri
11
4. Konflik dengan orang lain 5. Kurang keterampilan. Hurst dan Weigel (1968) membuat suatu alat yang disebut The Counseling Service assesment Blank (CSAB) atau Blanko penilaian layanan konseling berdasarkan MDCP. CSAB dirancang untuk menghasilkan diagnosis dan penilaian diri sendiri dalam setiap kategori dari dua dimensi MDCP. CSAB terus banyak digunakan secara meluas oleh badan-badan konseling dalam kegiatan evaluasi rutin. Demikian MDCP dapat terus menumbuhkan kegunaannya. Kelemahan
utama
MDCP
adalah
dalam
ketidak
mampuannya
untuk
mengidentifikasi faktor-faktor eksternal terhadap seseorang sebagai kemungkinan penyebab atau masalah dalam diagnosis. Banning dan Kaiser (1974) mengemukakan empat pendekatan yang menandai layanan mahasiswa di perguruan tinggi
negeri maupun swasta
khususnya melalui konseling. 1. Pendekatan pertama, masalah-masalah yang dinyatakan oleh mahasiswa dianggap sebagai ketidaksesuaian antara dirinya dan lingkungan. Mahasiswa harus ganti atau dipisahkan ke lingkungan lain yang lebih memadai. 2. Pendekatan kedua, ditandai dengan upaya para konselor atau petugas profesional lainnya dalam membantu mahasiswa untuk menyesuaikan dengan lingkungan atau penataan tempat para siswa berada. Asumsi yang mendasari
kedua
pendekatan
kedua
adalah
bilamana
terjadi
ketidaksesuaian antara mahasiswa dan lingkungan dimana mahasiswa dianggap kurang memiliki kecakapan untuk beradaptasi, dan usaha yang dilakukan adalah memindahkan mahasiswa atau membantu penyesuaian diri mahasiswa. 3. Pendekatan
ketiga,
menekankan
pada
identifikasi
kekurangan
perkembangan mahasiswa dan membantu mereka untuk memperoleh keterampilan, sikap,
dan sumber-sumber
yang diperlukan untuk
memperoleh manfaat secara penuh dari lingkungan tempatnya berada.
12
4. Pendekatan keempat, Lewin (1936) mengemukakan suatu rumus B = f (P.E ), sebagai dasar konseptual dalam pendekatan keempat, dimana perilaku ( B = Behavior) adalah fungsi (f) interaksi antara pribadi (P=Person) dengan lingkungan (E=Environment). Perspektif ekologis, kesenjangan antara pribadi dengan lingkungan. MDCP adalah rancangan yang mencerminkan pendekatan perkembangan adaptif siswa. Tiga dari lima kategori dalam dimensi penyebab kurang informasi diri, konflik dengan diri sendiri, dan kurangnya keterampilan secara jelas menyarankan
suatu
diagnostik
yang memusatkan
pada
individu.MDCP
memusatkan dua kategori lainnya (kurang informasi tentang lingkungan dan konflik dengan orang lain) dan variable interaksi pribadi dengan lingkungan dimasukan kedalam dalam rangka klasifikasi diagnostik. The Ecological Diagnostik Clasification Plan (EDCP) atau selanjutnya akan disebut rancangan klasifikasi diagnostik ekologi (RKDE), merupakan upaya untuk mengaitkan sepenuhnya lingkungan pribadi kedalam proeses diagnostik. Suatu rancangan klasifikasi diagnostic dengan memasukan unsur lingkungan secara sistematika dan berimbang sebagai variable, dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan yang baru. RKDE dikembangkan sebagai suatu alat yang sepenuhnya mengakui dan memasukan lingkungan sebagai sasaran intervensi dalam konseling. PENYEBAB /
ORANG
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN
SASARAN
SEBAGAI
PASANGAN
SEBAGAI
SASARAN
ORANG DAN
SASARAN
INTERVENSI
LINGKUNGAN
INTERVENSI
MASALAH
KID
KDD
KP
KOL
KIL
KDL
KL
1-1
1-2
1-3
2-4
1-5
1-6
1-7
2-1
2-2
2-3
2-4
2-5
2-6
2-7
3-1
3-2
3-3
2-4
3-5
3-6
3-7
TUJUAN Perkembangan Pribadi/sosial Perkembangan karir Pendidikan
13
Keterangan: KID
: Kurang Informasi Diri
KDD : Konflik Dalam Diri KP
: Kekerangan Pribadi
KOL : Kesenjangan Orang dan Lingkungan KIL
: Kurang Informasi Lingkungan
KDL : Konflik Dalam Lingkungan KL
: Kekurangan lingkungan.
Dimensi masalah-tujuan RKDE mencakup tiga kategori yaitu: perkembangan pribadi-sosial,
perkembangan
dan
perkembangan
pendidikan.
Metode
mengkategorikan dimensi masalah-tujuan dalam rancangan telah dirasakan kegunaanya dalam lembaga-lembaga pemberi layanan; dan juga bagi para psikolog dan konselor dalam intervensi individual dan secara terprogram.
Dimensi penyebab, RKDE bersumber dari materi MDCP yang menyatakan lingkungan dan kesalahan pasangan orang lain dan lingkungan diterapkan sebagai sasaran intevensi sejajar dengan status orang. Tujuh kategori dalam dimensi RKDE dibagi menjadi tiga kelompok klasifikasi.
Dimensi masalah-tujuan 1. Pribadi-sosial. Kategori merupakan manifestasi masalah-masalah indetifikasi tujuan yang mencakup emosi, kognisi, sistem nilai, sikap-sikap, fisik, dan interaksi antar pribadi. 2. Perkembangan karir kategori RKDE mencakup artikulasi arah dan prosedur karir untuk mencapai interaksi produktif dengan dunia kerja dan dunia kehidupan lainnya. 3. Pendidikan
kategori ini mencakup keterampilan dasar, sikap-sikap dan
kecakapan-kecakapan yang merupakan prasyarat untuk mencapai perkembangan pendidikan. Dimensi Penyebab Faktor-faktor utama yang mungkin diduga menunjang dimensi masalah-tujuan.
14
1. Kurang Informasi Diri (KID). Kategori yang ditekankan adalah kurangya informasi dalam klien tentang dirinya sendiri 2. Konflrik Dalam Diri Sendiri (KDD). Hal-hal yang termasuk dalam kategori ini adalah adanya motivasi pertentangan dan persaingan dalam diri sendiri. Gejala-gejalanya antara lain: menghukum diri sendiri, pengurungan diri, kecemasan, frustrasi,depresi, dan sebagainya. 3.Kekurangan Pribadi (KP). Orang-orang yang masuk kedalam kategori ini adalah mereka yang memilik kekurangan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam situasi tertentu yang bersifat pribadi, sosial, karir, atau pendidikan. 4. Kesalahan Pasangan Orang dan Lingkungannya (KOL). Lingkungan mungkin merumuskan dengan jelas, tidak ada konflik didalamnya dan sedikit atau tidak ada kekurangan, akan tetapi tidak cocok dengan rencana seorang untuk kelangsungan pertumbuhan dan produktifitasnya. 5. Kurang Informasi Lingkungan (KIL). Adanya beberapa kesulitan yang dimasuki
dan
berinteraksi
dengannya.
Misalnya
sulit
mengamati
dan
mengidentifikasikan local dalam lingkungan fisik, harapan-harapan sosial dan antara pribadi, tuntutan atau persyaratan kebujaksanaan dan administrasi. 6. Konflik dalam Lingkungan (KDL) mencerminkan strategi suatu keadaan karakteristik, tantangan, dan harapan dalam lingkungan, terumuskan dan terkomunikasikan secara memadai akan tetapi terdapat pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. 7. Kekurangan Lingkungan (KL). Blocher (1978 ) mengidentifikasikan ada tiga subsistem yang merupakan persyaratan bagi suatu lingkungan belajar yang konstruktif, yaitu sub sistem, kesempatan, sub sistem penunjang, dan sub sistem ganjaran. Contoh-contoh Penerapan RKDE pada ke-21 sel dalam bagian diatas: 1. pribadi-pribadi, kurang informasi diri sendiri 2. pribadi-sosial, konflik dalam diri 3. pribadi-sosial, kekurangan pribadi 4. pribadi-sosial, kesalahan pasangan orang dengan lingkungan
15
5. pribadi-sosial, kurang informasi lingkungan 6. pribadi-sosial, Konflik dalam lingkungan 7. pribadi-sosial, kekurangan lingkungan 8. Perkembangan karir, kekurangan informasi diri 9. perkembangan karir, konflik dalam diri 10. perkembangan karir, kekurangan pribadi 11. perkembangan karir, salah pasang pribadi dan lingkungannya 12. perkembangan karir, kurang informasi lingkungan 13. perkembangan karir, konflik dalam lingkungan 14. perkembangan karir, kekurangan lingkungan 15. perkembangan pendidikan, kurang informasi diri 16. perkembangan pendidikan, konflik dalam diri 17. perkembangan pendidikan kekurangan pribadi 18. perkembangan pendidikan, salah pasang pribadi dan lingkungan 19. perkembangan pendidikan, kurang informasi lingkungan 20. perkembangan pendidikan, konflik dalam lingkungan 21.perkembangan pendidikan, kekurangan lingkungan
D. Peranan Diagnosis Dalam Konseling
Psikodiagnosis adalah analisis dan penjelasan tantangan masalah klien. Diantaranya mungkin yang berupa penjelasan tentang penyebab kesulitan klien, suatu catatan yang berupa penjelasan tentang penyebab kesulitan klien, suatu catatan tentang bagaimana maslah ini berkembang sejalan dengan waktu, suatu klasifikasi dan kelainan apapun, sebuah spesifikasi dari prosedur pemberlakuan yang lebih disukai dan sebuah estimasi akan peluang terjadinya penyelesaian yang berhasil. Tujuan
diagnosis
dalam
konseling
dan
psikoterapi
adalah
mengidentifikasikan kekisruhan perilaku serta gaya hidup yang dialami klien sekarang. Diagnosis bukanlah suatu kategori final; melainkan diagnosis RKDE
16
menyediakan suatu hipotesis yang bisa diberlakukan, yang membimbing para praktisi untuk memahami klien. Konselor dapat menggunakan diagnosis dan penilaian dalam tugas para konselor bersama klien:v “sampai seberapa seriusnya perilaku klien?” “strategi terapeutik yang mana yang paling menjelaskan perilaku klien pada saat ini”. Suatu bahaya dari pendekatan diagnostic adalah kemungkinan tidak dipertimbangkannya oleh konselor faktor etnik dan budaya dalam pola perilaku tertentu. Jika variable budaya ikut menjadi pertimbangan maka klien mungkin akan mendapatkan diagnosis yang keliru. Ini memberi penilaian terhadap klien dengan latar belakang etnik serta budaya yang berbeda DSA-111-R menekankan pentingnya menyadari akan bias yang tak disengaja serta tetap membuka pikiran terhadap hadirnya pola budaya yang menonjol yang bisa mempengaruhi proses diagnostik. E. Implementasi Dan Peran Konselor Dalam implementasi RKDE, kelompok menemukan kasus mengenai seorang klien yang dituntut sempurna oleh orang tuanya dalam bidang pekerjaan dan antara minat dan bakat. Sebut saja anak tersebut bernama Abi. Dalam sebuah kasus disebutkan bahwa Abi yang dituntut oleh orang tuanya menjadi seorang dokter. Menurut orang tuanya, profesi dokter sangat sempurna karena banyak menolong orang. Sedangkan, Abi memiliki minat dan bakat menjadi seorang arsitektur. Namun, karena Abi terus-menerus ditekan oleh orang tuanya agar menjadi seorang dokter, Abi pun merasa tertekan dan dianggap tidak dapat memenuhi apa yang orang tuanya inginkan kemudian Abi dan kedua orang tuanya meminta bantuan konselor sebagai orang yang dapet memberikan pengarahan , masukan, serta pilihan terbaik bagi Abi dan kedua orang tuanya. Dan konselor pun memberikan solusi dengan menggunakan pendekatan dari sudut pandang RKDE yaitu dimensi masalah tujuan dan dimensi penyebab yang diuraikan sebagai berikut:
Dimensi masalah- tujuan:
17
1. Pribadi-sosial. Kategori merupakan manifestasi masalah-masalah indetifikasi tujuan yang mencakup emosi, kognisi, sistem nilai, sikap-sikap, fisik, dan interaksi antar pribadi. 2. Perkembangan karir kategori RKDE mencakup artikulasi arah dan prosedur karir untuk mencapai interaksi produktif dengan dunia kerja dan dunia kehidupan lainnya. Dimensi Penyebab: 1. Kurang Informasi Diri (KID). Kategori yang ditekankan adalah kurangya informasi dalam klien tentang dirinya sendiri 2. Konflrik Dalam Diri Sendiri (KDD). Hal-hal yang termasuk dalam kategori ini adalah adanya motivasi pertentangan dan persaingan dalam diri sendiri. Gejalagejalanya antara lain: menghukum diri sendiri, pengurungan diri, kecemasan, frustrasi,depresi, dan sebagainya. 3.Kekurangan Pribadi (KP). Orang-orang yang masuk kedalam kategori ini adalah mereka yang memilik kekurangan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam situasi tertentu yang bersifat pribadi, sosial, karir, atau pendidikan. 4. Konflik dalam Lingkungan (KDL) mencerminkan strategi suatu keadaan karakteristik, tantangan, dan harapan dalam lingkungan, terumuskan dan terkomunikasikan secara memadai akan tetapi terdapat pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. 5. Kekurangan Lingkungan (KL). Blocher (1978 ) mengidentifikasikan ada tiga subsistem yang merupakan persyaratan bagi suatu lingkungan belajar yang konstruktif, yaitu sub sistem, kesempatan, sub sistem penunjang, dan sub sistem ganjaran.
Konselor dalam menangani masalah tersebut pertama-tama dilihat dari fokus intervensi konseli dan siapa yang menjadi sasaran ekologi dalam memecahkan masalah tersebut. Misalnya masalah tersebut memiliki fokus intervensi kepada anak dan orang tua sebagai ekologinya. Setelah diketahui fokus intervensi dan ekologi dalam masalah tersebut maka konselor memutuskan siapa
18
yang lebih membutuhkan layanan konseling dalam masalah ini, dalam kasus ini di dapatkan keputusan bahwa
anaklah yang lebih diperhatikan dalam proses
konseling walaupun disini juga tidak menutupi kemungkinan bahwa orang tua menjadi bahan tindak lanjut karena proses konseling tidak dapat dilaksanakan satu arah tetapi melibatkan banyak pihak. Abi diberikan serangkaian tes dan pertanyaan tentang apa minat yang paling dia sukai dan cita-cita apa yang diinginkan oleh Abi sebenarnya, kemudian proses konseling diarahkan pula kepada orang tua dengan memberikan pengertian tentang hasil tes dan minat bakat yang dimiliki oleh Abi, menyadarkan orang tua Abi bahwa tidak selamanya keinginan orang tua harus dipenuhi bahkan sampai tidak menghiraukan keinginan dan cita-cita yang dimiliki oleh Abi. Jika cita-cita Abi tidak di hiraukan secara tidak langsung orang tua Abi telah membungkam keahlian Abi untuk berkembang lebih baik, walaupun Abi bisa menjadi dokter kita disini harus melihat beberapa kemungkinan lain setelah Abi menjadi Dokter, apakah berhasil, banyak pasien yang disembuhkan atau malah sebaliknya, apakah malpraktek dan hal-hal lain yang sekiranya dinilai tidak baik semasa Abi menjadi dokter. Setelah semuanya di bicarakan biarkan Abi dan orang tuanya berbicara dan berdiskusi sampai di memperoleh keputusan dari keduanya tentang masalah Abi dalam pekerjaannya. Atau karirnya di kemudian hari.
Peran Konselor : 1. dengan RKDE permasalahan yang dihadapi klien tidak hanya dilihat dari segi pribadi konseli melainkan dari sisi lain seperti lingkungan sebagai fokus intervensi masalah adalah konseli sendiri. 2. konseli dengan lingkungkungannya seperti sosial budaya sangat erat kaitannya, dan konselor diharuskan dapat mengetahui kebudayaan serta kehidupan sosial konseli sebagai organisme dalam fokus intervensi lingkungan
dalam
membuat
keputusan
(decision
making)
dan
pemecahan masalah (problem solving). 3. menjadi seorang konsultan yang berpengaruh
dan kritis dalam
menciptakan lingkungan yang mendukung pemecahan masalah konseli.
19
4. mengumpulkan data tentang pribadi konseli dan lingkungan konseli. 5. memberi pengarahan kepada konseli agar konseli dapat lebih mengetahui/memahami dirinya sendiri.
BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan Ekologi merupakan studi tentang interaksi / transaksi antara organisme
manusia yang berkembang dengan lingkungannya, baik fisik, psikologis, maupun sosial dan budaya sedangkan yang dimaksud dengan Ekologi perkembangan pada hakikatnya adalah lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik, sosial dan psikologis, dimana individu memperoleh tingkah laku baru, melalui pengalaman belajarnya. Dalam arti luas, seluruh interaksi dengan lingkungan pada setiap saat, adalah lingkungan belajar. Adapun perinsip-prinsip yang dimiliki ekologi adalah agar lingkungan dapat menopang / menunjang pertumbuhan dan perkembangan siswa, maka lingkungan harus menyajikan struktur kesempatan yang lebih luas yang ditandai oleh keragaman dan rentangan tantangan dan tugas baru dalam mana siswa dapat menemukan cara-cara baru unutk memperoleh keberhasilan, Agar lingkungan dapat belajar menunjang perkembangan siswa secara berkesinambungan. Rancangan klasifikasi Diagnostik Ekologi adalah suatu alat yang sepenuhnya mengakui dan memasukkan lingkungan sebagai sasaran intervensi dalam konseling yang dapat digunakan dalam menetapkan fokus sasaran intervensai secara akurat, sasarannya adalah individu sebagai organisme, lingkungan atau kesalahan pasangan antara keduanya.RKDE juga dapat membantu dalam mengidentifikasi kekurangan atau gangguan dalam suatu
20
lingkungan. Tema kekurangan lingkungan, kekurangan ptibadi, dan salah pasangan pribadi dan lingkungang akan muncul apabila masalah yang ada dinilai secara cermat dan terus menerus. Dalam Teori Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belakangan, kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut para kaum behaviorisme seluruh prilaku manusia, dan seluruh perilaku manusia selain insting adalah hasil belajar. B. Rekomendasi Dari hasil uraian diatas, maka kami dapat merekomendasikan bahwa :
1. Konselor harus mahir dalam menyelesaiakan masalah klien
dengan
menggunakan model-model konseling yang ada, disesuaikan dengan permasalahan konseli 2. Dalam menjalankan model RKDE konselor harus mengerti konsep ekologi dan mempunyai kemampuan bersosialisasi yang baik dengan lingkungannya & masyarakat umum. Selain itu, konselor harus mempunyai kemampuan komunikasinya bagus dan berkompeten. Cirriciri konselor yang kompeten diantaranya: mempunyai pemahman diri, kesehatan psikologisnya baik, dapat dipercaya, jujur, bersikap hangat, sabar, mempunyai kepakaan, dan actives responsiveness. 3. Seperti yang disebutkan diatas bahwa model diagnistik merupakan dasar pola berfikir para konselor dan menilai kemajuan terapi. Maka dari itu konselor harus memahami betul model ini, dan kalau bisa disdakan pelatihan khusus dalam menggunakan model RKDE sehingga dalam mempraktekan model ini konselor tidak melakukan kesalahan.
21
REFERENSI Yusuf, Syamsu & Juntika,N. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:Rosda. Corey, Gerald. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (penerjemah: Mulyarto. Semarang: IKIP Semarang Press Surya,M. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy Mukono, HJ. 2000.prinsip dasar kesehatan lingkungan.Surabaya: Airlangga University Press.
22