BAB I. PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah Pendekatan empiris dalam desain perkerasan masih memainkan peranan yang penting pada masa sekarang, walaupun desain perkerasan telah berangsur berubah dari seni menjadi ilmu pengetahuan/teknologi. Pada awal tahun 1920, ketebalan lapis perkerasan hanya ditentukan dari pengalaman perencana. Ketebalan lapis perkerasan yang sama digunakan pada berbagai jenis jalan raya walaupun terdapat perbedaan kondisi tanah dasar. Berdasarkan pengalaman selama berberapa tahun, berbagai macam metode perencanaan tebal lapis perkerasan dikembangkan. Pendekatan empiris dalam perencanan tebal perkerasan lebih didasarkan pada hasil eksperimen atau pengalaman. Umumnya, metode ini memerlukan sejumlah pengamatan yang dilakukan dalam rangka untuk memastikan hubungan antara variabel masukan dan hasil. Metode ini tidak memerlukan dasar ilmiah untuk membuat hubungan antara variabel dan hasil. Metode ini sangat mudah untuk diaplikasikan namun perlu kehati-hatian didalam penentuan batasan parameter dan pendekatan yang diambil. Secara khusus, metode hubungan empiris ini kurang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di luar jangkauan data asli yang digunakan untuk mengembangkan metode hubungan empiris ini. Dalam beberapa kasus, jauh lebih bijaksana untuk mengandalkan pengalaman daripada perhitungan. Hubungan antara input desain (misalnya, beban, bahan material, konfigurasi lapisan dan lingkungan) dan kegagalan perkerasan didasarkan pada pengalaman, eksperimen atau kombinasi keduanya. Metode desain empiris dapat berkisar dari yang sangat sederhana sampai dengan yang cukup kompleks. Pendekatan paling sederhana dalam menentukan desain perkerasan struktural adalah berdasarkan dengan apa yang telah bekerja di masa lalu. Misalnya, pemerintah daerah menentukan jalan-jalan kota yang akan dirancang dengan menggunakan penampang yang diberikan (misalnya, 100 mm (4 inci) HMA dan lebih dari 150 mm (6 inci) batu pecah) karena mereka telah menemukan bahwa
1
2
struktur ini telah menghasilkan hasil yang memuaskan di masa lalu. Pendekatan yang lebih kompleks biasanya didasarkan pada persamaan empiris yang diperoleh dari eksperimen. Beberapa eksperimen ini bisa sangat rumit. Sebagai contoh, persamaan empiris yang digunakan dalam AASHTO 1993. Pendekatan mekanistik berusaha untuk menjelaskan fenomena hanya dengan mengacu pada penyebab fisik. Dalam desain perkerasan, fenomena tersebut adalah tegangan, regangan dan lendutan dalam struktur perkerasan sedangkan penyebab fisik adalah beban dan sifat material dari struktur perkerasan. Hubungan antara fenomena dan penyebab fisik biasanya dijelaskan dengan menggunakan model matematika. Berbagai model matematis dapat digunakan, yang paling umum adalah layered elastic model. Seiring dengan pendekatan mekanistik, unsur empiris digunakan untuk mengetahui pengaruh tegangan, regangan dan lendutan terhadap kegagalan perkerasan. Hubungan antara fenomena fisik dan kegagalan perkerasan digambarkan secara empiris dan diturunkan menjadi persamaan untuk menghitung jumlah siklus pembebanan sampai dengan struktur perkerasan dianggap gagal. Keuntungan dalam penggunaan metode desain perkerasan mekanis-empiris dibandingkan dengan metode empiris murni adalah: 1. Dapat digunakan untuk rekonstruksi perkerasan eksisting maupun konstruksi perkerasan jalan baru; 2. Dapat mengakomodasi perubahan tipe beban lalulintas; 3. Karakteristik material dapat disesuai dengan material yang akan digunakan (material lokal atau baru); 4. Menggunakan sifat material sebenarnya yang berhubungan dengan kinerja perkerasan; 5. Memberikan prediksi tentang kinerja perkerasan yang cukup handal; 6. Mengakomodasi efek lingkungan pada material perkerasan. Keuntungan lain dari pendekatan mekanis-empiris adalah kemampuannya untuk secara akurat menggambarkan karakteristik material in-situ (termasuk tanah dasar dan struktur perkerasan). Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan perangkat portabel (seperti FWD) untuk mengukur defleksi lapangan pada
3
struktur perkerasan yang akan dilakukan pelapisan ulang. Pengukuran ini kemudian dapat menjadi masukan ke dalam persamaan untuk menentukan dukungan struktural perkerasan (sering disebut "back calculation") dan perkiraan umur sisa perkerasan. Hal ini memungkinkan untuk perencanaan yang lebih realistis pada kondisi aktual. Secara umum, penggunaan metode mekanis – empiris di Indonesia dalam rangka perencanaan tebal lapis perkerasan masih sangat minim. Metode yang umumnya digunakan adalah AASHTO 1986 dan 1993 maupun metode empiris lainnya. Waktu yang dibutuhkan dalam proses perancangan yang tidak terlalu lama dan metode yang sederhana merupakan alasan utama mengapa metode empiris sangat popular untuk digunakan. Perancangan perkerasan jalan menggunakan metode mekanis empiris membutuhkan data masukan yang lebih detail sebagai contoh data konfigurasi beban sumbu dan dimensi kendaraan, data pengujian laboratorium maupun pengamatan di lapangan tentang material yang digunakan serta kondisi lingkungan. Hasil keluaran analisis metode mekanis empiris adalah prediksi nilai kerusakan dan kerataan lapis perkerasan pada nilai reabilitas tertentu. Mechanistic-Empirical Pavement Design Guide, A Manual of Practice, Interim Edition (AASHTO, 2008) merupakan metode perancangan perkerasan jalan dengan metodologi mekanis-empiris yang dikembangkan untuk menghasilkan desain perkerasan jalan yang lebih ekonomis dan handal.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui data masukan yang diperlukan dalam proses perencanaan perkerasan dengan metode mekanis-empiris, khususnya MEPDG (2004); 2. Mengetahui respon mekanis perkerasan kaku terhadap beban lalulintas yang berupa tegangan, regangan dan lendutan dengan menggunakan metode mekanis-empiris; 3. Mengetahui dan menginvestigasi umur perkerasan kaku; 4. Memprediksi nilai kerusakan yang mungkin terjadi pada perkerasan kaku selama umur perkerasan.
4
C. Keaslian Penelitian Penelitian yang sudah dilaksanakan berkaitan dengan analisis perkerasan kaku adalah sebagai berikut: 1. Tony, D. (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis perencanaan ketebalan perkerasan kaku menggunakan metode AUSTROADS 1992 dan AASHTO 1993, Studi kasus Jalan Tol Cipularang”. Penelitian ini mencoba menganalisis ketebalan perkerasan kaku dengan menggunakan 2 (dua) metode empiris yang berbeda. Hasil penelitian adalah ketebalan slab beton didapatkan sebesar 30 cm (metode AASHTO 1993) dan tebal 21 cm (metode AUSTROAD 1992); 2. Yonatan, H.P. (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis sensitivitas performa perkerasan kaku menggunakan pendekatan metode elemen hingga”. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui efek dari penggunaan parameter desain yang berbeda-beda antara lain: konfigurasi beban roda, sifat beton, sifat tanah dasar, ketebalan slab beton, karakteristik sambungan, konstruksi bahu jalan, penempatan lapis HMA pada permukaan perkerasan kaku dan penambahan CTB di atas lapis tanah dasar. Hasil dari penelitian ini adalah konfigurasi beban gandar tunggal lebih merusak perkerasan dibandingkan dengan beban tandem/tridem, penggunaan beton dengan modulus elastisitas yang tinggi akan sedikit mengurangi tegangan pada tepi slab beton dibandingkan dengan menambah modulus reaksi tanah dasar, penambahan ketebalan slab beton efektif untuk menambah umur akibat retak lelah perkerasan. 3. Desi Y. (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh variasi tebal slab beton terhadap pumping dengan tanah dasar lempung”. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh ketebalan slab beton yang berbeda terhadap penurunan elevasi slab beton dengan melakukan uji pumping dan pembebanan secara manual. Hasil dari penelitian ini adalah penambahan ketebalan slab beton relatif memperkecil penurunan yang terjadi dan
5
penggunaan dowel akan mengurangi jumlah material yang terangkat ke permukaan slab beton.
D. Faedah Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam bidang perencanaan perkerasan kaku di Indonesia, antara lain: 1. Memberikan alternatif metode perencanaan tebal perkerasan kaku selain metode empiris; 2. Meningkatkan performa jalan di Indonesia khususnya tipe perkerasan kaku sehingga umur perkerasan lebih panjang dengan biaya perawatan yang minimal; 3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui performa perkerasan yang lebih handal.
E. Batasan Permasalahan Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis kerusakan perkerasan kaku hanya pada lajur cepat, sedangkan lajur lambat diasumsikan sebagai bahu jalan. 2. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder antara lain perhitungan volume lalulintas yang dilakukan oleh Kementerian PU selama 4 hari (80 jam) pada bulan Juni 2013, gambar rencana, pengujian tanah dasar, back up quality bulan Mei 2013, informasi umum tentang kondisi geografis Kota Yogyakarta, pengujian nilai IRI jalan Arteri Selatan Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Kementerian PU pada tahun 2014. 3. Faktor pertumbuhan kendaraan berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan dari Bina Marga, Kementerian PU. 4. Konfigurasi beban sumbu kendaraan dan tekanan ban berdasarkan Manual Perkerasan Jalan No. 01/MN/BM/83 dan nilai yang direkomendasikan dalam MEPDG (2002). 5. Struktur perkerasan kaku yang ditinjau merupakan tipe Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP).
6
6. Perhitungan tegangan, regangan dan lendutan pada perkerasan kaku menggunakan piranti lunak KENPAVE. 7. Analisis kerusakan perkerasan kaku dilakukan sampai dengan 20 tahun mendatang. 8. Model prediksi nilai kerusakan pada perkerasan kaku menggunakan model yang terdapat pada MEPDG (2002). 9. Tipe kerusakan perkerasan kaku yang ditinjau antara lain tranverse cracking, dan transverse joint faulting. 10. Kondisi drainase diasumsikan dalam kondisi yang kurang bagus atau tidak ada saluran drainase. 11. Analisis kerusakan perkerasan kaku dengan adanya kombinasi kondisi beban lalulintas overload dan saluran drainase baik/buruk tidak dilakukan.